Anda di halaman 1dari 18

AL QUR’AN DAN KAJIAN ORIENTALIS

MAKALAH

Diajukan sebagai tugas mata kuliah : Studi Al-Qur’an

Dosen Pengampu : Mu’tasim Billah, M.Pd

Oleh:

Icha Fitriyah

(227720255)

Siti Nur Maulidah

(227720274)

Anisah

(227720243)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM “MA’HAD ALY AL-HIKAM”

MALANG

Oktober 2022
BAB Ⅰ

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Allah SWT telah menetapkan Muhammad SAW sebagai Rasul nya
yang terakhir dialah penyempurna Agama Islam dan penutup para Nabi
sebagai khalifah di bumi. Al-quran adalah kitab suci yang di turunkan kepada
Nabi Muhammad SAW, sebagai mukjizat dan jalan penerang bagi semua
umat islam di dunia, sebagai pedoman yang benar dan tuntunan menuju
keridhaan Allah SWT. Sebagai umat yang taat tentunya akan selalu berbuat
baik, adapun dasar hukum perbuatan baik adalah Al-quran dan Hadis. Namun
seiring dengan perkembangan zaman, munculah interpretasi-interpretasi
mengenai ajaran islam, salah satunya adalah gagasan / paham orientalisme.

B. Rumusan Masalah

1 .Bagaimana paham orientalis ?

2. Bagaimana kajian orientalis ?

3. Bagaimana kesalahan orientalis dalam memahami Al-quran ?

C. Tujuan penulisan Makalah

1. Mengetahui pengertian orientalis dan paham orientalis

2. Mengetahui kajian orientalis

3. Mengetahui kesalahan orientalis dalam memahami Al-quran


BAB ⅠⅠ
PEMBAHASAN

A. Paham Orientalisme

Orientalisme berasal dari kata oriental dan isme. Dilihat dari


kamus bahasa Inggris-Indonesia kata oriental bermakna "orang timur"
sedangkan isme yang asalnya adalah ism dalam bahasa inggris berarti "aliran"
yang menunjukkan suatu paham.

Adapun Definisi yang diungkapkan dari beberapa Tokoh, diantaranya :

1. Hasan Hanafi, Orientalisme berasal dari kata Prancis ‘Orient’ yang berarti
timur, kata Orientalisme berarti ilmu-Ilmu yang berhubungan dengan
dunia timur, Orang-orang yang mempelajari / mendalami ilmu-ilmu
tersebut yang biasa disebut Orientalisme atau ahli ketimuran1
2. Joesoef Sou’yb, Orientalisme berarti suatu paham / aliran yang
berkeinginan menyelidki hal-hal yang berkaitan dengan dengan bangsa-
bangsa di Timur beserta lingkungannya2
3. Edward W Sa’id, Suatu cara untuk membahas dunia Timur, berdasarkan
tempatnya yang khusus dalam pengalaman manusia barat Eropa 3Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa orientalisme adalah suatu aliran atau
paham yang meneliti dan mempelajari orang-orang timur. Kalau yang
dipelajari adalah orangnya, berarti mencakup seluruh aspek kehidupan
yang berkenaan dengan orang tersebut, baik dari segi bahasanya,
agamanya, maupun juga sosial-budayanya.

Kata orientalis biasa digunakan bagi para ilmuwan Barat yang


mempelajari hal-hal ketimuran dalam berbagai aspek, baik bahasa, kebiasaan,
peradaban, terlebih agama-agamanya. Secara umum, orientalis adalah
sekelompok orang atau golongan yang berasal dari negara-negara dan ras

1
Hanafi, Hasan, Orientalisme di Tinjau Menurut Kacamata Al Qur’an dan Hadist, hal 9
2
Maman Buchori, Menyingkap Tabir Orientalisme, hal 7
3
Edward W Sa’id Orientalisme : Menggugat Hegemoni Barat dan Menundukkan Timur
sebagai subjek, hal 4
yang berbeda-beda, yang mengkonsentrasikan diri dalam berbagai kajian
ketimuran, khususnya dalam hal keilmuan, peradaban, dan agama, khususnya
negara Arab, Cina, Persia, dan India. Selanjutnya, kata orientalis ini ditujukan
kepada orang-orang Kristen yang sangat berkeinginan untuk melakukan studi
terhadap Islam dan Bahasa Arab.

