Tentang
PEMURNIAN DAN PEMBAHARUAN DI DUNIA MUSLIM
Oleh :
ENDRA /Nim. 20010155
WIRAYUNA /Nim. 20010008
Dosen Pembimbing
Dr.RIKI SAPUTRA, MA
1
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Amzah, 2010), hlm. 118.
2
As-Suyuti, Tarikh Khulafa (Jakarta: PustakamAL-Kautsar, 2001), hlm. 229.
menjadi kekuasaan raja yang diwariskan turun temurun (monarchy
heredity ).3
Dengan berakhirnya pertempuran antara Ali dan Muawiyah dalam perang
siffin tersebut, maka peperangan ini diakhiri dengan adanya tahkim
(abitrase), tapi ternyata tidak dapat menyelesaikan masalah bahkan
manyebabkan timbulnya golongan ketiga yakni golongan Khawarij yang
keluar dari barisan Ali.
Akhirnya umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik yaitu
Muawiyah, Syi’ah dan Khawarij. Munculnya golongan Khawarij
menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara kedudukan Muawiyah
semakin kuat. Bahkan pada tanggal 20 Ramadhan 40 H bertepatan dengan
tahun 660 M, Ali dibunuh oleh salah seorang anggota Khawarij,4 dikatakan
bahwa Ali dibunuh oleh Abdurrahman bin Mulzam. Demikianlah, masa
kepemimpinan khulafa al- Rasyidin dan dimulai kekuasaan Dinasti atau
Bani Umayyah dalam semangat politik Islam. Masuk masakekuasaan
Muawiyah, dan ini menjadi awal kekuasaan Dinasti Umayyah.
Pemerintahannya yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchy
heredetis (kerajaan yang turun temurun).
Namun hasan menyadari kelemahannya hingga berdamai dan
menyerahkan kepemimpinan umat kepada Muawiyah sehingga tahun itu
dinamakan ‘Amul Jama’ah yakni tahun persatuan. Muawiyah menerima
kekhalifah di Kufah dengan syarat-syarat yang diajukan oleh Hasan, yaitu:
a. Muawiyah tidak manaruh dendam terhadap seorangpun penduduk Irak.
b. Menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan- kesalahan mereka.
c. Pajak tanah negeri Ahwaz diperuntukan kepadanya dan diberikan
kepadanya tiap tahun.
d. Muawiyah membayar kepada saudaranya, Hasan sebesar 2 juta dirham.
e. Pemberian kepada Bani Hasyim haruslah lebih banyak dari
pemberian kepada Bani Abd Syam.
Bagi dinasti Muawiyah syarat-syarat tersebut `tidak perlu
dipertimbangkan. Dia bersedia menjanjikan apa saja, asal Hasan
3
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam....,hlm.118.
4
Mansur, Peradaban Islam dalam Lintas Sejarah (Yogyakarta: Global Utama, 2004), hlm. 30
bersedia mengundurkan diri. Sebab ketika ia mengetahui keinginan
Hasan untuk berdamai, atas dasar pengunduran dirinya, asal syarat
dipenuhi, dia akan mengirimkan selembar kertas kosong yang telah ditanda
tangani terlebih dahulu, supaya Hasan menuliskan syarat-syarat
yang dikehendaki.5
Muawiyah wafat pada tahun 60 H di Damaskus karena sakit
dan digantikan oleh anaknya Yazid yang telah ditetapkan sebagai
putra mahkota sebelumnya. Yazid tidak sekuat ayahnya dalam
memerintah, banyak tantangan yang dihadapinya antara lain ialah
membereskan pemberontakan kaum Syiah yang telah membaiat Husain
sepeninggal Muawiyah. Akhirnya terjadi pertempuran perang di
Karbala yang menyebabkan terbunuhnya Husain yaitu cucu Nabi
Muhammad SAW. Yazid menghadapi para pemberontak di Mekah dan
Madinah dengan keras. Dinding Ka’bah runtuh dikarenakan terkena
lemparan manjaniq, alat pelempar batu kearah lawan. Peristiwa itu
merupakan aib besar pada masanya.6 Pemerintahan Yazid berakhir dan
wafat pada 64 H setelah memerintah selama 4 tahun dan digantikan oleh
puteranya yaitu Muawiyah II.
Muawiyah melakukan ekspansi ke Tunisia dan dapat ditaklukan. Di
sebelah Timur, Muawiyah dapat menguasai daerah khurasan sampai
ke sungai Oxus dan Afghanistan sampai Kabul. Angkatan lautnya
melakukan serangan-serangan ke Ibu kota Bizantium, Konstantinopel.
Kemudian Ekspansi dilanjutkan oleh khalifah Abdul Malik. Dia mengirim
pasukan dengan menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukan
Balk, Bukhara, Khawarizm, Fergana dan Samarkand. Bahkan tentara
sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punjab
sampai ke Maltan.7
1) Kemajuan Dinasti Umayyah
Keberhasilan Dinasti Umayyah dibuktikan dengan adanya
ekspansi yang tersebut di atas ke berbagai daerah baik timur dan barat
menjadi bukti kemajuan masa Dinasti Umayyah. Dengan meluasnya
5
A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2 (Jakarta: AlHusna, 1992), hlm. 35
6
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam...., hlm. 123.
7
Badri Yatim, Sejarah Peradab Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo persada 1998), Hal. 43
wilayah kekuasaan Islam seperti ke daerah Spanyol, Afrika Utara, Syria,
Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia,
Afghanistan, Pakistan, Purkemenia, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia
Tengah.8
Perluasan wilayah terbentang dari arah timur wilayah sind
(India), yang kini menjadi bagian dari wilayah Asia selatan, dan
Turki, kini menjadi bagian dari wilayah Eropa. Dari arah utara ia
terbentang dari Azerbeijan, Armenia sampai Romawi. Sedangkan dari
arah bara Afrika sampai Andalusia. Di benua Afrika perluasan wilayah
kekuasaan terbentang dari Mesir sampai Maroko (Maghribi).
Sedangkan di benua Eropa perluasan wilayah terbentang dari Spanyol
(Andalusia) sampai perbatasan Prancis.9 Perluasan wilayah yang sangat
luas tersebut merupakan suatu langkah keberhasilan Dinasti Umayyah
yang telah merubah peta dalam proses perkembangan sosial-politik.
Gambaran peluasan di daerah Shiria adalah pembangunan masjid yang
megah di jalan raya yang menjadi pusat peribadatan, informasi,
pendidikan dan berbagai akitivitas termasuk pemerintahan, dan
pembangunan kota di berbagai provinsi yang selain berfunsi sebagai
pusat pemerintahan juga sebagai pusat keramaian, pusat kebudayaan,
keagamaan, keilmuan dan pusat perekonomian.10
Kemajuan perluasan wilayah dan berbagai bidang yang lain
dapat diklasifikan ke dalam dua bagian, yaitu material dan immaterial
a. Bidang Material :
1. Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat- tempat tertentu
dengan menyediakan kuda dengan peralatannya disepanjang
jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata
2. Mu’awiyah merupakan khalifah yang mula-mula menyuruh
agar dibuatkan sebuah ”Anjung” dalam masjid tempat
sembahyang. Ia sangat khawatir akan keselamatan dirinya,
karena khalifah Umar dan Ali, terbunuh ketika sedang
melaksanakan shalat.
8
Mansur, Peradaban Islam dalam Lintas Sejarah (Global Utama, 2004), hlm. 32
9
Nurul Hak, Sejarah Peradaban Islam; Rekayasa Sejarah Islam Daulah Bani Umayyah (Yogyakarta:
Gosyen Publishing, 2012), hlm. 117- 18.
10
Nurul Hak, Sejarah Peradaban Islam; Rekayasa Sejarah Islam Daulah Bani Umayyah...., hlm. 120-123.
3. Lambang kerajaan sebelumnya Al-Khulafaur Rasyidin, tidak
pernah membuat lambang Negara baru pada masa Umayyah,
menetapkan bendera merah sebagai lambang negaranya. Lambang
itu menjadi ciri khas kerajaan Umayyah.
4. Mu’awiyah sudah merancang pola pengiriman surat (post),
kemudian dimatangkan lagi pada masa Malik bin Marwan.
Proyek al-Barid (pos) ini, semakin ditata dengan baik, sehingga
menjadi alat pengiriman yang baik pada waktu itu.
5. Arsitektur semacam seni yang permanent pada ahun 691H,
Khalifah Abd Al-Malik membangun sebuah kubah yang megah
dengan arsitektur barat yang dikenal dengan “The Dame of
The Rock” (Kubah As-Sakharah).
6. Pembuatan mata uang dijaman khalifah Abdul Malik yang
kemudian diedarkan keseluruh penjuru negeri islam.
7. Pembuatan panti Asuhan untuk anak-anak yatim, panti jompo,
juga tempat-tempat untuk orang- orang yang infalid, segala
fasilitas disediakan oleh Umayyah.
8. Pengembangan angkatan laut Muawiyah yang terkenal sejak
masa Utsman sebagai Amir Al-Bahri, tentu akan
mengembangkan idenya dimasa dia berkuasa, sehingga kapal
perang waktu itu berjumlah 1700 buah.
9. Khalifah Abd Al-Malik berhasil melakukan
pembenahanadministrasi pemerintahan dan memberlakukan
bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan
Islam yang tadinya berbahasa Yunani dan Pahlawi. Hal itu
berdampak positif pada bangsa non Arab yang bisa berbahasa
Arab. Dalam menyempurnakan pengetahuan tata bahasa Arab
orang-orang non Arab, maka disusun buku tata bahasa Arab oleh
Imam Sibawaih dalam al-Kitab. Disusun pula Gramatika Arab
oleh Abu al-Aswad al-Duali (w. 681) dengan memberi titik
pada huruf Hijaiyah yang semula tidak bertitik.
10. Merubah mata uang sudah beredar di beberapa
daerahkekuasaan Islam yang sebelumnya bermata uangdari
Negara Bizantium dan Persia, seperti dinar dan dirham.
Penggantinya uang dirham terbuat dari mas dan dirham dari
perak dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab.
11. Perluasaan wilayah kekuasaan dari Afrika menuju wilayah
Barat daya, benua Eropa, bahkan perluasaan ini juga sampai
ke Andalusia (Spanyol) di bawah kepemimpinan panglima
Thariq bin Ziyad, yang berhasil menaklukkan Kordova,
Granada, dan Toledo.
