Disusun Oleh :
KELAS : VA
SEMESTER GANJIL
MI MARFUAH PALEMBANG
1.1 CERITA PERANG BADAR, PERANG UHUD dan PERANG
KHANDAQ
1.1.1 PERANG BADAR
Mendengar berita mengenai rencana kedatangan khalifah perdagangan
Quraisy dari Syam yang dipimpin Abu Sufyan bin Harb, Rasulullah mengajak
kaum muslimin untuk mencegat dan merampas kalifah tersebut sebagai ganti atas
harta kekayaan mereka yang dirampas oleh kaum musyrikin
Mekah. Setelah mendengar hal itu, Abu Sofyan mengutus kurir bernama
Dhamdham bin Amr Al-Ghifari ke Mekah untuk menyampaikan berita ini dan
meminta bala bantuan guna menyelamatkan harta kekayaan mereka. Kaum
Quraisy pun mempersiapkan diri dan bersiap siaga keluar dari Mekah dengan
tujuan perang. Tak seorang pun tokoh Quraisy yang tertinggal keberangkatan
pasukan yang berjumlah sekitar seribu personil ini.
Matahari bersinar terik saat pasukan Amr bin Hisyam alias Abu Jahal
nyaris berhadapan dengan pasukan Muslimin yang terhalang bukit di Lembah
Badar. Tanah yang sebelumnya basah oleh hujan kini mengeras terkena panas.
Menyulitkan langkah Amr dan pasukannya mendaki gundukan-gundukan bukit
terjal berbatu. Namun amarah Amr sudah diubun-ubun. Pada 12 Maret 624
Masehi itu, dalam peristirahatan sehari menjelang perang, Amr bersumpah di
hadapan sekitar 1.000 orang Quraisy Mekkah untuk menghabisi Muhammad dan
pengikutnya. “Demi Tuhan! Kita tak akan kembali sampai kita tiba di Badar. Kita
akan menginap tiga hari di sana, menyembelih unta-unta, berpesta dengan minum
anggur dan gadis akan bermain untuk kita. Orang-orang Arab akan mendengar
bahwa kita telah datang dan akan menghormati klan Thalib pada masa yang akan
datang,” kata Amr. Kebencian Abu Jahal terhadap Muhammad dan kaum muslim
sudah muncul sejak Nabi menerima dan menyebarkan wahyu pertama. Baginya,
ajaran baru Muhammad bukan hanya keluar dari pakem budaya warisan nenek
moyang, tapi juga menyinggung eksistensi Abu Jahal sebagai tokoh Quraisy
Mekkah.
Intimidasi dan penganiayaan terhadap Nabi meningkat setelah Abu Thalib,
paman sekaligus pelindung beliau, wafat pada 619. Suatu hari ketika Nabi tengah
berjalan-jalan di Kota Mekah, seorang anak muda Quraisy melemparkan kotoran
kepada beliau. Saat tiba di rumah Fatimah, anak perempuan Nabi yang masih
kecil menangis melihat perlakuan yang dialami ayahnya. Nabi lantas berusaha
menenangkan gadis kecil kesayangannya. “Jangan menangis gadis kecilku.
Karena Tuhan akan melindungi ayahmu”. Kalimat itu kemudian ditambahkan
oleh Nabi untuk dirinya sendiri. “Quraisy tak pernah memperlakukan aku seburuk
ini ketika Abu Thalib masih hidup,” tulis Karen Armstrong dalam Muhammad
Sang Nabi: Sebuah Biografi Kritis (1991). Hijrah Puncaknya, pada September
622, dalam satu pertemuan yang melibatkan para pemuka Quraisy, Abu Jahal
mengusulkan pembunuhan terhadap Nabi. Agar tak menciptakan dendam di
keluarga bani hasyim (klan Nabi), Abu Jahal meminta setiap pemuda berpengaruh
yang ada di bani-bani Quraisy turut terlibat. Dengan begitu, setidaknya setiap bani
akan bertanggung jawab memberikan uang ganti darah yang memuaskan keluarga
Bani Hasyim. Di sisi lain, Bani Hasyim juga tidak akan mungkin menuntut balas
kepada mayoritas bani Quraisy. Namun, persekongkolan itu telah diketahui Nabi
melalui malaikat Jibril. Secara cerdik, Nabi hijrah meninggalkan rumahnya
bersama Abu Bakar menuju Yastrib (Madinah).