Kegiatan penyelidikan dalam bidang tersebut telah berlangsung


selama berabad-abad secara sporadik, tetapi baru memperlihatkan
intensitasnya pada abad ke-19 Masehi. Sikap dan pandangan terhadap
masing-masing agama di Timur, khususnya agama Islam sangat berbeda-beda
tergantung teori yang digunakan oleh orientalis tersebut. Kalau melihat
sejarahnya, hubungan antara Timur dan Barat telah terjalin sejak ribuan tahun
silam. Sekitar 600-330 SM telah terjadi hubungan perebutan kekuasaan antara
Grik Tua dan Dinasti Achaemendis dari Imperium Parsia sejak masa
pemerintahan Cyrus the Great (550-530 SM). Akibat kepentingan ini
mendorong masing-masing pihak untuk saling mengenal dengan yang
lainnya. Hubungan antara Timur dan Barat ini meninggalkan sebuah karya
yang ditulis oleh Xenophon (431-378 SM) yang berjudul “Anabasis” yang
mengisahkan 10.000 pasukan Grik yang terkepung di daerah Persia.
Selanjutnya, ketika Yunani dan Romawi berhasil melakukan invasi ke Mesir,
Aleksander menguasai kota Aleksandria. Kota ini dibangun oleh Aleksander
Agung. Di masa ini penduduk yang ditaklukkan diwajibkan berperadaban
Yunani, yang kemudian dikenal dengan “hellenisme”. Setelah agama Islam
lahir dan berhasil mengembangkan pengaruhnya, bahkan dapat mendirikan
kerajaan di Andalusia (Spanyol) pada awal abad ke-8 Masehi, peradaban
Islam menjadi sumber cahaya yang menerangi dunia.

Sejak masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-


705 M) yang berkedudukan di Damaskus di instruksikan penggantian
penggunaan bahasa untuk arsip-arsip resmi pemerintah dari bahasa setempat
(Pahlevi, Kpti, Grik, Latin) ke bahasa Arab, maka sejak itu bahasa Arab telah
menjadi “lingua prance” dalam hubungan-hubungan diplomatik, dagang,
surat menyurat resmi, dunia kesusastraan dan kebudayaan, dunia ilmiah dan
filsafat.Oleh karenanya, sejarah mencatat bahwa kaisar-kaisar Bizantium
sering mengirim utusan-utusan ke Bangdad ibukota Daulah Abbasiyah sekitar
tahun 750-1258 di belahan Timur.

Demikian pula raja-raja Eropa, mengirimkan utusannya ke Cordova,


ibukota Daulat Bani Umaiyyah (756-1031) di belahan Barat. Setiap kali
kembali, para utusan tersebut selalu membawa berita-berita penting yang
disaksikannya di kota-kota Islam itu. Selain faktor politik tersebut, faktor
ekonomi juga memiliki peran penting. Para penguasa di Barat merasa
berkepentingan pada masa-masa damai untuk mengikat persahabatan dengan
pihak penguasa Islam, karena seluruh jalur perdagangan dari benua Timur
dikuasai oleh pemerintah Islam.

Melihat kemajuan dunia Islam tersebut kemudian muncul pemikiran


untuk meneliti dunia Islam yang kemudian melahirkan para orientalis atau
ahli ketimuran. Mereka meneliti dunia Islam mulai dari sastra, sejarah, adat-
istiadat, politik, lingkungan, maupun agama di Timur Asia termasuk agama
Islam itu sendiri. Minat orang Barat untuk meneliti masalah-masalah
ketimuran sudah berlangsung sejak abad pertengahan. Mereka malahirkan
sejumlah karya yang menyangkut masalah ketimuran. Dalam rentang waktu
antara abad pertengahan sampai abad ini.

Secara garis besar orientalisme dapat dibagi tiga periode, yaitu: (1)
masa sebelum meletusnya perang salib di saat umat Islam berada dalam
zaman keemasannya (650-1250); (2) masa perang salib sampai masa
pencerahan di Eropa; dan (3) munculnya masa pencerahan di Eropa sampai
sekarang. Dalam suasana inilah muncul orientalisme di kalangan Barat.
Bahasa Arab mulai dipandang sebagai bahasa yang harus dipelajari dalam
bidang ilmiah dan filsafat. Pelajaran Bahasa Arab dimasukkan ke dalam
kurikulum di berbagai pergurun tinggi Eropa, seperti di Bologna (Italia) pada
tahun 1076, Chartres (Perancis) tahun 1117, Oxford (Inggris) tahun 1167, dan
Paris tahun 1170 muncullah penerjemah generasi pertama, Constantinus
Africanus (w. 1087) dan Gerard Cremonia (w. 1187).

Tujuan orientalisme pada masa ini adalah memindahkan ilmu


pengetahuan dan filsafat dari dunia Islam ke Eropa. Tujuan ini meningkatkan
minat mereka dalam mempelajari bahasa Arab di Universitas-Universitas. Di
Italia pelajaran Bahasa Arab diadakan di Roma (1303), Florencia (1321),
Padua, (1361) dan Gregoria (1553); di Perancis pada tahun 1217, montipellier
1221, Bordeaux 1441; di Inggris dilaksanakan di Cambrige tahun 1209,
sedangkan di bagian Eropa dimulai pada abad ke-15. Masa perang salib
sampai masa pencerahan di Eropa, perang salib antara umat Islam Timur dan
Kristen Barat yang menghabiskan tenggang waktu antara tahun 10961291
membawa kekalahan bagi Kristen.

