Anda di halaman 1dari 9

DAFTAR ISI

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Historografi dalam dunia Islamtelah melewati berbagai masa. Mulai dar era
klasik (650-1230 M), era pertengahan (1250-1800 M), sampai era modern (1800-
sekarang). Dan tentunya dalam masing-masing masa tersebut memiliki corak dan
karakteristik yang berbeda. Sebagaimana ketika Mesir mengalami masa kebangkitan
kepenulisan pada abad ke-19 yang akan kita bahas ini.
Di penghujung abad ke-19 Mesir memang sudah menunjukkan tanda-tanda
kebangkitan. Mesir menjadi negara muslim pertama yang mengalami kebangkitan
setelah mengalami kemunduruan sekian lama. Kebangkitan ini dimulai dengan
munculnya banyak penulis dalam berbagai disiplin ilmu seperti, atronomi, geografi,
dan khususnya dalam bidang sejarah yang dipelopori oleh al-Jabarti.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana riwayat hidup al-Jabarti?
2. Bagaimana metode kepenulisan sejarah al-Jabarti?
3. Bagaimana kondisi kepenulisan di Mesir pada abad ke-19?
C. Tujuan
1. Mengetahui riwayat hidup dari al-Jabarti
2. Memahami metode-metode kepenulisan sejarah yang diterapkan al-Jabarti
3. Mengetahui kondisi kepenulisan di Mesir secara umum pada abad ke-19

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Riwayat Ringkas al-Jabarti


Abdurrahman ibnu Hasan al-Hanafi al-Jabarti atau yang dalam berbagai
literatur sejarah lebih dikenal dengan sebutan al-Jabarti merupakan salah satu tokoh
intelektual muslim yang tur]\ut andil atas kemajuan kebudayaan bangsa Mesir pada
akhir abad ke-18 (memasuki abad ke-19) terutama dalam konteks ini adalah di bidang
historiografi atau kepenulisan sejarah.1 Nama al-Jabarti dinisbatkan pada Jabart, yaitu
sebuah karang kecil di negeri Habasyah (sekarang Ethiopia) yang tidak lain adalah
tanah kelahiran nenek moyang dari al-Jabarti sendiri.2 al-Jabarti lahir di Kairo, Mesir
pada tahun 1163 H/1754 M dan wafat pada tahun 1825 M. Mengenai tahun kelahiran,
beberapa catatan menyebut al-Jabarti dilahirkan pada 1753 M.3 Keluarga al-Jabarti
memutuskan untuk pindah ke Kairo bukan disebabkan oleh faktor yang umumnya
menjadi landasan prinsipil pindahnya seseorang dari satu daerah ke daerah yang lain.
Kemungkinan terbesar yang melatarbelakangi perpindahan keluarga al-Jabarti ke
negeri Firaun adalah lantaran demi memenuhi aspirasi keagamaan. Hal tersebut bisa
dilihat dari diangkatnya kakek al-Jabarti menjadi ketua pemukiman (Syaikh ai-Riwaq)
di daerah Azkar. Kedudukan yang secara turun-temurun diwariskan kepada anak-
cucunya.4
al-Jabarti tumbuh dan dibesarkan di lingkungan keluarga yang dikdatis dan
menekuni dunia keilmuan. Ayah al-Jabarti yakni Hasan al-Jabarti merupakan salah
satu pengajar di al-Azhar University di bidang ilmu keagamaan dan juga ilmu exact,
terutama yang diampu oleh beliau adalah astronomi dan geografi. Sedangkan al-
Jabarti sendiri adalah tokoh sejarawan yang hidup pada 3 periode politik Mesir,
meliputi era pemerintahan Turki Usmani di Mesir (berakhir 1798), era pendudukan
Prancis oleh Napoleon Bonaparte (1798-1801), dan era pemerintahan Muhammad Ali
Pasya yang baru dimulai pada 1805.5

1
Muin Umar, Historiografi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 1988), hlm. 160
2
Badri Yatim, Historiografi Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 217
3
Husain Ahmad Amir, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (Bandung: Rosdakarya, 1995) hlm. 276 dan
Yusri Abdul Ghani Abdullah, Historiografi Islam dari Klasik Hingga Modern, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2004) hlm. 56
4
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Modern, (Jakarta: Djambatan, 1992) hlm. 469
5
Yatim. Historiografi Islam, hlm. 217

