Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

STUDI KAWASAN ISLAM


Makalah ini dibuat untuk bahan diskusi kelas, dan sebagai persyaratan untuk mengikuti
ujian akhir semester mata kuliah Metodologi Studi Islam

Di susun oleh:
Iis Badriyah
Neneng Affah Zen
Syamsul Rizal

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-HIKMAH
JAKARTA
2015

A. Arti dan Asal-Usul Studi Kawasan


Secara terminologis, studi Islam adalah kajian secara sistematis dan
terpadu untuk mengetahui, menggunakan, dan menganalisis secara

mendalam hal-hal yang berkaitan dengan agama Islam, sejarah Islam


ataupun realita pelaksanaannya dalam kehidupan.
Studi wilayah terdiri dari dua kata area dan studi. Area mengandung
arti region of the earths surfaces artinya daerah permukaan bumi. Area
juga bermakna luas, daerah kawasan setempat, dan bidang. Sementara
studi mengandung pengertian devotion of time and thought to getting
knowledge artinya pemanfaatan waktu dan pemikiran something that
attracts investigation yaitu sesuatu yang perlu dikaji.
Studi kawasan Islam adalah kajian yang tampaknya dapat
menjelaskan situasi saat ini karena focus materi kajiannya tentang berbagai
area mengenai kawasan dunia Islam dan lingkup pranata yang ada
didalamnya.

Mulai dari

pertumbuhan,

perkembangan, serta

ciri-

cirikarakteristik sosial budaya yang ada didalamnya, termasuk juga faktorfaktor pendukung bagi munculnya berbagai ciri dan karakter serta
pertumbuhan kebudayaan pada setiap kawasan Islam.1
Dalam sejarahnya, persoalan hubungan antar batas-batas wilayah
sebuah Negara sebenarnya sudah sekian lama telah menjadi perhatian para
ahli kegenaraan sejak zaman Yunani sekitar tahun 450-an SM. Ptolemy,
Thucydidas, Hecataeus, dan Herodotus merupakan sejarawan Yunani yang
cukup intens dengan kajian-kajian wilayah yang ia kenal, baik melalui
cerita orang maupun dari hasil pengamatan terhadap wilayah-wilayah yang
ia kunjungi.
Mereka selain seorang sejarawan juga seorang pengelana. 1300
tahun kemudian, kaum Muslimin memiliki kemampuan yang luar biasa
dalam mengembangkan studi kawasan ini dengan berbagai corak yang
ragam, yanglebih dinamis lagi. Karya-karya mereka telah melampaui
sejaran Yunani, dimana pembahasannya bukan lagi berbicara tentang
realita sejarah, tetapi lebih maju lagi yakni bagaimana cara-cara
menanganinya.

1 Koko abdul kodir, metedologi studi islam, (Bandung: rajawali press,


2008), h.210

Munculnya berbagai karya sejarah dengan tema-tema kajian wilayah


dimulai dari awal penciptaan sampai mulai dihuni umat manusia,
merupakan kajian-kajian yang sangat populerdan hamper bisa ditemukan
dalam karya-karya sejarah klasik Islam. Sekalipun kajian geografi sebagai
disiplin ilmu agak berbeda dengan sejarah, namun dikalangan sejarawan
muslimhal ini tidak bisa dipisahkan begitu saja, karena objek pembahasan
antara keduanya saling melengkapi. Karena kajian sejarah, sangat
membutuhkan kajian tentang ruang dan waktu sebagai aktivitas pelakunya.
Oleh karena itu, karya-karya tentang geografi dan sejarah telah menjadi
bagian penting dan tidak terpisahkan dari perkembangan historiografi
Islam secara umum.2
B. Orientalisme vs Oksidentalisme
1. Orientalisme
Sejak tahun 60-an sehabis perang dunia II (1939-1945) dikenal
sebutan dunia belahan utara dan dunia belahan selatan yang
masing-masing berarti negara-negara maju (industrial countries) dan
negara-negara

berkembang

(develoved

countries).

Tetapi

sebelumnya sejak sekian abad lamanya, dipergunakan sebutan dunia


timur dan dunia barat. Dimaksudkan dengan dunia barat dewasa itu
ialah wilayah Eropa dengan penduduknya, dan belakanganmencakup
benua Amerika setelah dunia baru itu ditemukan oleh Cristoper
Columbus pada tahun 1493 M. dan setelah itu maka mulailah
penduduk yang berada di wilayah Eropa melakukan emigrasi ke benua
baru temuannya. Hasrat untuk mengenali hal-hal yang berkaitan
dengan benua Timur itu disebut orientalisme yang dimunculkan oleh
dunia Barat.3

2 Ibid ., h.211
3 H. M. Joesoef Souyb, orientalisme dan islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
1995), h.18