Sebab lain yang menyebabkan dunia Islam dihormati adalah akibat


kesuksesan militer dan diplomasi Shalahuddi al-Ayyubiyah (1138-1193)
terhadap perang salib. Sehingga kaum Kristen, baik dari kalangan sarjana
maupun pendeta pada saat itu, selain menghormati, juga mengamati sikap dan
praktik religius yang saleh dari umat Islam. Ketegangan antara Kristen dan
Islam yang timbul akibat adanya tulisan-tulisan negatif dari para orientalis
yang dialamatkan kepada Islam dan umat Islam mulai mereda setelah
memasuki masa pencerahan (enlightenmen) di Eropa yang diwarnai
keinginan mencari kebenaran.20 Sikap positif ini muncul akibat adanya
perubahan religius, politik, dan intelektual yang mendalam pada reformasi
pada abad ke-16.

Namun begitu, awal abad ke-20 juga ditandai dengan munculnya para
orientalis yang berusaha menulis dunia Islam secara ilmiah dan objektif.
Paham orientalisme dijadikan sebagai usaha pemahaman terhadap dunia
Timur secara mendalam. Dalam tradisi ilmiah yang baru ini, bahasa Arab dan
pengenalan teks-teks klasik mendapat kedudukan utama. Di antara mereka itu
adalah Sir Hamilton A.R. Gibb, Louis Massingnon, W. C. Smith, dan Frithjof
Schuon. Sir Hamilton A. R. Gibb sangat menguasai bahasa Arab dan dapat
berceramah dengan bahasa Arab, sehingga ia diangkat menjadi anggota al-
Majma’ al‘Ilm al-‘Arabi (Lembaga Ilmu Pengetahuan Arab) di Damaskus dan
al-Majma’ al-Lughah al -Arabiyah (Lembaga Bahasa Arab) di Kairo, Mesir.
Ia memandang Islam sebagai agama yang dinamis dan Nabi Muhammad
SAW mempunyai akhlak yang baik dan benar.

B. Al Quran Dalam Kajian Orientalis

Masalah yang diutarakan oleh Kenneth Gragg pada awal konggres


(pada hari rabu pagi) adalah masalah perbandingan antara ummat Islam dan
Nashrani. Di sini akan saya kemukakan sebagian masalah yang di
kemukakannya dalam pertemuan itu dan dengan ulasan yang saya
kemukakan:

Pertama : Sesungguhnya pengaruh pemikiran Barat terhadap para penulis


muslimin akhir-akhir ini, telah menuju ke arah satu kesamaan, atau paling
tidak mendekati kesamaan pandangan antara muslimin dengan Masehi
(Nashrani). Hendaknya kita ketahui dan lihat dengan seksama, bahwasanya
istilah'pendekatan' yang sering di gunakan oleh para missionaris dan
kebanyakan Yahudi, merupakan jebakan, atau sebuah istilah yang
digunakannya untuk penipuan belaha, yaitu untuk menjauhkan muslimin dari
agamanya step by step. Yakni untuk menyamakan agama Islam dengan dua
agama yang telah dirubah oleh tangan-tangan jahil, menyamakan lalu
menurunkan martabatnya. Yang demikian diharapkan sedikit demi sedikit
untuk mengeluarkan kaum muslimin dari agamanya untuk kemudian
mengikuti mereka Persis seperti yang difirmankanNya dalam surat Al-
Baqarah ayat 120.
Gragg mengutarakan pandangannya itu seraya menyebutkan (sebagai
pembuktian) sebagian para penulis muslimin yang menafsirkan Islam dengan
tafsiran spiritual yang di nukil dari pemahaman ajaran Masehi. Seperti
pengertian agama bahwa ia tak lebih dari ikatan secara lanpung antara
seseorang dengan Tuhannya, dan tidak ada kaitannya dengan kenegaraan atau
tata cara pengaturan kehidupan bermasyarakat yang dikaitkan dengan metode
aqidah, serta pengaturan seluruh aspek kehidupan manusia sebagai
manifestasi ajaran hukum, seperti yang ada dalam syari'at Islam. Lebih lanjut
Gragg mengutarakan sebuah buku berbahasa Inggris yang ditulis oleh seorang
muslim bernama Maghmur (yang tidak dikenal di kalangan penulis
muslimin)4. Dalam tulisannya itu nampak sekali sang penulis telah terkesan
dengan pemahaman Masehi, hingga menjadikan Grag mengatakan dengan
antusias: “Jangan dikira apa yang saya utarakan di sini merupakan hasil karya
tulis seorang Masehi, akan tetapi dari buku karya seorang penulis muslimin”.
Untuk menjelaskan sikap dan pemahaman Gragg, juga para orientalis serta
missionaris lain yang sepaham dengannnya, maka perlu saya ungkapkan
bahwa mereka selalu mengulang-ulang pemahamannya itu di berbagai karya
tulis mereka, yang menyatakan bahwasanya Islam sangat membutuhkan
pemahaman secara spiritual seperti yang ada dalam Ajaran Masehi" Dan juga
dakwaan mereka bahwasanya Rasulullah SAW dalam menggalang hubungan
baik dengan Masyarakat, di Madinah adalah atas dasar politik duniawi, yaitu
penguasaan terhadap mereka dari segi militer, kemudian memegang tampuk
pimpinan dan kekuasaan dengan melambangkan pemerintahan Islam. Sedang
keistimewaan Masehi adalah karena dapat menguasai masyarakat dari segi
keruhanian yang melambangkan jiwa dan semangat Al-IVI masih secara
murni. Lebih lanjut gragg dalam buku karyanya yang lain Caunsels in
Cantetnporury is halaman 107, menyebutkan sebuah buku karya penulis
muslim trernama Dr. Muhammad Karnil Husain, seorang orang nobel dalam
bidang sastra pada zaman pemerintahan Jarnal Abdul Nastrir. Dalam buku itu
dikisahkan rentang malapetaka yang menimpa Al-Masih yang di istilahkan
dengan nama "Hari Jum'at yang Menyedihkan".

