Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ALIRAN PEMBAHARUAN BARAT ISLAM DAN


NASIONALISME

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perkembangan Pemikiran Modern


Dalam Islam
Dosen Pengampu : Rosidin, M.Pd.I

Disusun Oleh :
Mukhammad Sholakhudin ( 20111330 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI ISLAM KENDAL
2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT. Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga makalah
Aliran Pembaharuan Barat Islam dan Nasional ini dapat tersusun dengan baik.

Makalah ini kami susun berdasarkan panduan dan bimbingan dosen yang
terkait, yang di dalamnya membahas mengenai “Aliran Pembaharuan Barat
Islam dan Nasional” dan hal-hal yang masih berhubungan dengan materi.

Kami ucapkan terimakasih kepada Bpk. Rosidin, M.Pd.I sebagai dosen


pembimbing dan pemberi materi yang telah berperan penting dalam penyusunan
makalah ini.

Dalam makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun jika ada materi dan
kalimat yang belum tersusun dengan baik.

Kendal, 13 April 2023

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam pembaharuan di kerajaan Usmani, dapat dilihat adanya tiga


golongan pembaharuan. Pertama, golongan Barat yang ingin mengambil
peradaban Barat sebagai dasar pembaharuan. Bagi golongan kedua, golongan
Islam, dasar itu seharusnya adalah Islam. Golongan ketiga, golongan
nasionalis Turki, yang timbul paling kemudian, melihat bahwa bukan
peradaban Barat dan bukan Islam yang harus dijadikan dasar, tetapi
nasionalisme.

B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana deskripsi golongan Barat?
2. Bagaimana deskripsi golongan Islam?
3. Bagaimana deskripsi golongan Nasionalisme?

C. Maksud dan Tujuan


1. Menegtahui deskripsi golongan Barat.
2. Mengetahui deskripsi golongan Islam.
3. Mengetahui deskripsi golongan Nasionalisme.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Aliran Pembaharuan Barat


Westernisme dalam Islam (kebarat-baratan) golongan atau gerakan yang
mengajak umat Islam untuk menerima pengetahuan Barat dan semua yang
datang dari Barat.

Pada golongan ini selain orang-orang Barat yang mempunyai idealisme


Barat, juga tokoh intelegensia Turki sendiri yang terbaratkan dalam pemikiran
dan perilakunya. Apalagi dalam hal ini Turki merupakan bagian dari Eropa
Timur (beberapa wilayah Turki pada masa itu berada di Eropa timur), yang
hanya agama saja berbeda dengan orang Barat, namun mereka berada pada
posisi geografis yang memungkinkan untuk menyerapkan ide Barat secara
sempurna. Dari sisi ini gagasan Barat nampak amat sesuai dengan kondisi
Turki yang ingin menapak maju modern. Golongan ini karena banyak
mengkonsumsi pemikiran Barat dalam semua aspeknya, maka mereka disebut
golongan Westernisme.

Gerakan Westernisme, juga menggolkan ide-ide sekularisme dalam basis


kekuatannya. Mereka berusaha mengadopsi pemikiran Barat secara intensif,
sehingga aspek sosial kemasyarakatan selalu diteropong dengan pandangan-
pandangan sekular.

Golongan terdiri dari beberapa tokoh yang dalam gerakan pembaharuan


di Turki sebelumnya juga banyak mengedepankan pemikiran Barat secara
intensif, namun tokoh yang dianggap paling mutakhir adalah Tawfik Fikret
(1867-1951) seorang pemikir sekaligus sastrawan yang banyak mengkritik dan
menentang kaum tradisional. Dan satunya lagi adalah Abdulllah Jewdat
(1869-1932). Seorang intelektual bergelar Doktor yang dianggap pendiri
Perkumpulan Persatuan dan Kemajuan. Mereka ini merupakan orang yang
cukup gigih dalam mendorong perjalanan pembaharuan Turki dengan
gagasan-gagasan Barat.1

Taufik Fikret banyak melontarkan pemikiran kritikan terhadap ulama


tradisional yang dianggapnya telah membawa umat Islam ke dalam situasi
fatalis. Umat Islam pada masa itu sangat tergantung kepada paham keagamaan
tradisional. Sedangkan paham tradisional itu dalam banyak hal telah
membawa kemunduran, seperti berserah total kepada nasib, memberikan
gambaran tentang kekuasaan dan keadilan Tuhan selalu sewenang-wenang
dan seperti seorang raja yang zalim. Pendapat ulama tradisional itu, dikecam
Fikret sehingga ia banyak dimusuhi para ulama.

Dalam banyak hal pemikiran golongan Barat secara umum mempunyai


kesamaan. Dapat dilihat dalam pemikiran Abdullah Jewdat. Dia menganggap
bahwa kelemahan umat Islam pada saat itu bukan terletak pada ajaran Islam
tapi pada sistem sosial dan kekhalifahan. Yang perlu diubah adalah Kerajaan
Usmani bukan sultan. Begitu juga tentang Islam, yang perlu diubah adalah
umatnya. Selama ini keadaan umat Islam terjangkiti sikap bodoh, malas, patuh
kepada ulama secara membuta, walaupun ulamanya itu bodoh. Hal-hal yang
diajarkan oleh ulama bodoh itu dianggap ajaran Islam. Mereka terperangkap
dalam perilaku demikian karena menganggap benar. Akhirnya pemikiran
tokoh ini pun dianggap musuh ulama dan Islam saat itu.2

Golongan Barat tidak setuju dengan konsep kenegaraan. Negara bagi


mereka harus bersifat sekuler, dalam arti harus dipisahkan dari agama, seperti
halnya di Barat. Tetapi karena masih terikat pada ajaran Islam, mereka tidak
mempunyai konsep yang jelas mengenai cara pemisahan itu. Konsep din-u-
devlet masih besar pengaruhnya dalam masyarakat dan disamping itu
wujudnya telah diperkuat pula oleh Konstitusi 1876. Oleh karena itu mereka

1
Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern dalam Islam (Jakarta: Raja
Grafindo Persada), hlm 116

2
ibid., hlm. 117.
menganjurkan supaya sekularisasi diadakan bukan terhadap negara, tetapi
terhadap masyarakat.

Dalam bidang pendidikan golongan Barat ingin membawa kebebasan


mimbar, kebebasan berdiskusi, olahraga, pekerjaan tangan, dan sebagainya.
Guru harus mengetahui ilmu jiwa dan ilmu sosial. Tujuan pendidikan ialah
membina pemuda yang dapat berdiri sendiri, cerdas, jujur dan patriotis.
Pendidikan agama harus dibersihkan dari supervisi dan ke dalam
kurikulumnya dimasukkan logika dan ilmu pengetahuan modern.

Dalam bidang ekonomi, kemunduran menurut golongan Barat


disebabkan oleh keengganan orang Turki untuk menerima peradaban Barat
dan tetapnya mereka berpegang pada tradisi dan institusi yang telah usang.
Keadaan ekonomi dapat diperbaiki hanya dengan menerima sistem ekonomi
Barat dengan corak kapitalisme, liberalisme, individualisme dan ide bekerja
untuk penumpukan harta yang terdapat di dalamnya. Juga harus diterima
pemikiran liberal Barat dan kemajuan teknologinya. Sikap mental ketimuran
yang dipengaruhi oleh faham fatalisme dan rasa benci pada perubahan harus
dihilangkan.

Beberapa pemikiran mereka yang lain adalah tentang nasionalitas.


Menurut mereka, Barat saat ini maju karena menerapkan rasionalitas dalam
hidupnya. Rasionalitas itu juga dianggap tiang dari ilmu pengetahuan dan
teknologi. Begitu juga terhadap agama, bangsa Barat hanya mau menganut
agama rasional. Karena bangsa Barat dapat dianggap guru, maka segala yang
berbau Barat mesti diambil. Murid mesti taat pada guru.3

Semua aspek-aspek penting yang dapat mendorong kemajuan dianggap


oleh golongan Barat sebagai ideologi baru yang mampu membangkitkan
modernisasi Turki dan rakyatnya. Ditilik dari segi ini, jelas bahwa mereka
akan berusaha sekuat tenaga menafsirkan Islam sesuai dengan tuntutan zaman.
Dengan kata lain, Islam diusahakan selalu cocok dengan pemikiran modern.

3
Ibid., hlm. 118.
Kalau tidak cocok, bukan pemikiran modernnya yang keliru melainkan nilai
Islamnya belum dapat diserasikan. Rasa bersimpati terhadap Barat dan semua
aspeknya, bahkan bisa jadi mendorong mereka akan mengambil sesuatu yang
negatif, asalkan nilai itu memang datang dari Barat.4

Terlepas dari itu semua, nuansa pembaharuan di Turki memang


mempunyai citra tersendiri yang boleh jadi malah dianggap unik. Mengingat
pertarungan ide untuk mengedepankan masing-masing kepentingan dengan
tujuan yang sama yaitu menghantarkan Turki kepada kemajuan adalah
dianggap hal yang wajar bagi semua negara berkembang dan bahkan pernah
jaya pada masa sebelumnya. Dari sini, yang dilihat secara keseluruhan
nampaknya tidak bisa dipungkiri bahwa pembaharuan atau modernisasi Turki
dianggap sepenuhnya bernilai positif.

B. Aliran Pembaharuan Islam


Syariat Islam menurut aliran ini bukanlah penyebab kemunduran
kerajaan Turki Usmani. Agama Islam tidak pernah menjadi penghalang bagi
kemajuan. Aliran ini bertolak belakang dengan aliran sebelumnya. Aliran ini
berpendapat bahwa lemahnya kerajaan justru karena syariat tidak dijalankan
lagi. Untuk memajukan kerajaan, maka syariat (hukum fiqih) harus
dijalankan.5
Meskipun menurut konstitusi 1876 bahwa agama kerajaan adalah agama
Islam, namun kerajaan Turki Usmani belum dapat dikatakan negara islam
karena menurut mereka syariat islam belum dilaksanakan secara menyeluruh
dalam mengatur negara dan masyarakat. Negara Islam menurut aliran ini,
ialah negara yang menjalankan syari`at Islam secara menyeluruh.hukum selain
hukum Tuhan tidak diakui. Oleh karena itu, konstitusi tidak dibutuhkan.
Hukum tuhanlah merupakan Undang-undang dasar. Dalam Islam pembuat
hukum (as-syari`at) hanya tuhan. Sedang yang berhak memberikan
penafsirannya adalah ulama, bukan parlemen. Oleh karena itu, negara menurut