12. Dibangun Mesjid-mesjid dan istana. Katedral St.Jhon di
Damaskus dirubah menjadi Masjid, sedang Katedral yang ada di
Hims dipakai sebagai mesjid dan gereja. Di al-Quds(Jerussalem)
Abdul Malik membangun masjid al-Aqsha. Monumen terbaik
yang ditinggalkan zaman ini adalah Qubah al-Sakhr di al-
Quds.Masjid al-Aqsha yang menurut satu riwayat
merupakantempat Nabi Ibrahim putranya menyembelih Ismail
dan Nabi Muhammad mulai mi’raj ke langit, masjid Cordova
di Spanyol dan masjid Mekah dan Madinah yang diperbaiki
dan diperbesar oleh Abdul Malik dan Walid
13. Muawiyah juga berhasil departemen pencatatan (diwanul-
kahatam). Setiap peraturan yang dikeluarkan oleh Khalifah
harus disalin di dalam suatu register, kemudian yang asli harus
disegel dan dikirimkan ke alamat yang dituju yang sebelumnya
dikirimkan perintah-perintah terbuka.11
14. Muawiyah juga membentuk dua sekretariat yaitu sekretariat
imperium (pusat) yang medianya berbahasa Arab dan sekretariat
provinsi yang medianya menggunakan bahasa Yunani dan bahasa
Persia.12
b. Bidang Immaterial
1. Mendirikan pusat kegiatan ilmiah di Kufah dan Bashrah yang
akhirnya memunculkan nama- nama besar seperti Hasan al-Basri,
11
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, terj. Adang Afandi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994),
hlm. 205.
12
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya....., hlm. 206.
Ibn Shihab al-Zuhri dan Washil bin Atha. Bidang yang
menjadi perhatian adalah tafsir, hadits, fikih, dan kalam.
2. Penyair-penyair Arab baru bermunculan setelah perhatian
mereka terhadap syair Arab Jahiliyah dibangkitkan. Mereka itu
adalah Umar Ibn Abi Rabiah (w. 719 m.), Jamil al-Udhri (w.
701 M.), Qays Ibn al-Mulawwah (w. 699 M.) yang lebih
dikenal dengan nama Majnun Laila, al-Farazdaq (w 732M.), Jarir
(w. 792 M) dan al-Akhtal (w. 710 M.).
3. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Sastra-Seni. Waktu dinasti ini
telah mulai dirintis jalan ilmu naqli ; berupa filsafat dan eksakta.
Dan ilmu pengetahun berkembang dalam tiga bidang, yaitu
bidang diniyah, tarikh, dan filsafat. Kota-kota yang menjadi pusat
ilmu pengetahuan selama pemerintahan dinasti Umayah, antara
lain kota Kairawan, Kordoba, Granda dan lain sebagainya. Sehingga
secara perlahan ilmu pengetahuan terbagi menjadi dua macam,
yaitu : pertama, Al-Adaabul Hadits (ilmu-ilmu baru), yang
meliputi : Al-ulumul Islamiyah (ilmu al-Qur’an, Hadist, Fiqh, al-
Ulumul Lisaniyah, At-Tarikh dan al-Jughrafi), Al-Ulumul
Dkhiliyah (ilmu yang diperlukan untuk kemajuan Islam), yang
meliputi : ilmu thib, filsafat, ilmu pasti, dan ilmu eksakta
lainnya yang disalin dari Persia dan Romawi. Kedua : Al-
Adaabul Qadamah (ilmu lama), yaitu ilmu yang telah ada pasa
zaman Jahiliyah dan ilmu di zaman khalifah yang empat, seperti
ilmu lughah, syair, khitabah dan amtsal.13
4. Gerakan Penerjemahan dan Arabisasi
Gerakan penerjemahan ke dalam bahasa Arab (Arabisasi
buku), juga dilakukan, terutama pada masa khalifah Marwan.
Pada saat itu, ia memerintahkan penerjemahan sebuah buku
kedokteran karya Aaron, seorang dokter dari iskandariyah, ke
dalam bahasa Siriani, kemudian diterjemahkan lagi ke dalam
bahasa Arab. Demikian pula, Khalifah memerintahkan
menerjemahkan buku dongeng dalam bahasa sansakerta yang
13
Badri Khaeruman,Otentisitas Hadist : Studi Kritis Atas Kajian Hadst Kontemporer (Bandung, Rosda, 2004), hlm.
39
dikenal dengan Kalilah wa Dimnah, karya Bidpai. Buku
ini diterjemahkan oleh Abdullah ibnu Al-Muqaffa. Ia juga
telah banyak menerjemahkan banyak buku lain, seperti filsafat
dan logika, termasuk karya Aristoteles: Categoris,
Hermeneutica, Analityca Posterior serta karya Porphyrius
:Isagoge.14
Di kawasan berkebudayaan Arab tersebut silih berganti
berkuasa para raja, khalifah dan presiden di masa modern ini.
Mereka iku mayoritas pada masa sekarang ini beragama islam
dan bahasa Arab serta masuk ke dalam Organiasai konperensi
Islam. kawasan budaya Arab yang demikiran terdiri dari Timur
Tengah dan Afrika Utara yang meliputi Maroko, Aljazair,
Tunisia dan Lybia. Walaupun Mesir terletak di Afrika Utara,
tetapi sejarah dahulu negeri lembah sungai Nil itu tidak mau
dimasukan ke dalam Wilyah Afrika Utara, karen mempunyai
perkembang budaya dan peradaban sejak zaman Fir’aun jauh
sebelum abad masehi.15
2) Kemunduran Dinasti Umayyah
Selama berkuasa kurang lebih 90 tahun lamanya, penguasa Bani
Umayah, sejak Umayah berkuasa harus diakui telah banyak
memberikan sesuatu yang berarti bagi Islam. Tetapi, kekuasaan yang
dibangun dengan cara-cara yang keras dan kasar seperti yang dilakukan
oleh Mu’awiyah seperti pasa saat ia merebut kekkuasaan, ditambah lagi
dengan pola suksesi yang bersifat keluargaan telah memunculkan
perlawanan yang keras dari lawan-lawan politik Bani Umayah. Sejak
sepeninggal Hisyam ibnu Abd Malik, khalifah-khalifah Bani Umayah terus
mengalami melemah, bukan hanya moral tetap juga lemah dalam
kekuataan politik. Kelemahn ini tentu saja terus dimanfaatkan dengan baik
oleh musuh-musuh Bani Umayah untuk dihancurkan, dan segera diganti.
Menurut Badri Yatim ada beberapa faktor yang menyebabkan
Dinas Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran yaitu sebagai
berikut:
14
C.A. Qadir, Filsafat Dan ilmu Pengetahuan dalam Islam (Jakarta, Pustaka Obor, 2002), hlm. 37
15
Ali Mufrodi, Islam Kawasan Kebudayaan Arab Jakarta: Logos, 2007), hlm. 3-4.
1. Sistem penggantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu
yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas.
Pengaturannya tidak jelas. ketidakjelasan sistem penggantiannya
khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di
kalangan anggota keluarga istana. Dalam hal ini Muawiyah
mengesampingkan prinsip pemilihan dan menyatakan Yazid sebagai
putra mahkotanya, Repulikanisme diganti dengan monarki turun
temurun.
2. Latar belakang terbentuknya dinasti Umayyah tidak bisa dipisahkan
dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi’ah
para pengikut Ali dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi,
baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun
secara tersembunyi seperti di masa pertengahan dinasti
Umayyah. Penumpasan gerakan- gerakan ini banyak menyedot
kekuatan pemerintah.
3. Pada masa kekuasaan Dinasti Umayyah, pertentangan
etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qaisy) dan Arabia selatan
(Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam makin
meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani
Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan
kesatuan. Di samping itu, sebagian besar golongan mawali (non
Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa
tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu
inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang
diperlihatkan pada masa Dinasti Umayyah.
4. Lemahnya pemerintah Dinasti Umayyah juga disebabkan oleh
sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah
tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka
mewarisi kekuasaan. Di samping itu, golongan agama banyak
yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan
agama sangat kurang.
5. Penyebab langsung runtuhnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah
munculnya kekuaatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas
ibn Abd al- Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari
Bani Hasyim dan golongan Syi’ah, dan kaum mawali yang merasa
dikelasduakan oleh pemerintah Bani Umayyah.16
Beberapa penyebab muncul dan menumpuk menjadi satu, sehingga
akhirnya mengakibatkan keruntuhan Dinasti Umayyah, disusul dengan
berdirinya kekuasaan orang-orang Bani atau Dinasti Abbasiyah yang
mengejar dan membunuh setiap orang dari Bani Umayyah yang
dijumpainya.17 Demikianlah Dinasti Umayyah pasca wafatnya khalifah
Umar bin Abdul Aziz yang berangsur- angsur melemah. Kekhalifahan
seseudah dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang melemahkan dan
akhirnya menjadi hancur.
2. Dinasti Abbasiyah
18
Musthafa Kamal Pasha, dan Ahmad Adabi Darban, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam (Yogyakarta: Pustaka
SM, 2009), hlm. 14-27.
pusat-pusat lembaga pendidikan dan perpustakaan yang berisi ratusan ribu
hangus tidak tersisa.
C. Perlunya Pemurnian dan Pembaharuan
Dalam upaya pemurnian dan pembaharuan dunia Islam lahir dua orang tokoh
dari kota Harran Siria yaitu Taqiyyuddin Abul Abbas bin Abdul Halim bin
Abdus Salam bin Taimiyyah al-Harran al-Hambaly yang terkenal
Taqiyuddin Ibnu Taimiyyah (1263-1328) dan muridnya yang bernama Muhammad
bin Abu Bakar bin Ayyub bin Saad bin Harits al-Zuhri al-Damsyqi Abu
Abdillah Samsuddin atau lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Qayyim al-Jauziyah
(691-751 H).19Kedua tokoh tersebut dikenal dengan tokoh yang pertama kali
berusaha memmurnikan ajaran Islam. Adapun usaha yang dilakukan dalam
memurnikan ajaran Islam adalah sebagai berikut:
1. Memurnikan ajaran Islam (Tajdid fi al-Islam) dari berbagai
keyakinan, sikap dan perbuatan yang merusak sendi-sendi keislaman.
2. Mengembalikan pemahaman keagamaan umat Islam kepada pemahaman dan
pengamalan Rasulullah SAW dan generasi salaf, yang meliputi generasi para
sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.
Sedangkan ciri-ciri khas aliran salaf yang dikembangkan oleh kedua
tokoh tersebut yang kemudian menjadi ciri khas dari gerakan
pembaharuan dalam Islam (Gerakan Reformasi Islam) di seluruh dunia Islam
adalah:20
1. Memberi ruang dan peluang ijtihad di dalam berbagai kajian keagamaan
yang berkaitan dengan muamalah duniawiyah.T
2. Tidak terikat secara mutlak dengan pendapat ulama-ulama terdahulu.
Memerangi orang-orang yang menyimpang dari aqidah kaum salafseperti
kemusyrikan, khurafat, bid’ah, taqlid dan tawasul.
3. Memerangi orang-orang sufi dan filosuf yang terang- terangan sudah
menyalahi dan menyimpang dari prinsip-prinsip aqidah islamiyah.
4. Kembali kepada al-Quran dan al-Sunnah sebagai sumber utama
ajaran Islam.
D. Tokoh-tokoh Pembaharu Dalam Dunia Islam
1. Jamaluddin Al-Afghani
19
Musthafa Kamal Pasha, dan Ahmad Adabi Darban, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam…, hlm. 28.
20
Ibid…, hlm. 29.
a. Biografi
Jamaluddin Al-Afghani lahir di As’adabad, dekat Kanar di Distrik Kabul,
Afghanistas tahun 1839 dan meninggal di Istambul tahun 1897. 21 Tetapi
penelitian para sarjana menunjukkan bahawa ia sebenarnya lahir di kota yang
bernama sama (As’adabad) tetapi bukan di Afghanistan, melainkan di Iran. Ini
menyebabkan banyak orang, khususnya mereka di Iran lebih suka menyebut
pemikir pejuang muslim modernis itu Al-As’adabi, bukan Al-Afghani, walaupun
dunia telah terlanjur mengenalnya sebagaimana dikehendaki oleh yang
bersangkutan sendiri, dengan sebutan Al-Afghani.22 Ia mempunyai pertalian
darah dengan Husein bin Ali melalui Ali At-Tirmizi,ahli hadis terkenal.
Keluarganya mengikuti mazhab Hanafi. Ia adalah seorang pembaharu yang
berpengaruh di Mesir. Ia menguasai bahasa-bahasa Afghan, Turki, Persia,
Perancis dan Rusia.
Ia menetap di Kairo dan menjauhkan urusan politik untuk berkonsentrasi
ke bidang ilmiah dan sastra Arab. Rumah tempat tinggalnya menjadi pusat
pertemuan bagi para mahasiswa, diantaranya adalah Muhammad Abduh.23
b. Pemikiran Jamaluddin Al-Afghani
Menurut Afgany, ilmu pengetahuan yang dapat menundukkan suatu
bangsa, dan ilmu pula sebenarnya yang berkuasa di dunia ini yang kadangkala
berpusat di Timur ataupun di Barat. Ilmu juga yang mengembangkan pertanian,
industri, dan perdagangan, yang menyebabkan penumpukan kekayaan dan harta.
Tetapi filsafat menurutnya merupakan ilmu yang laping teratas kedudukannya di
antara ilmu-ilmu yang lain.24
2. Tahtawi
a. Biografi
al-Tahtawi memiliki nama lengkap Rifa’ah Badawi Rafi’ al-Tahtawi, ia
merupakan pembawa pemikiran pembaharuan yang besar pengaruhnya di
pertengahan pertama dari abad ke-19. Ia lahir di Tahta pada tahun 1801, Tahta
merupakan kota yang berada di bagian selatan mesir dan wafat pada tahun 1873 di
kairo. Ketika Muhammad Ali mengambil alih kekayaan di Mesir, harta orang tua
al-Tahtawi termasuk dalam kekayaan yang dikuasai itu dan ia terpaksa menempuh
21
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, op cit hal. 130
22
Eka Yanuarti.Kumpulan Materi Pemikiran Modern Dalam Islam.hal 203
23
Ibid, h. 203-204
24
Ali Mufradi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Cet. II; Jakarta: Logos, 1999), h. 158
pendidikan masa kecilnya oleh bantuan dari keluarga ibunya. Ketika berumur 16
tahun al-Tahtawi memutukan untuk melanjutkan studinya ke al-Azhar dan pada
tahun 1822 ia menyelesaikan studinya.
b. Pemikiran
Di antara pendapat baru yang dikemukakannya adalah ide pendidikan yang
universal. Sasaran pendidikannya terutama ditujukan kepada pemberian
kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan di tengah masyarakat.
Menurutnya, perbaikan pendidikan hendaknya dimulai dengan memberikan
kesempatan belajar yang sama antara pria dan wanita, sebab wanita itu memegang
posisi yang menentukan dalam pendidikan. Wanita yang terdidik akan menjadi
isteri dan ibu rumah tangga yang berhasil. Mereka yang diharapkan melahirkan
putra-putri yang cerdas.25
Bagi al-Tahtawi, pendidikan itu sebaiknya dibagi dalam tiga tahapan.
Tahap I adalah pendidikan dasar, diberikan secara umum kepada anak-anak
dengan materi pelajaran dasar tulis baca, berhitung, al-Qur’an, agama, dan
matematika. Tahap II, pendidikan menengah, materinya berkisar pada ilmu sastra,
ilmu alam, biologi, bahasa asing, dan ilmu-ilmu keterampilan. Tahap III, adalah
pendidikan tinggi yang tugas utamanya adalah menyiapkan tenaga ahli dalam
berbagai disiplin ilmu.26
3. Muhammad Abduh
a. Biografi
Syekh Muhamad Abduh bernama lengkap Muhammad bin Abduh bin
Hasan Khairullah. Beliau dilahirkan di desa Mahallat Nashr di Kabupaten al-
Buhairah, Mesir pada 1850 M/1266 H, berasal dari keluarga yang tidak tergolong
kaya dan bukan pula keturunan bangsawan.
b. Pemikiran
Menurut Abduk, pendidikan merupakan lembaga yang paling strategis
untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan sosial secara sistematis.
Gagasannya yang paling mendasar dalam sistem pendidikan adalah bahwa ia
sangat menentang sistem dualisme. Menurutnya, dalam lembaga-lembaga
pendidikan umum harus diajarkan agama. Sebaliknya, dalam lembaga-lembaga
pendidikan agama harus diajarkan ilmu pengetahuan modern.
25
Tim Penyusun Text Book Sejarah dan Kebudayaan Islam IAIN Alauddin.Sejarah dan Kebudayaan Islam. (Ujungpandang: IAIN
Alauddin, 1993.) h, 220
26
Ibid, h. 221
Usaha yang dilakukan oleh Abduh dalam mewujudkan gagasan
pembaharuannya adalah melalui Universitas al-Azhar. Menurutnya, seluruh
kurikulum pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan saat itu. Ilmu-ilmu filsafat
dan logika yang sebelumnya tidak diajarkan, dihidupkan kembali. Demikian juga
dengan ilmu-ilmu umum perlu diajarkan di al-Azhar.27
4. Rasyid Redha
a. Biografi
Nama lengkap Muhammad Rasyid Rida adalah al-Sayyid Muhammad
Rasyid Rida ibn Ali Rida ibn Muhammad Syamsuddin ibn al-Sayyid Baharuddin
ibn al-Sayyid Munla Ali Khalifah al-Baghdadi. 28 beliau dilahirkan di Qalmun,
suatu kampung sekitar 4 Km dari Tripoli, Libanon, pada bulan Jumadil ‘Ula 1282
H (1864 M). Dia adalah seorang bangsawan Arab yang mempunyai garis
keturunan langsung dari Sayyidina Husain, putra Ali ibn Abi Thalib dan Fatimah
putri Rasulullah saw.29
b. Pemikiran
Dalam bidang pendidikan, Rasyid Ridha memandang bahwa ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak bertentangan dengan Islam. Oleh karena itu,
peradaban Barat modern harus dipelajari oleh umat Islam. Hal ini relevan dengan
pendapat gurunya (Muhammad Abduh) bahwa ilmu pengetahuan yang
berkembang di Barat wajib dipelajari umat Islam untuk kemajuan mereka. 30
Beliau juga berpendapat bahwa mengambil ilmu pengetahuan Barat modern
sebenarnya mengambil kembali ilmu pengetahuan yang pernah dimiliki umat
Islam.31
5. Qasim Amin
a. Biografi
Qasim Amin di lahirkan di kota Cairo paada tahun 1863, dari seorang
ayah Muhammad Beik Amin yang berdarah Turki dan Ibundanya berdarah Mesir
Kelahiran Sha’id. Keluarga Muhammad Beik berasal dari keluarga penguasa
negara dan tergolong kaya.
b. Pemikiran
27
A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, t.th.), h. 181.
28
A. Athaillah, Aliran Akidah Tafsîr al-Manar, (Banjarmasin: Balai Penelitian IAIN Antasari, 1990), h. 13
29
Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu al-Quran / Tafsir, (Jakarta : Bulan Bintang, 1994), h. 280.
30
Harun Nasution, op. cit., h. 151.
31
Ibid, h. 75
Usaha Amin memberdayakan dan mengangkat martabat perempuan, di
mata Amin, adalah usaha untuk menegakkan apa yang di pandangnya sebagai
prinsip ideal Islam vis avis realitas sosial perempuan Mesir, dan juga demi sebuah
kemajuan bangsa.
Gagasan ini muncul sebagai refleksi dan wujud kepedulisn intelektual
Amin terhadap realitas perempuan Mesir. Ia juga melihat perempuan di
Mesir telah dipinggirkan dalam relasi laki-laki. Ide emansipasi wanita yang
dicetuskan oleh Qasim Amin timbul karena sentakan tulisan wanita prancis Duc.
D’ Haorcourt yang mengkritik struktur sosial masyarakat Mesir, terutama
keadaan perempuan di sana.32
6. Thaha Husein
a. Biografi
Thaha Husein dilahirkan tahun 1889 M. di Izbat al-Kilu. Ketika berumur
dua tahun telah terkena penyakit optualmia (kebutaan), penyakit yang biasa
menyerang anak-anak ketika itu, namun penyakit tersebut tidak menghalanginya
menuntut ilmu. Ia belajar al-Quran dan dapat menghafalnya pada usia sembilan
tahun.
b. Pemikiran
Untuk meningkatkan intelektual umat Islam, beliau melihat bahwa
perguruan tinggi adalah sarana terbaik mencetak ilmuwan dan tenaga ahli yang
diharapkan melakukan perubahan-perubahan fundamental yang dapat memajukan
Mesir yang saat itu masih berada pada kondisi yang memprihatinkan dan
terkebelakang dalam berbagai bidang khususnya pendidikan, di banding dengan
Dunia Barat.
Menurut beliau, universitas tersebut mencerminkan intelektual,
keilmiahan, dan memiliki metode analisis modern. Kemerdekaan intelektual dan
kemerdekaan jiwa menurutnya hanya bisa diperoleh melalui kemerdekaan ilmu
dan intelektual.33
Untuk mendapatkan kemerdekaan ilmu dan intelektual, maka beliau
menegaskan agar sistem pendidikan Mesir harus didasarkan pada sistem dan
32
Qasim Amin, Sejarah Penindasan Perempuan, Menggugat Islam Laki-Laki, Menggurat Perempuan Baru, (Yogyakarta:
IRCiSoD, 2003) h. 85-109
33
Syahrin Harahap, Al-Qur’an dan Sekularisasi (Cet. I; Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1994), h. 99
metode Barat sejak tingkat menengah sampai ke Perguruan Tinggi, demikian juga
metode penelitiannya.34
7. KH. Ahmad Dahlan
a. Biografi
Muhammad Darwisy (Nama Kecil Kyai Haji Ahmad Dahlan), Beliau
adalah pendiri Muhammadiyah. Beliau adalah putera keempat dari tujuh
bersaudara. Bapaknya bernama K.H. Abu Bakar. K.H. Abu Bakar adalah
seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogjakarta
pada masa itu. Ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang
juga menjabat sebagai penghulu Kasultanan Yogyakarta pada masa itu. K.H.
Ahmad Dahlan meninggal dunia di Yogyakarta, tanggal 23 Februari 1923.
Beliau juga dikenal sebagai seorang Pahlawan Nasional Indonesia.
Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia
merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya
saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk
keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan
seorang yang terkemuka diantara Walisongo, yang merupakan pelopor pertama
dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa. Adapun silsilahnya
ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH.
Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas bin Demang Djurung
Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki
Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin
Maulana ‘Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim.
Pada umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Makkah selama lima
tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-
pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani,
Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun
1888, beliau berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, beliau
bertolak kembali ke Makkah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini,
beliau sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri
NU, K.H. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di
kampung Kauman, Yogyakarta.
34
Ibid,
Sepulang dari Makkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya
sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai
Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari
perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang
anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti
Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991). Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah
pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai
Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai
putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu)
Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai
Yasin Pakualaman Yogyakarta. Beliau dimakamkan di Karang Kajen,
Yogyakarta.35
b. Proses Terbentuknya Organisasi Muhammadiyah
Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November
1912 M) merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah
kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yang melakukan
perintisan atau kepeloporan pemurnian sekaligus pembaruan Islam di negeri
berpenduduk terbesar muslim di dunia. Sebuah gerakan yang didirikan oleh
seorang kyai alim, cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan
atau Muhammad Darwis dari kota santri Kauman Yogyakarta.
Kata ”Muhammadiyah” secara bahasa berarti ”pengikut Nabi
Muhammad”. Penggunaan kata ”Muhammadiyah” dimaksudkan untuk
menisbahkan (menghubungkan) dengan ajaran dan jejak perjuangan Nabi
Muhammad. Penisbahan nama tersebut menurut H. Djarnawi Hadikusuma
mengandung pengertian sebagai berikut: ”Dengan nama itu dia bermaksud untuk
menjelaskan bahwa pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad, dan
asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad saw, yaitu Islam. Dan tujuannya ialah
memahami dan melaksanakan agama Islam sebagai yang memang ajaran yang
serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, agar supaya dapat menjalani
kehidupan dunia sepanjang kemauan agama Islam. Dengan demikian ajaran
Islam yang suci dan benar itu dapat memberi nafas bagi kemajuan umat Islam
dan bangsa Indonesia pada umumnya.”
35
Anshoriy, Nasruddin. 2010. Matahari Pembaruan; Rekam Jejak KH Ahmad Dahlan. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher.
Maka pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8
Dzulhijah 1330 Hijriyah di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi
yang bernama ”MUHAMMADIYAH”. Organisasi baru ini diajukan
pengesahannya pada tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten
Muhammadiyah” (Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912),
yang kemudian baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus
1914. Dalam ”Statuten Muhammadiyah” yang pertama itu, tanggal resmi yang
diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak mencantumkan
tanggal Hijriyah. Dalam artikel 1 dinyatakan, ”Perhimpunan itu ditentukan buat
29 tahun lamanya, mulai 18 November 1912. Namanya ”Muhammadiyah” dan
tempatnya di Yogyakarta”.
alasan-alasan dan tujuan-tujuannya sebagai berikut:
1) Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang
bukan Islam. Cntohnya: mengadakan pesta minuman keras, main
judi, panco apabila ad raja2 yg meninggal di istana. Lalu memotong
kerbau.
2) Reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern
3) Reformulasi ajaran dan pendidikan Islam; dan
4) Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar.36
c. Gagasan Pemikiran KH. Ahmad Dahlan Pembaruan & Pemurnian Islam.
Pembaharuan Lewat Politik
Sebelum Muhammadiyah berdiri, Kiai Ahmad Dahlan telah melakukan
berbagai kegiatan keagamaan dan dakwah. Tahun 1906, Kiai diangkat
sebagai khatib Masjid Besar Yogyakarta dengan gelar Katib Amin oleh
Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat dalam usianya yang relatif muda
sekitar 28 tahun, ketika ayahanda Kyai mulai uzur dari jabatan serupa. Satu
tahun kemudian (1907) Kiai memelopori Musyawarah Alim Ulama. Dalam
rapat pertama beliau menyampaikan arah kiblat Masjid Besar kurang tepat.
Tahun 1922 Kiai membentuk Badan Musyawarah Ulama. Tujuan badan itu
ialah mempersatukan ulama di seluruh Hindia Belanda dan merumuskan
berbagai kaidah hukum Islam sebagai pedoman pengamalan Islam
khususnya bagi warga Muhammadiyah. Badan Musyawarah ini diketuai RH
Moehammad Kamaludiningrat, penghulu Kraton. Meskipun pernah berbeda
36
Mohammad Damimi,. 2000. Akar Gerakan Muhammadiyah. Yogyakarta: Penerbit Fajar Pustaka Baru.
pendapat, Moehammad Kamaludiningrat ini yang mendorong para pimpinan
Muhammadiyah kemudian membentuk Majelis Tarjih (1927). Majelis ini
diketuai Kiai Mas Mansur. Dengan tujuan dakwah agar manusia berfikir dan
tertarik pada kebagusan Islam melalui pembuktian jalan kepandaian dan
ilmu.
Pembaharuan Lewat Pendidikan
Sekolah Muhammadiyah yang pertama telah berdiri satu tahun
sebelum Muhammadiyah sebagai organisasi berdiri. Pada tahun 1911 Kyai
Dahlan mendirikan sebuah madrasah di rumahnya yang diharapkan bisa
memenuhi kebutuhan kaum muslim terhadap pendidikan agama dan pada
saat yang sama memberikan mata pelajaran umum. Di sekolah itu,
pendidikan agama diberikan oleh Kyai Dahlan sendiri dan pelajaran umum
diajarkan oleh seorang anggota Budi Utomo yang juga guru di sekolah
pemerintah.
Sinergi antara ilmu umum dan agama juga merupakan tanda bahwa
Kyai Dahlan sangat menyadari pentingnya pembangunan kepribadian
sebagai salah satu tujuan pendidikan. Entah disadari atau tidak, upaya Kyai
Dahlan menyinergikan antara ilmu umum dan agama ini merupakan sebuah
antitesis terhadap Prof. Snouck Hurgronje. Inilah sebab mengapa pemikiran
Kyai Dahlan di bidang pendidikan merupakan sebuah terobosan yang
membawa dampak besar bagi umat. Lebih jauh kedepan, dapat kita lihat
hasilnya dengan munculnya kader-kader Muhammadiyah yang turut
mewarnai dunia politik dengan membawa identitas ke-Islamannya.37
8. HASBI ASH SHIDDIEQY
a. Biografi
Seorang mufasir, dan penulis buku-buku keagamaan asal Aceh, terutama
masalah-masalah hukum (fiqih), tafsir dan hadits. Ia lahir di Lhokseumawe,
Aceh Utara. Ia masih mempunyai silsilah sampai Abu Bakar Siddik (sahabat
Nabi SAW). Ayahnya, Al hajj Teungku Muhammad Hussein Ibn Muhammad
Ibn Mas’ud, yang menjabat sebagai Qadi Srimaharaja Mangkubumi di
Lhokseumawe. Ibunya, Teuku Amrah, putri Teuku Abdul Aziz, yang menjabat
Qadi Srimaharaja, yang digantikan ayahnya. Pendidikan agamanya didapat dari
37
Syuja’. 2009. Islam Berkemajuan; Kisah Perjuangan KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah Masa Awal. Tangerang: Penerbit
Al-Wasath.
ayahnya sendiri (yang mempunyai dayah). Sejak usia 8 tahun ia belajar dari
dayah (pesantren) ke dayah yang lain dengan memakan waktu 12 tahun. Pada
tahun 1925 ia baru menyelesaikan pelajaran sekaligus memperoleh ijazah untuk
dapat membuka dayah sendiri.
Hasbi adalah seorang otodidak (belajar sendiri), pendidikan yang
ditempuhnya dari dayah ke dayah yang lainnya, dan hanya 1,5 tahun duduk
dibangku sekolah Al Irsyad (di Surabaya tahun 1926). Meskipun basis
pendidikan formalnya relatif rendah, tetapi ia memperlihatkan dirinya sebagai
pemikir. Kemampuannya selaku seorang intelektual telah diakui oleh dunia
international. Ia pernah diundang dan menyampaikan makalah dalam
International Islamic Colloquium yang diselenggarakan di Lahore, Pakistan
(1958). Pada tahun 1960 ia diangkat menjadi dekan di IAIN Kalijaga Yogyakarta
(hingga tahun 1972).
Ia memperoleh 2 gelar Doctor Honoris Causa karena jasanya terhadap
perkembangan perguruan tinggi dan ilmu pengetahuan keislaman di Indonesia.
Gelar tersebut didapat dari Unisba (Universitas Islam Bandung) pada 22 Maret
1975, dan IAIN Kalijaga Yogyakarta (29 Oktober 1975). Ia meninggal pada 9
Desember 1975 di Jakarta, dan dimakamkan di pemakaman keluarga IAIN
Ciputat, jakarta. Hasbi adalah salah seorang tokoh yang menyerukan
pembaharuan di Indonesia. Dan ia termasuk salah seorang tokoh yang pernah
mengusulkan perlunya menyusun fiqih baru ‘ala Indonesia. Ia menulis sekitar 72
judul buku dan tidak kurang dari 50 artikel dibidang tafsir, hadits, fiqih, dan
pedoman ibadah umum.38
38
Nourouzzaman AShiddiqi,Fiqh Indonesia,Penggagas dan Gagasannya,cet.1(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,1997), hlm.3-7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan Islam pada zaman dahulu sangat pesat berkembangnya. Mulai dari
khilafah Rasydah, Khilafah Bani Umayyah dan Khilafah Bani Abbas. Ketiga Kholifah
tersebut yang membuat agama Islam ini berkembang semakin maju dengan cepat.
Kemunduran islam setelah berhasil meraih kesuksesan di masa khalifah disebabkan
oleh beberapa factor diantaranya : menurunnya kreativitas keilmuan umat islam,
hancurnya ketahanan moral umat islam, berkembangnya sikap hidup fatalistis, sikap
hidup umat islam yang kurang toleran, jatuhnya kekhalifahan abbasiyah, dan dikuasainya
sektor prekonomian oleh eropa.
Pemurnian dan pembaharuan dilakukan seluruhnya akibat rapuhnya kalangan
Muslim dalam untuk menentukan masa depan islam yang gemilang.
Pembaharuan Islam adalah fikiran dari tokoh-tokoh pembahru dan gerakan untuk
menyesuaikan faham-faham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang
ditimbulkan oleh pengetahuan dan teknologi modern.
B. Saran
Diharapkan bagi pembaca,dan kaum muslim khususnya agar dapat menyerap manfaat
yang sebesar-besarnya dari makalah ini,sehingga tujuan dari makalah ini tercapai dengan
baik. Penyusun juga mengharapkan kritik atau saran dari pembaca sehingga dapat
mewujudkan makalah ini lebih baik kedepan nya.
DAFTAR PUSTAKA