Melihat dalam buku Al-Eoryah Ash-Zholimah karya Dr.Muhammd Kamil


Husain tadi, Gragg rnendapatkan satu kesempatan yang dianggapnya
membantu gerakan missionarisnya. Dengan penulis semangat ia
4
(Lih. The Cll of The Mirutrate karangan kenneth gragg hal. 93)
menerjemahkan buku tadi ke dalam bahasa Inggris, dengan diramu secara
khusus sambil memuji si penulisnya. Dalam mengutarakan sanggahan kepada
Gragg saya katakan kepadanya bahwa para penulis muslim yang telah dapat
ditaklukkan secara kejiwaan dan pernikirannya oleh Barat, tidak ada
kaitannya dengan Islam sama sekali. Mereka tidak lain hanyalah bicara atas
namanya sendiri.Islam adalah segala ajaran dan tata cara yang diambil dari
Kitab dan Sunnah. Pengambilan ilmu hanya dari para ulama muslimin yang
patuh kepada Quran dan sunnah serta mengamalkan dengan kontinyu. Islam
tidak mengambil ilmu dari para orientalis dan missionaris. Lebih lanjut saya
katakan kepada Gragg bahwasanya para penulis muslim dewasa ini yang
telah dikuasai Barat, mempunyai kesamaan dengan para kelompok sufi yang
menyimpang pada jaman dahulu. Seperti misalnya Al-Hallaj yang
mengumandangkan pemikiran hulul.Ini persis seperti pemahaman Inkarnasi
dalam agama Masehi, dimana mereka menganggap Tuhan telah menyatu ke
dalam agama Masehi Para orientalis dan missionaris selalu menyanjung Al-
Hallaj dan yang sepertinya dari kalangan kaum sufi yang menyimpang,
padahal mereka mengetahui dengan pasti bahwa para sufi itu tidak lain
hanyalah mengungkap pemikiran sekelompok manusia yang menyimpang
dari Islam. Kebalikan dari apa yang diungkapkan di atas, kita dapatkan
pemikiran Masehi dewasa ini dalam sebuah buku yang ditulis oleh beberapa
pemuka Theologr Masehi, yang kini diajarkan di seluruh universitas di Eropa,
khususnya di Oxford, Cambridge, dan Bremingham. Judul buku itu adalah
The Myth of God Incarnate. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwasanya
menisbatkan sifat ketuhanan kepada manusia (maksudnya Isa Al-Masih.)
adalah khurofat yang tidak sesuai dengan akal sehat dan tidak dapat diterima.
Sesungguhnya selama hidupnya Isa belum pernah menyatakan bahwa dirinya
adalah tuhan. Namun yang selalu dinyatakannya adalah bahwa dirinya adalah
manusia biasa dan mendapat tugas sebagai Rasul. Apa yang dijelaskan dalam
buku tadi tidak hanya mengungkapkan pemikiran para penulisnya saja. Akan
tetapi sesungguhnya mengungkapkan perasaan jutaan ummat Nashrani
dewasa ini yang merasa ragu terhadap aqidah ajaran Masehi Dalam buku tadi
dihalaman 77 disebutkan sbb: 'sesungguhnya keraguan terhadap aqidah ajaran
Masehi yang menyimpang, yang rnenyatakan ketuhanan Isa, merupakan
keraguan yang telah menyebar dan menjarah seluruh penganut Nashrani di
Eropa. Bahkan termasuk para pembesar agama Masehi dewasa ini. Karena itu
mereka selalu merasakan kesedihan bila mendengar setiap insan yang
mengutarakan kegundahan hati yang tengah menimpa mereka dalarn masalah
ajaran Masehi." Karena itu buku tersebut sangat laris dan di gandrungi di
Inggris, bahkan telah mampu di cetak ulang sampai tujuh kali dalarn kurun
waktu yang relatif singkat. Lebih jauh dalam buku tadi juga diungkapkan
perasaan para penganut agama Nashrani dewasa ini, dimana mereka merasa
sangat membutuhkan untuk menghilangkan pemikiran yang kontradiksi
dalarn aqidah mereka itu. Dinyatakan dengan tegas bahwa Isa adalah manusia
biasa, seperti yang diungkapkan dalam Perjanjian Baru bahwasanya Isa telah
diangkat rnenjadi pendeta oleh Tuhan dan dengan dibekali kemukjizatan serta
tanda-tanda kebesaran yang di berinya. Kemudian salah satu dari penulis
buku tadi mengatakan bahwasanya aqidah yang menisbatkan ketuhanan
Begitu juga halnya Quran yang telah mendatangkan syari'at dan aturan yang
cocok di segala tempat dan masa dengan dibuktikan oleh kemajuan ilmu
pengetahuan yang belum diketahui nya mulai baru-baru ini saja.Disamping
itu, memang benar bahwa Al-Quran membawa keyakinan risalah tauhid
sebelumnnya. Namun Al-Quran sangat berbeda dengan kitab-kitab yang
diturunkan sebelumnya dalam beberapa hal:

