Anda di halaman 1dari 21

KEPERWIRAAN NABI MUHAMMAD SAW

Disusun Oleh :

NAMA : TRI NAZWA MAULIDIAH

KELAS : VA

MATA PELAJARAN : SKI

SEMESTER GANJIL

TAHUN AJARAN 2018/2019

MI MARFUAH PALEMBANG
1.1 CERITA PERANG BADAR, PERANG UHUD dan PERANG
KHANDAQ
1.1.1 PERANG BADAR
Mendengar berita mengenai rencana kedatangan khalifah perdagangan
Quraisy dari Syam yang dipimpin Abu Sufyan bin Harb, Rasulullah mengajak
kaum muslimin untuk mencegat dan merampas kalifah tersebut sebagai ganti atas
harta kekayaan mereka yang dirampas oleh kaum musyrikin
Mekah. Setelah mendengar hal itu, Abu Sofyan mengutus kurir bernama
Dhamdham bin Amr Al-Ghifari ke Mekah untuk menyampaikan berita ini dan
meminta bala bantuan guna menyelamatkan harta kekayaan mereka. Kaum
Quraisy pun mempersiapkan diri dan bersiap siaga keluar dari Mekah dengan
tujuan perang. Tak seorang pun tokoh Quraisy yang tertinggal keberangkatan
pasukan yang berjumlah sekitar seribu personil ini.
Matahari bersinar terik saat pasukan Amr bin Hisyam alias Abu Jahal
nyaris berhadapan dengan pasukan Muslimin yang terhalang bukit di Lembah
Badar. Tanah yang sebelumnya basah oleh hujan kini mengeras terkena panas.
Menyulitkan langkah Amr dan pasukannya mendaki gundukan-gundukan bukit
terjal berbatu. Namun amarah Amr sudah diubun-ubun. Pada 12 Maret 624
Masehi itu, dalam peristirahatan sehari menjelang perang, Amr bersumpah di
hadapan sekitar 1.000 orang Quraisy Mekkah untuk menghabisi Muhammad dan
pengikutnya. “Demi Tuhan! Kita tak akan kembali sampai kita tiba di Badar. Kita
akan menginap tiga hari di sana, menyembelih unta-unta, berpesta dengan minum
anggur dan gadis akan bermain untuk kita. Orang-orang Arab akan mendengar
bahwa kita telah datang dan akan menghormati klan Thalib pada masa yang akan
datang,” kata Amr. Kebencian Abu Jahal terhadap Muhammad dan kaum muslim
sudah muncul sejak Nabi menerima dan menyebarkan wahyu pertama. Baginya,
ajaran baru Muhammad bukan hanya keluar dari pakem budaya warisan nenek
moyang, tapi juga menyinggung eksistensi Abu Jahal sebagai tokoh Quraisy
Mekkah.
Intimidasi dan penganiayaan terhadap Nabi meningkat setelah Abu Thalib,
paman sekaligus pelindung beliau, wafat pada 619. Suatu hari ketika Nabi tengah
berjalan-jalan di Kota Mekah, seorang anak muda Quraisy melemparkan kotoran
kepada beliau. Saat tiba di rumah Fatimah, anak perempuan Nabi yang masih
kecil menangis melihat perlakuan yang dialami ayahnya. Nabi lantas berusaha
menenangkan gadis kecil kesayangannya. “Jangan menangis gadis kecilku.
Karena Tuhan akan melindungi ayahmu”. Kalimat itu kemudian ditambahkan
oleh Nabi untuk dirinya sendiri. “Quraisy tak pernah memperlakukan aku seburuk
ini ketika Abu Thalib masih hidup,” tulis Karen Armstrong dalam Muhammad
Sang Nabi: Sebuah Biografi Kritis (1991). Hijrah Puncaknya, pada September
622, dalam satu pertemuan yang melibatkan para pemuka Quraisy, Abu Jahal
mengusulkan pembunuhan terhadap Nabi. Agar tak menciptakan dendam di
keluarga bani hasyim (klan Nabi), Abu Jahal meminta setiap pemuda berpengaruh
yang ada di bani-bani Quraisy turut terlibat. Dengan begitu, setidaknya setiap bani
akan bertanggung jawab memberikan uang ganti darah yang memuaskan keluarga
Bani Hasyim. Di sisi lain, Bani Hasyim juga tidak akan mungkin menuntut balas
kepada mayoritas bani Quraisy. Namun, persekongkolan itu telah diketahui Nabi
melalui malaikat Jibril. Secara cerdik, Nabi hijrah meninggalkan rumahnya
bersama Abu Bakar menuju Yastrib (Madinah).
Di saat yang sama, ia mengizinkan Ali mengisi tempat tidurnya untuk
mengecoh para pemuda Quraisy yang telah mengepung rumahnya. Mayoritas
penduduk Madinah menyambut kedatangan Nabi dengan hangat. Hal ini ditandai
dengan kesempatan saling melindungi antara kaum muslim, Yahudi, dan suku-
suku di Yastrib melalui Piagam Madinah. Piagam Madinah menandai fase awal
Islam sebagai pemersatu. “Bukannya pemecah belah,” tulis Armstrong. Meski
demikian, hal ini bukan berarti konflik dengan Quraisy Mekkah reda sama sekali.
Kaum Muhajirin (penduduk Mekkah muslim yang ikut hijrah) mengalami
kesulitan-kesulitan mencari nafkah di Madinah. Sehingga banyak dari mereka
yang menggantungkan hidup kepada kaum Anshar (penduduk Madinah yang telah
memeluk Islam). Saat itulah turun wahyu Surat Al Hajj ayat 39-40 yang
mengizinkan Nabi bersama pengikutnya memerangi orang yang memerangi
mereka. Ini ayat Alquran yang berisi perintah jihad. Dengan nada yang simpatik,
Armstrong berpendapat perintah jihad dalam Alquran memiliki makna yang lebih
luas dari sekadar perang suci. Jihad, menurutnya, memiliki makna yang kaya
sebagai perjuangan moral, spiritual, serta politik untuk menciptakan masyarakat
adil dan sejahtera tanpa penindasan sebagaimana perintah Tuhan. “Ada banyak
kata Arab yang berarti perang seperti harb (war), sira’ah (combat), ma’arakah
(battle), atau qital (killing) yang dengan mudah (bisa) digunakan Alquran jika
perang merupakan cara pokok muslim mencapai keberhasilan,” katanya,
menyindir kritikus Islam di Barat yang menyebut Islam agama doyan berperang.
Setelah wahyu tentang jihad turun, Nabi bersama kaum Muhajirin menerapkan
ghazwu atau serangan demi bertahan hidup yang biasa dilakukan masyarakat Arab
nomaden.
Ghazwu menyasar kafilah dagang Quraisy Mekkah dengan berfokus pada
upaya mengambil harta benda, hewan ternak, dan hasil dagang seraya
menghindari jatuhnya korban jiwa. Namun, serangan-serangan yang dimulai sejak
623 ini kerap mengalami kegagalan. Ini karena umat Islam memiliki sedikit sekali
informasi mengenai waktu dan rute perjalanan musuh. Sehingga tidak ada
kerugian dan korban yang jatuh di pihak lawan. Pada September 623, Nabi
memutuskan untuk memimpin langsung penyerbuan terhadap rombongan dagang
yang dipimpin Ummayah—orang yang pernah menyiksa Abu Bakar. Lagi-lagi
usaha menyergap kafilah yang membawa 2.500 unta itu mengalami kegagalan.
Pada Januari 624, insiden serius terjadi pada akhir bulan Rajab yang dianggap
suci. Kala itu, satu dari tiga orang pedagang Quraisy Mekkah yang sedang
berkemah di lembah Nakhlah (antara Mekkah dan Thaif) tewas terkena panah
pasukan Abdullah bin Jahsy dalam sebuah misi ghazwu. Peristiwa ini dengan
segera menimbulkan kemarahan dan dendam di kalangan Quraisy Mekkah. Bagi
mereka, hal ini bukan saja ancaman keamanan, tapi penghinaan terhadap
keyakinan masyarakat Arab yang menyucikan bulan Rajab dari peperangan. Nabi
sendiri juga tak menyangka misi yang ia perintahkan bakal menimbulkan korban
jiwa. Namun, beliau tidak ingin menyalahkan Abdullah sepenuhnya. Betapapun,
penindasan yang dilakukan Quraisy Mekkah kepada kaum muslim dengan cara
mengeluarkan mereka dari sukunya merupakan kejahatan yang lebih serius dan
melanggar nilai-nilai bangsa Arab. Di sisi lain Nabi tampaknya juga ingin
“menyelesaikan” kepercayaan bulan-bulan suci masyarakat Arab yang merupakan
bagian dari sistem penyembahan berhala.
Syaikh Munir Muhammad Al-Ghadban dalam bukunya Manhaj Haraki
menjelaskan bahwa seruan untuk melindungi Rasulullah sebelum hijrah yang kian
melemah, melarang paksa kaum muslimin yang berhijrah ke Madinah, memaksa
sebagian muhajirin untuk kembali, hingga rencana pembunuhan Rasulullah adalah
bukti bahwa kaum Quraisy tak pernah rela membiarkan kaum muslimin solid di
muka bumi ini dan tidak akan membiarkan mereka merasa aman dimanapun
berada”. Hal inilah yang mendasari pecahnya perang Badar kubra.
Identitas Perang
 Waktu : 17 Maret 624 Masehi atau 17 Ramadan 2 Hijriah
 Tempat : Badar
 Jumlah pasukan : pasukan kaum muslim terdiri dari 313 orang,
sedangkan pasukan kaum Quraisy terdiri dari 1000 orang
 Kendaraan : kendaraan kaum muslimin yaitu 2 ekor kuda dan 70
ekor unta, sedangkan kendaraa kaum Quraisy yaitu 200 ekor kuda
dan unta
 Tokoh-tokoh : 1. Nabi Muhammad SAW
2. Abdurrahman ibn Auf
3. Utsman bin Affan
4. Syuhaib al Rumi
5. Abu Sofyan bin Harb
6. Dhamdham bin Amr Al-Ghifari
7. Umar bin Khaththab
8. Abu Bakar
9. Umayyah bin Khalaf
10. Syaibah bin Rabi’ah
11. Walid bin ‘Utbah
12. dll