Orientalisme adalah kata serapan dari bahasa prancisyang asal


katanya adalah orient yang berarti timur. Secara geografis, kata ini
dapat diartikan dunia timur, kata orient itu telah memasuki berbagai
bahasa di Eropa, termasuk bahasa Inggris.
Oriental adalah sebuah kata sifat yang bermakna hal-hal yang
bersifat timur, yang teramat luas ruang lingkupnya. Orientalis adalah
kata nama pelaku yang menunjukkan seorang ahli tentang hal-hal yang
berkaitan dengan timur. Sedangkan Orientalisme (Belanda) ataupun
Orientalism (Inggris) menunjukkan pengertian tentang suatu paham.
Jadi Orientalisme berarti sesuatu paham, atau aliran yang berkeinginan
menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan bangsa-bangsa timur
beserta lingkungannya.
Dengan kata lain Orientalisme adalah suatu gaya berfikiryang
berdasarkan pada perbedaan ontologis dan epistemology yang dibuat
antara timur dan barat. Oleh karena itu, meskipun orientalis memiliki
makna yang luas, yaitu segala sesuatu yang berkaitan langsung dengan
bangsa-bangsa timur beserta lingkungannya sehingga meliputi seluruh
bidang kehidupan. Namun secara sempit, orientalis dapat diartikan
sebagai kegiatan ahliketimuran barattentang agama-agama di Timur,
khususnya agama Islam.4
Salah satu tujuan Orientalis adalah mengolonialisasi dunia Islam
dari segala aspek, agama, ekonomi, budaya, dan kekuasaan. Selain ada
empat mazhab (Maliki, Hambali, SyafiI, dan Hambali) yang selama
ini dikenal dan menjadi rujukan Negara di Dunia, kini ada lagi rujukan
yang digandrungi kalangan Islam yaitu rujukan Orientalis.
Kalangan Orientalis mempelajari Islam bukan untuk mencari
keimanan, melaikan ada beberapa alasan yaitu:
a. Terpesona terhadap studi Islam
b. Ingin tahu
c. Agama
4 http://download.portalgaruda.org/articel.php?
articel=88356&val=4950. Diakses Senin 28 Desember 2015 pukul
14.15 WIB.

d. Tuhan
e. Kekayaan
f. Kekuasaan
Orientalisme Positif :
Kedatangan agama Islam yang didakwahkan Nabi Muhammad
menampakkan kilaunya setelah Nabi Muhammad hijrah ke Madinah dan
seruannya diterima dengan baik di sana, cahaya Islam mulai menyala dan
dalam waktu yang singkat menerangi kegelapan di jazirah Arabia, bahkan
lambat laun menerangi daerah-daerah sekitarnya sehingga pada masa itu
Madinah telah menjelma menjadi sebuah negara besar dengan seorang
pemimpin besar tak kalah besarnya dengan Imperium Rumawi di Barat
dan Imperium Persia di Timur.
Dalam memahami Islam, harus ditinjau dari dua aspek pokok yang
saling berkaitan, yakni : pertama, aspek tekstual berupa aturan-aturan
Islam secara normatif yang termuat dalam al-Quran dan Hadits yang
keberadaannya absolut dan non debatabel, aspek ini lazim disebut Islam
normatif; kedua, aspek kontekstual berupa penerapan secara praktis dari
Islam normatif yang diambil dari upaya penggalian terhadap nilai-nilai
normatif melalui berbagai pendekatan di berbagai bidang yang melahirkan
berbagai disiplin ilmu, antara lain ilmu tafsir, hadits, fiqh, ushul al-fiqh,
kalam, tasawwuf dan lain-lain yang keberadaannya masih bersifat relatif
dan debatabel, aspek ini lazim juga disebut Islam historis atau budaya
umat Islam.
Dalam diskursus mengenai Islam historis yang relatif dan debatebel
terbuka peluang besar kepada golongan di luar Islam terutama dunia Barat
dalam usaha mempelajari Islam dan budaya umat Islam di Timur untuk
ikut memberikan makna dalam penerapan Islam normatif, baik dengan
tujuan yang tulus dan murni untuk memahami Islam maupun untuk tujuantujuan tertentu guna mendapatkan kemanfaatan dari khazanah Islam dan
umat Islam yang --secara langsung maupun dan tidak langsung
Orientalisme Negatif ;
Minat Barat untuk belajar dari Timur pada awalnya --sebelum pecah
perang salib untuk mendapatkan ilmu pengetahuan semata, hingga dari

hasil belajar itu banyak petinggi Eropa terutama di Andalusia telah


menggunakan budaya Arab Islam dalam kehidupan mereka, penggunaan
bahasa Arab dan huruf Arab, cara berpakaian Arab dan lain-lain. Inilah
yang menjadi cikal bakal munculnya orientalisme, di mana hampir semua
perguruan tinggi di Eropa memasukkan bahasa Arab dalam kurikulumnya,
seperti Bologna (Italia) 1076, Chatres (Perancis) 1117, Oxford (Inggris)
1167 dan lain-lain. Hal ini dikuatkan pendapat Syamsuddin Arif (2008), h.
282) yang menyatakan bahwa di abad pertengahan, orientalisme adalah
upaya mempelajari karya-karya ilmuwan Islam, mereka bersemboyan Ex
Oriente Lux yang berarti Cahaya berasal dari Timur.
Namun setelah pecah perang Salib dan Yerussalem jatuh ke tangan
kerajaan Utsmani, mulailah semangat Eropa untuk mengkritik, mengecam
dan menyerang Islam dari berbagai kepentingan. Mereka mulai mengarang
buku dengan gambaran yang salah tentang Islam. Semangat permusuhan
terhadap Islam ini, baru mereda setelah memasuki masa pencerahan di
Eropa, yang diwarnai dengan keinginan mencari kebenaran secara
objektif, namun berbarengan dengan itu muncul pula era kolonialisme
Barat terhadap dunia Timur terutama Islam hingga objektifitas
pengetahuan tentang Timur dan Islam dijadikan alat untuk mengokohkan
cengkraman kolonialisme Barat terhadap Timur.
Gerakan orientalisme dengan semangat yang sama terus berlanjut
setelah berakhirnya masa kolonialisme Barat di awal abad ke-20, pada
masa ini gerakan tersebut berupa penggalian dan pemunculan kembali
terhadap pemikiran-pemikiran para orientalis lama terhadap pemikiran
orientalis era baru seperti yang dilakukan di pusat-pusat studi Islam baik di
Barat maupun di Timur, baik oleh pemikir Muslim maupun pemikir Non
Muslim.
Dalam melaksanakan misinya mempelajari dunia Timur, penganut
orientalisme mengadakan kegiatan-kegiatan terencana, di antaranya:

Mengadakan kongres-konres orientalis, dengan membahas issu-issu yang


berkembang di Timur mengangkut georgafi, histori, antropologi, agama
dan bidang lainnya;

Mendirikan lembaga-lembaga ketimuran, seperti di Prancis Sylvester de


Sacy mendirikan Ecole des Langues Orientales Vivantes (1795), di
Inggeris King George V membuka the school of oriental studies London
Institution (1917), di Belanda didirikan Oosters Instituut Leiden (1971)
dengan tokohnya Snouck Hurgronje, Logemann dll. sedangkan di
Amsterdam ada Instituut voor het mederne nabije oosten yang dipimpin
oleh G.E. Pijper;

Mendirikan organisasi-organisasi ketimuran;

Menerbitkan Ensiklopedia dan buku-buku;

Menerbitkan Majalah-majalah.
Kegiatan-kegiatan ini dilakukan untuk mendukung misi dan sikap
mereka terhadap Timur, terutama Islam. Di antara sikap mereka tersebut
menurut Ghurab adalah sikap-sikap lama yang pernah ditunjukkan kaum
musyrikn dan ahl al-kitb terhadap Islam pada masa lalu, sikap tersebut
antara lain:

Menganggap bahwa al-Quran bukan merupakan wahyu dan Muhammad


bukan Rasulullah, mereka menyatakan bahwa al-Quran adalah kata-kata
dan buatan manusia, merupakan kesepakatan sepanjang masa. Karenanya
mereka mendakwakan bahwa al-Quran adalah buatan Muhammad.

Menganggap bahwa Islam adalah ajaran yang penuh distorsi dan


kekurangan, hingga secara spiritual sama sekali tidak sah. Bahkan ajaran
Islam disebut sebagai Muhammadanisme (Agama Muhammad).

Menuduh bahwa Nabi Muhammad adalah orang yang haus kekuasaan,


dengan menyatakan bahwa tabiat yang ada pada Muhammad bukanlah
sosok ahli pikir atau filosof agama, karena itu ia memusatkan pada
kekuasaan

dan

sama

sekali

tidak

mengarahkan

perhatian

pada

pembentukan aqidah.

Menganggap hadits sebagai hasil rekayasa sahabat dan bukan berasal dari
Rasul.
Uraian di atas menunjukkan bahwa para orientalis sesungguhnya
tidaklah secara jujur menilai Islam sebagai agama yang berasal dari Allah,
melainkan hanya sekedar menganggapnya sebagai hasil budaya manusia
Timur dalam hal ini Muhammad dan para sahabatnya yang diteruskan oleh
pengikut-pengikut mereka. Sikap-sikap ini tercermin dalam isi setiap
karya tulis yang mereka hasilkan.

2. Oksidentalisme
Oksidentalisme adalah sebuah disiplin Ilmu yang membahas
tentang dunia Barat. Dalam konteks ini Barat menjadi objek,
sedangkan Timur adalah subjeknya. Tidak seperti kajian tentang Timur
(Orientalisme)

yang

marak

dilakukan,

kajian

tentang

Barat

(oksidentalisme) masih tidak popular dilingkungan masyarakat umum


ataupun

kalangan

akademis

sekalipun.

Barat

dalam

konteks

Oksidentalisme bukan mengarah pada barat dalam arti secara


geografis, melainkan kebudayaan atau kultur, terutama meliputi bidang
pemikiran, filsafat, sosiologi, antropologi, sejarah, agama, dan
geografinya.5
Studi tentang kebaratan telah dimulai sejak awal era kebangkitan
Islam, munculnya Oksidentalisme pada mulanya hanya gagasan yang
bersifat reaksi dari pada sebuah proyek peradaban yang mempunyai
5 https://id.wikipedia.org/wiki/Oksidentalisme. Di akses senin 28
Desember 2015 pukul 14.48 WIB.

tujuan tertentu. Dalam kaitan ini, ada indikasi ketidakpuasan terhadap


kajian-kajian Barat dan kebaratan yang telah ada. Berikut alasanalasannya:
a) Kajian-kajian semacam itu merupakan produk Barat yang
cenderung tidak dapat lepas dari subjektivitas.
b) Kajian semacam itu tidak lebih dari promosi peradaban orang lain
yang kurang dari kritisme.
c) Barat dengan segala implikasinya menguasai Timur.
Menurut Hanafi yang pemakalah kutip dari Koko Abdul Kodir
dalam bukunya Metodologi Studi Islam mengemukakan:
Jika pembentukan Oksidentalisme sudah benar-benar lengkap
dilakukan oleh generasi-generasi kita kelak, dan telah menjadi sebuah
cabang epistemology yang hampir menjadi ideology dunia Timur, saat
itulah kita menyaksikan hasil Oksidentalisme yang diantaranya sebagai
berikut:
1) Penguasaan terhadap trasisi dan budaya Barat, dari masa
pembentukan, kegemilangan, hingga keruntuhannya. Dari sini,
semua sistem berbalik, dari guru menjadi murid, dan dari subjek
menjadi objek.
2) Menyadari bahwa barat merupakan bagian dari sejarah manusia
yang tidak terpisahkan.
3) Mengembalikan tradisi budaya Barat ke asal serta mengakhiri yang
dinamakan perang pemikiran dan perang budaya.
4) Mengandung mitos budaya International atau budaya dunia yang
selalu di gemborkan Barat. Disini kita harus mengakui bahwa
setiap bangsa mempunyai model dan corak budaya sendiri.
5) Penulisan kembali sejarah dan meletakkan Barat pada proporsi
yang sebenarnya.
6) Usaha yang lebih aktif untuk kebebasan, dalam hal ini logikalah
yang harus dimainkan oleh orang Timur.6
C. Studi Islam di Barat dan Timur
1. Studi Islam di Barat
6 Koko Abdul Kodir, Op.cit., h.223

Kajian Barat terhadap Islam memunculkan Orientalisme, yaitu


kajian tentang ketimuran. Kajian awal Orientalisme diselenggarakan di
perguruan tinggi di Barat memandang umat Islam sebagai bangsa
primitive. Kajiannya difokuskan pada Al-Quran dan pribadi Nabi
Muhammad secara Ilmiah, yang hasilnya menyudutkan ajaran dan
umat Islam. Pendekatan yang digunakan para Orientalis bersifat
lahiriyah (eksternalitas). Agama Islam hanya dipandang dari sisi
luarnya saja menurut sudut pandang. Ada 6 Universitas Belanda yang
mengkaji Islam yang disebut NISIS diantaranya:
1. Universitas Leiden
2. Universitas Katholik Nijimegen
3. Universitas Amsterdam
4. Universitas Protestan Amsterdam
5. Universitas Groningen
6. Universitas Utrecht7
2. Studi Islam d Timur
Hampir sama yang terjadi di Barat, studi Islam di negeri-negeri
Timur tengah juga bervariasi. Antara satu Negara dengan Negara yang
lainnya terdapat perbedaan. Hal ini wajar karena karakteristik studi
Islam dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantarannya faktor kebijakan,
dinamika social budaya,

latar

belakang

pemegang

kebijakan

pendidikan perkembangan ekonomi, dan berbagai faktor lainnya. Studi


Islam di Timur tampak pada Universitas-Universitas berikut ini:
a. Universitas Taheran Iran
b. Universitas Damaskus Syiria
c. Universitas Aligarc India
d. Universitas Jamiah Millia Islamia di New Delhi
e. Universitas Al-Azhar Cairo8

D. Studi Kawasan
7 Ibid., h.226
8 Ibid

1. KarakteristikAgamaIslamDiArab
a. Kebudayaan
Bangsa Arab mempunyai budaya yang tinggi, itu dapat diketahui dari
Kerajaan Kerajaan yang berdiri di Yaman. Dari Bani Qathan ini telah
berdiri Kerajaan-kerajaan yang berkuasa didaerah Yaman, diantaranya
yang terpenting adalah Kerajaan Main, Qutban, Saba dan Himyar.
Berkah minyak bumi inilah yang telah mendorong modernisasi di saudi
Arabia sehingga angka melek huruf pun cukup tinggi, 62,8 %. Sekalipun
pada sisi lain dampak modernisasi ini telah menimbulkan kesenjangan
antara kehidupan kota dengan penduduk pedalaman, termasuk juga antara
golongan muda dan tua serta para ulama. Para wanita misalnya, meski
diluar rumah selalu mengenakan semacam pakaian jubah yang biasa
disebut abha , namun di dalam rumah mereka terbiasa mengenakan
pakaian barat, termasuk memakai berbagai produk kosmetik barat serta
menonton berbagai tayangan televisi yang selama ini ditabukan.
b. Teologi
BangsaarabsebelumIslamsudahmenganutagamayangmengakuiAllah
SWTsebagaiTuhan,suatukepercayaanyangdiwarisidariNabiIbrahim
AS dan Ismail AS. Al Quran mengakui dan menyebut ajaran agama
yangdibawaolehNabiIbrahimAStersebutdengansebutanHanif,yaitu
keyakinan yang mengakui keEsaan Allah SWT. Tuhan pencipta dan
pengaturalamSemesta.
Tetapi lama kelamaan keyakinan yang dianut oleh bangsa Arab itu
semakintidakmurnisepertiyangdiajarkanNabiIbrahimAS.Takhayul
telahmenodaikemurnianakidahAgamaHaniftersebut,hinggaakhirnya
sampaipadapenyimpanganyangmenyekutukanAllahSWT.Kepercayaan
yangmenyimpangdariAgamaHanifituterkenaldengansebutanAgama
Wasaniah(Berhala),yaituagamayangmenyekutukanAllahSWT.Agama
inimengadakanpenyembahankepadaansab(batuyangbelummempunyai
bentuk)danAsnam(Semuajenispatungyangtidakterbuatdaribatu).
Bangsa Arab jahiliyah itu masih mengakui Allah Yang Maha Agung,
tetapi mereka merasakan adanya jarak yang jauh antara Tuhan dan

Manusia. Oleh karena itu diciptakanlah patungpatung berhala sebagai


perantaranya. Dari masa kemasa patung berhala semakin berkembang,
hinggaadabeberapaberhalayangdiletakkandisekelilingkabah.
TidaksemuabangsaArabjahiliyahitumenganutAgamaWasaniyah.Ada
jugakabilahyangmenganutAgamaYahudidanNasrani.BangsaArab
yang berdomisili di wilayah Selatan Semenanjung Arab telah Berjaya
Mandirikan kerajaankerajaan besar. Mereka membangun kotakota dan
mendirikan Istanaistana megah. Mereka juga sudah mampu mengolah
pertaniandengan system irigasi, ahli dalam seniukirterutamamemahat
patung,ahliilmunujumatauperbintangan,mempunyaiangkatanperang
yang tangguh, dan mengadakan hubungan dagang dengan kerajaan
kerajaantetangga.
c. Pemerintahan
Kehadiran Islam membawa banyak perubahan bagi kehidupan bangsa
Arab dalam berbagai Aspek. Bangsa Arab yang tadinya hidup dengan
system kabilah yang saling bermusuhan kini telah berhasil di persatukan
oleh Rasulullah SAW atas dasar persaudaraan dan persamaan. Setelah
Nabi wafat dapat dikatakan bahwa seluruh semenanjung Arab telah
memeluk Agama Islam.
Pada masa Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad, Arab-Islam
mencapai keemasannya. Dalam wilayah dan pemerintahan Islam itu
banyak terhimpun suku-suku bangsa non-arab, diantaranya yang terbesar
Persia dan Turki.
Dinasti Abbasiyah banyak sekali menempatkan orang-orag Persia untuk
jabatan penting dalam pemerintahan, sehingga persaingan antara orangorang arab dan Persia semakin ketat dan cenderung terbuka.
d. Hukum
Terkait dengan hukum, khususnya hukum azazi di Saudi Arabia syariat
dikelola oleh Mahkamah syariyah yang para hakim dan penasehat hukum
di situ adalah ulama. Al Quran sebagai konstitusi resmi maka keluarga
raja memperoleh wewenang yang luas dalam banyak bidang yang tidak
ada ketentuan dalam kitab suci. Mahkamah Syariyah mendasari basis

peradilan di Arab Saudi. Seperti dalam karya-karya klasik Islam. Para


hakim punya yuridiksi penuh untuk mempergunakan hukum syariat.
Sekalipun begitu, hal itu bukan bermakna mencegah perubahan dalam
sistem peradilan. Pembaharuan diperkenalkan yang berakibat penciptaan
kementrian kehakiman, untuk menggatikan jabatan keagamaan tradisional
dari Syeikhul Islam, yang mengawasi administrasi peradilan dan sistem
yang digunakan dalam mahkamah-mahkamah syariyah.
2. KarakteristikIslamdiIndonesia
1

Karakteristik Islam Indonesia Dalam Dimensi Sosial dan Budaya


a Mudik Lebaran
b Tepung tawar
c Isra` dan mi`raj
d Maulid Nabi
e Peci nasional
f Wirid dan yasinan

Karakteristik Islam Indonesia Dalam Dimensi Pendidikan


a Pesantren
Pesantren adalah sekolah Islam berasrama yang terdapat di Indonesia.
Pendidikan

di

dalam

pesantren

bertujuan

untuk

memperdalam

pengetahuan tentang al-Qur`an dan Sunnah Rasul, dengan mempelajari


bahasa Arab dan kaidah-kaidah tata bahasa Arab. Para pelajar pesantren
belajar di sekolah ini, sekaligus tinggal pada asrama yang disediakan oleh
pesantren. Pondok pesantren memiliki peran yang sangat besar, baik bagi
kemajuan Islam itu sendiri maupun bangsa indonesia secara keseluruhan.
b Kitab Kuning atau Arab Gundul
Kitab kuning adalah istilah yang disematkan pada kitab-kitab berbahasa
Arab, yang biasa digunakan di banyak pesantren sebagai bahan pelajaran.
Dinamakan kitab kuning karena kertasnya berwarna kuning.
Adapun dari sisi materi yang termuat dalam kitab kuning itu, sebenarnya
sangat beragam. Mulai dari masalah aqidah, tata bahasa arab, ilmu tafsir,
ilmu hadist, ilmu ushul fiqih, ilmu fiqih, ilmu sastra bahkan sampai cerita

dan hikayat yang tercampur dengan dongeng. Keragaman materi kitab


kuning sesungguhnya sama dengan keragaman buku-buku terbitan modern
sekarang ini.
c Arab Melayu
Arab melayu adalah tulisan berbahasa indonesia dengan memakai aksara
huruf Arab. Semenjak tahun 1990an hingga awal 2000an sekolah-sekolah
di tanah melayu memiliki mata pelajaran muatan lokal Arab melayu.
Tulisan arab melayu menjadi program wajib kurikulum dasar muatan lokal
yang memberikan arti dan makna bagi pelestarian budaya. Mata pelajaran
Arab melayu ini memiliki makna sebagai interaksi dalam kehidupan masa
lalu yang teraktualisasi pada cerita-cerita rakyat yang menggambarkan
perilaku budaya yang ditampilkan dalam bentuk syair, hikayat, pantun,
3

petuah.
Islam di Cina
Cina memiliki sejarah meliputi jangka waktu lebih dari 4000 tahun,
sehingga termasuk negara yang berperadaban tertua di dunia di samping
India, Mesir, dan Mesopotamia. Dalam jangka waktu 4000 tahun lebih, Cina
mempunyai 24 dinasti dan 2 republik, yaitu Republik Nasionalis Cina dan
Republik rakyat Cina.
T`ai Tsung naik tahta pada tahun 626, empat tahun setelah Nabi Muhammad
dan sahabat-sahabatnya meninggalkan Mekkah menuju Madinah. Pada
waktu T`ai Tsung mempertahankan dan mempersatukan Cina, Nabi
Muhammad baru meletakkan dasar-dasar negara Islam.
Pada tahun 750 M., Dinasti Umayyah dijatuhkan oleh Dinasti
Abbasiah. Satu tahun kemudian, tentara Muslim berhadapan dengan tentara
Cina untuk pertama kalinya di Talas. Dengan bantuan orang-orang Turki,
umat Islam dapat mengalahkan tentara Cina. Sejak peristiwa itu, penguasaan
Islam terhadap Asia Tengah semakin kukuh dan sebagian besar
penduduknya memeluk Islam. Hasil dari pertempuran Talas lainnya adalah
ditangkapnya beberapa orang Cina yang ahli dalam membuat kertas. Karya
mereka kemudian diperkenalkan dalam dunia Islam. Pembuatan kertas ini

mendorong berkembangnya kebudayaan Baghdad sehingga sejajar dengan


kebudayaan Ch`ang-an. Di samping itu pertempuran Talas juga membawa
ribuan Muslim ke negeri Cina.
Sulaiman, pedagang yang banyak melakukan perjalanan ke India dan
Cina menceritakan pengalaman dagangnya. Ia menyatakan bahwa emperor
Cina mengangkat seorang pejabat Muslim di Canton supaya dapat mengatur
dan memudahkan hubungan dengan padagang-pedangang Muslim. Pejabat
ini juga memimpin shalat jumat dan memberikan khutbah dengan
mendoakan Khalifah Abbasiah.
Perkembangan selanjutnya, Dinasti Yuan berjasa dalam penyebaran
Islam ke pedalaman Cina sehingga banyak orang Islam menduduki jabatan
penting. Di bawah Dinasti Yuan, pakar-pakar Muslim, mendirikan
observatorium yang terkenal di Shensi. Dan di bawah Dinasti Ming, Cina
dan Dunia Islam mempunyai hubungan yang lebih erat. Pada masa ini,
pertama kalinya orang-orang Muslim Cina dalam jumlah yang banyak
melakukan ibadah haji ke Mekah. Pada zaman Dinasti Ming juga terjadi
penerjemahan besar-besaran kitab-kitab yang berbahasa Arab ke dalam
bahasa Cina, dan masji-masjid di bangun di negeri Cina.
Selama abad ke-19, terdapat pemberontakan-pemberontakan besar di
negeri Cina oleh penduduk Muslim yang akhirnya di tumpas dengan
kekejaman yang luar biasa. Setelah revolusi kebudayaan, umat Islam yang
merupakan minoritas sama sekali tidak menampakkan diri. Hubungan
dengan sebagian umat Islam di negeri lain mendingin. Pada awal revolusi
kebudayaan, masjid-masjid dirusak, dihancurkan, dan ditutup.
E. Problem dan Prospektif Studi Kawasan
1. Problem Studi Kawasan
Menurut Komarun Hidayat yang pemakalah kutip dari Koko
Abdul Kodir dalam bukunya Metodologi Studi Islam berkata:
Usaha untuk mempelajari agama denganpendekatan akademi
terus dilakukan sebagai bagian tidak terpisahkan dari agama sebagai
bagian integral kehidupan manusia. Meskipun ada sebagian yang
berpendapat bahwa pencarian agama dengan akademik dianggap suatu

kemustahilan karena agama yang holistic dan menggunakan bahasabahasa langityang unfamiliar, distance tidak mungkin difahami dengan
paradigma dan bahasa manusia yang profan.
Menurut Adams Ia mengakui bahwa mempelajari agama Islam
bukan perkara mudah, bahkan dapat menyerempet bahaya, masih ada
space untuk menuju kesana dengan model pendekatan yang
beragamtanpa harus mereduksi masalah pokok Agama. Pendekatan
seperti ini memang terbukti cukup efektif untuk mengkaji agama lebih
mendalam.
Menurut persoalan yang diungkapkan oleh Amin Abdullah
adalah bagaimana memahami yang abstrak dengan yang konkret.
Wilayah kajian akademik menyangkut sesuatu yang konkret,
sementara yang abstrak mewujud dalam sesuatu yang konkret berupa
tindakan-tindakan.
Studi keagamaan tidak dapat dilepaskan antara studi teks dan
studi tradisi yang kemudian banyak mengilhami munculnya gagasan
baru terhadap pemahaman agama.9
2. Prospek Studi Kawasan
Prospek pendekatan studi area, sebenarnya boleh dikatakan
sangat baik. Hal ini mengingat perlunya dibangun saling pengertian
dan kerjasama antar komunitas muslim Dunia yang meliputi luas
wilayah mencapai 31,8 juta km2 atau sebanding dengan 25% dari
seluruh wilayah Dunia, memanjang mulai dari Indonesia di sebelah
timur hingga Senegal di sebelah barat, serta dari utara Turkistan hingga
ke selatan Mozambik, dengan jumlah populasi umat Islamnya
1.334.000.000 jiwa. Mayoritas hidup di dunia Islam ( 1 Miliar) dan
selebihnya hidup sebagai minoritas muslim (334.000.000). minoritas
muslim tersebut yang terbanyak berada di India dan Cina.10
Hal ini dapat kita lihat pada tokoh penyebar Islam di Indonesia
dan di Maroko. Sunan Giri atau Sunan Kalijaga di Indonesia,
9 Ibid., h.232
10 Ibid., h.234

cenderung damai, rukun, tekun, dan sinkretis. Sementara Sidi Lahsen


Lyusi atau Ali Hasan ibn Masud Al-Yusi di Maroko menyebarkan
Islam dengan pemahaman yang murni dan cenderung tidak
kompromistis. Namun mereka semua diakui oleh masyarakatnya
masing-masing sebagai wakil yang sah bagi corak keIslaman di
masing-masing wilayah tersebut.
Di Indonesia pengakuan tersebut tercermin pada pemberian gelar
kehormatan Wali Songo, sedangkan di Maroko dengan gelar Sidi.
Kedua gelar kehormatan tersebut mengandung penghargaan sebagai
Wali Allah yang sangat kental dan dipercayai memiliki karomah.11
Akhir-akhir ini banyak perdebatan muncul tentang islam
nusantara yang jadi tema besar Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama di
Jombang, Jawa Timur, pada 1 5 Agustus mendatang. Sebagian pakar
setuju dengan konsep tersebut, namun tidak sedikit yang meragukan
(baca : sinis) dengan gagasan tersebut karena dianggap bagian dari
rangkaian proses sekularisasi, liberisasi pemikiran Islam yang telah
digelorakan

sejak

tahun

80-an

oleh

Nurcholis

Madjid

dan

Abdurrahman Wahid.
Sebagian lagi menilai bahwa gagasan Islam Nusantara juga
berpotensi besar untuk memecah-belah kesatuan kaum Muslim,
sehingga akan muncul istilah Islam Nusantara, Islam Amerika, Islam
Australia, dan sebagainya. Gagasan Islam nusantara disinyalir akan
memicu

sikap

saling

menonjolkan

kedaerahannya

didalam

eksistensinya ber-Islam. Seperti cara membaca Quran dengan


langgam Jawa yang akan memunculkan berbagai egoisme Islam yang
bersifat kedaerahan seperti gaya baca Sunda, Batak, Makassar, Aceh,
Palembang.
11 http://uinkediri.blogspot.co.id/2014/12/makalah-asal-usul-studikawasan-islam.html. Diakses pada Selasa 29 Desember 2015 pukul
19.06 WIB

Bagi pengusung ide islam nusantara, sebagaimana dikatakan


oleh Moqsith Ghazali- Ide Islam Nusantara datang bukan untuk
mengubah doktrin Islam. Ia hanya ingin mencari cara bagaimana
melabuhkan Islam dalam konteks budaya masyarakat yang beragam.
Islam nusantara bukan sebuah upaya sinkretisme yang memadukan
Islam dengan agama Jawa, melainkan kesadaran budaya dalam
berdakwah sebagaimana yang telah dilakukan oleh pendahulu kita
walisongo. Islam nusantara tidak anti arab, karena bagaimanapun juga
dasar-dasar islam dan semua referensi pokok dalam ber-islam
berbahasa Arab.
Terlepas dari perbedaan prespektif di atas, untuk memahami
istilah islam nusantara -bagi kami orang awam-, tidak diperlukan
pembahasan yang jlimet, ruwet bin ndakik-ndakik sebagaimana yang
dipaparkan oleh para cendekiawan, kiai, professor, tetapi dengan
memahami kata dari term islam nusantara yang mana terdiri dari dua
kata yang digabung menjadi satu, atau dalam kamus santri dinamakan
idhafah yaitu penyandaran suatu isim kepada isim lain sehingga
menimbulkan makna yang spesifik, kata yang pertama disebut Mudhaf
(yang disandarkan) sedang yang kedua Mudhaf ilaih (yang disandari).
Imam ibnu malik, pakar nahwu dari Andalusia spanyol
menyatakan :
#
#
#
Terhadap Nun yang mengiringi tanda irob atau Tanwin dari pada
kalimah yg dijadikan Mudhaf, maka buanglah! demikian seperti
contoh: thuuri siinaa

Jar-kanlah! lafazh yg kedua (Mudhof Ilaih). Dan mengiralah! makna


MIN atau FI bilamana tidak pantas kecuali dengan mengira demikian.
Dan mengiralah! makna LAM pada selain keduanya (selain mengira
makna Min atau Fi). Hukumi Takhshish bagi lafazh yg pertama
(Mudhaf) atau berilah ia hukum Tarif sebab lafazh yg mengiringinya
(Mudhaf Ilaih)
Dari teori di atas dapat dipahami bahwa istilah islam nusantara
merupakan gabungan kata islam yang berarti agama yang dibawa oleh
Nabi Muhammad serta kata nusantara yang dalam KBBI merupakan
nama bagi seluruh wilayah kepulauan Indonesia, penggabungan ini
bertujuan untuk mencapai makna yang spesifik. Namun penggabungan
kata ini masih menyisakan berbagai pemahaman, karena sebagaimana
disebutkan oleh Ibnu Malik diatas, bahwa penggabungan (idhafah)
harus menyimpan Huruf Jar (harf al-hafd) yg ditempatkan antara
Mudhaf dan Mudhaf Ilaih untuk memperjelas hubungan pertalian
makna antara Mudhaf dan Mudhaf Ilaih-nya. Huruf-huruf simpanan
tersebut berupa MIN, FI dan LAM.
Peng-Idhafah-an dengan menyimpan makna huruf MIN memberi
faidah Lil-Bayan (penjelasan) apabila Mudhaf Ilaih-nya berupa jenis
dari Mudhaf. Teori ini tidak bisa di aplikasikan pada susunan Islam
nusantara karena nusantara bukan jenis dari kata islam, jika dipaksakan
akan memunculkan pemahaman bahwa islam nusantara merupakan
islam min (dari) Nusantara, pada kenyataannya Islam hanya satu yaitu
agama yang dibawa oleh Rasul akhir zaman.
Peng-Idhafah-an dengan menyimpan makna huruf LAM
berfaidah Kepemilikan atau Kekhususan (Li-Milki, Li-Ikhtishash).
Memahami dengan teori ini akan memunculkan takhsis dalam terhadap
islam, islam untuk orang nusantara, realitanya islam agama yang
universal, bukan agama yang khusus golongan atau bangsa tertentu.

Anda mungkin juga menyukai