3
Pendidikan formal al-Jabarti dimulai di Madrasah as-Samaniyah, Kairo. Tidak
hanya di situ, sepulang dari Madrasah al-Jabarti menimba ilmu keagamaan dari
ayahnya dan dari beberapa ulama yang datang ke rumahnya. Pendidikan tertinggi al-
Jabarti ditempuh di al-Azhar dengan mempelajari matematika, astronomi, dan terus
belajar ilmu hikmah dari sang ayah. Kurang lebih demikianlah jejak pendidikan al-
Jabarti yang ditempuh hingga sang ayah wafat pada 1179 dimana usia al-Jabarti pada
saat itu menginjak usia 21 tahun. Sebagaimana sang ayah, al-Jabarti kemudian juga
menjadi salah satu pengajar di al-Azhar University disamping memebri ceramah di
masjid-masjid sekitar rumahnya.6
B. Buah Karya al-Jabarti
Dua buah karya al-Jabarti yang termasyhur adalah Aja’ib al-Atsar fi al-
Tarajim wa al-Akhbar (keanehan-keanehan peninggalan biografi dan kabar berita)
yang terdiri dari empat jilid dan lebih dikenal dengan Tarikh al-Jabarti serta bukunya
yang berjudul Mazhab at-Taqdis bi Dzahab Daulah al Faransis yang berisi catatan
rinci proses pendudukan Prancis atas Mesir, lalu diterbitkan ulang dalam bentuk lebih
ringkas pada 1960-an.
Tarikh al-Jabarti berisi potret peristiwa-peristiwa yang terjadi di Mesir,
terutama Kairo mulai dari 1688 M/1000 H-1821 M/1236 H. Secara garis besar buku
ini terdiri dari dua bagian; bagian pertama bmemuat peristiwa-peristiwa sejarah dan
bagian kedua membahas biografi tokoh. Secara umum memang karya al-Jabarti berisi
catatan berbagai peristiwa dan data-data kematian. Mukaddimah dari Tarikh al-
Jabarti (jilid 1) adalah uraian peristiwa era pemerintahan Turki Usmani yang ditutup
dengan kematian dari Muhammad Bek Abi Dzahab. Jilid berikutnya membahas dari
semenjak kedatangan misi Prancis di bawah komando Napoleon Bonaparte hingga
kritik terhadap kepemimpinan Muhammad Ali Pasya.7
Pada tahun 1878, Tarikh al-Jabarti dilarang beredar di Mesir karena
menyebutkan borok-borok pemerintahan di era Muhammad Ali Pasya. Dan baru
boleh diterbitkan kembali pada 1880 di era Khudaywi Tawfiq. Buku ini bahkan
kemudian sangat dicari-cari oleh banga Prancis untuk dilakukan transliterasi karena
ulasan di dalamnya terkait penjajahan Prancis terhadap Mesir, keberadaan penduduk
aslinya, serta para panglima dan kekuasannya.8

6
Badri Yatim. Historigrafi Islam, hlm. 217.
7
Yusri Abdul. Historiografi Islam , hlm. 58
8
Husain Ahmad . Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, hlm. 276