1.Kitab-kitab sebelumnya diturunkan hanya untuk kaum tertentu yang


bersangkutan, sedang Al-Quran diberikan kepada seorang Rasul untuk
disampaikan kepada seluruh ummat manusia.

2. Al-Quran telah mendapat penjagaan hingga hari kiamat dari perubahan,


sedang Al-Quran sendiri telah menyatakan bahwasanya ahlul kitab telah
merubah Taurat dan Injil. Kalau demikian, bagaimana mungkin dapat
diterima akal yang sehat bahwasanya Al-Quran telah mengambil dari kitab
yang telah dirubah oleh tangan-tangan jahil? atau mengambil dari kaum yang
telah merubahnya? Kemudian. kenyataan bahwa Taurat dan Injil telah
berubah, dan Quran terbebas dari segala bentuk perubahan tidak hanya
dinyatakan dalam Quran saja' Akan tetapi dinyatakan pula oleh seluruh
cendekiawan dan penyidik spesialis dalam ilmu theology termasuk para
pemikir Barat ahli theology yang non muslimin. Kenyataanya inilah yang
banyak menyebabkan para pemikir Barat memeluk Islam karena benarnya
hakikat ini5 Sikap Islam Terhadap Aktifitas Missionaris. Ada perbedaan
pandangan Islam dalam menghadapi dua macam aktifitas missionaris.

1. Penganut Masehi yang tidak melakukan kegiatan

Kristenisasi di wilayah muslimin, tidak juga menimbulkan dan menaburkan


benih fitnah dalam masyarakat Islam, tidak memerangi muslimin, tidak
mengusir muslimin di setiap wilayah dimana mereka tinggal, dan tidak pula
membantu siapa pun untuk mengusir muslimin, mereka itu wajib
mendapatkan perlakuan yang adil dari penguasa atau tiap- tiap personil
muslim. Dengan kata lain setiap muslimin harus menggauli mereka dengan
adil dan bijaksana. Berdasarkan firman_ Nya:

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangi karena agama dan tidak pula mengusir
kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berlaku Adil. (Q.S. Al-Mumtahinah 8).

Apabila mereka berada dan tinggal bersama ummat Islam di wilayah Islam,
maka bagi mereka kebebasan dalam beragama, dan kita diharamkan memaksa
mereka untuk memeluk Islam, sebagai pengamalan apa yang difirmankan_
Nya dalam( Q.S Al-Baqarah ayat256:) Tidak ada paksaan dalam agama
Islam, sesungguhnya.telah jelas jalan yang benar dan mana jalan salah6.

Tujuan kajian Orientalis terhadap al-Quran


5
(Lih. The Cll of The Mirutrate karangan kenneth gragg hal. 93)
6
Dr. Ahmad abdul Hamid khurob
Ditinjau dari tujuannya, kajian-kajian orientalis terhadap al-Quran dapat
dibagi menjadi tiga bagian: pertama, tujuan kajiannya adalah apologetik.
Kedua, kajian yang bernuansa imperealis, dan ketiga, kajian yang bertujuan
akademik.

