Anda di halaman 1dari 4

1 .

Perluasan/ekspansi Kekuasaan Islam

Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah, luas wilayah kekuasaan Islam semakin bertambah,
meliputi wilayah yang telah dikuasai Bani Umayyah, antara lain Hijaz, Yaman Utara dan Selatan,
Oman, Kuwait, Irak, Iran (Persia), Yordania, Palestina, Lebanon, Mesir, Tunisia, Al-Jazair, Maroko,
Spanyol, Afganistan dan Pakistan, dan meluas sampai ke Turki, Cina dan juga India.

Khalifah Al-Manshur berusaha menaklukan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan


diri dari pemerintah pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Di antara usaha-
usaha tersebut adalah merebut benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia, dan
Cicilia pada tahun 756-758 M. Ke utara, bala tentaranya melintasi pegunungan Taurus dan
mendekati selat Bosporus.

Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama genjatan senjata 758-765 M,
Bizantium membayar upeti tahunan. Bala tentaranya juga berhadapan dengan pasukan Turki Khazar
di Kaukasus, Daylami di laut Kaspia, Turki di bagian lain Oksus dan India.

Yang menarik dari perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Bani Abbasiyah adalah bahwa
sebagian besar orang-orang yang berkecimpung dalam bidang ini tidak hanya berasal dari bangsa
Arab muslim atau dikenal dengan kaum mawali. Kaum mawali adalah muslim yang berasal dari
bangsa non-arab terutama orang-orang yang berasal dari Persia. Para ilmuwan muslim pada masa
Bani Abbasiyah menjelajahi tiga benua untuk menuntut ilmu pengetahuan. Ketiga benua yang dipilih
adalah benua Asia Eropa dan Afrika. Dari 3 benua ini dianggap mengalami kemajuan yang sangat
pesat dari semua ilmu pengetahuan. Setelah kembali dari tempat pengembaraan para ilmuwan
muslim membaca dan menerjemahkan buku-buku tersebut. Dalam waktu yang lama mereka
berusaha menggali berbagai pengetahuan dan kemudian menulis berbagai buku terutama buku-
buku dalam bentuk Dairatul Ma'arif atau saat ini lebih dikenal dengan sebutan ensiklopedia.

Dari buku-buku itulah masyarakat muslim saat itu belajar dan terus mengembangkan
pengetahuannya di berbagai masjid yang saat itu dijadikan sebagai pusat kegiatan pendidikan.
Dengan semakin giat nya kaum muslimin mempelajari berbagai ilmu dari berbagai buku yang ditulis
oleh para ilmuwan muslim dan buku-buku berbahasa asing yang diterjemahkan oleh mereka Maka
masyarakat Islam pada masa itu menunjuk perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat luar biasa.
Ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam berkembang pula di negara-negara barat(EROPA). Disana
perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban umat Islam berkembang tidak kalah pesatnya.

Berbagai hasil penemuan dan penelitian ilmiah dibukukan oleh para ilmuwan muslim. Kegiatan
penerjemahan dari berbagai buku karya ilmuwan besar Eropa terus menerus berlangsung.
Pembangunan tempat kegiatan kegiatan belajar sangat pesat dan sangat diperhatikan oleh para
penguasa muslim yang ada di sana. Kegiatan-kegiatan belajar diikuti oleh umat Islam dari berbagai
kalangan. Kota-kota besar dan berbagai peninggalan yang saat ini masih dapat disaksikan merupakan
bukti sejarah kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan umat Islam di masa Bani Abbasiyah.
1

1
Rina Estu Ratna ,Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah, Semarang. 2017.hlm 5
2. Peradaban Islam

Masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah merupakan masa kejayaan Islam dalam berbagai bidang,
khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pada zaman ini, umat Islam telah
banyak melakukan kajian kritis terhadap ilmu pengetahuan, yaitu melalui upaya penterjemahan
karya-karya terdahulu dan juga melakukan riset tersendiri yang dilakukan oleh para ahli.
Kebangkitan ilmiah pada zaman ini terbagi di dalam tiga lapangan, yaitu : kegiatan menyusun buku-
buku ilmiah, mengatur ilmu-ilmu Islam dan penerjemahan dari bahasa asing.