4
C. Metode Historigrafi al-Jabarti
Al-Jabarti menulis karyanya dalam bentuk kombinasi biografi (terjemahan)
dan kronikel (khabar). Dua model penulian yang sudah populer di kalangan sejarawan
muslim sejak awal. Namun, penggunaan keduanya secara serentak jelas merupakan
inovasi. Sejauh mana corak penulisan sejarah Usmani yang kebanyakan bercorak
kronikel dan gaya penulisan historis masa dinasti Mamluk yang cendrung biografi
disinyalir memberi pengaruh besar dalam proses penulisan sejarah yang dilakukan al-
Jabarti.
al-Jabarti sendiri menjelaskan proses keterlibatannya dalam penulisan karya
sejarah pertama kali adalah semenjak tahun 1776 M/1190 H). al-Jabarti mulai tertarik
membuat catatan sejarah secara lengkap tentang topik-topik kesejarahan tertentu. Dia
kelihatannya mendapatkan inspirasi dari gurunya, al-Murtadha (w. 1791 M/1205 H).
Memang kemudian al-Murtadha memintanya untuk mengumpulkan bahan-bahan
sejarah dalam rangka penulisan kumpulan biografi yang disponsori oleh sejarawan
asal Syiria, al-Muradi (w. 1791 M/ 1205 H). Akhirnya sepeninggal al-Murtadha dan
Muradi, al-Jabarti mengembangkan karyanya sendiri yang berjudul Tarikh al-Jabarti
tersebut. Namun, tidak diragukan bahwa sumbangan tulisannya kepada Muradi juga
dimuat kembali dalam karya besarnya tersebut.
Tarikh al-Jabarti dimulai dengan mukaddimah, dilanjutkan dengan peristiwa-
peristiwa pada tahun 1099 H dan berakhir dengan peristiwa pada tahun 1236 H.
Informasi dari tahun 1099 H sampai 1170 H yang terdapat di dalam buku ini
bersumber dari riwayat yang diterima dari generasi yang lebih tua, disamping dari
dokumen-dokumen resmi, prasasti nisan kubur dan dari ingatannya sendiri karena
banyak peristiwa yang di dalamnya terjadi ketika ia berusia masih sangat muda.
Dalam penulisan sejarah Mesir pada masa Turki Usmani, al-Jabarti
mempunyai kelebihan dibandingkan dengan sejarawan lainnya dengan tolok ukur
bahwa pertama, al-Jabarti mampu menggambar kondisi masyarakat Mesir pada masa
itu dengan sempurna serta berusaha melakukan penelitian mendalam terhadap
peristiwa-peristiwa yang di tulisnya. Kedua, beliau menyatakan di dalam bukunya
bahwa beliau menulis sejarah bukan karena perintah penguasa karena beliau adalah
ilmuwan independen. Tidak ada tanda bahwa beliau terlihat “menjilat” dengan
memuji-muji para penguasa agar memperoleh keuntungan baik moral maupun
material, namun dalam hal ini beliau memilih bersikap netral dan kritis terhadap
penguasa.
5
Namun, al-Jabarti masih mempertahankan corak penulisan sejarah islam yang
dikembangkan para sejarawan muslim pada masa sebelumnya, yaitu hawliyat. Yang
mana di dalam menulis peristiwa-peristiwa yang terjadi setiap tahun, beliau memang
menggunakan pendekatan tematik, tetapi penulisan tema-tema itu tidak lebih dari
pada bentuk khabar karena antara tema satu dengan tema yang lainnya tidak saling
terkait, baik dalam hubungan tematis maupun hubungan kausalitas bahkan peristiwa-
peristiwa yang terjadi pada masa-masa terakhir dikumpulkan dengan tema “bulan”
tidak lagi tahun.
Kelebihan karya al-Jabarti dibandingkan sejarawan Mesir lainnya karena ia
memberikan potret utuh masyarakat Mesir ketika itu dan mengungkapkan berbagai
peristiwa dengan tema-tema. Uraian itu, tidak bertujuan untuk melayani tokoh tertentu
atau mengikuti selera penguasa. Ia pun tidak pernah memiliki tujuan yang bersifat
materi. Sekalipun Tarikh al-Jabarti banyak memuat tema kelompok sosial, seperti
pedagang, profesi lain dan juga dari kalangan ahlu dzimmah, tetapi fokus kajiannya
adalah sejarah dan biografi para tokoh di Mesir.9
D. Kondisi Umum Historigrafi Mesir Abad Ke-19
Berbeda dengan penulisan sejarah pada masa Islam klasik dan pertengahan
yang sedikit melakukan kritik, analisis, dan perbandingan, historografi Islam Mesir
abad ke-19 banyak dipengaruhi oleh metode-metode penulisan baru dengan merujuk
pada buku-buku keluaran Barat sebagai usaha untuk mencoba mengkritik,
menganalisis, dan membandingkan serta memberi pandangan tentang apa yang
ditulis. Para sejarawan pada masa itu juga sudah mengenal penggunaan ilmu bantu
sejarah seperti arkeologi, geografi, inskripsi dan lain-lain. Referensi yang digunakan
merupakan perpaduan dari literaur karya intelektual muslim seperti kitab-kitab karya
al-Thabari, Ibnu al-Hakam, al-Mas’udi, Ibnu Khaldun, al-Maqrizi, al-Syuyuti dsb dan
karya-karya penulis Barat (Prancis) semisal Voltaire, Rousseau, Mountesquieu,
Quantremere, dsb.
Sekain al-Jabarti, ada dua tokoh lain yang cukup tersohor dalam bidang
historiografi Mesir pada abad ke-19, yaitu:
1. Rifaah al-Thahtawi (1801-1873 M)
Merupakan salah satu murid dari Hasan al-Aththar. Berangkat ke Prancis
pada 1826 M. Dia memperdalam bahasa Prancis yang untuk selajutnya

9
Badri Yatim. Historiografi Islam, hlm. 219

6
digunakan untuk memahami buku-buku berbahasa Prancis bak tentang
sosial, politik, sastra, imu alam, maupun strategi peprangan. Dia juga
melakukan pengamatan atas kondisi sosial, sebab-sebab kebangkitan di
Eropa, adat-istiadat, dan metode pendidikan. Kisah perjalanannya tersebut
ditulis dalam buku berjudul Takhlis al-Ibriz fi Talkhisi Baris. Sekembali ke
Mesir dia menjadi penerjemah di sekolah kedokteran dan militer di
Tharrah sekaligus banyak menerjemahkan buku-buku sejarah.
2. Ali Mubarak
Muncul ketika Ismail berkuasa di Mesir (1866-1879). Dia berlatar
belakang keilmuan astronomi, teknik, dan arkeologi. Adapun mengenai
konsep historiografinya tidak jauh berbeda dengan Rifaah al-Thahtawi.10
E. Dampak Perkembangan Historiografi di Mesir
Berkembangnya kepenulisan sejarah di Mesir tentunya memberikan dampak
yang cukup signifikan baik dalam internal Mesir sendiri maupun dalam skala yang
lebih luas. Adapun dampak dari berkembangnya historiografi di Mesir di antaranya:
1. Bagi masyarakat Mesir
a. Tumbuhnya pemahaman baru terhadap sejarah Mesir kuno dan terhadap
peradaban Mesir sebagai suatu kebenaran yang berkelanjutan
b. Penggerak kesadaran cinta tanah air bangsa Mesir
c. Sebagai media untuk menggambarkan seluk-beluk berupa kejayaan dan masa
runyam Mesir di masa lalu
2. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan
a. Diterbitkannya beragam jenis buku yang terbit baik sejarah umum, sejarah
negara-negara tetangga, memoar pribadi, sejarah Mesir dari masa ke masa,
sejarah topografi dan kota, biografi, novel dsb
b. Dilakukan penulisan dan penelitian sejarah secara lebih intensif dan luas
c. Transliterasi penulisan sejarah yang tentunya semakin memperluas khazanah
keilmuan. Memberi peluang bagi tulisan-tulisan para tokoh intelektual muslim
untuk turut bersaing dengan hasil karya penulis-penulis Barat.11

10
Muin Umar. Historiografi islam, hlm. 163
11
Muin Umar. Historiografi Islam, hlm. 180-183

7
BAB III

KESIMPULAN

al-Jabarti lahir di Kairo 1754 M dan meninggal pada tahun 1805. Merupakan salah
satu tokoh besar di Mesir yang hidup pada tiga periode penguasa Mesir, yaitu Turki Usmani,
masa pendudukan Prancis, dan masa kekuasaan Muhammad Ali Pasya.

al-Jabarti merupakan pelopor kebangkitan kepenulisan di Mesir setelah sekian lama


vakum. Dua karya fenomenal al-Jabarti uaitu Ajaib al-Atsar fi al-Tarjim wa al-Akhbar dan
Mazhar al-Taqdis. Kitab Ajaib terdiri dari empat jilid dan sempat dilarang beredar pada masa
pemerintahan Muhammad Ali Pasha pada tahun 1878 dan kembali beredar pada tahun 1880.

Metode penulisan al-Jabarti banyak dipengaruhi oleh dua gurunya yaitu al-Muradi
dan al-Murtadha dengan mengombinasikan biografi dan kronikel. al-Jabarti menggunakan
sumber-sumber primer dalam karyanya serta menggunakan hawliyat. Dia juga sudah
menggunakan metode tematik meskipun belum sempurna. Adapun secara umum, kondisi
kepenulisan di Mesir abad ke-19 banyak dipengaruhi metode-metode penulisan baru dengan
merujuk pada literatur Barat untuk mencoba melakukan kritik, analisis, dan membandingkan
serta memberi pandangan. Yang untuk kemudian dilakukan akulturasi antara keilmuan Timur
dengan lieratur-literatur Barat.

8
DAFTAR PUSTAKA

Amir, Husain Ahmad. 1995. Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam. Bandung: Rosdakarya

Ghani Abdulah, Yusri Abdul. 2004. Historioggrafi Islam dari Klasik Hingga Modern.

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah. 1992. Ensiklopedi Islam Modern. Jakarta: Djambatan

Umar, Muin. 1988. Historiografi Islam. Jakarta: Rajawali Press

Yatim, Badri. 1997. Historiografi Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu

Anda mungkin juga menyukai