1. Kajian apologetik adalah kajian yang bertujuan mempertahankan ajaran


agama yang mereka ikuti. Para orientalis merasa kandungan yang ada dalam
al-Quran maupun hadis mengandung ajaran yang memojokkan ajaran-ajaran
mereka. Sehingga mau tidak mau mereka harus mencari argument dan
bantahan untuk menunjukkan bahwa yang ada pada agama mereka adalah
benar7. Diantara karya tentang al-Quran adalah kitab Tafnid al-Quran
(bantahan terhadap al-Quran) ditulis oleh Abu Nuh al-Anbari, seorang
Kristen Nestorian, pada abad ke-3 H. / ke-9 M. Karya yang paling banyak
berpengaruh sikap kaum Kristen terhadap al-Quran pada saat itu adalah buku
yang ditulis oleh Abd al-masih bin Ishaq al-kindi (w. setelah tahun 252/895).
Buku yang berjudul Risalat Ab al-Masih al-Kindi ila Abdillah bin al-Hashimi
(Apology of al-Kindi), yang merupakan jawaban atas undangan debat al-
Kindi. Al-Kindi bertujuan untuk menunjukkan bahwa al-Quran tidak otentik
dengan beralasan bahwa isi ajaran al-Quran sangat dipengaruhi oleh ajaran
seorang alim Kristen yang bernama Sergius, atau Nestorian, seorang yang
berkehendak meniru Bibel.. menurut al-Kindi, Legenda pendeta “Bahira”
adalah Sergius tersebut.

2 .kajian yang bernuansa imperealis. Hal ini erat kaitannya dengan kekalahan
bangsa Barat oleh Timur ketika perang salib. Hal ini sangat mendorong orang
Barat untuk mempelajari Timur dengan motif-motif tertentu. Tidak heran jika
mereka sangat bersemangat untuk mempelajari tentang ketimuran dengan
cara menerjemahkan karya-karya yang berasal dari bangsa Timur dan
mempelajari bahasa mereka. Seperti dalam bidang bahsa, sastra, kedokteran,
seni, al-Quran, dan Hadis. sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan
sejarah orientalis.

7
Muin Umar, Orientalisme dan Studi Tentang Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h. 33-40
3.kajian yang bertujuan akademik. Studi akademik tentang al-Quran pada
pertengahan abad ke-19 di Barat distimulasi dan dipengaruhi oleh dua karya
berbahasa Jerman: 1. G. Weil dengan judul buku Historish-kritische
Einleitung (1844) dan 2. Theodor Noldeke dengan judul buku Geschichtedes
Qorans (1860). Dua karya ini berhasil membangun standar baru bagi
penelitian al-Quran yang sebelumnya tidak mendapatkan perhatian.
Dan dalam surat Al-Maaidah ayat 51, Allah befirman:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil Orang orang


Yahudi dan Nashrani menjadi walimu, sebahagian mereka adalah wali bagi
sebahagian yang lain.,Barang siapa yang mengambil mereka. sebagai wali,
maka sesungguhnya onang itu terrnasuk dari mereka. Sesungguhnya allah
tidak akan memberi petunjuk kepada orang yang zhalim." Akhirnya, kami
hanya bermohon, semoga ummat Islam dan juga para penguasa muslim
(pemerintahannya) menyadari bahaya yang diakibatkan oleh aktifitas kaum
oreintalis dan juga gerakan missionaris. Hendaknya kaum muslimin mampu
menghadapi mereka secara ilmiah dan praktek yang meliputi segala aspek
baik politik maupun pemikiran. Sesungguhnya apa yang direncanakan dalam
konggres gerakan missionaris di universitas Oxford merupakan salah satu
bentuk kecil dari sekian mata rantai rekayasa paduan antara Zionis Yahudi
dengan missionaris dalam usaha menghancurkan Islam dan kaum muslimin.
Khususnya ketika mereka menggunakan istilah 'pendekatan antar agama'.
Padahal Allah swt telah berfirman dalam surat Ali imran ayat 85:
'Barangsiapa yan mencari agama selain islam, maka sekali kali tidak lah akan
diterima agama itu dari padanya dan dia di akhirat termasuk orang-orang
yang rugi8.

C. Kesalahan Orientalis Memahami Al-Quran


Kajian orientalis terhadap Al-Quran tidak sebatas mempersoalkan
autentisitasnya. Isu klasik yang selalu diangkat adalah soal pengaruh Yahudi,