4
Ibid., hlm. 119.
5
Nasution, Harun.1988. Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta:
Bulan Bintang . Hal 126
mereka harus diatur oleh kaum ulama. Disini konsep din-u-delvet persatu-
paduan antara agama dan negara, menccapai kesempurnaannya. Pemisahan
antara keduanya tidak mungkin.6
Dalam bidang ekonomi aliran Islam menolak sistem ekonomi
kapitalisme dan individualisme Barat, begitu juga sosialisme dan komunisme.
Bunga uang menurut mereka, sama dengan riba.mereka juga mengharamkan
asuransi, karena asuransi membawa kepada kekufuran yakni menyebabkan
masyarakat tidak percaya kepada qadha dan qadar. Meskipun demikian,
seorang tokoh aliran ini, Ahmad Nazmi tetap menganjurkan agar umat Islam
mempelajari dasar-dasar ekonomi modern untuk kemajuan Turki.
Dalam masalah pendidikan aliran Islam tidak menentang untuk
dimasukannya ilmu pengetahuan Barat dalam kurikulum madrasah. Yang
mereka tentang ialah pembinaan nilai-nilai sekuler melalui pendidikan.
Menurut mereka madrasah tradisional harus dipertahankan. Hilangnya sistem
pendidikan formal seperti ini akan menambah terjadinya dekandasi moral.
Menurut mereka hanya agamalah yang dapat menyelamatkan masyarakat dari
keruntuhan. Oleh karena itu, mereka ingin membuat sistem pendidikan yang
kuat nilai-nilai keislamannya.
Aliran ini terdiri atas tiga kelompok. Kelompok pertama merupakan
kelompok kecil, dan keberadaannya pun relatif singkat, kelompok ini
tergabung dalam organisasi Jamiyyah Ilmiyyah al-Islamiyah yang memiliki
media cetak Bayan al-Haq sebagai media untuk menentang setiap ide yang
dimunculkan oleh aliran Barat. Polemik yang pernah muncul antara
golongan ini dengan Barat antara lain masalah poligami dan photography,
bagi golongan ini photography termasuk masalah yang membawa kekufuran.
Kelompok kedua dari Islamisme dipimpin oleh Said Nursi (1867-
1960), kelompok ini menghendaki suatu penghendaki suatu pemerintahan
yang memberlakukan syariat sebagi konstitusi. Mereka juga menghendaki
diberlakukannya syariat sebagi satu-satunya hukum yang berlaku bagi

6
Ibid., hlm. 134.
seluruh rakyat, mengingat mayoritas penduduk adalah Muslim (Niyazi Berkes,
1964).
Kelompok ketiga, yang merupakan kelompok terkuat dari Islamisme
adalah kelompok shirat al-Mustaqim, tokoh utama dari kelompok ini adalah
Mehmed Akif (1870-1936). Sebagaimana kelompok sebelumnya, kelompok
ini juga menentang keras adanya pemikiran yang akan memisahkan antara
agama dan negara. Mereka juga menentang faham yang menyamakan
kedudukan wanita dengan pria.
Menurut pendapat Mehmed Akif, untuk memajukan kerajaan Usmani
tidak perlu mengambil kebudayaan Barat secara utuh. Dalam hal ini dia
memberi contoh bangsa Jepang yang bisa maju dengan memfilter ilmu
pengetahuan dan teknologi bangsa Barat saja dan meninggalkan
kebudayaannya. Dia juga berpendapat, bahwa kelemahan umat Islam saat ini
bukan karena agamanya. Dia menolak dengan keras pendapat yang
mengatakan bahwa agama merupakan penghalang dan penghambat kemajuan
(Harun Nasution, 1988).7

C. Aliran Pembaharuan Nasionalisme

Nasionalisme yaitu pemerintahan yang di dasarkan pada pengembangan


kebudayaan nasional yang spesifik dan loyalitas.

Konsep Nasionalisme Turki memandang bahwa ataturk adalah seorang


nasionalis,tetapi dalam pngertiannya naionalisme bukan lah sesuatu yang
egois, yang hanya mementigkan kepentingan nasional Turki semata.ia sama
sekali bukan seseorang yang rasialis,yang suka memcah belah melainkan lebih
merupakan seorang pemersatu.pandagannya tentang Nasionalisme Turki
didasarkannya pada adanya kesatuan nasib dalam kebahagiaan dan

7
Ilyas, Muhtarom Muhammad. 2014 TIGA ALIRAN PEMBAHARUAN Westernisme,
Islamisme dan Nasionalisme. Available from:
https://www.researchgate.net/publication/316925272_TIGA_ALIRAN_PEMBAHARUAN_Weste
rnisme_Islamisme_dan_Nasionalisme [accessed Nov 15 2018].
keprihatinan bersama sebagai bangsa Turki.ia menaro hormat yang tinggi
terhadap bangsa nya yang ia pandangi dengan penuh kebanggaan dan
kepercayaan.

Pada sisi lain dia menegaskan “Nasionalisme kami bukanlah


Nasionalisme yang angkuh dan mementingkan diri sendiri, kita harus
memperhatikan dan menaru hormat kepada semua bangsa yang mau
bekerjasama dengan kamidan mengakui semua unsur-unsur dari Nasionalisme
mereka’’.

