Anda di halaman 1dari 40

S

atu hal yang sangat menarik dalam Islam -seperti yang digambarkan selama ini- adalah Islam
memiliki karakteristik global, dapat diterima dalam setiap ruang dan waktu. Akan tetapi, pada
sisi yang lain, saat ia memasuki berbagai kawasan wilayah, karakteristik global seolah-olah
hilang melebur ke dalam berbagai kekuatan lokal yang dimasukinya. Satu kecenderungan
yang menjadikan Islam mampu mengadaptasi terhadap kepentingan mereka. Persoalannya
adalah apakah fenomena seperti ini dapat dipandang sebagai keberhasilan Islam dalam
menembus medan dakwah hingga dapat diterima dalam berbagai lapisan masyarakat lokal,
sekalipun warna dan ciri keglobalannya sedikit pudar? Atau fenomena seperti ini justru
sebagai sebuah reduksi terhadap universalitas Islam, bahwa lokalisme mampu "menjinakkan"
universalitas Islam sebagai satu kekuatan global.
Dalam hal ini, Islam dipandang sebagai agama yang memiliki kesatuan dalam
keragamannya {unity in voriety) dalam aspek-aspek teologi dan spiritualnya, sementara
lokalitas keragamannya berbeda dalam pola- pola penerapan dengan variasi kultural masing-
masing.
Studi Islam tampaknya masih merupakan sebuah harapan karena sampai saat ini, di
berbagai wilayah yang agama Islam merupakan agama mayoritas para penduduk, studi Islam
belum banyak dilakukan. Meskipun demikian, upaya untuk mengembangkan studi Islam di
berbagai wilayah tetap diusahakan oleh para sarjana Muslim dan para sarjana yang ber-
kecimpung dalam kajian-kajian keislaman, meskipun usaha mereka belum maksimal.
Metodologi Studi Isla
m

Banyak ilmuwan pengkaji Islam yang memulai pengkajian Islam dengan beberapa
pendekatan studi, terutama studi wilayah yang akan kita bahas dalam bab ini. Melihat pada
perkembangan politik, sejarah dan budaya sangat dinamis, dan kurangnya umat Islam
mengkaji agamanya, menjadikan studi wilayah ini dianggap sangat urgen dan signifikan
untuk dikaji dan dikembangkan.

/ A .J Hakikat Studi Kawasan Islam

7. Pengertian Studi Kawasan Islam

Studi Islam secara etimologi merupakan dari bahasa Arab Dirasah Islamiyah. Dalam
kajian Islam di Barat, studi Islam disebut Islamic studies, yang secara harfiah adalah kajian
tentang hal-hal yang berkaitan dengan keislaman. Secara terminologis, studi Islam adalah
kajian secara sistematis dan terpadu untuk mengetahui, menggunakan, dan menganalisis
secara mendalam hal-hal yang berkaitan dengan agama Islam, pokok-pokok ajaran Islam,
sejarah Islam ataupun realitas pelaksanaannya dalam kehidupan (Harun Nasution, 1989:33).
Studies adalah bentuk jamak dari studi, menunjukkan bahwa kajian yang dilakukan
terhadap sebuah wilayah tidak hanya terbatas pada suatu bidang kajian, tetapi terdiri atas
berbagai bidang. Secara terminologis, studi wilayah adalah pengkajian yang digunakan untuk
menjelaskan hasil penelitian tentang suatu masalah menurut wilayah masalah tersebut terjadi.
Studi kawasan Islam adalah kajian yang tampaknya dapat menjelaskan situasi saat ini
karena fokus materi kajiannya tentang berbagai area mengenai kawasan dunia Islam dan
lingkup pranata yang ada di dalamnya. Mulai dari pertumbuhan, perkembangan, serta ciri-ciri
karakteristik sosial budaya yang ada di dalamnya, termasuk juga faktor-faktor pendukung
bagi munculnya berbagai ciri dan karakter serta pertumbuhan kebudayaan pada setiap
kawasan Islam. Dengan demikian, secara formal, objek studinya harus meliputi aspek
geografis, demografis, historis, bahasa, serta berbagai perkembangan sosial dan budaya, yang
merupakan ciri-ciri umum dari keseluruhan perkembangan pada setiap kawasan budaya
(Azyumardi Azra, 1999:2).
Studi wilayah {area studies) terdiri atas dua kata, yaitu area dan studi. Area mengandung arti

crp.
210, Metodologi Studi
.... Islam

"region ofthe earth's surfaces" artinya daerah per


-

mukaan bumi. Area juga bermakna luas, daerah kawasan setempat, dan bidang. Sementara
studi mengandung pengertian "devotion oftimeond thought to getting knowledge',' artinya
pemanfaatan waktu dan pemikiran untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Studi juga
mengandung pengertian "something thot attrocts investigotion, yaitu sesuatu yang perlu
untuk dikaji.

2. Sejarah Studi Kawasan

Persoalan hubungan antarbatas wilayah sebuah negara sebenarnya sudah menjadi


perhatian para ahli kenegaraan sejak zaman Yunani sekitar tahun 450-an SM.
Ptolemy,Thucydidas, Hecataeus, dan Herodotus merupakan sejarawan Yunani yang cukup
intens dengan kajian-kajian wilayah yang dikenalnya, baik melalui cerita orang maupun dari
hasil pengamatan terhadap wilayah-wilayah yang ia kunjungi. Selain sejarawan, mereka juga
pengelana.
Seribu tiga ratus (1.300) tahun kemudian, kaum Muslim memiliki kemampuan yang luar
biasa dalam mengembangkan studi kawasan ini dengan berbagai corak ragam yang lebih
dinamis lagi. Karya-karya mereka melampaui sejarawan Yunani, yang pembahasannya tidak
lagi berbicara tentang realitas sejarah, tetapi lebih maju lagi, yaitu cara-cara menanganinya.
Munculnya berbagai karya sejarah dengan tema-tema kajian wilayah dimulai dari awal
penciptaan sampai mulai dihuni umat manusia, merupakan kajian-kajian yang sangat populer
dan hampir dapat ditemukan dalam karya-karya sejarah klasik Islam. Sekalipun kajian
geografi sebagai disiplin ilmu agak berbeda dengan sejarah, di kalangan sejarawan muslim,
hal ini tidak dapat dipisahkan begitu saja karena objek pembahasan antara keduanya saling
melengkapi karena kajian sejarah sangat membutuhkan kajian tentang ruang dan waktu
sebagai aktivitas pelakunya. Oleh karena itu, karya-karya tentang geografi dan sejarah telah
menjadi bagian penting dan tidak terpisahkan dari perkembangan historiografi Islam secara
umum.
Sebenarnya banyak sekali studi yang telah dilakukan oleh para sarjana Muslim klasik
dan pertengahan dan melihat berbagai kawasan dan kantong-kantong kaum Muslim di
berbagai wilayahnya. Perhatian mereka terhadap potensi-potensi wilayah, baik desa, kota
maupun berbagai kegiatan kependudukannya jelas membuktikan bahwa studi kawasan Islam
sepanjang
sejarahnya
seialu menarik perhatian. Sejarah wilayah,
Metodologi Studi Isla
w
seperti Halb, Mesir, dan sebagainya yang menjadi objek studi,.telah ditulis Bughyat Ath-
Thalib fi Tarikh Al-Halab.
Karya Al-Baladzuri, Futuh Al-Buldan wa Ahkamuha merupakan kajian sejarah yang
sangat mementingkan tinjauan wilayah. Karya monumental ini merekam seluruh proses
penaklukan dan penanganan terhadap wilayah- wilayah baru kaum Muslim, seperti Syam,
Irak, Mesir, Maroko, Armenia, serta wilayah Persia lainnya. Secara metodologis, Baladzuri
tidak hanya mengandalkan fakta tulis atau riwayat pengalaman pelaku, tetapi ia juga berhasil
menjelaskan wilayah-wilayah hampir seluruhnya telah ia kunjungi. Baladzuri wafat pada
tahun 892 M. Semasa hidupnya, ia menjadi penasihat para Khalifah Abbasiyah, Al-
Mutawakkil 'Alallah dan Al-Musta'in Billah, bahkan ia mendidik Al-Mu'taz.
Al-Ya'qubi sebagai pegawai di kekhalifahan Abbasiah dan diperkirakan meninggal pada
tahun 292 H, telah menulis karya Al-Buldan (jama dari balad; negara-negara) membicarakan
bukan hanya cara-cara penaklukan dan penanganan wilayah-wilayah Islam, melainkan juga
berbagai potensi sumber daya alam dan ekonomi tiap-tiap wilayah ia gambarkan secara jelas.
Sebagai penulis, ia telah mengunjungi Semenanjung India, Arab, Syam, Palestina, Libia,
Aljazair, dan sebagainya. la mencari sumber-sumber otoritatif dalam aspek-aspek geografi
wilayah Islam. Sebagai seorang pengelana dan sejarawan, ia telah mengunjungi dan
mengamati lebih dari 70 kota dan wilayah Islam, baik di Afrika Utara, Asia maupun Spanyol.
Al-Mas'udy, penulis Maruj Ad-Dzahab, mengawali pengetahuan tentang geografi dan
sejarah dari hasil pengembaraannya ke berbagai wilayah, baik wilayah Muslim maupun
wilayah non-Muslim. la sering menerima berbagai informasi sehingga penjelasannya tentang
keberadaan dan sejarah wilayah sangat kaya, la sangat menguasai adat istiadat dan
pembangunan, pola kehidupan setiap masyarakat yang dikunjunginya, termasuk bahasa dan
ia pun memiliki keakraban dengan tokoh lokal. Karya ini ditulis pada tahun 947 M dan ia
meninggal pada tahun 956 M di Fusthath.
Al-Birruny, penulis kitab Al-Hind, merupakan sejarawan yang ahli dalam kajian wilayah
India, la bukan hanya sebagai sejarawan, melainkan juga ahli dalam penelitian dan observasi
dalam ilmu lainnya. Sebagai seorang penasihat dinasti Ghaznawy, Sultan Mahmud Ghazna
bekerja tidak hanya untuk kepentingan pemerintahan, tetapi juga menjelaskan secara objektif
keberadaan wilayah, keagamaan, mentalitas penduduk, pemikiran India, dan upaya-upaya
yang harus ditangani oleh para penguasa Muslim. Kitab Al-Hind ini ditulis pada tahun 1017
M.
212LZT. Metodologi Studi
Islam
S