8
M.nur kholis setiawan, sahiron syamsuddin, dkk., orientalisme al Quran dan hadits,h.vi
ibid., h. X
Kristen, dan lain sebagainya terhadap Islam dan isi kandungan Al-Quran,
baik yang matimatian berusaha mengungkapkan apa saja yang bisa dijadikan
bukti bagi “teori pinjaman dan pengaruh” tersebut seperti dari literatur dan
tradisi Yahudi-Kristen (Abraham Geiger, Clair Tisdall, dan lain-lain) maupun
yang membandingkannya dengan adat istiadat jahiliyah, Romawi, dan lain
sebagainya. Biasanya mereka akan mengatakan bahwa cerita-cerita dalam Al-
Quran banyak yang keliru dan tidak sesuai dengan versi Bible yang mereka
anggap lebih akurat9 ,Ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi dan diingat
dalam menghadapi serangan orientalis, sekaligus membuktikan autentisitas
Al-Quran.
Pertama, pada prinsipnya Al-Quran bukanlah “rasm” (tulisan) tetapi
merupakan“qira’at” (bacaan) dalam arti ucapan dan sebutan. Baik proses
turun pewahyuan maupun penyampaian, pengajaran dan transmisinya
dilakukan melalui lisan dan hafalan, bukan tulisan. Dari dahulu, yang
dimaksud dengan “membaca” Al-Quran adalah membaca dari keaslian Al-
Quran sebagaimana diwahyukan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi
Muhammad SAW dan diteruskan kepada para sahabatnya, demikianlah
hingga hari ini. Ini berbeda dengan kasus Bible, di mana tulisan (manuscript
evidence) dalam bentuk papyrus, scroll, dan sebagainya memegang peran
utama dan berfungsi sebagai acuan dan landasan.Mereka menyamakan
kejadian Al-Quran dengan Bible, sebagaimana yang diakui sendiri oleh Karl-
Heinz Ohlig, bahwa sejarah Kristen dalam meyakini ajaran dan riwayat hidup
Yesus dibentuk secara pragmatis dan dibangun melalui tradisi yang
berkembang dalam komunitas para pengikutnya selama 40 tahun sampai
munculnya Injil Markus,sehingga sejarah Yesus yang sesungguhnya nyaris
mustahil untuk diketahui, maka bercermin dari kasus ini boleh jadi tradisi
riwayat-riwayat mengenai Al-Quran dan Muhammad SAW diyakini melalui
proses serupa.
Kedua, meskipun pada prinsipnya diterima dan diajarkan melalui
hafalan, Al-Quran juga dicatat dengan menggunakan berbagai medium

9
Taufik Adnan Amal,Rekontruksi Sejarah Al-Quran, (Jakarta: Alvabet, 2005),h.422.
tulisan. Hingga wafatnya Rasulullah SAW, hampir seluruh catatan awal
tersebut milik pribadi para sahabat Nabi,dan karena itu berbeda kualitas dan
kuantitasnya satu sama lain. Karena untuk keperluan masing-masing, banyak
yang menuliskan catatan tambahan sebagai keterangan atau komentar di
pinggir ataupun di sela-sela ayat yang mereka tulis. Baru kemudian,
menyusul berkurangnya jumlah penghafal Al-Quran karena gugur di medan
perang, usaha kodifikasi pun dilakukan oleh suatu tim yang di bentuk atas
inisiatif Umar r.a. yang pada akhirnya disepakati oleh Abu Bakar as-Siddiq
r.a. hingga Al-Qur’an terkumpul dalam satu mushaf berdasarkan periwayatan
langsung dan mutawatir dari Nabi SAW10 Setelah wafatnya Abu Bakar ra,
mushaf tersebut disimpan oleh Khalifah Umar r.a. sampai beliau wafat, lalu
disimpan oleh Hafsah, sebelum kemudian diserahkan kepada Khalifah
Utsman ra. Pada masa inilah, atas desakan permintaan sejumlah sahabat,
suatu tim ahli sekali lagi dibentuk dan mendata kembali semua qira’at yang
ada, serta meneliti dan menentukan nilai kesahihan periwayatannya untuk
kemudian dijadikan standardisasi demi mencegah kekeliruan dan
perselisihan. Hasilnya dibukukan dalam beberapa mushaf standar yang
masing-masing mengandung qira’at mutawatir yang disepakati kesahihan
periwayatannya dari Nabi SAW. Jadi, sangat jelaslah fakta sejarah dan proses
kodifikasi AlQuran. Para orientalis yang ingin mengutak-atik Al-Quran
biasanya akan mulai dengan mempertanyakan fakta ini dan menolak hasilnya.
Mereka menganggap sejarah kodifikasi tersebut hanya kisah fiktif dan
mengatakan bahwa proses kodifikasi baru dilakukan pada awal abad ke-3 H
atau ke-9 M.11
Ketiga, kesalahan mengenai rasm dan qira’at. Sebagaimana diketahui,
tulisan Arab atau khat mengalami perkembangan sepanjang sejarah. Pada
kurun awal Islam, Al-Quran ditulis gundul, tanpa tanda baca sedikit pun.
Sistem vokalisasi baru diperkenalkan kemudian. Meskipun demikian, rasm
Utsmani sama sekali tidak menimbulkan masalah, mengingat kaum Muslimin
10
Abdul Hamid, (2016). Pengantar Studi Al-Qur’an. Jakarta: Kencana.hal.61
saat itu belajar Al-Quran langsung dari para sahabat, dengan cara menghafal
dan bukan tulisan. Mereka tidak bergantung pada manuskrip atau tulisan.
Jadi, orientalis seperti Jeffery dan Puin telah menyimpulkan sendiri bahwa
teks gundul inilah sumber perbedaan bacaan sebagaimana terjadi dalam kasus
Bible, serta keliru menyamakan qira’at dengan cara baca (readings), padahal
qira’at adalah hafalan yang mengandalkan kekuatan ingatan (recitation from
memory) dan bukan bacaan yang berdasarkan teks (reading the text). Mereka
tidak tahu bahwa dalam hal ini kaidahnya adalah bahwa tulisan Al-Quran
harus mengacu pada bacaan yang diriwayatkan dari Nabi SAW dan bukan
sebaliknya. Orientalis juga salah paham mengenai rasm Al-Quran Mereka
berpendapat bahwa munculnya bermacam-macam qira’at disebabkan oleh
rasm Al-Quran tersebut, sehingga setiap pembaca bisa saja berimprovisasi
dan membaca sepengetahuannya. Padahal ragam qira’at telah ada lebih
dahulu sebelum adanya rasm. Mereka juga tidak mengerti bahwa rasm Al-
Quran11 telah disepakati dan di desain sedemikian rupa sehingga dapat
mewakili dan menampung berbagai qira’at yang diterima. Misalnya Kata
‫ادعون‬UU‫ )يخ‬yukhadi’una), dengan memanjangkan huruf kha (‫ ) خ‬berdasarkan
qira’at Nafi’, Ibnu Katsir, dan Abu ‘Amr, dan dengan memendekkan huruf
kha (‫ ) خ‬menjadi “ ‫ )يخدعون‬,“yakhda’uuna), mengikut qira’at Ashim, al-Kisa’i,
Ibnu Amir, dan Abu Ja’far. Begitu pula kata “‫دنا‬UU‫“ )واع‬waa’adna) dengan
memanjangkan huruf waw (‫) و‬untuk mengikuti qira’at Ibnu Katsir, ‘Asim,
Al-Kisa’i, dan memendekkan huruf waw )‫( و‬untuk mengikuti qira’at Abu
‘Amr, Abu Ja’far, Ya’qub. Jadi, pada prinsipnya tidak ada qira’at mutawatir
yang tidak terwakili, semuanya telah ditampung oleh standar Utsmani, sebab
para ulama sepakat tentang syarat-syarat diterimanya sebuah qira’at yaitu:
Pertama, isnad qira’at harus mutawatir. Kedua, qira’at, harus sejalan dengan
kaidah-kaidah bahasa Arab, karena qira’at yang tsabitah dan baku akan
menjadi penguat bagi bahasa Arab dan bukan sebaliknya Ketiga, sesuai
dengan rasm (tulisan) mushaf Utsmani atau sesuai dengan salah satu dari
11
Abdul Hamid, (2016). Pengantar Studi Al-Qur’an. Jakarta: Kencana. Hal. 61-62
enam masahif standar Utsmani yang ketika itu dikirim ke Mekkah, Basrah,
Kufah, Dimashq, Madinah, dan yang disimpan oleh Khalifah Utsman r.a.
sendiri. Dengan demikian, secara umum dapat ditegaskan bahwa pendapat
para orientalis seperti Jeffrey, Puin, Luxenberg dana para pengikutnya
dianggap omong-kosong, karena tidak bisa dibuktikan secara ilmiah12