Kecamuk perang Badar dimulai dengan perang tanding satu orang


melawan satu orang. Allah menurunkan Malaikatnya yang bertempur bersama-
sama dengan kaum mukminin. Allah menolong tentara-Nya. Pada peperangan ini
terbunuh beberapa pemuka Quraisy diantaranya, Abu Jahal, Umayyah bin Khalaf,
‘Utbah, Syaibah bin Rabi’ah dan Walid bin ‘Utbah. Dalam pertempuran itu orang
Quraisy terbunuh 70 orang dan tertawan 70 orang, sedangkan dari pihak kaum
muslimin ada 14 orang yang mati syahid. Kemudian rasulullah membagikan hasil
rampasan perang diantara kaum muslimin itu. Sedangkan mengenai para kaum
Quraisy ya ditawanan, Umar bin Khaththab menasehati rasul agar semua tawanan
itu dibunuh saja, Namun Abu Bakar mempunyai pendapat lain. Dia menasehati
rasul agar para tawanan itu membayar fidyah dan Rasulullah menyetujuinya.
Tidak diragukan lagi bahwa pertempuran antara pasukan muslimin dan
musyrikin akan menjadi sebuah pertempuran yang sangat dahsyat. Karena orang-
orang Quraiys dengan kesombongannya ingin memanfaatkan kesempatan ini
untuk membinasakan Rasulullah saw. dan sahabat-sahabatnya sehingga hukum
paganisme menjadi satu-satunya aturan hukum yang berlaku. Namun demikian,
Allah swt. menginginkan agar kekuatan kaum muslimin yang telah dibangun di
Kota Madinah dan dilatih sedemikian rupa sehingga berhasil melahirkan pasukan-
pasukan yang kokoh mampu mengepakkan debu di medan perang, setelah selama
lima belas tahun berada di bawah tekanan penindasan dan kelaliman serta
membela akidah dan dakwah yang mereka bawa.
Oleh karenanya, terlihat kemudian bahwa pertemuan antara keduanya
benar-benar akan menyisakan kepahitan dan keperihan yang teramat sangat.
Namun di balik semua ini, Allah swt. ingin menghancurkan kekuatan pendukung
kebatilan dan meninggikan kebenaran dan para pembelanya.