Begitu banyak orang mengkaji wilayah dengan berbagai variasinya, dan setiap
periode menunjukkan tren yang berbeda-beda. Akan tetapi, dalam perkembangan
sejarahnya, istilah geopolitik baru lahir sebagai istilah baru abad ke-19, sebagai bagian
dari konsep geo-strategy bangsa Jerman yang dikembangkan oleh Otto van Bismarck,
dengan unification of the German States. Teori ini pada akhirnya menjadi suatu bagian
yang lebih luas dari kajian geografi secara umum.
Pada tahun 1890 Alferd Thayer menulis tentang "The Influence of Sea Power
Upon History" Rudolf Kjellen ahli geografi politik Swedia kemudian memunculkan
istilah kekuatan wilayah {the power of area) pada akhir abad ke-19. Tulisan ini
kemudian mengilhami Friedrich Ratzel, seorang ahli ilmu alam, untuk merumuskan
teori "geopolitik" secara utuh dalam bukunya Politische Georaphie pada tahun 1879.
Dalam teorinya, ia menyatakan bahwa setiap negara selalu mengupayakan wilayah
kesatuannya dan membentenginya terhadap upaya-upaya negara lain untuk merebut
tanah wilayah kekuasaannya. Oleh karena itu, semua negara (nasionalisme) ingin
hidup dalam wadah wilayah kesatuan bagi kehidupannya (Azyumardi Azra, 1999:46).

3. Studi Kawasan

a. Kawasan Timur Tengah

Pusat penyebaran Islam pertama kali adalah di Jazirah Arab, yang kini disebut
dengan Arab Saudi. Dalam negeri ini, terdapat dua kota yang sangat historis dan
menjadi pusat perhatian dunia, yaitui Mekah dan Madinah. Dua kota ini, dalam sejarah
Islam, dikenal dengan sebutan Haramain (dua kota yang dimuliakan). Di kota Mekah
inilah pada tahun 570 M seorang anak laki- laki dilahirkan. Anak laki-laki ini diberi
nama Muhammad (yang terpuji).
Muhammad diangkat menjadi nabi pada usia 40 tahun atau tepatnya pada tahun 610
M. Jejak langkah Nabi Muhammad SAW. menjadi perhatian dunia. Michael Hart
dalam bukunya, WO Tokoh yang Berpengaruh, memosisikan Nabi Muhammad SAW.
sebagai orang pertama yang dapat memengaruhi dunia. Salah satu argumentasinya
adalah karena Nabi yang yatim sejak lahir mampu mengubah Arab yang jahiliah
(bodoh dalam perilaku dan peradaban) menjadi masyarakat yang beradab dalam waktu
yang relatif singkat, hanya membutuhkan waktu 23 tahun untuk mengubah perilaku
bangsa Arab yang biadab menjadi beradab dan berakhlak karimah. Padahal, jika dilihat
dari tokoh-tokoh berpengaruh lainnya yang dapat
>
Metodologi Studi 213
Islam
mengubah suatu masyarakat, mereka membutuhkan waktu yang cukup lama, bahkan
berabad-abad.
Perhatian yang serius terhadap kajian Islam di wilayah Timur Tengah ini dapat dilihat
dari hasil karya orientalis, Philip K. Hitti yang menulis A History of the Arab; Joseph Sehat,
The Origins of Muhammedan Jurisprudence dan An Introduction to Islamic Law.

b. Kawasan Afrika

Afrika menjadi perhatian para peneliti tentang keislaman karena ada sebagian dari
negara benua ini yang warganya beragama Islam. Bahkan, dari benua ini pula lahir pemikir
Islam besar sejak zaman klasik hingga modern. Ibnu Khaldun, bapak sosiolog Islam pertama,
adalah intelektual Muslim yang pernah hidup di Maroko.

c. Kawasan Eropa dan Amerika Serikat

Di Eropa kajian masalah Timur terpisah menjadi suatu kedisiplinan abad ke-19. Di
Prancis dan Inggris, motivasi kajian Timur Tengah merupakan kepentingan politik karena
wilayahnya itu merupakan incaran sebagai daerah jajahan.
Islam di Amerika Serikat berkembang dengan pesat dan Muslim menjadi pemeluk
agama kedua terbesar setelah umat Kristiani.
Dalam literatur terdapat suatu anggapan bahwa Muslim Amerika Serikat pertama adalah
imigran Arab dari kalangan Afro-Amerika dengan cara jual beli budak. Anggapan ini
dibantah oleh Akbar Muhammad, la mencatat bahwa orang Amerika pertama yang tercatat
sebagai pemeluk Islam adalah Reverend Norman, seorang misionaris gereja Metodis di Turki
yang memeluk Islam pada tahun 1870.
Di Amerika, studi-studi Islam pada umumnya menekankan studi sejarah Islam, bahasa-
bahasa Islam selain bahasa Arab, sastra, dan ilmu-ilmu sosial, berada di pusat studi Timur
Tengah atau Timur Dekat. Di UCLA, studi Islam dibagi menjadi komponen-komponen
berikut. Pertama, doktrin agama Islam, termasuk sejarah pemikiran Islam. Kedua, bahasa
Arab termasuk teks-teks klasik mengenai sejarah, hukum, dan lain-lain. Ketiga, bahasa-
bahasa non-Arab yang Muslim, seperti Turki, Urdu, Persia, dan sebagainya sebagai bahasa

..
21 4;
cp-. Metodologi Studi siam

yang dianggap ikut melahirkan kebudayaan Islam. Kempat, ilmu-ilmu sosial, sejarah, bahasa
Arab, sosiologi, dan semacamnya. Selain itu, ada kewajiban menguasai secara pasif satu atau
dua bahasa Eropa.
Di London, studi Islam digabungkan dalam School of Oriental and African Studies,
fakultas studi ketimuran dan Afrika, yang memiliki berbagai jurusan bahasa dan kebudayaan
Asia dan Afrika. Salah satu program studinya adalah program MA tentang masyarakat dan
budaya Islam yang dapat dilanjutkan ke jenjang doktor.
Di Kanada, studi Islam bertujuan sebagai berikut. Pertama, menekuni kajian budaya dan
peradaban Islam dari zaman Nabi Muhammad SAW. hingga masa kontemporer. Kedua,
memahami ajaran Islam dan masyarakat Muslim di seluruh dunia. Ketiga, mempelajari
beberapa bahasa Muslim.
Di Belanda, menurut salah satu ilmuwan di sana, studi Islam sampai setelah Perang
Dunia II, masih merupakan refleksi dari akar anggapan bahwa Islam bermusuhan dengan
Kristen, dan pandangan Islam sebagai agama yang tidak patut dianut. Saat ini, ada sifat yang
lebih objektif, seperti yang tertulis dalam berbagai brosur, studi-studi Islam di Belanda lebih
menekankan pada kajian Islam di Indonesia tertentu, kurang menekankan pada aspek sejarah
Islam.

d. Kawasan A ustralia

Sebagian mahasiswa Indonesia bangkit untuk mengamalkan Islam di Australia, di


lingkungan mahasiswa Muslim Indonesia yang belajar di beberapa universitas di Melbourne.
Beberapa mahasiswa Muslim Indonesia di Monash juga menghadiri pengajian yang
diadakan Islam Study Group, yang pada umumnya ber- bentuk tafsir Quran. Mereka juga
aktif menghadiri pertemuan kelompok Muslim yang dikenal dengan sebutan jama'ah tabligh.

e. Kawasan Asia Tenggara

Islam di wilayah ini berkembang dengan aman dan damai sehingga berdampak pada
sikap umat Islam di wilayah yang dihuni oleh mayoritas pengguna bahasa Melayu ini.
Masuknya Islam ke wilayah ini lebih banyak dibawa oleh saudagar, pedagang Muslim dari
wilayah India ataupun Timur Tengah, yang kedatangannya ke kawasan AsiaTanggara ini
sambil berdagang.
Adapun mengenai kedatangan Islam ke Asia Tenggara terdapat tiga pendapat.
1) Islam datang ke Asia Tenggara langsung dari Arab, atau tepatnya
Hadramaut. Pendapat ini dikemukakan oleh Crawfurd (1820), Keyzer
(1859), Niemann (1861), de Hollander (1861), dan Veth (1878).