BAB ⅠⅠⅠ
PENUTUP
D. Kesimpulan Orientalis adalah orang-orang non muslim yang mempelajari
islam atau studi keislaman di dunia timur secara mendalam dengan tujuan
untuk menghancurkan Islam dari dalam maupun hanya ingin mempelajari
Islam semata. Bahkan seakan-akan mereka orangorang orientalis seperti
orang islam sendiri. Padahal mereka mempelajari islam dalam keadaan
tanpa iman pada Allah. Para Orientalis orang yang benar-benar tertutup
hati mereka, walaupun telah di tunjukkan kebenaran mereka akan tetap
tidak faham, dunia ini semakin tua semakin menjadi, Islam yang jelas-jelas
adalah agama yang benar tidak pernah di anggap benar oleh mereka.
Orientalis hanya ingin menghancurkan Islam semata.

, DAFTAR PUSTAKA

Hanafi, Hasan, Orientalisme di Tinjau Menurut Kacamata Al


Qur’an hadis

Maman Buchori, Menyingkap Tabir Orientalisme,

Edward W Sa’id Orientalisme : Menggugat Hegemoni Barat dan

Menundukkan Timur.

12
Abdul Hamid, (2016). Pengantar Studi Al-Qur’an. Jakarta: Kencana.
Lih. The Cll of The Mirutrate karangan kenneth gragg

Dr. Ahmad abdul Hamid khurob

Muin Umar, Orientalisme dan Studi Tentang Islam (Jakarta: Bulan


Bintang, 1978), h. 33-40

M.nur kholis setiawan, sahiron syamsuddin, dkk., orientalisme al Quran


dan hadits,h.vi ibid., h. X

Taufik Adnan Amal,Rekontruksi Sejarah Al-Quran, (Jakarta: Alvabet,


2005),

Abdul Hamid, (2016). Pengantar Studi Al-Qur’an. Jakarta: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai