Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

Islam sebagai agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW seiring berjalannya waktu
semakin memiliki kekuatan dan kemajuan. Al-Qur’an yang merupakan kitab suci umat Islam pun
menunjukkan kemukjizatannya sebagai kalam Ilahi yang paling agung. Hal ini yang membuat
agama di luar Islam semakin penasaran dan iri terhadap Islam, sehingga mereka melakukan
penelitian dan strategi mempelajari Islam untuk menghancurkan Islam itu sendiri. Sebenarnya
strategi untuk memerangi Islam jauh telah dimulai ketika orang-orang Barat merasakan kekuatan
Islam dan kaum muslim. Demikian juga ketika ideologi Islam telah melekat kuat dalam diri kaum
muslim, sehingga Islam mampu menyebar dan meluas dengan cepat.
Agama di luar Islam terutama umat Kristen merasa bahwa ini adalah benteng penghalang
bagi proyek kristenisasi yang mereka hendak wujudkan. Untuk itu mereka merancang strategi
dengan mengubah bentuk penyerangan yang semula perang fisik beralih kepada perang pemikiran.
Orientalisme adalah pengusung utama perang pemikiran tersebut. Pola yang dijalankan adalah
menyusupkan pemikiran yang bertujuan merusak akidah, pemikiran, akal dan hati umat Islam agar
meragukan kebenaran ajaran agamanya sendiri.
Oleh karena itu, kami akan membahas apa itu orientalisme dan bagaimana pergerakan dan
tujuan mereka. Serta apa pandangan mereka terhadap Islam dan al-Qur’an sebagai kitab suci umat
Islam. Semoga pemaparan yang akan kami sampaikan bermanfaat, sehingga menambah wawasan
khazanah keilmuan kita.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Orientalisme dan Sejarah Kemunculannya


Orientalisme berasal dari kata orient, yang berarti timur. Secara umum orientalisme adalah
yang berhubungan dengan masalah ketimuran. Oriental berarti berkaitan atau terletak di Timur,
merupakan wilayah biogeografi yang mencakup Asia selatan dan tenggara dari Himalaya dan
semenanjung Malaya di sebelah barat garis wallace.1 Sedangkan secara khusus orientalisme adalah
kesarjanaan atau pengkajian dalam bidang ketimuran.2 Dengan demikian orientalisme adalah kata
yang dinisbatkan kepada sebuah studi atau penelitian yang dilakukan oleh selain orang timur
terhadap berbagai disiplin ilmu ketimuran, baik bahasa, agama, sejarah dan permasalahan-
permasalahan sosio-kultural bangsa timur. Atau ada juga mengatakan orientalisme adalah suatu
disiplin ilmu yang membahas tentang ketimuran.3
Seperti telah diketahui, orang Eropa menganggap Timur sebagai barang temuan mereka.
Bahkan, sejak zaman dahulu, Timur telah menjadi tempat penuh romansa, makhluk-makhluk
eksotik, kenangan, panorama indah, dan pengalaman-pengalaman yang mengesankan. Lebih dari
itu ,orang Eropa selalu menganggap Timur sebagai daerah jajahan mereka yang terbesar, terkaya
dan tertua selama ini. Timur dianggap sebagai sumber bagi peradaban dan bahasa Eropa serta
saingan atas budaya Eropa.4
Orientalisme muncul sebagai gejala baru yang meledak-ledak dalam sejarah peradaban
anak manusia. Dan Islam, sebagai identitas ketimuran dan peradaban utuh, mendapat perhatian
besar. Namun para orientalis mengkaji Islam dengan membawa misi lain, yakni misi imperealisme,
baik agama, budaya maupun kepentingan politik. Orientalis mengkaji Islam hanya untuk menjajah
dan meruntuhkan Islam dari dalam. Begitulah dalam kamus batin kebanyakan Muslim, orientalis
telah disimpan dalam kotak hitam. Ia serupa tikus yang terlanjur didefinisikan sebagai makhluk
hitam. Padahal tak sedikit dari orientalis yang baik-baik yang membela citra positif Islam di mata
Barat.5
Tidak diketahui secara pasti, siapa orang Barat pertama yang mempelajari orientalisme
dan kapan waktunya. Satu hal yang bisa dipastikan, bahwa sebagian pendeta Barat mengunjungi
Andalusia bermaksud mempelajari Islam, menerjemahkan al-Qur’an dan buku-buku berbahasa
Arab ke dalam bahasa mereka serta berguru kepada ulama-ulama Islam akan berbagai displin