7, .A
Metodologi Studi Islam > > i 215
2)Islam yang datang ke Asia Tenggara berasal dari India. Pendapat ini dikemukakan
oleh Pijnapel pada tahun 1872.
3)Islam datang ke Asia Tenggara berasal dari Bengalia (Bangladesh). Pendapat ini
dikemukakan oleh Fatimi (1989). Pendapat ini dibantah oleh Drewes yang mengatakan
bahwa pendapat Fatimi hanya perkiraan karena mazhab yang dianut di Bengalia adalah
mazhab Ha nafi, bukan mazhab Syafi'i, seperti yang dianut di Nusantara (Azyumardi
Azra [ed.], 1989: xiii).
Islam didakwahkan di Asia Tenggara melalui berbagai cara berikut:
1)dakwah para pedagang Muslim dalam jalur perdagangan yang damai;
2)dakwah para da'i dan orang suci yang datang dari India atau Arab yang sengaja ingin
mengislamkan orang-orang kafir;
3)kekuasaan atau peperangan dengan negara-negara penyembah berhala (H J. de Graaf
dalam Azyumardi Azra [ed.], 1989:2).
Kaum orientalis merupakan orang yang memiliki konsentrasi kajian tentang ketimuran
(oriental). Dilihat dari semangat kajiannya, mereka mengalami perubahan orientasi yang
cukup fundamental. Mulai semangat menegakkan panji-panji kekristenan sampai pada
pengkajian Islam. Semangat kajian yang terakhir ini menjadi kecenderungan besar di
kalangan sarjana Barat. Oleh karena itu, mereka lebih suka disebut islamisis daripada
orientalis. Istilah islamisist lebih aman dan netral dibandingkan dengan orientalis yang
terkesan berhadapan dengan umat Muslim. Pada posisi kajian orientalis, umat Muslim
dikesankan sebagai tertunduk. Karena dalam mengkaji Islam dan umatnya, kaum orientalis
membawa paradigma dan perspektif sendiri yang kadang-kadang tidak sesuai dengan
paradigma dan perspekulatif umat Muslim.
Semangat kajian orientasi berubah dari misionaris menjadi kolonialis. Studi semacam
ini hanya menguntungkan pihak kaum orientalis untuk mendukung dan memperpanjang
kekuasaan kaum kolonial. Sementara itu, umat Islam diposisikan sebagai bangsa yang
terjajah sehingga kondisi semacam ini kurang kondusif untuk mengembangkan sikap
toleransi.
Tampaknya, kondisi semacam ini juga mulai disadari oleh kaum orientalis. Mereka
menyadari bahwa kondisi saling tegang antara Barat (sebagai simbol Kristen) dan Timur
(sebagai simbol dunia Islam) tidak menguntungkan untuk sebuah perdamaian dunia secara
permanen. Pada fase berikutnya, kaum orientalis mengubah haluan atau orientasi pendekatan
studi yang mereka gunakan. Pendekatan fenomenologis menegas-
Metodolofji Studi siam
kan bahwa eksistensi Islam dan umatnya bukan sebuah komunitas yang harus dipisahkan,
melainkan harus dilihat secara faktual. Maksudnya, bagaimana Islam dikaji berdasarkan yang
dipahami oleh umat Muslim, bukan atas dasar perspektif ataupun paradigma orang lain. Di
sinilah bukti dibutuhkan kejujuran para pengkaji Islam, baik pengkaji dari dalam (insider)
maupun dari luar (outsider).
Kita mengetahui bahwa kajian Islam harus ditinjau secara normatif, historis,
fenomenologis, bahkan apabila perlu secara emansipatoris dengan alasan sebagai berikut.
1) Islam seharusnya dikaji berdasarkan sumber-sumber ajarannya, baik Al-Quran, As-
Sunnah maupun ijma' dan qiyas (analogi). Kajian ini mengarah pada tataran ideal sebuah
ajaran.
2) Hal ini akan berbeda dengan kajian secara normatif. Kajian secara historis melihat
bagaimana Islam dapat dikaji melalui perjalanan umatnya. Kendatipun dalam tataran
ideal, perilaku dan aktivitas seorang Muslim harus sejalan dengan sumber ajaran Islam,
dalam realitas historisnya terdapat perbedaan. Sebagai contoh, Al-Quran melarang orang
mukmin membunuh sesama mukmin tanpa alasan, yang dibenarkan oleh agama
(syariat). Akan tetapi, dalam realitas historis, ada beberapa sahabat dan generasi
berikutnya yang dibunuh oleh orang yang mengaku sebagai mukmin pula.
3) Islam hendaknya dikaji berdasarkan Islam yang dipahami oleh umatnya, bukan atas
pemahaman orang lain.
4) Sebagai sebuah ajaran, Islam mengajarkan pembelaan terhadap kaum tertindas. Oleh
karena itu, Islam melalui Al-Quran menegaskan keberpihakannya terhadap kaum
perempuan, yang dalam sejarah ini termarginalkan. Al-Quran juga menegaskan
kesetaraan gender, persamaan (musawah) di hadapan hukum, persaudaraan (al-ikho) atas
dasar nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan (adalah) dalam menegakkan peraturan tidak
memandang berdasarkan nilai-nilai primordialisme. Jadi, dalam hal ini Islam dapat
dikatakan sebagai kekuatan untuk mewujudkan emansipasi manusia dari tekanan pihak
lain. Itulah sebabnya, semangat kajian ini dinamakan kajian Islam emansipatoris.
Pada perspektif dasarnya, emansipatoris menurut Masdar F. Mas'udi, tidak dapat lepas
dari teori kritis, yang dalam rujukannya terdapat beberapa macam aliran sangat kiri, kiri
dalam, dan kiri luar sehingga disebut "Islam Kritis" Kritis di sini bukan bertanya terus atau
rengkel. Kritisisme terdiri atas dua elemen:

Metodologi Studi Islam


> v _> , 217
1) realitas materiil: pemikiran yang mempertanyakan ideologi hege- monik yang
bertolak pada kehidupan real dan materiil atau mempertanyakan hegemoni bertolak pada
realitas empiris;
2)
visi transformatif, memiliki komitmen pada perubahan struktur (relasi- relasi), baik relasi
kekuasaan dalam dunia produktif (majikan-buruh) maupun relasi hegemonik dalam hubungan
pemberi dan penerima narasi (ulama-umat) ataupun relasi politik (penguasa-rakyat). Kedua
aspek ini seharusnya dilihat sebagai suatu ikhtiar untuk mencari akar masalah sosial yang
sedang dihadapi oleh manusia. Jika telah ditemukan masalah ( core-problem),barulah dapat
dilakukan pencarian alternatif-alternatif solusi. Kondisi seperti ini harus dilakukan oleh setiap
individu agar memiliki kepedulian atas problem yang dihadapi oleh masyarakatnya. Tanpa
upaya ini, perubahan tidak akan terwujud. Beberapa ahli mengingatkan kepada kita
pentingnya melakukan perubahan, tetapi perubahan itu hendaknya menjadi kesadaran setiap
individu bukan karena dari pihak lain. Dengan kata lain, munculnya perubahan masyarakat (
socialchange) hendaknya dimulai dari diri sendiri setiap individu (ibda'binafsiq). Pada

Studi Kritis terhadap Orientalisme dan Oksiden-


talisme
saat ini, upaya hegemoni sudah sepantasnya ditinggalkan. Dalam alam demokrasi kesadaran
diri dan saling toleransi harus dijunjung tinggi.

7. Hakikat Orientalisme

Pada dasarnya, orientalisme adalah sebuah disiplin kajian yang serius. Orientalisme
dikembangkan agar Barat dapat mempelajari kemajuan peradaban Timur.
Sebagaimana dijelaskan dalam pidato The Meridian House yang disampaikan oleh
Edward Djerejian, asisten Menteri Luar Negeri untuk urusan Timur Dekat pada masa
Pemerintahan Bill Clinton bahwa melalui tangan kreatif ilmuwan-ilmuwan Muslimlah, Barat
mampu bangkit dan membangun kembali peradabannya (1992). Dengan demikian, sebelum
mencapai kemajuannya seperti yang kita saksikan sekarang ini, Barat banyak menimba
pengetahuan dari dunia Islam.
Hasilnya, teologi-mitologi digeser oleh ilmu pengetahuan. Pada masa itu terjadi
pergumulan antara ilmu pengetahuan dan doktrin gereja.
Metodologi Studi
I

Dengan demikian, renaisans dan era modern Barat merupakan produk dari studi ilmuwan
Barat terhadap Timur (Islam). Artinya, studi terhadap Timur tidak selalu mengandung
kepentingan politis. Dalam banyak hal justru menggambarkan bahwa Barat ingin
mempelajari ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh peradaban lain.
Akan tetapi, ada sisi lemah yang memang dapat kita ungkapkan dalam kajian
orientalisme. Edward Said dalam bukunya Orientalism (1978) memberikan kritik tajam
terhadap epistemologi orientalisme. Bagi Said, tidak ada orientalisme tanpa bias politik dan
budaya. Ketika Timur di- tekstualisasikan oleh Barat, saat itu ada kepentingan peradaban
untuk menghadirkan inferioritas Timur (Islam).
Meminjam perspektif teori analisis diskursus dari Michel Foucault (1972:41), sebuah
institusi, praktik, dan konsep berkaitan dengan empat hal, yaitu keinginan, kekuasaan,
disiplin, dan pemerintahan. Keempat hal ini disebut formasi diskursif, yaitu bangunan yang
mendasari sebuah diskursus. Pengetahuan, menurut Foucault, dikontrol oleh kekuatan-
kekuatan dominan.
Berkaitan dengan hal itu, peradaban Islam dan Barat yang kita pahami tidak terlepas dari
kontestasi pemaknaan. Sekalipun keduanya merupakan realitas objektif yang tidak
terbantahkan, makna yang dikandungnya mengalami pergumulan. Hal ini karena makna
dibangun dan dikontrol oleh kekuatan-kekuatan tertentu.
Kekuatan-kekuatan tersebut berkontestasi mendaulat dirinya menjadi pemilik otoritas
untuk menafsirkan, memaknai, dan mendefinisikan. Dengan demikian, makna Barat dan
Islam berkaitan dengan kepentingan yang beroperasi di baliknya. Oleh karena itu, Said
menyimpulkan bahwa orientalisme merupakan ajang pertukaran berbagai jenis kekuasaan
(1978).
Said membedakan empat jenis kekuasaan yang berkontestasi di seputarnya, yaitu
kekuasaan politis, intelektual, budaya, dan moral. Kekuasaan politis dimaksudkan sebagai
pembentukan kolonialisme dan imperialisme, sedangkan kekuasaan intelektual bermakna
bahwa Barat hendak mendidik Timur sebab Timur dinilai bodoh, tidak menguasai ilmu
pengetahuan, menyukai kekerasan, irasional, mistis, dan seterusnya. Kekuasaan budaya
mengandung tujuan yang tidak jauh berbeda dengan yang kedua, sementara kekuasaan moral
menentukan dan mengontrol Timur tentang yang baik dan yang buruk. Kesimpulannya,
keempat jenis
j 219 Metodologi Studi
Isimu

kekuasaan yang beroperasi di balik orientalisme bermuara pada legitimasi superioritas Barat
terhadap Timur. Timur ibarat panggung yang mementaskan drama dan kejadian, sementara
Barat penontonnya yang melihat dan menilai Timur dengan ukuran-ukuran peradaban Barat.
Karya Said memberikan kontribusi signifikan dalam perkembangan kajian tentang
orientalisme. Selain itu, juga memberikan legitimasi ilmiah bagi ketidakrelaan Timur
dihadirkan oleh Barat. Bagi Said, epistemologi orientalisme menggambarkan bahwa Barat,
sang aku, yang berpikir adalah eksistensi mutlak. Dengan kata lain, Barat yang menggunakan
standar berpikir ilmiah menyatakan diri sebagai pemegang otoritas dalam menilai dan
mendefinisikan kebudayaan lain.
Sejauh ini, orientalisme memperlihatkan sang aku secara produktif mendefinisikan the
other. Bahkan, the other mengenal dirinya melalui sang aku. Dengan demikian, sang aku atau
Barat menjadi pengontrol dan peramal masa depan Timur.
Kita tidak dapat secara ekstrem beranggapan bahwa semua hasil studi orientalisme
berniat jelek untuk menghancurkan umat Islam. Akan tetapi, kita juga tidak boleh menerima
produk orientalis itu secara tidak kritis. Sisi lemah yang mendasari orientalisme adalah pada
epistemologinya. Tampaknya, hal inilah yang membuat banyak umat Islam senantiasa
mencurigai orientalisme. Alangkah baiknya jika para cendekiawan Muslim produktif
mengonsepsi sejarah dan masa depannya. Hal ini karena orientalisme hanya dapat dilawan
dengan merebut otoritas yang selama ini didominasi oleh the other.

2. Orientalisme: Melihat Islam Kritis

Salah satu tujuan orientalis adalah mengolonialisasi dunia Islam dari segala aspek,
agama, ekonomi, budaya, dan kekuasaan. Selain ada empat mazhab (Maliki, Hanbali, Syafi'i,
dan Hanafi) yang selama ini dikenal dan menjadi rujukan negara di dunia, kini ada lagi
rujukan yang digandrungi kalangan Islam, yaitu rujukan "orientalis"
Orientalis dan tujuan Barat mempelajari Islam bukan untuk mencari keimanan yang
benar. Menurut Syamsuddin, ada empat alasan Barat mempelajari Islam. Pertama, terpesona
terhadap studi Islam (fascination). Kedua, ingin tahu (curiosity). Ketiga, agama (missionary).
Keempat, karena god (Tuhan/agama), gold (kekayaan/imperialisme), dan glory (kekuasaan)
atau sering diistilahkan 3G.
220. "T <
Metodologi Studi Islam
' Tlv'

Sebagai umat Islam, kita bersifat terbuka kepada Barat sesuai dengan anjuran agama.
Hal yang mendorong kita untuk memiliki sifat itu adalah: (1) kita adalah pemilik risalah
'alamiah (global) yang datang untuk seluruh manusia di seluruh penjuru dunia. Benar bahwa
kitab suci kita berbahasa Arab, Rasul kita seorang Arab, dan Islam tumbuh di dunia Timur
(Arab). Akan tetapi, ini bukan berarti bahwa Islam ditujukan hanya untuk bangsa tertentu,
melainkan untuk segenap penduduk bumi. Agama masehi tumbuh di dunia Timur, lalu
tersebar di penjuru dunia; (2) jalan untuk menuju saling pengertian dan berdekatan cukup
banyak. Salah satunya adalah ta'aruf. Jadi, ta'aruf bukan saling bermusuhan merupakan
kewajiban semua penduduk bumi. Kita tidak sependapat dengan seorang sastrawan Barat
yang mengatakan, "Timur adalah Timur, dan Barat adalah Barat. Keduanya tidak mungkin
bertemu." Keduanya justru bisa bertemu, bahkan wajib untuk bertemu apabila niatnya benar;
(3) dunia yang semakin dekat ini mengharuskan penganut agama-agama samawi dan pemilik
setiap peradaban untuk bertemu, berdialog, dan saling memahami. Tentu dialog semacam itu
lebih baik daripada permusuhan.

3. Oksidentalisme: Menjawab Islam Sejati

Oksidentalisme (al-istighrab), secara harfiah berarti hal-hal yang berhubungan dengan