1.1.2 PERANG UHUD


Perang uhud terjadi pada pertengahan sya’ban tahun 3 H. peperangan ini
terjadi di kaki Gunung Uhud yang terletak di sebelah utara kota Madinah. Dipicu
oleh dendam Kaum kafir Quraisy di perang Badar. Abu Sufyan mengumpulkan
3000 pasukan pilihan. Setelah Rasulullah mendengar kabar ini kemudian beliau
bermusyawarah dengan para sahabat. Disepakati menghadapi musuh diluar kota
Madinah dengan kekuatan 1000 orang pasukan muslim. Rosulullah saw. pun
mengatur stategi, dengan menempatkan pasukan pemanah diatas bukit dan
berpesan kepada Abdullah Ibnu Jubair pimpinan pasukan pemanah agar tetap
pada posisi kalian jangan sekali-kali keluar atau pindah posisi walaupun posisi
pasukan kita terdesak, tugas kalian hanyalah menyerang menyerang kuda-kuda
musuh. Sebab pasukan berkuda akan tertahan geraknya jika diserang dengan
serangan panah. Saat pertempuran sedang terjadi, pasukan muslimin dapat
membuat pasukan kafir Quraisy kocar-kacir kewalahan. Setelah melihat tanda-
tanda kemenangan, pasukan Muslimin mulai mengumpulkan harta rampasan
perang dari tentara kafir Quraisy yang tewas dan melarikan diri. Melihat hal
tersebut pasukan pemanah yang ditempatkan di atas bukit, ikut pula turun untuk
mengumpulkan harta rampasan.
Hal yang tidak diinginkanpun terjadi, melihat ada kesempatan dari celah ini
pasukan kafir Quraisy yang dipimpin olleh Khalid bin Walid melakukan serangan
balik. Terjadi kekacauan disebagian pasukan kaum Muslimin, mereka terjepit
begitu banyak korban berjatuhan. Rasulullah saw. pun terdesak mundur ke puncak
bukit. Hamper saja beliau terperosok kedalam lubang jebakan, wajah beliau
bersimbah darah karena terkena lemparan batu oleh Uthbah bin Abi Waqas, gigi
seri beliau patah, topi perang beliau juga hancur. Seorang kafir Quraisy berteriak
mengatakan bahwa Rasulullah saw. telah meninggal mengira demikian akhirnya
dengan perasaan gembira pasukan kafir Quraisy pergi meninggalkan bukit Uhud.
Dalam perang ini pasukan muslimin yang meninggal berjumlah 70 orang syuhada,
termasuk paman Rasulullah saw. Hamzah yang mana oloh Hindun jenazahnya
dipotong dan dibelah perutnya. Kemudian hatinya dikeluarkan dan akan
ditelannya. Ia melakukan hal ini dilatarbelakangi oleh terbunuhnya Utbah ayah
Hindun oleh Hamzah.

1.1.3 PERANG KHANDAQ


Perang ini terjadi pada bulan syawal tahun 5 H, di sebelah utara kota
Madinah. Daerah ini merupakan tempat terbuka. Perang ini dipicu karena rasa
dendam Bani Nadhir yang telah terusir dari Madinah. Bani Nadhir bersekutu
dengan kafir Quraisy untuk mengalahkan kaum Muslimin. Kafir Quraisy (Abu
Sufyan) dan beberapa Khabilah “Ahzab”, berjumlah 10.000 pasukan menyerbu
kota Madinah. Melihat pasukan kafir Quraisy telah siap Rasulullah saw. segera
bermusyawarah. Salman Al-Farisi mengusulkan membuat parit
(Khandaq) disekitar kota Madinah untuk menghadang mereka. Terbujurlah parit
dari barat ke timur dikawasan utara kota Madinah. Karena terhalang oleh parit
mereka mendirikan kemah pasukan dipinggir parit selama 20 malam. Terjadilah
peperangan antara dua pasukan dengan saling melempar panah dan tombak.
Dalam kondisi yang genting seperti ini orang-orang yahudi Bani Quraizah
mengambil kesempatan dengan melanggar perjanjian, mereka enggan membantu
pasukan islam dan barbalik bersekutu dengan kafir Quraisy. Seorang tokoh yang
disegani oleh kafir Quraisy dan Yahudi (Bani Quraizah) yang bernama Nuaim bin
Mas’ud telah memeluk agama islam secara sembunyi-smbunyi. Ia meminta izin
kepada Rasulullah untuk memecah belah dua kaum yang bersekutu ini. Rencana
ini pun berbuah manis keduanya mulai muncul perpecahan dan rasa saling tidak
percaya. Ditambah dengan udara yang sangat dingin dan angin gurun yang
berhembus begitu kencang membuat hati mereka takut dan memutuskan untuk
kembali ke Mekah untuk menyelamatkan diri. Allah memberikan kemenangan
kepada kaum Muslimin dalam perang Khandaq ini tanpa melalui pertempuran.
Allah mengalahkan mereka dengan dua sarana yang tidak melibatkan kaum
Muslimin sama sekali.

Pertama, lahir melalui kepiawaian Nu‘aim bin Mas‘du, seorang dari Kabilah
Gatafan yang menjadi muallaf tanpa sepengetahuan teman-temannya. Ia meminta
tugas kepada Rasulullah, Setelah itu Nu‘aim pergi mendatangi pemimpin-
pemimpin Quraisy. Kepada mereka Nu‘aim memberitahukan bahwa Bani
Quraidlah telah menyesal atas apa yang mereka lakukan dan secara sembunyi-
sembunyi mereka telah melakukan kesepakatan bersama Nabi saw untuk
menculik beberapa peimpin Quraisy dan Ghatfahan untuk diserahkan kepada Nabi
saw untuk dibunuhnya. Karena itu, bila orang-orang Yahudi itu datang kepada
kalian untuk meminta beberapa orang sebagai sandera, janganlah kalian
menyerahkan seorang pun kepada mereka.Demikianlah akhirnya terjadi salah
paham di antara mereka dan saling tidak mempercayai. Sehingga masing-masing
dari mereka menuduh terhadap yang lainnya sebagai berkhianat.
Kedua, dengan mengirimkan angin taufan pada malam hari yang dingin dan
mencekam. Angin taufan datang menghempaskan kemah-kemah merekan dan
menerbangkan kuali-kuali mereka. Hal ini terjadi setelah mereka melakukan
pengepungan kepada kaum Muslimin selama sepuluh hari lebih.

1.2 PERISTIWA TERJADINYA PERJANJIAN HUDAIBIYAH


Sejarah Perjanjian Hudaibiyah adalah gambaran perjanjian yang
mengutamakan perdamaian. Perjanjian Hudaibiyah ialah perjanjian yang
dilaksanakan di Hudaibiyah Mekkah pada Maret, 628 M atau Dzulqa’dah 6 H
antara kaum Qurais dengan kaum Muslimin Madinah. Hudaibiyah berada pada 22
Km arah barat dari Mekkah menuju Jeddah, sekarang terdapat Masjid Ar-
Ridhwan. Hudaibiyah memiliki nama lain Asy-Syumaisi yang diambil dari nama
Asy-Syumaisi yang menggali sumur di Hudaibiyah. Perjanjian Hudaibiyah adalah
perjanjian yang terjadi antara pihak Qurais Mekkah dengan pihak Muslim
Madinah (yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW). Perjanjian ini terjadi
karena kaum Qurais Mekkah melarang kamum Muslim Madinah untuk masuk ke
Mekkah dalam rangka melaksanakan ibadah haji umrah. Pada akhirnya Nabi
Muhammad SAW mengajak mereka untuk bernegosiasi hingga mengadakan
perjanjian damai. Kaum Muslim Madinah pun menyetejui langkah Nabi
Muhammad SAW, yaitu bahwa jalur diplomasi lebih baik daripada berperang.
Kejadian ini pun diabadikan dalam Alqur’an QS Al Fath ayat 24. Gambaran
secara rinci mengenai awal mula terdapatnya sejarah Perjanjian Hudaibiyah yakni
Nabi Muhammada SAW mengizinkan kaum Muslim untuk mengadakan
perjalanan ke Mekkah. Perjalanan tersebut bertujuan untuk melaksanakan ibadah
haji. Hal ini disambut gembira oleh kaum Muslim Madinah. Kira-kira sebanyak
1.000 orang mulai berangkat menuju Mekkah pada tahun 6 H atau 628 M. Demi
menghilangkan prasangka kaum Quraisy Mekkah, maka Nabi pun melarang kaum
Muslimin untuk membawa senjata kecuali binatang korban dan pedang untuk
memotong binatang. Selain itu, kaum Muslimin hanya diperbolehkan mengenakan
pakaian ihram.
Berita mengenai perjalanan Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin
untuk menunaikan ibadah umrah akhirnya sampai ke telinga masyarakat Quraisy.
Mereka curiga karena bisa saja sebagai taktik belaka untuk menembus kota
Mekkah. Para pemuka Qurais pun tetap berpegang teguh pada pendiriannya untuk
melarang Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin masuk ke Mekkah. Kaum
Qurais mulai menyiapkan pasukan sekitar 200 orang di bawah pimpinan Panglima
Khalid Ibnu Walid untuk menghalangi Nabi dan pengikutnya masuk ke Madinah.
Rombongan dari Madinah yang sedang menuju Mekkah akhirnya mengetahui hal
tersebut setelah Nabi bertemu dengan seseorang dari suku Ka’ab. Seseorang
tersebut mengatakan bahwa kaum Qurais telah menuju ke suatu daerah Kiral
Gharim dan mereka bersumpah untuk menghalangi Nabi Muhammada SAW dan
kaum Muslimin memasuki kota Mekkah. Nabi Muhammad SAW berupaya
mencari jalan lain untuk menghindari agar tidak bertemu dengan kaum Qurais.
Satu-satunya jalan yang dapat ditempuh adalah berkeliling dengan mengitari
pegunungan, sedangkan untuk mengitari jalan baru tersebut amatlah sukar.
Setelah menempuh perjalanan yang amat melelahkan, akhirnya rombongan
tersebut sampai di suatu daerah yang bernama Al-Hudaibiyah.
Melihat kondisi tersebut, kaum Qurais pun mulai ragu untuk mengambil
inisiatif penyerangan. Mereka akhirnya mengutus beberapa orang dari
kalangannya yaitu Budail Ibnu Warqa dan Hulais Ahabisy untuk menanyakan
maksud sebenarnya menuju kota Mekkah. Nabi Muhammad SAW menjawab
bahwa tujuan sebenarnya hanyalah untuk melaksanakan ibadah haji umrah dan
bukan untuk memerangi mereka. Namun, pihak Qurais tidak percaya begitu saja.
Mereka pun kembali mengirimkan utusanya untuk bertemu Rasulullah, yaitu
Urwah Ibnu Mas’ud Al-Thaqafi. Laporan Urwah, seseorang yang cukup disegani
di masyarakatnya, pun tidak ditanggapi. Para pemuka kaum Qurais menyuruh
sekitar 40 warganya keluar pada malam hari untuk melempari kemah Rasulullah
dan rombongannya. Sebelum mereka melancarkan aksinya, pihak Nabi
Muhammad SAW sudah mengetahuinya dan mereka tertangkap basah lalu
digiring ke hadapan Nabi. Nabi pun memaafkan dan melepaskan semuanya tanpa
tinggal seorangpun.
Nabi Muhammad SAW mengambil langkah positif dengan mengutus
Usman Bin Affan kepada pemuka kaum Qurais. Perundingan tersebut akhirnya
menghasilkan kesimpulan bahwa hanya memperbolehkan Usman bin Affan untuk
melaksanakan ibadah umrah. Perdebatan panjang dan waktu yang cukup lama
tersebut menyebabkan munculnya desas-desus bahwa Usman telah dibunuh secara
muslihat. Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya merasa gelisah. Merekapun
menunjukkan rasa solidaritas yang kuat dengan saling meletakkan tangannya di
atas beberapa pedang yang dibawanya untuk keperluan pemotongan binatang
kurban. Sumpah setia ini dalam sejarah Islam dikenal dengan nama Bai’atur
Ridwan. Sumpah setia ini pun sampai ke pihak Qurais dan menggetarkan hati
mereka. Mereka segera mengadakan sidang darurat untuk mencari cara
menghadapi ancaman kaum Muslimin. Kaum Qurais sejatinya mengalami
kejatuhan mental karena mereka masih trauma dengan kekalahan mereka pada
Perang Badar. Pada Perang Badar, kaum muslimin dapat mengalahkan kaum
Qurais walaupun dengan pasukan yang jauh lebih sedikit.

Kabar mengenai kejatuhan mental para petinggi Qurais dan kepulangan


Usman bin Affan membuat kaum Qurais percaya bahwa kedatangan Nabi dan
pengikutnya hanyalah untuk melakukan ibadah umrah dan bukan untuk
berperang. Pihak Qurais pun akhirnya mengirimkan utusannya untuk
melaksanakan perundingan guna menghindari kesalahpahaman. Upaya untuk
mencapai titik komporomi diwakili oleh Suhail Ibnu Umar (menurut Jalaluddin
Rakhmat pihak Qurais diwakili oleh Urwah Ats-Tsaqafi) dan kaum Muslimin
diwakili oleh Nabi Muhammad SAW. Maka pertemuan tersebut menghasilkan
Perjanjian Hudaibiyah.
1.2.1 ISI PERJANJIAN HUDAIBIYAH
Rasulullah melakukan negosiasi sehingga akhirnya tercetusnya perjanjian
Hudaibiyah yang isinya sebagai berikut:
1. Diberlakukannya gencatan senjata Mekah dengan Madinah selama 10
tahun.
2. Jika ada warga Mekah yang menyeberang kawasan Madinah tanpa
seizin dari walinya maka akan dikembalikan ke Mekah.
3. Jika ada warga Madinah yang menyeberang kawasan Mekah maka
tidak diperbolehkan kembali ke Madinah.
4. Ada warga selain dari Mekah dan Madinah, maka warga tersebut bebas
untuk memilih Madinah atau Mekah.
5. Kaum Muslimin yang menempuh perjalanan ke mekah, namun harus
berpulang tanpa menunaikan haji. Maka untuk tahun berikutnya mereka
hanya diperbolehkan 3 hari di mekah (tak cukup untuk berhaji).
Sebagian kaum muslimin merasa sangat kecewa dengan perjanjiantersebut.
Bahkan saat Nabi Muhammad SAW memberikan perintah untuk menyebelih
hewan kurban tdak segera mematuhi perintahnya.
Namun dengan perjanjian tersebut lambat laun terbukti hasilnya, iniliah
Nabi Muhammad SAW mempunyai visi politik yang sangat hebat. Ada dua hal
yang sangat penting hasil dari Perjanjian Hudaibiyah yaitu:
1. Perjanjian Hudaibiyah ditandatangani oleh Suhail bin Amr yaitu sebagai
wakil kaum Quraisy. Suku Quraisy merupakan suku terhormat di arab
sehingga Madinah diakui sebagai mempunyai otoritas sendiri.
2. Adanya perjanjian ini pihak Quraisy Mekah memberi kekuasaan kepada
pihak Madinah untuk menghukum pihak Quraisy yang menyalahi
perjanjian ini.
Nabi Muhammad SAW sudah mengetahui betul karakter orang-orang
Mekah, sehingga beliau bahwa mereka akan melanggar perjanjian tersebut
sebelum selesai 10 tahun. Itu terjadi, sehingga pada saat itu menjadi landasan
hukum untuk menaklukan kota mekah, dan pada penaklukan kota Mekah tanpa
adanya pertumpahan darah dan berjalan damai.

1.2.2 PENGARUH PERJANJIAN HUDAIBIYAH TERHADAP


PERKEMBANGAN ISLAM
Perjanjian Hudaibiyah terbukti dapat menciptakan suasana tenang dan
tentram sehingga kegiatan dakwah islam dapat berlangsung dengan leluasa dan
mencapai kemajuan yang sangat pesat. Dalam suasana seperti inilah Rasulullah
SAW mengirimkan beberapa pucuk surat kepada raja-raja di berbagai negeri asing
dan kepada penguasa Arab di sekitar semenanjung Arabia.
Surat-surat Rasulullah kepada para raja dan penguasa untuk memeluk islam
itu diantar oleh sahabat-sahabat beliau yang terpilih karena kemampuaannya
berdiplomasi dan kemampuannya berbahasa di wilayah yang akan didatangi.
Dalam konteks menyurat itu Rasulullah membuat stempel bertuliskan tiga kata
yang ditulis tersusun ke atas dimulai dari Muhammad, lalu di atasnya Rasul dan
yang tertinggi Allah. Surat-surat itu antara lain beliau tujukan kepada: Heraclius,
kaisar Romawi, Kisra persia, Maharaja Abrawiz, Maharaja Absenia, Najashi, dan
raja Mesir, Muqauqis.
Berikut ini beberapa isi surat-surat yang Rasulullah kirimkan kepada para
raja dan penguasa melalui utusan:
1. Heraclius, Kaisar Romawi.
Kaisar ini menguasai wilayah yang sangat luas dan kaya. Ia berasal dari
keluarga Yunani, tetapi besar di satu wilayah dekat Tunisia. Ia berhasil
mengalahkan Persia yang menyerang wilayah Byzantium bahkan menyerangnya
hingga jantung persia. Yang membawa surat Rasulullah SAW kepada Heraclius
adalah Dihyah al-Kalbi, seorang sahabat Rasulullah yang dikenal sangat gagah
dan cerdas. Berikut teks surat yang dikirim oleh Rasulullah SAW kepada
Heraclius sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari,
ْ‫َللاِ ِْم ِبس‬
ّْ ْ‫الرح‬
ّ ْ‫ن م‬
ِْ ‫ح‬
ِْ ‫الر‬
ّ ‫يم‬ ِّْ ْ‫سو ِل ِْه و‬
ِْ ‫َللا عب ِْد ّمدْ ُمحْ نْ ِْم‬ ُ ‫يم عظِْ قلْ رْ ِْه ِإلى ر‬
ِْ ‫وم‬
ِْ ‫الر‬
ُّ ْ‫اتـّبعْ منْ لى عْ مْ لْ س‬
ُ‫َللاُ يـُؤتِكْ لمْ تسْ لِمْ أسْ ِْم اإل ِِسلْ بِدِعاي ِْة أدعُوكْ فإِنِِّي ع ُْد بـْ أ ّما دى ال ْه‬ ِْ ‫ن لّيتْ تـوْ فإِنْ تـي‬
ّْ ْ‫ن ّْر مْ كْ رْ أج‬ ّْ ِ ‫ِإثمْ عليكْ فإ‬
ْ‫يس‬ ِْ ‫لّ بُدْ نـعْ لْ أنْ ن ُكمْ يـْ بـْ وْ نا نـْ يـْ بـْ اءْ وْ سْ ةْ كلِمْ إِلى ا الوْ تـعْ تا‬
ِ ‫ب الكِْ ِ أهل ا يْ وْ{ يِِّينْ األِ ِر‬ ّْ ْ‫نُش ِركْ لْ و‬
ْ ِ‫َللا إ‬
ْ‫ُون نْ ِْم ا ابًْ بْ أرْ عضًا بـْ عضُنا بـْ ذْ تّخِْ يـْ ولْ ئًا شيْ ب ِه‬ ِّْ ْ‫} ونْ ِل ُْم ُمسْ بِأنّا دُوا اشهْ فـقُولُوا ا لّوْ تـوْ فإِن‬
ِْ ‫َللا د‬
Bismillah al-Rahmaan al-Rahiim Dari Muhammad Hamba Allah dan
Rasul-Nya kepada Heraclius Kaisar Romawi Yang Agung. Salam sejahtera bagi
orang yang mengikuti petunjuk yang benar. Amma ba’dau. Sesungguhnya saya
mengajak Anda memeluk agama islam. Terimalah agama islam, niscaya Anda
selamat. Allah akan menganugerahi pahala dua kali lipat buat Anda. Jika Anda
menolak maka Anda akan memikul semua dosa orang Arisiy59. Hai para ahlul
kitab, marilah kita berpegang teguh pada kalimat yang satu dan sama antara kami
dan kalian, bahwasanya kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak menyekutukan-
Nya dengan apapun juga dan janganlah yang satu di antara kita menjadikan yang lain
Tuhan selain Allah. Namun jika mereka menolak, maka katakanlah: Saksikanlah bahwa
kami ini adalah orang-orang yang berserah diri kepada Allah.”60
2. Kisra Abrawiz,
Penguasa Persia Rasululullah SAW juga menulis surat kepada Kisra
Abrawiz, Penguasa Persia, yang dikenal juga memiliki kekuasaan sangat luas dan
suka hidup berfoya-foya. Dalam Tarikh Ṭabari dijelaskan mengenai surat
Rasulullah kepada penguasa Persia ini lewat utusan sahabat Hudzafah alSahmi,
‫الهدى اتبع من على سلم فارس عظيم كسرى إلى هللاا رسول محمد من الرحيم الرحمن هللاا بسم‬
‫فإني هللاا بدعاء وأدعوك ورسوله عبده محمدا وأن له شريك ل وحده هللاا إل إله ل أن وشهد ورسوله باهللاا وآمن‬
‫إثم فإن أبيت فإن تسلم فأسلم الكافرين على القول ويحق حيا كان من ألنذر كافة الناس إلى هللاا رسول أنا‬
‫عليك المجوس‬
Dari Muhammad Rasulullah kepada Kisra, Maharaja Persia Salam
sejahtera bagi orang yang mengikuti petunjuk yang benar serta beriman kepada
Allah dan rasul-Nya, lagi bersaksi Tiada Tuhan Selain Allah dan saya adalah
utusan Allah kepada segenap umat manusia, untuk mengingatkan setiap orang
yang hidup. Hendaklah Anda bersedia memeluk islam Anda tentu akan selamat.
Bila Anda menolak maka Andalah yang akan memikul dosa semua orang
Majusi.61
Setelah membaca surat itu penguasa persia itu merobek-robek surat
Rasulullah SAW tersebut dan berkata, “Dia menulis surat kepadaku, padahal dia
hambaku.” Ketika kabar dari sikat penguasa Persia itu sampai kepada Rasulullah
beliau berdoa semoga Allah merobek-robek kekuasaan Kisra Abrawis, penguasa
Persia itu. Doa Rasululullah SAW ini dikabulkan oleh Allah. Pasukannya
dikalahkan oleh Romawi kemudian ia dikudeta dan dibunuh oleh anaknya sendiri
yaitu Syiruyah. Setelah itu kekacauan demi kekacauan selalu melanda kerajaan
tersebut sampai akhirnya kaum muslimin berhasil menguasai wilayat tersebut di
bawah pimpinan Umar bin Khaṭṭab RA. 62
3. Najashi, Maharaja Abesenia
Surat Rasulullah SAW kepada Raja Najashi ini diantar oleh ‘Amr bin
Umayyah adh-Dhamri. Raja Najashi menyambutnya dengan baik, bahkan
akhirnya memeluk islam. Ia wafat pada tahun ke-9 Hijiriah. Rasulullah SAW
mengucapkan belasungkawa yang mendalam dan melakukan shalat Ghaib
untuknya.
4. Muqauqis, Raja Mesir
Rasulullah SAW juga berkirim surat kepada Cyrus yang dikenal oleh
masyarakat Arab dengan nama al-Muqauqis. Tokoh ini bermukim di Alexandria
dan merupakan penguasa Koptik yang berfungsi mewakili imperium Romawi
Timur.
Yang menyampaikan surat Rasulullah kepada penguasa ini adalah
Hathib bin Abi Balta’ah. Al-Muqauqis menyambut surat dari Rasulullah ini
dengan baik bahkah mencium surat itu setelah membacanya. Dia bertanya kepada
Hathib di hadapan sejumlah pemuka agama Kristen, antara lain;
“Mengapa kalau Muhammad itu seorang Nabi tidak mendoakan
kebinasaan kepada kaumnya yang telah menyakiti dan mengusirnya dari
Makkah?”
Mendengar pertanyaan tersebut Hathib menjawab, beliau seperti Isa AS
yang tidak mendoakan kebinasaan buat kaumnya ketika kaumnya bermaksud
menyalibnya.”
Jawaban-jawaban Hathib ternyata memuaskan Muqauqis, maka ia pun
membalas surat Rasulullah SAW dengan penuh hormat. Dalam surat itu antara
lain dia mengakui bahwa memang dia mengetahui akan ada Nabi baru yang akan
diutus oleh Allah SWT. Al-Muqauqis mempersembahkan kepada Rasulullah
sekian hadiah, antara lain dua orang gadis Mesir, Maria dan Sirin. Rasulullah
memilih Maria untuk beliau sendiri dan Sirin beliau berikan kepada Hassan bin
Thabit RA.
5. Al-Mundzir bin Sawiy, Raja Bahrain
Rasulullah menyurati al-Mundzir bin Sawiy, Raja Bahrain untuk
memeluk islam, beliau SAW menunjuk al-‘Ala al-Hadhrami untuk mengantar
surat ajakan tersebut. Raja Bahrain ini menerima baik ajakan 85 Rasulullah
kepadanya bahkan sebagian penduduknya juga memeluk islam. Sementara
sebagian penduduk lainnya masih berpegang teguh pada agama lama mereka
yakni Yahudi dan Majusi.
Rasulullah SAW mengingatkan kepadanya agar ia membiarkan
orangorang yang telah memeluk islam tanpa kewajiban membayar jizyah.
Sementara untuk penganut agama Yahudi dan Majusi dikenakan pembayaran
Jizyah sebagai imbalan pemeliharaan keamanan dan sarana kesejahteraan yang
mereka nikmati.
Di samping surat di atas, Rasulullah juga menyurat kepada sekian
pengusa lain untuk mengajak mereka memeluk islam, seperti kepada penguasa
Yamamah, Bashra, Damaskus dan lain-lain. Ada di antara mereka yang cukup
baik menyambutnya, dan ada juga yang menolak dan menghina seperti penguasa
Yamamah.63

1.3 PERISTIWA TERJADINYA FATHU MAKKAH


Peristiwa ini diawali dari perjanjian damai antara kaum muslimin Madinah
dengan orang musyrikin Quraisy yang ditandatangani pada nota kesepakatan
Shulh Hudaibiyah pada tahun 6 Hijriyah. Termasuk diantara nota perjanjian
adalah siapa saja diizinkan untuk bergabung dengan salah satu kubu, baik kubu
Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan kaum muslimin Madinah atau kubu orang
kafir Quraisy Makkah. Maka, bergabunglah suku Khuza’ah di kubu Nabi
shallallahu ‘alahi wa sallam dan suku Bakr bergabung di kubu orang kafir
Quraisy. Padahal, dulu di zaman Jahiliyah, terjadi pertumpahan darah antara dua
suku ini dan saling bermusuhan. Dengan adanya perjanjian Hudaibiyah, masing-
masing suku melakukan gencatan senjata. Namun, secara licik, Bani Bakr
menggunakan kesempatan ini melakukan balas dendam kepada suku Khuza’ah.
Bani Bakr melakukan serangan mendadak di malam hari pada Bani Khuza’ah
ketika mereka sedang di mata air mereka. Secara diam-diam, orang kafir Quraisy
mengirimkan bantuan personil dan senjata pada Bani Bakr. Akhirnya, datanglah
beberapa orang diantara suku Khuza’ah menghadap Nabi shallallahu ‘alahi wa
sallam di Madinah. Mereka mengabarkan tentang pengkhianatan yang dilakukan
oleh orang kafir Quraisy dan bani bakr.
Karena merasa bahwa dirinya telah melanggar perjanjian, orang kafir
Quraisy pun mengutus Abu Sufyan ke Madinah untuk memperbarui isi perjanjian.
Sesampainya di Madinah, dia memberikan penjelasan panjang lebar kepada Nabi
shallallahu ‘alahi wa sallam, namun beliau tidak menanggapinya dan tidak
memperdulikannya. Akhirnya Abu Sufyan menemui Abu Bakar dan Umar
radliallahu ‘anhuma agar mereka memberikan bantuan untuk membujuk Nabi
shallallahu ‘alahi wa sallam. Namun usahanya ini gagal. Terakhir kalinya, dia
menemui Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu agar memberikan pertolongan
kepadanya di hadapan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Untuk kesekian kalinya,
Ali pun menolak permintaan Abu Sufyan. Dunia terasa sempit bagi Abu Sufyan,
dia pun terus memelas agar diberi solusi.
Dalam kisah ini ada pelajaran penting yang bisa dipetik, bahwa kaum
muslimin dibolehkan untuk membatalkan perjanjian damai dengan orang kafir.
Namun pembatalan perjanjian damai ini harus dilakukan seimbang. Artinya tidak
boleh sepihak, tetapi masing-masing pihak tahu sama tahu.

Kisah Hatib bin Abi Balta’ah radhiyallahu ‘anhu


Untuk menjaga misi kerahasiaan ini, Rasulullah mengutus satuan pasukan
sebanyak 80 orang menuju perkampungan antara Dzu Khasyab dan Dzul Marwah
pada awal bulan Ramadhan. Hal ini beliau lakukan agar ada anggapan bahwa
beliau hendak menuju ke tempat tersebut. Sementara itu, ada seorang shahabat
Muhajirin, Hatib bin Abi Balta’ah menulis surat untuk dikirimkan ke orang
Quraisy. Isi suratnya mengabarkan akan keberangkatan Nabi shallallahu ‘alahi wa
sallam menuju Makkah untuk melakukan serangan mendadak. Surat ini beliau
titipkan kepada seorang wanita dengan upah tertentu dan langsung disimpan di
gelungannya. Namun, Allah Dzat Yang Maha Melihat mewahyukan kepada
NabiNya tentang apa yang dilakukan Hatib. Beliau-pun mengutus Ali dan Al
Miqdad untuk mengejar wanita yang membawa surat tersebut.
Setelah Ali berhasil menyusul wanita tersebut, beliau langsung meminta
suratnya. Namun, wanita itu berbohong dan mengatakan bahwa dirinya tidak
membawa surat apapun. Ali memeriksa hewan tunggangannya, namun tidak
mendapatkan apa yang dicari. Setelah tahu kesungguhan Ali radhiyallahu ‘anhu,
wanita itupun menyerahkan suratnya kepada Ali bin Abi Thalib. Sesampainya di
Madinah, Ali langsung menyerahkan surat tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alahi
wa sallam. Dalam surat tersebut tertulis nama Hatib bin Abi Balta’ah. Dengan
bijak Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam menanyakan alasan Hatib. Hatib bin Abi
Balta’ah pun menjawab: “Jangan terburu menuduhku wahai Rasulullah. Demi
Allah, aku orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya. Aku tidak murtad
dan tidak mengubah agamaku. Dulu aku adalah anak angkat di tengah Quraisy.
Aku bukanlah apa-apa bagi mereka. Di sana aku memiliki istri dan anak.
Sementara tidak ada kerabatku yang bisa melindungi mereka. Sementara orang-
orang yang bersama Anda memiliki kerabat yang bisa melindungi mereka. Oleh
karena itu, aku ingin ada orang yang bisa melindungi kerabatku di sana.” Dengan
serta merta Umar bin Al Khattab menawarkan diri untuk memenggal leher hatib,
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dengan bijak menjawab, “Sesungguhnya
Hatib pernah ikut perang Badar”. Umar pun kemudian menangis, sambil
mengatakan, “Allah dan rasulNya lebih mengetahui.” Dan rasulullah pun
mengampuninya.

Proses Terjadinya Fathu Makkah


Setelah Kaum muslimin merasa bahwa perjanjian itu begitu merugikan bagi
pihak muslimin dan di tambah lagi para kafir qurays telah melanggar perjanjian
itu maka rasulullah langsung menyuruh pasukanya untuk menyerang makkah,
Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam membagi pasukan menjadi empat sayap.
Beliau mengangkat pemimpin bagi masing-masing sayap pasukan.
 Sayap pertama dipimpin oleh Az-Zubair ibnul Awwam Rodhiallahu ‘anhu.
Mereka memasuki Makkah melalui dataran tingginya.
 Sayap kedua dipimpin oleh Khalid ibnul Walid Rodhiallahu ‘anhu. Mereka
memasuki Makkah melalui dataran rendahnya.
 Sayap ketiga dipimpin Abu Ubaidah ibnul Jarrah Rodhiallahu ‘anhu. Mereka
memasuki Makkah dari arah timur.
 Sayap keempat dipimpin Qais bin Sa’ad bin ‘Ubadah Rodhiallahu ‘anhu.
Mereka memasuki Makkah dari arah yang lain.
Seluruh pasukan muslimin memasuki Makkah. Tidak ada perlawanan dari
Quraisy. Sempurnalah penaklukan Makkah oleh kaum muslimin. Rasulullah
memasuki Makkah, dengan menunduk, merendahkan diri karena Allah.Rasulullah
kemudian thawaf (mengelilingi) Ka’bah sebanyak tujuh putaran. Beliau mengusap
rukun (Hajar Aswad) dengan tongkatnya. Karena beliau tidak ingin mendesak
orang-orang yang sedang thawaf. Dan juga karena beliau ingin mengajari umat
beliau tentang tata cara thawaf. Kemudian Rasulullah mulai menghancurkan
patung-patung di Ka’bah. Jumlahnya ada tiga ratus enam puluh buah. Ketika itu
beliau membaca Al-qur’an Surat Al-Isra’ ayat 81, yang artinya: “Dan katakanlah:
“Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya kebatilan itu
adalah sesuatu yang pasti lenyap. ”Kemudian Rasulullah masuk ke dalam
bangunan Ka’bah dan Beliau shalat di dalamnya.

Peristiwa Setelah Fathu Makkah


Rasulullah selesai dari shalatnya. Kemudian beliau berdiri di pintu Ka’bah.
Orang-orang Quraisy berbaris di Masjidil Haram. Mereka memandang beliau.
Beliau bersabda: “Wahai seluruh orang Quraisy, menurut kalian, apa yang akan
kulakukan kepada kalian?” Mereka menjawab: “Engkau akan bersikap baik.
Engkau seorang saudara yang murah hati. Dan engkau anak seorang saudara yang
murah hati.” Maka beliau berkata: “Pergilah. Kalian adalah orang-orang yang
bebas, Rasulullah tinggal di Makkah selama dua puluh hari. Selama tinggal di
Makkah, beliau mengutus beberapa sariyyah. Tugas mereka adalah
menghancurkan berhala-berhala dan menyebarkan Islam. Penaklukan Makkah
memberikan pengaruh yang sangat besar kepada jiwa orang-orang Arab. Allah
melapangkan dada kebanyakan dari mereka untuk menerima Islam. Dan jadilah
mereka masuk Islam dengan berbondong-bondong.

Anda mungkin juga menyukai