Di saat yang sama, ia mengizinkan Ali mengisi tempat tidurnya untuk
mengecoh para pemuda Quraisy yang telah mengepung rumahnya. Mayoritas
penduduk Madinah menyambut kedatangan Nabi dengan hangat. Hal ini ditandai
dengan kesempatan saling melindungi antara kaum muslim, Yahudi, dan suku-
suku di Yastrib melalui Piagam Madinah. Piagam Madinah menandai fase awal
Islam sebagai pemersatu. “Bukannya pemecah belah,” tulis Armstrong. Meski
demikian, hal ini bukan berarti konflik dengan Quraisy Mekkah reda sama sekali.
Kaum Muhajirin (penduduk Mekkah muslim yang ikut hijrah) mengalami
kesulitan-kesulitan mencari nafkah di Madinah. Sehingga banyak dari mereka
yang menggantungkan hidup kepada kaum Anshar (penduduk Madinah yang telah
memeluk Islam). Saat itulah turun wahyu Surat Al Hajj ayat 39-40 yang
mengizinkan Nabi bersama pengikutnya memerangi orang yang memerangi
mereka. Ini ayat Alquran yang berisi perintah jihad. Dengan nada yang simpatik,
Armstrong berpendapat perintah jihad dalam Alquran memiliki makna yang lebih
luas dari sekadar perang suci. Jihad, menurutnya, memiliki makna yang kaya
sebagai perjuangan moral, spiritual, serta politik untuk menciptakan masyarakat
adil dan sejahtera tanpa penindasan sebagaimana perintah Tuhan. “Ada banyak
kata Arab yang berarti perang seperti harb (war), sira’ah (combat), ma’arakah
(battle), atau qital (killing) yang dengan mudah (bisa) digunakan Alquran jika
perang merupakan cara pokok muslim mencapai keberhasilan,” katanya,
menyindir kritikus Islam di Barat yang menyebut Islam agama doyan berperang.
Setelah wahyu tentang jihad turun, Nabi bersama kaum Muhajirin menerapkan
ghazwu atau serangan demi bertahan hidup yang biasa dilakukan masyarakat Arab
nomaden.
Ghazwu menyasar kafilah dagang Quraisy Mekkah dengan berfokus pada
upaya mengambil harta benda, hewan ternak, dan hasil dagang seraya
menghindari jatuhnya korban jiwa. Namun, serangan-serangan yang dimulai sejak
623 ini kerap mengalami kegagalan. Ini karena umat Islam memiliki sedikit sekali
informasi mengenai waktu dan rute perjalanan musuh. Sehingga tidak ada
kerugian dan korban yang jatuh di pihak lawan. Pada September 623, Nabi
memutuskan untuk memimpin langsung penyerbuan terhadap rombongan dagang
yang dipimpin Ummayah—orang yang pernah menyiksa Abu Bakar. Lagi-lagi
usaha menyergap kafilah yang membawa 2.500 unta itu mengalami kegagalan.