Barat, adalah kajian tentang Barat dari perspektif non- Barat, sebagai lawan orientalisme,
kajian tentang Timur dari perspektif Barat. Sebagai istilah yang independen, oksidentalisme
jarang dijumpai dalam literatur keislaman modern, bahkan dalam wacana dunia berkembang
dalam skop yang lebih besar. Oksidentalisme dalam pengertian seperti itu memang
merupakan gejala baru yang muncul pada masa akhir-akhir ini, dan itu pun masih berupa
sebuah gaung ide yang belum diaplikasikan dalam bentuk ilmu yang mapan.
Studi tentang kebaratan telah dimulai sejak awal era kebangkitan Islam atau dunia ketiga
lainnya, tetapi studi-studi tersebut masih sarat dengan analisis deskriptif yang sumber
utamanya adalah Barat. Dengan demikian, kajian-kajian semacam itu tidak lebih dari sekadar
promosi atau porpaganda bagi superioritas Barat. Model seperti ini belum mempresentasikan
yang dimaksud dengan format oksidentalisme diskursif, yaitu wacana yang melihat dan
mengkaji Barat dan non-Barat, seperti para orientalis yang mengkaji Timur dari perspektif
mereka. Kajian seperti itulah yang disebut oleh Hassan Hanafi sebagai oksidentalisme
"sungsang" (A. Luthfi Assyaukani, 1991:131).
Metodologi Stui)i >J- .221
Islam
Munculnya oksidentalisme pada mulanya hanya gagasan yang lebih bersifat reaksi
daripada sebuah proyek peradaban yang mempunyai tujuan tertentu. Dalam kaitan Ini, ada
Indikasi ketidakpuasan terhadap kajian-kajian Barat dan kebaratan yang telah ada. Pertama,
karena kajian-kajian semacam itu merupakan produk Barat yang notabene tidak dapat lepas
dari bias dan subjektivitas. Kedua, kajian semacam itu tidak lebih dari promosi peradaban
orang lain yang kurang (untuk tidak mengatakan kosong) d|ri kritisisme. Lebih dari sekadar
alasan Ini, kelahiran oksidentalisme didorong oleh faktor emosional atas kesalahan-kesalahan
dari Barat yang dialami dunia Timur pada umumnya dan dunia Islam khususnya. Barat
dengan segala implikasinya telah berjaya menguasai Timur. Penguasaan atau lebih tepatnya
kolonialisme Barat atas Timur Ini dalam perjalanan sejarahnya tidak dapat dipisahkan dari
orientalisme.
Berkaitan dengan hal Ini, Ahmad Sahal (1992: 32) mengemukakan
sebagai berikut.
1) Orientalisme adalah konsep Barat mengenai the otherness dari dunia Timur. Sejak
renaisans, Barat menemukan kesadaran humanisme sebagai identitas budaya mereka,
serta-merta timbul definisi the other dari budaya non-Barat. Timur adalah dunia lain
karena penuh misteri, eksotik, aneh, bermental pasif, dan seterusnya. Artinya, Timur
harus "divisualisasikan" Proyek sivilisasi lalu menjadi pembenaran ideologis bagi
berlangsungnya kolonialisme.
2) Humanisme, orientalisme, dan kolonialisme dalam sejarahnya ternyata berjalan
paralel.Tidak heran apabila sistem pengetahuan orientalisme selama berabad-abad
menjadi alat kepentingan kolonialisme. Hal ini karena mengetahui Timur identik dengan
menguasainya.
Hassan Hanafi (1991:33) dengan gagasan oksidentalismenya mencoba
membalikkan paradigma dengan cara berikut.
1) la ingin mewujudkan oksidentalisme sebagal antitesis terhadap orientalisme; dan ini
adalah dalam hubungannya dengan masalah kolonialisme.
2) la menulis, "Oksidentalisme adalah lawan orientalisme. Ilmu ini sangat penting
diwujudkan untuk masa sekarang karena Barat untuk kedua kalinya mulai menancapkan
lagi kuku kolonialisnya, setelah kolonialisme yang pertama mengimplikasikan
munculnya gerakan pembebasan sebagai bangsa.
3) la mengklaim bahwa oksidentalisme yang digagasnya itu merupakan ilmu untuk masa
depan, yang berusaha mengubah diskursus Arab
222; T <
Metodologi Studi Islam
-Islam kontemporer dalam mempelajari Barat. Apabila selama ini selalu dominan dan
selalu menjadi guru bagi Timur, dengan oksidentalisme, Hanafi ingin menjadikan Barat
sebagai murid Timur.
Dengan demikian, terbentuknya oksidentalisme merupakan upaya untuk mengikis
serangan Westernisasi yang semakin meluas wilayah jangkauannya, yang tidak terbatas
dalam kehidupan seni dan budaya, tetapi meluas ke dalam tata cara kehidupan sehari-hari.
Westernisasi adalah bagian tidak terpisahkan dari alienasi, yaitu saat berpindahnya
subjek diri (al-ana) pada yang lain (al-akhar) (Hassan Hanafi, 1991: 25). Seseorang yang
terbaratkan adalah yang sudah alamiahnya, menjelaskan proporsinya, asal-usulnya,
kesesuaiannya dengan situasi kesejahteraan tertentu, jenis religiusitas dan karakteristik
masyarakatnya sehingga dapat dihadapkan pada peradaban non-Eropa, untuk memperlihatkan
bahwa terdapat banyak model peradaban dan banyak jalan menuju kemajuan (Hassan Hanafi,
1991: 36).
Dalam kerangka inilah, Hanafi secara kritis kemudian "membuka" wajah peradaban
Barat sejak tumbuh sampai berkembang puncaknya. Ketika "membuka" asal-usul kesadaran
Eropa, misalnya Hanafi menunjukkan bahwa usul kesadaran Eropa memang telah menjadi
landasan lokal atas watak peradaban Eropa sebagai pencerminan watak Eropa yang barbarian,
materialistik, sensasional, liar, dan rasial. Lingkungan geografis mereka membuat mereka
saling berebut sumber daya alam. Utara yang dingin merebut Selatan yang subtropik, dan
mereka mentransformasikan watak kesukuannya itu menjadi perang kolonialisme dan
penaklukan ke luar Eropa (Hassan Hanafi, 1991:109-110).
Analisis Hanafi (1991: 99) terhadap kesadaran Barat sejak munculnya sampai pada masa
modern, sebagaimana disebutkan Boulllata, membawanya pada kesimpulan bahwa kesadaran
Barat dewasa ini berada dalam keadaan kritis, sedangkan kesadaran Islam muncul untuk
mengambil tempatnya yang sah dalam kepemimpinan dunia, apabila diorientasikan secara
tepat.
Menurut Hanafi (1991: 50-56), jika pembentukan ilmu oksidentalisme sudah benar-benar
lengkap yang dilakukan oleh generasi-generasi kita kelak, dan telah menjadi sebuah cabang
epistemologi yang hampir menjadi ideologi dunia Timur, saat itulah kita menyaksikan hasil
oksidentalisme yang di antaranya sebagai berikut.

Metodologi Studi > 223


Islam
1) Penguasaan terhadap tradisi dan budaya Barat, dari masa pembentukan,
kegemilangan, hingga keruntuhannya. Dari sini, semua sistem berbalik, dari guru
menjadi murid, dan dari subjek menjadi objek.
2) Menyadari bahwa Barat merupakan bagian dari sejarah manusia yang tidak
terpisahkan, dan tidak seperti yang selama ini menghantui banyak orang bahwa Eropa
berada di luar garis sejarah (beyond history).
3) Mengembalikan tradisi dan budaya Barat ke asal serta mengakhiri yang dinamakan
perang pemikiran (ghozw ol-fikr) dan perang budaya (ghozw ats-tsoqafi).
4) Menghapuskan mitos "budaya internasional" atau budaya dunia yang selalu
digemborkan Barat. Di sini, kita harus mengakui bahwa setiap bangsa mempunyai model
dan corak budaya sendiri bahwa di sana ada Cina, India, Iran, Arab, Afrika, dan Amerika
Latin. Selanjutnya, terhapuslah "centris" yang selama ini bermuara pada suatu bangsa,
untuk kemudian timbul akulturasi (at-tatsaquf).
5) Penulisan kembali sejarah dan meletakkan Barat pada proporsi yang sebenarnya.
6) Usaha yang lebih aktif untuk meraih kebebasan. Dari sini, logika yang dimainkan oleh
orang Timur (Islam) adalah: "Aku tidak teraliensi, karenanya aku ada" atau "Aku bukan
yang lain, karenanya aku ada" Cogito yang digunakan di sini adalah cogito opposite
(penolakan) karena sebenarnya itulah konsep hidup Muslim: memberikan penolakan
dahulu, baru kemudian menerima, sebagaimana tercermin dalam kalimat syahadat, la
ilaha illa Allah.

Barat

fC?) Dunia Islam sebagai Objek Studi antara Timur dan

7 . Objek Studi Islam

Pertanyaan secara kritis yang berkaitan dengan posisi Islam sebagai objek studi masih
dikembangkan secara lebih luas dan lebih mendalam. Pertanyaan semacam ini memiliki
peran penting untuk melihat posisi yang jelas terhadap aspek ini. Dengan adanya pertanyaan
semacam ini, diharapkan menjadi jelas mengenai aspek apa saja dari Islam yang dapat
menjadi objek studi.
224;-X<-
Metodologi Studi Islam
Objek studi keagamaan ini terletak pada sifat mendua dari penelitian agama, yaitu
penelitian agama sebagai cara mencari kebenaran dari agama dan sebagai usaha untuk
menemukan dan memahami kebenaran dari realitas empiris, secara metodologis. Penelitian
agama akan mengalami kesulitan untuk memosisikan antara dirinya dengan masyarakat yang
ditelitinya, meskipun ia bagian dari masyarakat dan nilai sosial yang diteliti tersebut.
Jarakjnilah yang menentukan sesuatu yang dijadikan subject matter, sasaran yang diteliti.
Jadi, penelitian agama sebagai usaha akademis berarti menjadikan agama sebagai sasaran
penelitian. Secara metodologis, agama harus dijadikan fenomena real, walaupun agama itu
mungkin terasa abstrak.
Menurut Taufik Abdullah, agama sebagai sasaran kajian dapat dikategorikan menjadi
tiga, yaitu agama sebagai doktrin, dinamika dan struktur masyarakat yang dibentuk oleh
agama, dan sikap masyarakat pemeluk terhadap doktrin.
Kategori pertama mempersoalkan substansi ajaran agama. Akan tetapi, yang menjadi
sasaran penelitian agama sebagai doktrin adalah pemahaman manusia terhadap doktrin-
doktrin tersebut. Kategori kedua meninjau agama dalam kehidupan sosial dan dinamika
sejarah. Sementara kategori ketiga merupakan usaha untuk mengetahui corak penghadapan
masyarakat terhadap simbol dan ajaran Islam.
Secara lebih terperinci, dalam mempelajari suatu agama, ada lima bentuk fenomena
agama sebagai bentuk kebudayaan yang perlu diperhatikan. Lima hal tersebut adalah:
1) naskah-naskah (scripture) atau simbol-simbol agama;
2) sikap, perilaku, dan penghayatan para penganut atau tokoh-tokoh
agama;
3) ritus-ritus, lembaga-lembaga, dan ibadat-ibadat agama, seperti shalat, haji, puasa,
zakat, nikah, dan sebagainya;
4) alat-alat atau sarana peribadatan, seperti masjid, peci, dan sebagainya;
5) lembaga atau organisasi keagamaan tempat para penganut agama berperan.

a Studi Islam di Barat

Ditinjau dari perspektif sejarah, studi yang dilakukan oleh orang Indonesia di Barat
berlangsung cukup lama. Sekalipun demikian, fokus studi yang dilakukan belum menyentuh
secara langsung dalam bidang kajian Islam.

Metodologi
Studi Islam
Fokus studi Islam mulai dilakukan setelah Indonesia merdeka. Orang Indonesia pertama
yang melakukan studi Islam di Barat adalah M. Rasjidi. Menteri pertama Indonesia ini
menanamkan program doktor di Universitas Sorbonne Prancis. Disertasi Rasjidi berjudul
l'evolution dengan l'lslam Indonesia ou Consideration Critigue du liver, Tjentini. Sebagai
doktor pertama dari universitas di Barat, Rasjidi menjadi idola dan sumber ilham bagi
generasi muda Indonesia. Sebagai seorang intelektual, Rasjidi telah mengambil bagian
terpenting dalam usaha menghidupkan kembali "api" Islam.Tokoh lain yang terpenting
menjadi generasi awal yang melakukan studi Islam di Barat pasca-Rasjidi adalah Harun
Nasution.
Harun menempuh perguruan tingginya di Kairo dan di Kanada. Jadi, perpaduan Timur
Tengah dan Barat. Sekalipun demikian, sebagaimana diakuinya, studi di Mcgill Kanada yang
menorehkan pengaruh mendalam dalam perjalanan karier akademiknya.
Rasjidi dan Harun Nasution adalah generasi awal sejarah Islam Indonesia yang
melakukan studi Islam di negeri Barat. Setelah mereka, bermunculan intelektual yang juga
menempuh studi Islam di Barat. Beberapa di antaranya adalah Nurcholish Madjid, A. Syafi'i
Ma'arif, Azyumardi Azra, M. Athho' Muhzar, M. Dien Syamsuddin, Safiq A. Mughni,
Achmad Jainuri,Thoha Hamim, dan Akh Minhaji. Para alumni Barat ini memiliki pengaruh
dan kontribusi besar dalam studi Islam di Indonesia.
Studi Islam di negeri Belanda dilakukan di beberapa universitas pada fakultas-fakultas
tertentu. Memang, di sana tidak ada fakultas khusus yang mempelajari agama Islam, tetapi
Islam dipelajari dalam kerangka berbagai disiplin ilmu. Ada enam fakultas yang menjadikan
Islam sebagai bidang studi yang terbesar di beberapa fakultas dan vak grup, antara lain: (1)
Universitas Leiden (negeri); (2) Universitas Katholik Nijimegen; (3) Universitas Amsterdam
(negeri); (4) Universitas Protestan Amsterdam (Vrije Universiteit); (5) Universitas Groningen
(negeri); (6) Universitas Utrecht (negeri).

b. Studi Islam di Timur

Hampir sama yang terjadi di Barat, studi Islam di negeri-negeri Timur Tengah juga
bervariasi. Antara satu negara dan negara lainnya terdapat perbedaan. Hal ini wajar karena
karakteristik studi Islam dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya faktor kebijakan
politik, dinamika sosial budaya, latar belakang pemegang kebijakan pendidikan
perkembangan ekonomi, dan berbagai faktor lainnya. Studi Islam di Timur tampak pada
universitas-universitas berikut ini.
Metodologi Studi Isimu
1) Di Universitas Teheran Iran misalnya, ada ruang khusus yang menyimpan naskah-
naskah kuno, yang ditulis oleh para pemikir klasik dan ditulis oleh bahasa Persia. Itulah
sebabnya Marshal Hudgson (1999) menyatakan dalam bukunya, The Venture of Islam,
bahwa dalam pemikiran Islam, ada Islam, ada Islamicate, dan ada Islam dom, yaitu
kebudayaan Islam setelah berinteraksi dengan berbagai budaya dari negeri-negeri yang
kemudian disebut negeri-negeri Muslim. Di Teheran Iran ada juga Universitas Imam
Sadiq yang mempelajari Islam dan ilmu umum sekaligus.
2) Di Universitas Damaskus Syria, yang memiliki banyak fakultas umum, studi Islam
ditampung dalam Kuliatu Asy-Syari'ah (Fakultas Syariah), yang di dalamnya ada
program studi Ushuludin, Thasawuf, Tafsir, dan sejenisnya. Jadi, pengertian syariah di
sana lebih luas daripada pengertian syariah sebagai hukum Islam, seperti yang ada di
IAIN.
3) Di Aligarch University India, studi Islam dibagi menjadi dua. Pertama, Islam sebagai
doktrin dikaji dalam Fakultas Ushuluddin yang mempunyai dua jurusan, yaitu jurusan
Mazhab Ahli Sunnah dan Syi'ah. Kedua, Islam sebagai sejarah dikaji pada Fakultas
Humaniora dalam jurusan Islamic Studi yang berdiri sejajar dengan jurusan politik,
sejarah, dan lain-lain.
4) Di Jamiah Millia Islamia, New Delhi, Islamic Studi Program berada pada Fakultas
Humaniora, bersama Arabic studies, Persian studies, dan Political Science.
5) Di Universitas Islam Internasional Malaysia, program studi Islam berada di bawah
Kulliyah of Revealed Knowledge and Human Sciences (Fakultas Ilmu Kewahyuan dan
Ilmu Kemanusiaan). Selain jurusan kewahyuan dan warisan Islam, dalam fakultas ini
juga ada jurusan psikologi, sosiologi, filsafat, ilmu politik, dan lain-lain.
6) Di Universitas Al-Azhar Mesir, yang menjadi imam bagi IAIN sebagai metodologi
mendekati Islam, pada awalnya, studi Islam telah berubah bentuk pengorganisasiannya.
Al-Azhar sampai tahun 1961 memiliki fakultas-fakultas seperti yang dimiliki IAIN.
Setelah tahun 1961, Al-Azhar tidak lagi membatasi diri pada fakultas-fakultas agama,
tetapi juga membuka fakultas-fakultas lain Al-Azhar, seperti di Kairo, dan daerah
mempunyai' program khusus untuk wanita dan laki-laki. Di Kairo sendiri ada beberapa
fakultas, yaitu Fakultas Ushuludin, Fakultas Hukum (Islamic Jurisprudence and
Laukauliatu Asy-
Metodologi Studi Islam
Syariah wa Al-Hukum), Fakultas Bahasa Arab (Faculty Language/Kulliyah
AI-'Arabiyah), Fakultas Studi islam dan Arab ( of Islamic and Arabic
Studies/Kulliyah Al-lslamiah wal

'Arabiah), Fakultas Dakwah, Fakultas Tarbiyah, Kulliyah Lughah wa At- Terjamaah


(Fakultas Bahasa dan Terjamaah), Faculty of Science (Fakultas Sains), Fakultas
Kedokteran {Faculty Fakultas Pertanian, Ekonomi, dan Teknik. Pada Fakultas Sains
terdapat jurusan Kimia, Geologi, Mikrobiologi, Anatomi, Astronomi, Fisika, dan
Zoologi. Pada Fakultas Peternakan terdapat jurusan Peternakan, Ekonomi, Pertanian,
Industri Makanan, Genetika, Pertahanan, Insektisida, Hortikultura, dan Masyarakat
Pedesaan.
7) Di daerah-daerah, seperti As-Suyut, ada Fakultas Ushuluddin, Dakwah, Saryi'ah wal
Fluquq, Bahasa Arab, Kedokteran Umum, Kedokteran Gigi, dan Farmasi.
8) Di Zakasyi ada Fakultas Ushuluddin, Dakwah, dan Saryi'ah walHuquq.
9) Di Al-Mansyurah ada Fakultas Ushuluddin, Dakwah, Bahasa Arab.
10) Di Tanta ada Fakultas Ushuluddin, Dakwah, Bahasa Arab, dan seterusnya.
Melihat peran ini, kita simpulkan bahwasanya studi Islam di Timur Tengah, sebagaimana
studi Islam di Barat dan berbagai negara lainnya, tidak seragam. Ada karakteristik khas dari
tiap-tiap negara dan perguruan tinggi. Hal ini menjadikan kekayaan warna dalam studi Islam
di tiap-tiap lembaga dan negara. Konstruksi semacam inilah yang memperkaya warna studi
Islam.

2. Islam dan Globalisasi

Pada dunia yang sedang berkembang dengan pesat terdapat berbagai kemajuan dari
berbagai bidang yang tidak memiliki batas dan tahap yang ditetapkan. Islam tidak melarang
umatnya untuk menjalani kehidupan dengan membawa kemajuan tersebut. Akan tetapi, kita
tahu bahwa bukan Islam yang mengikuti zaman, melainkan zaman itulah yang harus sesuai
dengan Islam. Saat ini, komputer tidak asing di mata manusia, tetapi banyak umat Islam yang
terlewat untuk mengikuti kemajuan yang ada.
Harus kita sadari bahwa umat Islam menjadi kelompok terbelakang dalam penguasaan
dan pengembangan sains dan teknologi.'Pada sisi lain, kelompok agama lain begitu maju
dengan berbagai teknologi dan pengamatan terhadap luar angkasa hingga teknologi pertanian.
Oleh karena itu, harus dibuktikan bahwa Islam tidak hanya dapat menjadi pengikut global.
3. Islam Eksklusif dan Inklusif

Inklusivitas Islam adalah agama yang universal dan dapat diterima oleh semua orang
yang berakal sehat tanpa memedulikan latar belakang, suku bangsa, status sosial, dan atribut
keduniawian lainnya. Islam eksklusif dan inklusif adalah menetapkan persepsi Muslim
terhadap masalah hubungan Islam dan Kristen di Indonesia.
Jika kita cermati sejumlah tulisan Nurcholish Madjid dan Budy Munawar Rahmat,
termasuk kategori pluralis yang menyatakan semua agama benar dan sebagai jalan yang sah
menuju Tuhan itu bukan inklusif lagi.
Pluralisme agama adalah sebuah konsep yang mempunyai makna yang luas, berkaitan
dengan penerimaan terhadap hal-hal yang berbeda, dan dipergunakan dalam cara yang
berlainan pula. Konsep pluralisme agama adalah sebagai berikut.
a. Agama seseorang bukanlah sumber satu-satunya yang eksklusif bagi kebenaran.
Dengan demikian, dalam agama-agama lain pun dapat ditemukan kebenaran dan nilai-
nilai yang benar.
b. Dua atau lebih agama yang sama-sama memiliki klaim kebenaran yang eksklusif
sama-sama sahih. Pendapat ini sering menekankan aspek-aspek bersama yang terdapat
dalam agama.
c. Pluralisme kadang-kadang digunakan sebagai sinonim bagi upaya untuk
mempromosikan suatu tingkat kesatuan, kerja sama, dan pemahaman yang lebih baik
antaragama atau berbagai dalam satu agama.
d. Sebagai sinonim, pluralisme merupakan prasyarat untuk ko-eksistensi harmonis
antara berbagai pemeluk agama ataupun denominasi yang berbeda-beda.

4. Islam Liberal

Dalam memahami Islam liberal, kita perlu merujuk pada dua kata yang tercakup di
dalamnya, yaitu kata "Islam" dan "liberal" Mengenai kata "Islam" kita akan masuk dalam
pembahasan yang begitu luas dan mencakup berbagai aspek yang bersentuhan dengan kata
Islam. Oleh karena itu, diperlukan pembatasan yang lebih fokus terhadap makna "Islam"
apabila dikaitkan dengan makna "liberal" yaitu sebagai "suatu bentuk penafsiran" atau
"pemahaman" Berawal dari bentuk penafsiran atas islam, kemudian memasuki aspek lain
dalam Islam. Adapun kata "liberal" memiliki banyak
Metodologi
Studi Ialam
arti. Dalam Oxford Dictionary terdapat tujuh macam arti "liberal" lima di antaranya, yaitu:
(1) memberikan kebebasan, banyak, berlimpah ruah; (2) berpikiran terbuka dan tidak
berprasangka; (3) tidak tekstual; (4) memperluas wawasan pemikiran; (5) mengubah
pemahaman-pemahaman tradisional yang sudah tidak sesuai dengan pemahaman modern,
dan sebagainya.
Jadi, main stream Islam liberal berkenaan terhadap bentuk penafsiran tertentu atas teks-
teks keislaman. Dengan demikian, Islam liberal memercayai bahwa ijtihad atau penalaran
rasional'terhadap teks adalah prinsip-prinsip utama yang memungkinkan Islam terus dapat
bertahan dalam segala keadaan. Dengan demikian, penutupan pintu ijtihad, baik secara
terbatas maupun secara keseluruhan adalah ancaman bagi Islam. Hal ini membuat Islam akan
mengalami pembusukan. Islam liberal percaya bahwa ijtihad dapat diselenggarakan dalam
semua segi, baik segi muamalat (interaksi sosial), ubudiyyat (ritual) maupun ilahhiyyat
(teologi).
Selain membuka pintu ijtihad pada semua dimensi Islam, ide pokok Islam liberal, yaitu
"memercayai kebenaran yang relatif, terbuka, dan. plural" Gagasan tentang kebenaran
sebagai sesuatu yang relatif, terbuka, dan plural. Relatif karena sebuah penafsiran adalah
kegiatan manusiawi yang terkungkung oleh konteks tertentu; terbuka karena setiap bentuk
penafsiran mengandung kemungkinan salah, selain kemungkinan benar; plural karena
penafsiran keagamaan, dalam satu dan lain cara, merupakan cerminan dari kebutuhan seorang
penafsir pada suatu masa dan ruang yang terus berubah-ubah.
Ada beberapa lagi ide yang dikembangkan Islam liberal, seperti memihak pada yang
minoritas dan tertindas, meyakini kebebasan beragama karena tidak seorang pun berhak
memaksakan suatu pendapat dan kepercayaan kepada orang lain, dan ingin memisahkan
otoritas duniawi dan ukhrawi serta otoritas agama dan politik. Ringkasnya,"Islam liberal"
adalah Islam yang menekankan kebebasan pribadi dan pembebasan dari struktur sosial politik
yang menindas.
Wujud keberadaan Islam liberal terwadahkan dalam suatu komunitas yang bernama
Jaringan Islam Liberal (JIL). Jaringan ini sangat intens dalam menyuarakan pemahamannya
dengan menggunakan media komputerisasi dan e-mail, selain media-media cetak, seperti
buku-buku dan artikel-artikel. Islam liberal memang memiliki wadah atau komunitas. Akan
tetapi, jika kita kembali pada definisi di atas, setiap orang yang mempunyai pemaham ^

Metodologi Studi ]>lam


terbuka, tidak tekstual, tidak mau diintervensi oleh pe-mahaman lain juga termasuk kategori
Islam liberal, walaupun tidak harus masuk ke dalam komunitas JIL.

5. Jihad dan Terorisme

Berbicara tentang jihad, umat Islam harus memahami dengan benar tentang pengertian
jihad karena kedudukannya yang tinggi dan mulia dalam Islam. Posisi (kedudukan) jihad
dalam Islam merupakan puncak tertinggi.Tidak ada amalan lain dalam Islam yang melebihi
ketinggiannya. "Puncak ketinggian Islam itu adalah jihad, tidak akan mampu meraihnya,
kecuali orang yang lebih utama daripada mereka" (H.R. Ath-Thabrani).
Musuh-musuh Islam mengetahui persis bahwa kekuatan Islam terletak pada ajaran jihad.
Oleh karena itu, mereka berusaha sekuat tenaga untuk menjauhkan umat Islam dari jihad.
Dengan menggunakan segala cara, mereka mencoba menyebarkan fitnah seolah-olah jihad itu
identik dengan tindakan bar-bar yang tidak kenal perikemanusiaan. Jihad digambarkan
sebagai kebengisan manusia atas manusia lain dengan mantel agama. Bahkan, akhir-akhir ini
jihad diidentikkan dengan terorisme. Padahal, dalam Islam tidak dikenal kata teror apalagi
terorisme karena teror adalah usaha, menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh
seseorang atau golongan terhadap orang atau golongan lain. Hal yang sangat bertentangan
dengan Islam yang mengajarkan perdamaian dan persaudaraan. Rasulullah SAW. bersabda,
"Tidak halal bagi seorang Muslim menakut-oakuti orang lainnya" (H.R. Abu Dawud).
Demikian pula dalam Hadis Riwayat Muslim yang artinya, "Barang siapa mengacungkan
senjata tajam kepada saudaranya (muslim), malaikat akan melaknatnya sehingga ia
meninggalkannya." Disabdakan pula, "Tidak (sempurna) iman seseorang di antara kamu,
sampai mencintai untuk saudaranya apa-apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri" (H.R.
Bukhari Muslim).
Jihad dalam Islam merupakan ajaran yang suci, la bersih dari berbagai tendensi
kejahatan, balas dendam, atau berbagai tindak kebengisan dan kekerasan. Jihad adalah cara
yang diperkenalkan Islam kepada umatnya untuk membela diri, mempertahankan
keyakinannya, dan hidup secara layak sebagai makhluk yang bermartabat di muka
bumi.Tidak ada satu pun perintah dalam Al-Quran ataupun As-Sunnah yang mengajak umat
Islam memerangi manusia yang berbeda paham, ideologi, ataupun agama karena Islam
adalah rahmatan lil-alamin.

Metodologi
Studi Islam
Problem dan Prospek Pendekatan Studi Kawasan dalam Studi Islam dan
Komunitas Muslim

7. Beberapa Persoalan dan Survei Literatur

Pada awal bab ini, telah diuraikan rumitnya studi Islam. Bahkan, Adams secara jujur
mengatakan bahwa sekadar mendefinisikan, "What /s Islam?" Bukan persoalan mudah. Kasus
ini juga terjadi pada agama lain selain Islam. Kalaupun ada pendefinisian tentang agama
secara singkat dan akurat, di sana ada poin-poin penting yang terlupakan, yang satu sama lain
(seharusnya) menjadi satu bagian.
Pada sisi lain, usaha untuk mempelajari (mencari definisi) agama dengan pendekatan
akademik terus dilakukan sebagai bagian tidak terpisahkan dari agama sebagai bagian
integral kehidupan manusia. Meskipun ada sebagian yang berpendapat bahwa pencarian
agama dengan pendekatan akademik dianggap suatu kemustahilan (absurdity) karena agama
yang holistic dan menggunakan bahasa-bahasa langit (Tuhan) yang unfamiliar, distance, dan
obscure tidak mungkin dipahami dengan paradigma dan bahasa manusia yang profan
(Komarudin Hidayat, 2002:3).
Akan tetapi, Adams mengakui bahwa meskipun mempelajari agama (Islam) bukan
perkara mudah, bahkan (jika mungkin) dapat menyerempet bahaya, masih ada space untuk
menuju ke sana dengan model pendekatan yang beragam tanpa harus mereduksi masalah
pokok agama. Pendekatan seperti ini memang terbukti cukup efektif untuk mengkaji agama
lebih mendalam. Perspektif Adams sejalan dengan pendekatan Ronald J. Glossop yang
mengatakan bahwa agama mencakup seluruh persoalan, perasaan, upacara, praktik tertentu,
dan bukan hanya seperangkat kepercayaan (Ronald J. Glossop, 1974:7).
Perspektif yang sama juga dikemukakan oleh Ninian Smart bahwa studi agama harus
menyangkut ritual, naratif, pengalaman, dan doktrinal (Ninian Smart, 2002: viii). Agama
(Islam) cfibedah dan dikaji dengan pendekatan multidisipliner (aqliyah dan naqliyah)
(Matulada, 1991: 1-7). Persoalannya terletak pada cara menempatkan agama (Islam) menjadi
objek kajian; apakah pada wilayah substansi ajaran atau perilaku pemeluknya.
Jauh sebelum Adams, tokoh-tokoh hermeneutik seperti Wilhelm Dilthey telah mengurai sudut

.
232:
Metodologi Studi Islam

pandang dan cara kerja ilmu-ilmu sosial


igeiteswissenschaften), khususnya dalam mengkaji agama dan kitab suci, hanya membedakan
cara kerja akademik dengan ilmu-ilmu alam Cnaturwissenschoften) (Josef Bleicher, t.t.: 15).
Dilthey mengatakan, apa pun dapat dikaji, termasuk agama, asalkan objeknya jelas dan
pembagian area study-nya jelas pula.
Persoalan berikutnya sebagaimana diungkapkan oleh Amin Abdullah adalah bagaimana
memahami yang "abstrak" dan yang "konkret" (Abdullah, Amin, 2003: 23). Wilayah kajian
akademik menyangkut sesuatu yang konkret, sementara yang abstrak mewujud dalam sesuatu
yang konkret berupa tindakan-tindakan. Jika kembali pada gagasan awal Adams tentang area
studi Islam yang berawal dari "normatif" ke "diskriptif" studi agama sangat aspektual dan
lintas studi dan harus ada titik temu antara agama dan aspek-aspek kehidupan manusia. Cara
pandang Adams ini mengisyaratkan adanya pendekatan yang tidak sekadar teologis ataupun
scientific, tetapi juga mengarah pada pengombinasian keduanya {multi approaches).
Menurut Faried Essack (2000: 36), cara pandang normatif tidak dapat terlepas dari
konteks sosiologisnya, dan teks-teks agama selalu berdialog dengan situasi tempat teks itu
berada. "Orang tidak dapat terlepas dari pengalaman pribadi dan sosial yang membentuk
keutuhan eksistensinya. Dengan demikian, siapa pun yang membaca teks atau
menggambarkan situasi apa pun, ia melakukan proses dialog terus-menerus" Dari sinilah Abu
Zayd (2001: 1) menggambarkan bahwa studi keagamaan tidak dapat dilepaskan antara "studi
teks" dan "studi tradisi" yang kemudian banyak mengilhami munculnya gagasan baru
terhadap pemahaman agama.
Dalam model kajian agama dengan pendekatan hermeneutik, masalah tersebut
sebenarnya wajar, yaitu pergerakan studi dari "normatif" ke "diskriptif" yang dalam
hermeneutik diistilahkan dengan "teks" dan "konteks" Untuk mengkaji teks dalam
hermeneutik, menurut Fazlurrahman harus didahului dengan mengkaji konteks
(Fazlurrahman, 2003: 1-13). Konteks ini adalah persoalan yang bersifat sosiologis dan
historis. Untuk mendapatkan data penafsiran yang akurat tentang teks (Al-Quran), diperlukan
studi yang mendalam tentang situasi sosial tempat teks itu muncul.

2. Pendekatan Studi Kawasan

Dalam dunia ilmu pengetahuan, menurut Parsudi Suparlan (1998: v), makna istilah
"pendekatan" adalah sama dengan "metodologi" yaitu "sudut pandang atau cara melihat dan
memperlakukan sesuatu yang menjadi perhatian atau masalah yang dikaji."
Metodologi Studi Isimu
A . , x 233
Adapun yang dimaksud dengan pendekatan adalah cara pandang atau paradigma yang
terdapat di dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.
Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahmat, sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata (2001: 28),
menyatakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma.
Jadi, pendekatan studi area merupakan pendekatan yang meliputi bidang kesejarahan,
linguistik, dan semua cabang ilmu, serta pengetahuan yang berkaitan dengan pertumbuhan
dan perkembangan peradaban dan kebudayaan terhadap keadaan masyarakat di suatu wilayah
atau kawasan. Problematika yang dihadapi pada penelitian dengan menggunakan pendekatan
studi area dalam Studi Islam dan Komunitas Muslim, berbanding lurus dengan objek dan luas
wilayah yang akan diselidiki. Semakin kompleks objek yang menjadi sasaran penyelidikan
dan semakin luas wilayah yang dijangkaunya, semakin besar persiapan yang diperlukan
untuk menerapkan studi area.

3. Prospek Pendekatan Studi Kawasan

Prospek pendekatan studi area dapat dikatakan sangat baik. Hal ini mengingat perlunya
dibangun saling pengertian dan kerja sama antar- komunitas Muslim dunia yang meliputi luas
wilayah mencapai 31,8 juta km2 atau sebanding dengan 25% dari seluruh wilayah dunia,
memanjang dari Indonesia di sebelah timur hingga Senegal di sebelah barat, serta dari utara
Turkistan hingga ke selatan Mozambik, dengan jumlah populasi umat Islam mencapai
1.334.000.000 jiwa, mayoritas hidup di dunia Islam ( miliar) dan selebihnya hidup sebagai
minoritas Muslim ( 334.000.000). Minoritas Muslim tersebut yang terbanyak berada di
India dan Cina (Ahmad Al-Usairy, 1999:458-459).
Syahristani (Taufik Abdullah (ed.), 1987: 105) dalam kitabnya, Al-Milal waAn-Nihal,
mengupas tentang teori peradaban manusia yang dipengaruhi olehHetak geografisnya,
menjadi Timur, Barat, Utara, dan Selatan. Bangsa- bangsa Barat berbeda dengan bangsa-
bangsa Timur dan bangsa-bangsa yang berada di belahan bumi Utara berbeda dengan bangsa-
bangsa yang berada di belahan bumi Selatan, la juga menyebutkan empat bangsa induk di
dunia, yaitu Arab, Persia, India, dan Roma (Barat). Menurutnya, bangsa Arab dan India
memiliki kemiripan, yaitu cenderung pada pengamatan ciri-ciri khusus dari suatu kenyataan
dan membuat penilaian berdasarkan pandangan mengenai substansi dan hakikat kenyataan itu
melalui pertimbangan kerohanian. Adapun bangsa Persia dan Roma mempunyai
Metodologi Studi siam
kesamaan dalam kecenderungan melihat kenyataan dari tabiat luarnya, kemudian
memberikan penilaian menurut ketentuan kualitatif dan kuantitatif dengan pertimbangan
berdasarkan keadaan secara fisik.

4. Signifikansi dan Kontribusi

Penerapan pendekatan studi area dalam studi Islam dapat menghindari terjadinya
kekeliruan dalam memandang keadaan Islam dan umatnya yang berada di belahan bumi yang
berbeda dari tempat seorang pengamat itu berada. Penyelidikan melalui pendekatan ini
memerhatikan unsur tempat, objek, waktu, latar belakang, dan pelaku peristiwa tersebut.
Melalui pendekatan studi area, kita diajak menukik dari alam idealis menuju alam realistis-
fenomenologis sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan dan penilaian yang lebih objektif
terhadap fakta-fakta yang ditemukan terhadap suatu objek di suatu area.
Jadi, seperti yang telah dijelaskan dari signifikansi pendekatan studi area sebelumnya,
kontribusi studi area dalam studi Islam dapat disebutkan sebagai berikut. .
a. Memberikan penjelasan tentang keadaan keislaman di suatu daerah menurut data dan fakta
yang ada sehingga peneliti dapat melihat hal tersebut dengan penilaian yang mendekati titik
objektivitas. Contohnya, bagaimana Muslim Indonesia memandang Muslim India bercorak
sinkretis hinduistik yang kental, sehingga lebih menonjol kehinduan- nya daripada
keislamannya, padahal kenyataannya tidak demikian. Di sana mudah dijumpai komunitas
Muslim, bahkan dengan pengamalan agama yang sangat Islami sesuai dengan syariat Islam.
Kemudian, bagaimana cara Muslim Indonesia menilai dengan nada keprihatinan terhadap
modernisasi dan sekularisme di Turki? Padahal, hingga sekarang, Turki merupakan negeri
Muslim yang sangat kuat pengaruh Islamnya sehingga di sana sulit menemukan gereja.
Selain itu juga, bagaimana misalnya, cara orang Turki dan Timur Tengah memahami keadaan
di Indonesia, yang beranggapan bahwa sulit membedakan seorang Muslim dengan non-
Muslim di Indonesia, baik laki-laki maupun wanitanya? Menurut mereka, umat Islam
Indonesia sangat rentan pemurtadan karena tidak adanya semangat dan gerakan atau lembaga
keislaman. Padahal, di Indonesia pengamalan Islam cukup marak dan gerakan keislaman
masih mudah dijumpai keberadaannya.

. ...;zraw.
Metodologi Studi , 23 5
Isimu

Anda mungkin juga menyukai