PEMIKIRANNYA
dalam buku saku filsafat islam karya Haidar bagir, dijelaskan bahwa setidaknya ada lima
macam aliran filsafat dalam islam, diantaranya adalah Teologi Dialetik ( ‘Ilm Al-kalam),
Peripatetisme (Masyisya’iyyah), Iluminisme (Isyraqiyyah), Sufisme/Teosofi (Tasyawuf
atau ‘Irfan), dan Filsafat Hikmah (Al-Hikmah Al-Muta’aliyah).
2. Peripatetisme (Masyisya‘iyyah)
3. Iluminisme (Isyraqiyyah)
Metode yang digunakan dalam Iluminisme dan Sufisme atau Teosofi adalah
metode intuitif atau eksperiensial (berasal dari kata experirience = pengalaman).
Peran intuisi ini kenyataannya bukan hanya ditemukan oleh para pemikir agama,
tetapi juga pernah dikatakan oleh Aristoteles sejak abad ke-4 sebelum Masehi.
Intuisi ini, dalam filsafat Islam identic dengan hati (qalb atau fu’ad) atau bahkan
dengan ruh dan sebagiannya.
Mengenai aspek ontologi, dalam ‘irfan, yang ditekankan adalah prinsip kesatuan
wujud segala sesuatu dan tingkatan-tingakatan (hierarki) nya.
Sama halnya seperti filsafat Iluminisme dan ‘irfan, filsafat Hikmah menggunakan
metode intuitif atau eksperiensial. Filsafat Hikmah mengembangkan lebih jauh
epistemologi dari filsafat Iluministik. Dalam Filsafat Hikmah, pengalaman intuitif
tersebut bukan hanya mungkin, namun harus bisa diungkapkan secara diskursif-
logis untuk keperluan verifikasi publik. Selain itu, filsafat Hikmah menjadikan
filsafat wujud (being) Ibn ‘Arabi sebagai poros filsafatnya. Filsafat Hikmah
menekankan prinsipialitas (fundamentalitas) eksistensi terhadap esensi. Yaitu
bahwa yang yang real−yang memiliki korespondensi dengan realitas−adalah
eksistensi. Sedangkan esensi−penampakan atau atribut-atribut lahiriah dan
mental−sebenarnya tidak real dan hanya merupakan bentukan (keterbatasan)
persepsi manusia (i’tibari). Filsafat Hikmah juga mengembangkan prinsip
ambiguitas (tasykik) wujud. Yaitu bahwa wujud bersifat tidak tetap, tetapi
berpindah-pindah dalam hierarki (tingkatan-tingakatan) wujud sejalan dengan
gerak substansial.