1
Moh. Natsir Mahmud, Orientalisme: Al-Qur’an di Mata Barat (Sebuah Studi Evaluatif), Semarang;
Karya Toha Putra,1997, Hal. 36
2
Ahmad Abdul Hamid Ghurab, Menyingkap Tabir Orientalisme, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1992, Hal.
17-18
3
Hasan Abdul Rauf, Abdurrahman Ghirah, Orientalisme dan Misionarisme, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2008. Cet. 2, Hal. 3
4
Edward W. Said, Orientalisme: Menggugat Hegemoni Barat dan Mendudukkan Timur sebagai Subjek,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016, Cet.2, Hal. 1-2
5
Mohammade Arkoun, dkk, Orientalisme vis avis Oksidentalisme, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008. Cet. 1,
Hal. 114

2
keilmuan, khususnya filsafat, kedokteran dan metafisika. Diantara para pendeta yang datang ke
Andalusia tercatat sebagai berikut:
1. Seorang pendeta Perancis bernama (Gerbert), yang terpilih sebagai pemimpin gereja Roma
tahun 999 M selepas belajar di berbagai perguruan di Andalusia dan kembali ke negaranya.
2. Pendeta Petrus (1092-1156)
3. Pendeta Gerradi Krimo (1114-1187).6
Perang Salib seringkali dipandang sebagai faktor yang menyebabkan orang-orang Barat
ingin mengetahui lebih banyak tentang Islam. Akan tetapi jauh sebelum Perang Salib telah mulai
ada usaha mengenal Islam meskipun masih sangat kabur. Sebelum tahun 1100, orang-orang Barat
belum mengenal Islam sebagai sebuah agama. Bagi mereka , Islam adalah sebuah ikatan kelompok
atau bangsa yang menyerang Kristen dari segala penjuru. Akibat perang Salib itu, bangsa Barat
mengenal Islam dalam pandangan yang negatif. Pandangan negative tersebut disebabkan oleh dua
faktor, yaitu informasi tentang Islam yang mereka terima masih amat kurang dan image negative
terhadap Islam mereka gunakan untuk mengobarkan semangat tentara Salib dalam menghadapi
tentara Muslim.7
Sejarah orientalisme pada masa-masa awal adalah pertarungan antara dunia Barat dan
Timur Islam pada abad pertengahan. Kiprah orientalisme yang berorientasi kepada pelemahan
nilai-nilai keislaman semakin merajalela dengan adanya dukungan dari kolonialisme yang
dilakukan bangsa-bangsa Eropa kepada bangsa selain mereka. Tiga gerakan utama mereka adalah
gold, gospel dan glory, yang salah satu tujuan utamanya adalah menanamkan paham-paham
Kristen terhadap negara jajahan mereka.8 Menjelang abad ke -18 yaitu abad dimana orang-orang
Barat menguasai dunia Islam dan menguasai kerajaan-kerajaannya, para pemikir Barat mulai
menyebarkan paham orientalisme melalui jurnal-jurnal yang diterbitkan di seluruh penjuru negara
kerajaan Barat. Mereka mengubah literatur Arab dan Islam yang asli dan membeli dari oknum
yang tidak bertanggunng jawab atau bahkan mencurinya dari perpustakaan-perpustakaan umum
dan memindahkannya ke perpustkaan di negara mereka. Jika dihitung, literatur-literatur Arab yang
langka yang pindah ke perpustakaan Eropa jumlahnya sampai awal abad ke-19 telah mencapai
250.000 jilid dan terus menerus bertambah hingga saat ini.9
Pada abad pertengahan bangsa Eropa selalu diselimuti rasa takut dan dengki terhadap Islam
sehingga terbentuklah citra buruk tentang Islam dalam benak mereka. Keadaan itu terus
berkesinambungan hingga saat ini. Bahkan penggambaran itu jauh lebih menyeramkan dan
dijadikan sebagai senjata kaum orientalis untuk lebih memacu geraknya yang juga dibantu oleh
media massa Barat hingga kini. Para orientalis saling membantu menyimpangkan potret Islam dari
potret sebenarnya baik secara langsung ataupun tidak langsung.10
Setiap kajian orientalis awal memiliki ciri khas tersendiri. Pengkaji awal biasanya sangat
terasa dan terpengaruh oleh latar belakang Yahudi dan Kristennya. Ini hendaknya tidak dianggap
sesuatu yang luar biasa. Bayangkan, mereka sejak kecil dididik dalam tradisi Yahudi dan Kristen.
Tentu mereka mengetahui dunia ini dengan iman seperti itu, sebagaimana Muslim yang telah

