Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
2019
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim,
Syukur alhamdulillah, segala puji bagi Allah dzat yang Maha Tinggi, yang
mana atas rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam semoga tercurahkan atas junjungan dan teladan insan
Rasulullah SAW, atas perjuangan dan bimbingan Beliau kita masih berada dijalan-
Nya yakni memegang teguh aqidah dan syari’at Islam.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak partisipan yang telah
membimbing kami dalam penulisan makalah ini terutama kepada Saeful Anwar,
M.Fil.I sebagai dosen sekaligus pembimbing dan motivator dalam pembuatan
makalah ini.
Sebagai manusia yang tak luput dari salah dan lalai, tentunya banyak
kesalahan yang kami lakukan hingga jauh. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun selalu kami harapkan.
Akhir kata semoga makalah yang telah kami buat dapat menambah
wawasan dan pengetahuan serta menjadi ilmu yang bermanfaat bagi para pencari
ilmu dijalan-Nya. Amiin
Penyusun
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalaha
1. Faktor pendorong gerakan Orientalisme?
2. Faktor pendorong gerakan Oksidentalisme?
3. Bagaimana hasil-hasil Orientalisme dan Oksidentalisme?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui faktor pendorong gerakan Orientalisme.
2. Untuk mengetahui faktor pendorong gerakan Oksidentalisme.
3. Untuk mengetahui hasil-hasil Orientalisme dan Oksidentalisme.
3
BAB II
PEMBAHASAN
1
Ahmad Zuhdi, Orientalisme (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), hlm. 29.
2
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam: Dari Fundamentalisme, Modernisme Hingga Post
Modernisme (Jakarta: Paramadina, 1996), hlm. 203.
4
2. Faktor Politik dan Penjajahan
Perang Salib adalah peperangan yang pada dasarnya merebut kembali
daerah yang dulunya dikuasai oleh kaum Kristen.
Menurut Azyumardi Azra (1996:196), “Perang Salib merupakan sebuah wujud
konfrontasi antara Kristen dan Islam sebagai bentuk benturan antara Barat
dan Timur dalam tataran Politik.”
Kajian orientalisme dimaksudkan untuk mensukseskan imperialis Eropa
pada negara Islam dengan adanya penjajahan. Misalnya, negara Mesir oleh
Prancis dan negara Indonesia dengan Belanda. Diawali dengan kolonialisme
Eropa setelah datang ke Timur lama kelamaan mulai mengeruk kekayaan dan
sumber daya alam. Orientalisme bertugas sebagai alat pendukung usaha
imperialisme Barat, sedangkan imperialisme bertugas memberi informasi dan
laporan tentang segala hal mengenai daerah penjajahan tersebut.
Abad 19 dan 20 negara-negara penjajah mewajibkan bangsa penjajah
untuk mempelajari bahasa, tradisi, dan agama-agama negara jajahan agar
mereka tahu cara memengaruhi kaum penjajah.
3. Motivasi Ilmiah dan Kebudayaan
Puncak kemajuan peradaban Islam di dua kota besar yaitu Baghdad dan
Andalusia. Dari kedua kota ini banyak bangsa Eropa yang menimba ilmu di
sekolah-sekolah Islam. Karena mereka melihat kemajuan dan perkembangan
dunia Islam mereka akhirnya termotivasi untuk belajar dan mengkaji dunia
Islam. Di masa keemasan Eropa banyak sekali ilmuwan eropa (kaum orientalis)
yang mengkaji buku-buku Islam. Beberapa diantara mereka sampai pada
kesimpulan bahwa Islam mirip dengan agama samawi lainnya.3
3
Zuhdi, Orientalisme, hlm. 33.
5
kemunduran dan sebaliknya milik Barat mengalami kemajuan. Saat orang
Timur lemah merupakan posisi yang tepat untuk memanfaatkan orang Timur
dengan meruncingkan kekuasaan sebagai kaum imperialis (penjajah).
Berkaitan dengan ini, Hamdi Zaqzuq berpendapat bahwa tujuan
perdagangan terlihat jelas pada masa sebelum penjajahan Barat di dunia Islam
pada abad 19 dan 20 M. Bangsa Barat berambisi memperluas perdagangan dan
mendapat bahan baku untuk keperluan industri yang saat itu mengalami
kemajuan pesat. Dari titik itu mereka memandang bahwa sangat perlu
mengunjungi belahan bumi bagian Timur untuk lebih mengenali geografi,
alam, pertanian, maupun manusianya supaya dapat memajukan negaranya.4
Tidak jarang lembaga keuangan dan perusahaan menyediakan dana maupun
bekal untuk mencukupi kebutuhan para ahli yang antusias menganalisis tentang
dunia Islam.
B. Faktor Pendorong Oksidentalisme
4
Ibid., hlm. 31.
6
membangun Negara dan menciptakan kecenderungan baru pemikiran dan
kebudayaan.
5. Kunjungan timbal balik antara Timur dan Barat, dan dikenalnya the other
oleh ego yang kemudian dianggap sebagai cermin bagi ego. Kebanggaan
kepada Barat pun merebak di kalangan Timur. Sehingga muncul anggapan
bahwa Barat adalah satu-satunya tipe modernisasi.