Perkembangan Pendidikan pada Masa Dinasti Abbasiyah Masa pemerintahan Daulah Abbasiyah
merupakan masa kejayaan Islam dalam berbagai bidang. Kemajuan yang paling mencolok terjadi
pada bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Kajian-kajian kritis tentang ilmu pengetahuan
banyak dilakukan sehingga ilmu pengetahuan baik yang aqliah maupun naqliah mengalami kemajuan
yang sangat pesat. Orientasi pembangunan peradaban dan kebudayaan Islam menjadi perhatian dari
Daulah ini ketimbang perluasan wilayah sebagaimana Daulah terdahulu. Oleh karena itu, berbagai
hasil peradaban dunia mewarnai dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan Islam. Kebudayaan
Persia datang dengan tradisi keilmuan dan pemerintahan. Bahkan banyak penulis Persia
mempelopori perkembangan ilmu pengetahuan Islam. Abu Hanifah mempelopori bidang hukum
Islam, Sibawaih dengan gramatika dan al-Kisa'i di bidang qira'at. India memperkaya khazanah Islam
dengan ilmu kedokteran, ilmu perbintangan, dan matematika. Sedangkan Yunani paling banyak
mempengaruhi khazanah peradaban Islam Jundisapur dalam bidang kedokteran, Iskandariyah dalam
bidang filsafat, Harran dalam bidang filsafat dan ilmu falak.

Setelah mencapai kemenangan di medan perang, tokoh-tokoh tentara membukakan jalan kepada
anggota-anggota pemerintahan, keuangan, undang-undang dan berbagai ilmu pengetahuan untuk
bergiat di lapangan masing-masing. Dengan demikian munculah pada zaman itu sekelompok
penyair-penyair handalan, filosof-filosof, ahli-ahli sejarah, ahli-ahli ilmu hisab, tokoh-tokoh agama
dan pujangga-pujangga yang memperkaya perbendaharaan bahasa Arab.

Banyak ahli dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan, seperti; filsafat. Filosuf terkenal saat itu antara
lain adalah Al-Kindi (185-260 H/801-873 M). Abu Nasr al Faraby (258-339 H/870-950 M), yang
menghasilkan karya dalam bentuk buku berjudul Fusus al-Hikam, Al-Mufarriqat, Ara’u ahl al-
Madinah al-Fadhilah. Selain mereka, juga ada Ibnu Sina(370-428 H/980-1037 M), Ibnu Bajjah (w. 533
H/1138 M), diantara karyanya adalah Risalatul Wada’, akhlak, kitab al-Nabat, Risalah al-Ittishal
al-‘Aql bil Ihsan, Tadbir al-Mutawahhid, kitab al-Nais, Risalah al-Ghayah al-Insaniyah, Al-Ghazali
(1059-1111 M), Ibnu Rusyd (520-595 H/1126-1196 M), dan lain-lain. Selain filsafat, juga terjadi
perkembangan dan kemajuan dalam bidang Ilmu Kalam atau Teologi. Diantara tokoh-tokohnya
adalah Washil bin Atha, Baqillani, Asyary Ghazali, Sajastani, dan lain-lain.

Adapun bentuk-bentuk peradaban Islam pada masa daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai berikut :

a. Kota-Kota Pusat Peradaban

Di antara kota pusat peradaban pada masa dinasti Abbasiyah adalah Baghdad dan Samarra. Baghdad
merupakan ibu kota negara kerajaan Abbasiyah yang didirikan Kholifah Abu Ja’far Al-Mansur (754-
775 M) pada tahun 762 M. Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan
kebangkitan ilmu pengetahuan. Ke kota inilah para ahli ilmu pengetahuan datang beramai-ramai
untuk belajar. Sedangkan kota Samarra terletak di sebelah timur sungai Tigris, yang berjarak +60 km
dari kota Baghdad. Di dalamnya terdapat 17 istana mungil yang menjadi contoh seni bangunan Islam
di kota-kota lain.

b. Bidang Pemerintahan

Pada masa Abbasiyah I (750-847 M), kekuasaan kholifah sebagai kepala negara sangat terasa sekali
dan benar seorang kholifah adalah penguasa tertinggi dan mengatur segala urusan negara. Sedang
masa Abbasiyah II 847-946 M) kekuasaan kholifah sedikit menurun, sebab Wazir (perdana mentri)
telah mulai memiliki andil dalam urusan negara. Dan pada masa Abbasiyah III (946-1055 M) dan IV
(1055-1258 M), kholifah menjadi boneka saja, karena para gubernur di daerah-daerah telah
menempatkan diri mereka sebagai penguasa kecil yang berkuasa penuh. Dengan demikian
pemerintah pusat tidak ada apa-apanya lagi.

Dalam pembagian wilayah (propinsi), pemerintahan Bani Abbasiyah menamakannya dengan


Imaraat, gubernurnya bergelar Amir/ Hakim. Imaraat saat itu ada tiga macam, yaitu ; Imaraat Al-
Istikhfa, Al-Amaarah Al-Khassah dan Imaarat Al-Istilau. Kepada wilayah/imaraat ini diberi hak-hak
otonomi terbatas, sedangkan desa/ al-Qura dengan kepala desanya as-Syaikh al-Qoryah diberi
otonomi penuh.

Selain itu, dinasti Abbasiyah juga telah membentuk angkatan perang yang kuat di bawah panglima,
sehingga kholifah tidak turun langsung dalam menangani tentara. Kholifah juga membentuk Baitul
Mal/ Departemen Keuangan untuk mengatur keuangan negara khususnya. Di samping itu juga
kholifah membentuk badan peradilan, guna membantu kholifah dalam urusan hukum.

c. Bangunan Tempat Peribadatan dan Pendidikan

Di antara bentuk bangunan yang dijadikan sebagai lembaga pendidikan adalah madrasah. Madrasah
yang terkenal saat itu adalah Madrasah Nizamiyah, yang didirikan di Baghdad, Isfahan, Nisabur,
Basrah, Tabaristan, Hara dan Musol oleh Nizam al-Mulk seorang perdana menteri pada tahun 456 –
486 H. selain madrasah, terdapat juga Kuttab, sebagai lembaga pendidikan dasar dan menengah,
Majlis Muhadhoroh sebagai tempat pertemuan dan diskusi para ilmuan, serta Darul Hikmah sebagai
perpustakaan.

Di samping itu, terdapat juga bangunan berupa tempat-tempat peribadatan, seperti masjid. Masjid
saat itu tidak hanya berfungsi sebagai tempat pelaksanaan ibadah sholat, tetapi juga sebagai tempat
pendidikan tingkat tinggi dan takhassus. Di antara masjid-masjid tersebut adalah masjid Cordova,
Ibnu Toulun, Al-Azhar dan lain sebagainya.

d. Bidang Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan pada masa Daulah Bani Abbasiyah terdiri dari ilmu naqli dan ilmu ‘aqli. Ilmu naqli
terdiri dari Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits Ilmu Fiqih, Ilmu Kalam, Ilmu Tasawwuf dan Ilmu Bahasa. Adapaun
ilmu ‘aqli seperti : Ilmu Kedokteran, Ilmu Perbintangan, Ilmu Kimia, Ilmu Pasti, Logika, Filsafat dan
Geografi.
e. Perkembangan Pendidikan Islam Zaman Modern

Dalam perkembangan selanjutnya, terutama setelah memasuki abad ke19 masehi, dunia Islam
memasuki abad kebangkitan dan kemodernan. Semangat kebangkitan ini didorong oleh dua faktor,
yaitu:

1. Alquran mendorong manusia untuk berpikir dan mengadakan perenungan, bahkan menyuruh
manusia untuk memikirkan dan mengeluarkan rahasia yang ada dalam alam semesta ini.

2. Adanya dorongan kemajuan berupa perkembangan IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi) yang
memasuki dunia Islam. Hal itu dilatarbelakangi oleh adanya kontak antara dunia Islam dengan dunia
Barat, yang selanjutnya membawa ide baru, seperti rasionalisme dan sebagainya. Aspek-aspek
pembaharuan yang menjadi perhatian para pemikir Islam, di antaranya ialah pemurnian tauhid,
politik, ekonomi, sosial budaya, kemiliteran, sains dan teknologi, emansipasi wanita, serta sistem
Pendidikan.

Tampaknya, pemikiran pembaharuan tentang sistem pendidikan, selalu mendapat perhatian dari
setiap pemikir pembaharu. Hal ini disebabkan oleh adanya pendidikan itu merupakan arena studi
yang tidak pernah kering, karena masalah pokok yang menjadi pembahasannya adalah mengenai
manusia dengan segala aspeknya. Di samping itu, jalan untuk mencapai tujuan pemikiran dilakukan,
baik melalui pendidikan formal maupun non-formal. Gerakan kebangkitan kembali dunia Islam, telah
menjalar ke Indonesia, termasuk pelaksanaan pendidikan Islam. Pertumbuhan pendidikan Islam di
Indonesia, dapat diketahui dengan menelusuri sejarahnya sejak zaman kedatangan Islam sampai
sekarang. 2

2
Rosanti Salsabila, Sejarah Dinasti Abbassiyah Dan Perkembangan Pendidikan Islam Masa Modern,
Yogyakarta.hlm 107 -110

Anda mungkin juga menyukai