6
Hasan Abdul Rauf, Abdurrahman Ghirah, Orientalisme dan Misionarisme, Hal. 4
7
Moh. Natsir Mahmud, Orientalisme: Al-Qur’an di Mata Barat (Sebuah Studi Evaluatif),Hal. 39-42
8
Ahmad Abdul Hamid Ghurab, Menyingkap Tabir Orientalisme, Hal. 45
9
Hasan Abdul Rauf, Abdurrahman Ghirah, Orientalisme dan Misionarisme, Hal. 5
10
Ahmad Abdul Hamid Ghurab, Menyingkap Tabir Orientalisme, Hal. 47

3
dididik secara Islami sejak kanak-kanak. Walaupun banyak diantara mereka yang akhirnya
bersikap netral dan bersimpati terhadap Islam dan objek kajian, namun perlu pemahaman dua
tradisi tersebut dalam pengkajian mereka. Jadi kacamata Yahudi dan Kristen digunakan tidak
hanya melihat Islam, tetapi melihat juga agama dan tradisi lain di Timur.11
Seiring berjalannya waktu, orang-orang Eropa telah mendapatkan kekayaan khazanah
intelektual berupa buku-buku terjemahan dalam berbagai disiplin ilmu, baik ilmu tentang
ketuhanan, kedokteran, arsitektur, atronomi dan lain sebagainya. Terlebih setelah mereka
mendapatkan hak paten, berkembang di Eropa berbagai percetakan untuk buku-buku Islam yang
dijadikan referensi pembelajaran di berbagai sekolah dan universitas.12 Bisa dipastikan bahwa
perhatian orang-orang Barat terhadap dunia Timur sudah sangat mengakar sejak dulu. Oleh karena
itu, tidak dipungkiri bahwa faktor yang menyebabkan munculnya gerakan orientalisme
dikarenakan pergulatan dua dunia yaitu antara Islam dan Nasrani di Andalusia dan Sicilia. Dengan
demikian bias disimpulkan, sejarah orientalisme pada fase pertama adalah sejarah tentang
pergulatan agama dan ideologi antara dunia Barat yang diwakili Nasrani pada abad pertengahan
dengan dunia Timur yang diwakili Islam. Selain itu, kuat dugaan bahwa penyebaran Islam secara
pesat di Timur dan di Barat juga menjadi penarik perhatian dunia Barat terhadap agama Islam. 13
Pada pertengahan abad ke-15, para Misionaris tidak merasa puas hanya dengan memusuhi
Islam dan mengotori citra Islam. Maka mereka berusaha semaksimal mungkin untuk memurtadkan
kaum muslimin. Mereka merasa yakin bahwasanya usaha missionaris sekalipun berjalan berpuluh-
puluh tahun lamanya tidak akan mengobati luka akibat peperangan salib.14 Pada akhir abad 18,
para orientalis mengubah wajah mereka dengan menampilkan wajah baru orientalisme, yang
mereka sebut membebaskan orientalisme dari tujuan misionaris kepada arah penelitian ilmiah saja.
Hasilnya, banyak pelajar Islam yang terkecoh, turut menimba ilmu di sana sehingga pada akhirnya
berubah pola pikir generasi Islam di Eropa terhadap Islam itu sendiri. Kemudian para orientalis
mampu mengembangkan strategi ke area dan lembaga-lembaga keilmuan yang ada di Mesir,
Bagdad dan Damaskus. Selanjutnya mereka mendirikan yayasan-yayasan keagamaan, politik dan
ekonomi di Barat serta memberikan beasiswa kepada mahasiswa yang mau terjun dan menggeluti
bidang orientalisme ini.15
Meskipun demikian, sisi yang harus kita hargai dari orientalisme adalah kekuatan
wacananya yang terpadu dan sistematis, dalam kaitannya dengan institusi-institusi sosial, ekonomi
dan politik yang memiliki ketahanan luar biasa. Lebih dari itu, orientalisme telah menjadi
sekumpulan teori dan praktik ciptaan yang selama ini mampu memberikan investasi material yang
luar biasa besar bagi dunia Barat. Tidak hanya itu, ketahanan orientalisme juga tidak bisa
dilepaskan dari kesadaran Barat yang begitu berdaulat dan mandiri. Kesadaran inilah yang mampu
memunculkan Timur sebagai “boneka” bagi orang-orang Barat. Di Barat, masyarakat pada
umumnya berhak untuk mendefiniskan Timur sekendak mereka.16

11
Al Makin, Antara Barat dan Timur: Batasan, Dominasi, Relasi dan Globalisasi, Jakarta: PT Serambi
Ilmu Semesta, 2015, Cet. 1, Hal. 84
12
Hasan Abdul Rauf, Abdurrahman Ghirah, Orientalisme dan Misionarisme, Hal. 6
13
Hasan Abdul Rauf, Abdurrahman Ghirah, Orientalisme dan Misionarisme, Hal. 7-8
14
Ahmad Abdul Hamid Ghurab, Menyingkap Tabir Oreintalisme, Hal. 54
15
Hasan Abdul Rauf, Abdurrahman Ghirah, Orientalisme dan Misionarisme, Hal. 8
16
Edward W. Said, Orientalisme: Menggugat Hegemoni Barat dan Mendudukkan Timur sebagai Subjek,
Hal. 10-11

4
B. Karakter dan Tujuan Orientalisme
Dalam kajian orientalisme mempunyai karakter khusus yang merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari pemahaman orientalisme itu sendiri. Diantaranya:
1. Orientalisme adalah satu kajian yang mempunyai ikatan yang sangat erat dengan
kolonial barat. Ketika ruang lingkup kolonial semakin luas, maka semakin luas pula
kajian dan penyelidikan orientalisme.
2. Orientalisme merupakan gerakan yang mempunyai ikatan sangat kuat dengan
gerakan kristenisasi serta menumbuhkan rasa keragu-raguan terhadap ajaran Islam.
3. Orientalisme merupakan kajian gabungan yang kuat antara kolonialisme dengan
gerakan kristenisasi yang validitas ilmiah dan obyektifitasnya tidak dapat
dipertanggung jawabkan secara mutlak, khususnya dalam mengutarakan kajian
tentang Islam.
4. Orientalis merupakan bentuk kajian yang dianggap paling potensial dalam politik
Barat untuk melawan Islam.17
Selain itu para orientalis mempunyai tujuan yang bermacam-macam, diantaranya:
1. Memurtadkan kaum muslim dari agamanya sendiri, dengan cara memutus dan
memecah belah jamaah mereka kepada kelompok-kelompok kecil yang saling
membenci satu sama lain.
2. Melemahkan rohani umat Islam
3. Mendistorsi ajaran Islam dengan cara menutup-nutupi kebenaran dan kebaikan
ajarannya, supaya masyarakat awam menganggap bahwa Islam sudah tidak relevan
dengan zamannya.
4. Mendukung segala bentuk jajahan ke negara-negara Islam.
5. Memisahkan kaum muslim dari akar-akar kebudayaan Islam mereka yang kuat
dengan cara memutarbalikkan pokok-pokok ajarannya.18
Adapun media yang ditempuh untuk merealisasikan tujuan mereka melalui propaganda
berikut ini:
1. Meragukan keabsahan risalah Nabi Muhammad SAW.
2. Mengingkari al-Qur’an sebagai kitab suci yang diturunkan dari Allah SWT.
3. Mereka juga mengingkari bahwa Islam agama yang diturunkan Allah SWT. akan
tetapi agama gabungan dari Yahudi dan Nasrani.
4. Meragukan keabsahan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW.
5. Meragukan validitas fikih Islam sebagai syariat yang berdiri sendiri.
6. Meragukan peran bahasa arab dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan
ilmu.

17
Ahmad Abdul Hamid Ghurab, Menyingkap Tabir Orientalisme, Hal.21-23
18
Hasan Abdul Rauf, Abdurrahman Ghirah, Orientalisme dan Misionarisme, Hal. 18

5
7. Melemahkan kepercayaan umat Islam terhadap peninggalan-penigggalan klasik
mereka dan menaburkan benih keragu-raguan terhadap nilai ajarannya, akidah,
syariat dan lain sebagainya.
8. Melemahkan semangat persaudaraan Islam diantara sesame muslim dalam setiap
kesempatan.19
Maka dari itu ada beberapa motivasi orientalis dalam mempelajari Islam, diantaranya;
1. Motivasi imperial, yaitu berusaha mempelajari Islam dengan tujuan memperkokoh
kekuasaan Barat atas dunia Timur Islam yang dikuasai.
2. Motivasi agama, yaitu melalukan sikap apologis terhadap Islam untuk memperkuat
kedudukan agama yang mereka anut.
3. Motivasi ilmiah, semata-mata kepentingan ilmiah, didorong oleh semangat ilmiah
yang tinggi untuk mempelajari Islam. Motivasi ini cukup banyak memberikan
kontribusi dalam mengembangkan khzanah ilmu pengetahuan Islam.20

C. Al-Qur’an dan Orientalisme


Mayoritas orientalis, baik penulis maupun sejarawan, sejak abad pertengahan telah sepakat
dalam memberikan sifat kepada Rasulullah SAW. dengan tuduhan dusta belaka. Tuduhan itu
berkisar bahwa Rasulullah SAW. adalah pendusta mengada-ada wahyu, pendiri Islam dan
pengarang al-Qur’an. Tuduhan mereka kepada Rasulullah SAW., mereka lakukan juga kepada al-
Qur’an. Mereka beranggapan bahwa al-Qur’an tidak lain adalah buatan manusia dengan bantuan
orang lain. Sehingga mereka pun melakukan terjemahan terhadap al-Qur’an. Dalam usaha
menerjemahkan Qur’an para orientalis mempunyai maksud sebagai berikut:
1. Memadukan kesatuan berpikir untuk menyerang Islam. Dalam hal ini mereka telah
sepakat bahwa tidak ada guna memerangi umat Islam hanya lewat kekuatan militer.
2. Menyalahkan dan menjelekkan al-Qur’an
3. Mengkristenkan umat Islam secara masal. Hal ini mereka lakukan dengan cara
mengemukakan poin-poin kelemahan yang terdapat dalam al-Qur’an.21
William Muir menyatakan, bahwa agama Yahudi dan Kristen telah memberikan bibit
pengetahuan kepada Muhammad, kemudian dari padanya diproduksilah al-Qur’an. Kepercayaan
terhadap al-Qur’an sebagai firman Tuhan hanya di propogandakan oleh generasi sesudah
Muhammad. Sedangkan Macdonald menyatakan, bahwa apa yang disebut al-Qur’an adalah
bersumber dari Perjanjian Lama yang dinyatakan melalui trance-medium. 22 Kaum orientalis selalu
mengulang-ulang pernyataan mereka, bahwa Islam dengan al-Qur’an dan hadisnya serta
peradabannya mengambil konsep dari Yahudi dan Kristen. Kendati pun ada berbeda pandangan
diantara mereka tentang kandungan Islam dan sumber-sumbernya. Mereka sepakat mengatakan
bahwa al-Qur’an adalah karangan Muhammad SAW. sehingga dapat disimpulkan bahwa Islam
bukanlah agama ilahi. Sebenarnya dalam masalah ini mereka tidak tercela, karena sekiranya
mereka meyakini bahwa Islam adalah ajaran ilahi, pastilah mereka menanggalkan agama mereka.