Pada Januari 624, insiden serius terjadi pada akhir bulan Rajab yang dianggap
suci. Kala itu, satu dari tiga orang pedagang Quraisy Mekkah yang sedang
berkemah di lembah Nakhlah (antara Mekkah dan Thaif) tewas terkena panah
pasukan Abdullah bin Jahsy dalam sebuah misi ghazwu. Peristiwa ini dengan
segera menimbulkan kemarahan dan dendam di kalangan Quraisy Mekkah. Bagi
mereka, hal ini bukan saja ancaman keamanan, tapi penghinaan terhadap
keyakinan masyarakat Arab yang menyucikan bulan Rajab dari peperangan. Nabi
sendiri juga tak menyangka misi yang ia perintahkan bakal menimbulkan korban
jiwa. Namun, beliau tidak ingin menyalahkan Abdullah sepenuhnya. Betapapun,
penindasan yang dilakukan Quraisy Mekkah kepada kaum muslim dengan cara
mengeluarkan mereka dari sukunya merupakan kejahatan yang lebih serius dan
melanggar nilai-nilai bangsa Arab. Di sisi lain Nabi tampaknya juga ingin
“menyelesaikan” kepercayaan bulan-bulan suci masyarakat Arab yang merupakan
bagian dari sistem penyembahan berhala.
Syaikh Munir Muhammad Al-Ghadban dalam bukunya Manhaj Haraki
menjelaskan bahwa seruan untuk melindungi Rasulullah sebelum hijrah yang kian
melemah, melarang paksa kaum muslimin yang berhijrah ke Madinah, memaksa
sebagian muhajirin untuk kembali, hingga rencana pembunuhan Rasulullah adalah
bukti bahwa kaum Quraisy tak pernah rela membiarkan kaum muslimin solid di
muka bumi ini dan tidak akan membiarkan mereka merasa aman dimanapun
berada”. Hal inilah yang mendasari pecahnya perang Badar kubra.
Identitas Perang
Waktu : 17 Maret 624 Masehi atau 17 Ramadan 2 Hijriah
Tempat : Badar
Jumlah pasukan : pasukan kaum muslim terdiri dari 313 orang,
sedangkan pasukan kaum Quraisy terdiri dari 1000 orang
Kendaraan : kendaraan kaum muslimin yaitu 2 ekor kuda dan 70
ekor unta, sedangkan kendaraa kaum Quraisy yaitu 200 ekor kuda
dan unta
Tokoh-tokoh : 1. Nabi Muhammad SAW
2. Abdurrahman ibn Auf
3. Utsman bin Affan
4. Syuhaib al Rumi
5. Abu Sofyan bin Harb
6. Dhamdham bin Amr Al-Ghifari
7. Umar bin Khaththab
8. Abu Bakar
9. Umayyah bin Khalaf
10. Syaibah bin Rabi’ah
11. Walid bin ‘Utbah
12. dll
Pertama, lahir melalui kepiawaian Nu‘aim bin Mas‘du, seorang dari Kabilah
Gatafan yang menjadi muallaf tanpa sepengetahuan teman-temannya. Ia meminta
tugas kepada Rasulullah, Setelah itu Nu‘aim pergi mendatangi pemimpin-
pemimpin Quraisy. Kepada mereka Nu‘aim memberitahukan bahwa Bani
Quraidlah telah menyesal atas apa yang mereka lakukan dan secara sembunyi-
sembunyi mereka telah melakukan kesepakatan bersama Nabi saw untuk
menculik beberapa peimpin Quraisy dan Ghatfahan untuk diserahkan kepada Nabi
saw untuk dibunuhnya. Karena itu, bila orang-orang Yahudi itu datang kepada
kalian untuk meminta beberapa orang sebagai sandera, janganlah kalian
menyerahkan seorang pun kepada mereka.Demikianlah akhirnya terjadi salah
paham di antara mereka dan saling tidak mempercayai. Sehingga masing-masing
dari mereka menuduh terhadap yang lainnya sebagai berkhianat.
Kedua, dengan mengirimkan angin taufan pada malam hari yang dingin dan
mencekam. Angin taufan datang menghempaskan kemah-kemah merekan dan
menerbangkan kuali-kuali mereka. Hal ini terjadi setelah mereka melakukan
pengepungan kepada kaum Muslimin selama sepuluh hari lebih.