5
Komaruddin Hidayat, Pengantar dalam Hassan Hanafi, Muqaddimah Fi ‘IlmalIstighrab, alih
bahasa M. Najib Buchori, Oksidentalisme; Sikap Kita Terhadap Barat (Jakarta: Paramadina,
2000), hlm. 50.
7
3. Orang Eropa juga melakukan telaah dan koreksi terhadap manuskrip Arab
kemudian menerbitkannya, baik kedalam Bahasa Arab maupun
diterjemahkan kedalam bahasa lain.
4. Kontrol atau pembendungan atas kesadaran Eropa dari awal sampai akhir,
sejak kelahiran hingga keterbentukan. Dengan demikian teror kesadaran
Eropa akan berkurang. Sebab kesadaran Eropa tak lagi menjadi pihak yang
berkuasa. Kesadaran Eropa yang dulunya pengkaji akan menjadi objek yang
dikaji.
5. Mempelajari kesadaran Eropa dalam kapasitas sebagai sejarah bukan sebagai
kesadaran yang berada di luar sejarah (kharij al-tarikh). Benar bahwa
kesadaran Eropa adalah sejarah yang terbentuk melalui beberapa yang tidak
mungkin diabaikan fase pertengahannya, namun demikian ia tetap
eksperimentasi manusia dan perjalanan sebuah peradaban seperti
eksprimentasi lain.
6. Mengembalikan Barat kebatas alaminya, mengakhiri perang kebudayaan,
menghentikan ekspansi tanpa batas, mengembalikan filsafat Eropa ke
lingkungan di mana ia di lahirkan, sehingga partikulasi barat akan terlihat.6
7. Menghapus mitos “kebudayaan kosmopit”; menemukan spesifikasi bangsa di
seluruh dunia, dan bahwa setiap bangsa memiliki tipe peradaban serta
kesadaran tersendiri.
8. Membuka jalan bagi terciptanya inovasi bangsa non Eropa dan membebaskan
dari “akal” Eropa yang menghalangi nuraninya, sehingga bangsa non Eropa
dapat berpikir dengan “akal” dan kerangka lokalnya sendiri.
9. Menghapus rasa rendah diri yang terjadi pada bangsa non Eropa ketika
berhadapan dengan bangsa Eropa dan memacu mereka menuju tahap inovator
setelah sebelumnya hanya berperan sebagai konsumen kebudayaan, ilmu
pengetahuan dan kesenian, bahkan tidak mustahil akan dapat melampui
Eropa. Rasa rendah diri ini boleh jadi akan berubah menjadi sikap
superioritasi.
6
Hasan Hanafi, Oksidentalisme, hlm. 51-54.
8
10. Melakukan penulisan ulang sejarah agar semaksimal mungkin dapat
mewujudkan persamaan bagi seluruh bangsa di dunia yang sebelumnya
menjadi korban perampasaan kebudayaan yang di lakukan bangsa Eropa.
11. Permulaan filsafat sejarah baru yang di mulai dari angin timur ; ditemukannya
siklus peradaban dan hukum evolusinya yang lebih komprehensif dan
universal dibandingkan yang ada di lingkungan Eropa; dan tinjuan ulang
terhadap bangsa Timur sebagai permulaan sejarah seperti dikatakan
Herder,Kant, dan Hegel. Peradaban manusia yang dulunya dari Timur dan
berpindah ke Barat, akan kembali lagi ke Timur.
12. Mengakhiri Orientalisme; mengubah status timur dari objek menjadi subyek.
Meluruskan hukum- hukum yang di terapkan Barat ketika berada di puncak
kebangunannya kepada peradaban Timur yang sedang berada dalam
keterlelapan tidur dan kealpaannya.
13. Menciptakan Oksidentalisme sebagai ilmu pengetahuan yang akurat. Gejala
Oksidentalisme sebenarnya telah ada dalam generasi kita. Namun gejala
tersebut tidak mampu menghasilkan sebuah displin ilmu. Oksidentalisme
juga dapat mengubah peradaban Barat dari kajian obyek menjadi obyek
kajian ; melacak perjalanan , sumber, lingkungan, awal, akhir, kemunculan,
perkembangan, struktur dan keterbentukan peradaban Barat.
14. Membentuk peneliti-peneliti tanah air yang mempelajari peradaban dari
kacamata sendiri dan mengkaji peradaban lain secara netral dari kajian yang
pernah di lakukan barat terhadap peradaban lain. Dengan begitu akan lahir
sains dan peradaban tanah air.
15. Dimulainya generasi pemikir baru yang dapat disebut sebagai filosuf, pasca
generalisasi pelopor di era kebangkitan.
16. Kalaupun generasi kita telah merampungkan tugas pembebasan dari penjajah,
pendudukan militer, kemudian berupaya mengubag revolusi menjadi sebuah
negara yang mewujudkan kemerdekaan ekonomi, maka tugas itu belum
sempurna.
9
17. Dengan oksidentalisme, manusia akan mengalami era baru di mana tidak ada
lagi penyakit rasialisme terpendam seperti yang terjadi selama pembentukan
kesadaran Eropa yang akhirnya menjadi bagian strukturnya.7
7
Ibid., hlm. 54-55.
10
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
11
DAFTAR PUSTAKA
12