19
Hasan Abdul Rauf, Abdurrahman Ghirah, Orientalisme dan Misionarisme, Hal. 19-20
20
Moh. Natsir Mahmud, Orientalisme: Al-Qur’an di Mata Barat (Sebuah Studi Evaluatif), Hal. 87-88
21
Ahmad Abdul Hamid Ghurab, Menyingkap Tabir Orientalisme, Hal. 52-58
22
Moh. Natsir Mahmud, Orientalisme: Al-Qur’an di Mata Barat (Sebuah Studi Evaluatif), Hal. 97-98

6
Mereka tercela karena mengklaim pendapatnya sendiri sebagai pendapat yang objektif ilmiah,
padahal tulisan-tulisan mereka banyak yang mengandung akan kebohongan mereka.23
Akan tetapi, dari abad ke abad al-Qur’an telah menjadi sumber inspirasi para penuntut
ilmu, pemburu hikmah dan pencari hidayah. Ia ibarat kompas pedoman arah penunjuk jalan. Hal
inilah yang membuat kalangan non Muslim, khususnya orientalis-misionaris iri dan dengki.
Mereka cemburu dengan umat Islam, karena mayoritas ilmuan Kristen sudah lama meragukan
otentisitas Bible. Mereka terpaksa menerima kenyataan pahit, bahwa Bible yang mereka pegang
saat ini sudah terlalu banyak campur tangan manusia di dalamnya, sehingga mereka sulit
membedakan mana yang benar-benar wahyu dan mana yang bukan. Pada tahun 1927, Alphonse
Mingana pendeta Kristen asal Irak dan mantan guru besar di Universitas Birmingham, Inggris
mengumumkan, “sudah tiba saatnya untuk melakukan studi kritis terhadap teks al-Qur’an.”24
Bahkan pada tanggal 26 Januari 1997, harian The Sunday Times menurunkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh seorang koresponden, Rajeev Syal dan Cherry Norton tentang
Sepuluh Perintah Tuhan. Secara random jejak pendapat dari 200.000 anggota pastur Kristen
mengungkap bahwa dua pertiga dari pendeta wakil Paus Inggris tidak dapat mengungkapkan isi
kandungan sepuluh perintah tuhan. Hal ini bukan saja terjadi pada orang Kristen biasa, melainkan
para pendetanya. Moralitas dasar orang-orang Kristen dan Yahudi tidak lain sekedar gugusan kata-
kata dalam kertas, sedangkan al-Qur’an dipihak lain, dihafal seluruhnya oleh ratusan ribu orang,
diterjemahkan ke dalam lebih kurang 9000 baris bahkan ditafsirkan oleh para ulama. Gambaran
lebih terang tentang pengaruh al-Qur’an dan keberhasilan misi pendidikan Nabi Muhammad SAW
tidak dapat diterka oleh siapapun.25
D. Dari Orientalisme ke Islamisis
Seiring perkembangan zaman, kata orientalis itu sendiri lambat laun mengalami
penyempitan makna. Yang pada awalnya mengkaji segala hal tentang ketimuran sampai akhirnya
hanya fokus kepada kajian al-Qur’an saja. Hingga mereka tak mau lagi disebut sebagai
orientalisme akan tetapi mereka merubah sebutan mereka dengan islamisis. Mereka ingin merubah
citra mereka yang kurang baik menjadi lebih baik lagi. Perubahan paradigma tersebut membawa
perubahan yang sangat signifikan, mereka mencapai puncak kejayaan dalam bidang penelitian
ilmu pengetahuan terutama yang terkait dnegan keal-Qur’anan,dan masa itu disebut sebagai the
golden age. Oleh karena itu, orientalis dibagi menjadi dua kategori, yaitu:
1. Old Orientalism
Yaitu orientalisme pada masa lalu yang dalam kajian mereka terfokus kepada apa yang
melatarbelakangi turunnya al-Qur’an. Mereka pun dalam kajiannya seringkali menghujat
dan mengkritik dengan tajam tentang al-Qur’an serta kerasulan Nabi Muhammad Saw.
2. Now Orientalism
Yaitu orientalisme pada masa kekinian, yang dalam kajiannya mereka lebih bersikap
moderat serta meneliti al-Qur’an tanpa disertai dengan hujatan dan kritikan yang tajam.
Mereka membahas permasalahan yang terkait dengan apa yang ada pada teks. Seperti

23
Qassim Assamira’i, Bukti-bukti Kebohongan Orientalis, Jakarta: Gema Insani, 1996, Hal. 74-75
24
Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, Jakarta: Gema Insani, 2008, Cet. 1, Hal. 3
25
M.M. Al—A’zami, Sejarah Teks Al-Qur’an dari Wahyu sampai Kompilasi, Jakarta: Gema Insani, 2014,
Hal. 53-54

7
bagaimana pengaruh al-Qur’an bagi orang yang membaca dan memahami, masalah-
masalah penafsiran , makna-makna tersirat dan lain sebagainya.26

BAB III
PENUTUP

Dari pembahasan telah kami sampaikan, maka bisa diambil beberapa kesimpulan,
diantaranya adalah:
1) Orientalisme adalah kata yang dinisbatkan kepada sebuah studi atau penelitian yang
dilakukan oleh selain orang timur terhadap berbagai disiplin ilmu ketimuran, baik bahasa,
agama, sejarah dan permasalahan-permasalahan sosio-kultural bangsa timur. Atau ada juga
mengatakan orientalisme adalah suatu disiplin ilmu yang membahas tentang ketimuran.
2) Orientalis mempunyai tujuan yang bermacam-macam, diantaranya: memurtadkan kaum
muslim dari agamanya sendiri, melemahkan rohani umat Islam, mendistorsi ajaran Islam
dengan cara menutup-nutupi kebenaran dan kebaikan ajarannya, mendukung segala bentuk
jajahan ke negara-negara Islam,dan memisahkan kaum muslim dari akar-akar kebudayaan
Islam mereka yang kuat dengan cara memutarbalikkan pokok-pokok ajarannya.
3) Kaum orientalis selalu mengulang-ulang pernyataan mereka, bahwa Islam dengan al-
Qur’an dan hadisnya serta peradabannya mengambil konsep dari Yahudi dan Kristen.
Demikianlah pemaparan terkait pengantar al-Qur’an dan orientalisme. Apabila terdapat
kekurangan dan kesalahan mohon dibukakan pintu maaf. Dan kami sangat menerima segala saran
dan kritik.

26
Yusuf Rahman, “Tren Kajian Al-Qur’an di Dunia Barat”, Jurnal Studia Insania. Vol. 1, No. 1,

Anda mungkin juga menyukai