Nasionalisme juga berlaku sebagai alat keritik dan perlawanan terhadap


ideologi usmaniyah dan islamisme yang secara geografis dan kultural meliputi
berbagai wilayah,agam dan suku bangsa.kekalahan usmani pada Perang Dunia
kesatu semakin memperkokoh nasionalisme-Turkisme untuk mendorong
semangat kebangsaan, karna hanya ideologi dan bendera kebangsaan yang
mampu membangkitkan masyarakat Turki untuk mempertahankan identitas
dan kehormatan dirinya dihadapan ancaman Eropa,oleh karna itu rakyat Turki
harus diberi ruang gerak yang lebih luas, hak-hak politik nya harus dihargai,
karna merekalah sesungguh nya pemilik,pewaris dan penerus perjuangan
bangsa Turki, oleh karna itu semangat pan-ottomanisme, pan-Turki, pan-islam
dan internasionalis lain nya harus disingkirkan.selanjut nya kebijakan yg
mendorong pada kejayaan dan kehormatan negara harus mendapatkan
legitimasinya.

Meskipun tokoh utama penggerak Nasionalisme adalah ataturk, tetapi ia


bukan satu satunya pemikir yang melahirkan ideologi tersebut,ia mendapatkan
inspirasinya dari para intelektual Usmani Muda dan Turki Muda. Diantaranya
adalah Yusuf Ackura (1876-1933) dan Ziya Gokalp (1875-1924), mereka
adalah produk dari kebijakan reformasi politik Sultan Mahmud II dan
Tanzimat.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa baik golongan Barat
maupun golongan Nasionalis Turki tidaklah mengabaikan Islam dan
pemikiran pembaharuan mereka. Keduanya mengingini pembaharuan dalam
Islam dan bukan di luar Islam. Dalah hal ini mereka sefaham dengan golongan
Islam. Perbedaan mereka dengan golongan Islam ialah bahwa golongan Islam
dalam pembaharuan bersifat tradisional, sedangkan golongan lainnya bersifat
modernis, ingin mempertahankan tradisi dalam Islam.

Golongan Barat dan nasionalis Turki, walaupun telah banyak


dipengaruhi oleh ide sekuler Barat, tetapi karena masih terikat pada agama,
tidak berhasil merubah Kerajaan Usmani menjadi negara sekuler. Walau
pembaharuan yang mereka kehendaki bersifat radikal, tetapi dalam
keradikalan itu mereka tidak berniat menentang agama. Dengan kata lain
pembaharuan mereka, kendatipun kelihatan radikal, masih diusahakan supaya
tidak ke luar dari Islam.

. B. Saran

Sebagai penutup dari makalah ini, tak luput pula kami ucapkan ribuan
terima kasih pada semua rekan-rekan yang telah banyak membantu dalam
pembuatan makalah  ini. Di samping itu, masih banyak kekurangan serta jauh dari
kata kesempurnaan,  tetapi  kami semua telah berusaha semaksimal mungkin
dalam pembutan makalah yang amat sederhana ini. Maka dari pada itu kami
semua sangat berharap kepada semua rekan-rekan untuk memberi kritik atau
sarannya, sehingga dalam pembuatan makalah selanjutnya bisa menjadi yang
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Gibb. 1993. Aliran-aliran Modern dalam Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

Inacik, Halil. The Ottoman Empire. Jakarta: Buku Pintar Sejarah Islam

Nasution, Harun. 1996. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan


Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang

Niyazi Berkes, 1964. The Development of Secularism in Turkey. Montreal:


McGill University Press.

Sani, Abdul. 1998. Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern


dalam Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada

Toprak, Binnaz. 1981. Islam and Political Development in Turkey. E.J. Brill.
Leiden

Thayib, Anshori. 1983. Sistem Politik Dalam Pemerintahan Islam.


Surabaya: PT. Bina Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai