Disusun oleh :
NIM : 18200011053
0
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
akan adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia dengan Tuhan lewat
pengasingan diri dan berkontemplasi. Kesadaran berada dekat dengan Tuhan itu
hamba dapat berkomunikasi secara langsung dengan Tuhan, yaitu Hulul dan
Akhlak Tasawuf merupakan disiplin ilmu murni dalam Islam. Akhlak dan
adalah mengosongkan diri dari dosa. Dalam makalah ini dijelaskan mengenai Al-
1
Hulul dan Wahdat Al-Wujud yang merupakan salah satu komponen dari akhlak
tasawuf.
Tasawuf ada beberapa aliran, seperti tasawuf Akhlaqi, tasawuf Sunni dan
tasawuf Falsafi dan tasawuf 'Ilmi. 1 Namun dalam makalah ini hanya akan dibahas
memadukan antara visi mistis dan visi rasional. Tasawuf ini menggunakan
intuisi para sufi dengan cara pandang rasional mereka, serta menggunakan terma-
terma filsafat dari berbagai macam sumber untuk mengungkapkan tasawufnya itu.
Bisa juga dikatakan bahwa tasawuf falsafi adalah tasawuf yang kaya dengan
pemikiran-pemikiran filsafat.
1
Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2000), Cet. III, hlm. 63
2
M. Sobirin dan Rosihan Anwar, Kamus Tasawuf, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2000), hlm. 224
2
3
B. Rumusan Masalah
Berikut ini adalah beberapa permasalahan utama yang akan dibahas dalam
makalah ini, antara lain:
C. Tujuan
3
Asmaran As, Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), cet. II,
hlm. 101-102
BAB II
PEMBAHASAN
Pada sumber yang berbeda, Abû Manshûr al-Hallaj dalam tasawuf filosofis
menyatakan bahwa hulûl adalah pengalaman spiritual seorang sufi sehingga ia
dekat dengan Allah, lalu Allah memilih kemudian menempati dan menjelma
padanya. Konsep hulûl dibangun di atas landasan teori lâhût5 dan nâsût6. Al-Hallaj
mengambil teori hulûl dari kaum Nasrani yang menyatakan bahwa Allah memilih
tubuh Nabi Isa, menempati, dan menjelma pada diri Isa putra Maryam. Nabi Isa
menjadi Tuhan, karena nilai kemanusiaannya telah hilang. Hulûl Allah pada diri
Nabi Isa bersifat fundamental dan permanen. Sedangkan hulûl Allah pada diri al-
Hallaj bersifat sementara; melibatkan emosi dan spiritual; tidak fundamental dan
permanen. Al-Hallaj tidak menjadi Tuhan dan tidak menyatakan Tuhan, kecuali
ucapan yang tidak disadarinya (syathahât)
Paham bahwa Allah mengambil tempat pada diri manusia ini, bertolak dari
dasar pemikiran al-Hajaj yang mengatakan bahwa pada diri manusia terdapat dua
sifat dasar, yaitu lahut (ketuhanan) dan Nasut (kemanusiaan). Ini dapat dilihat dari
teorinya mengenai kejadian manusia dalam bukunya bernama at-thawasin.7
4
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., op.cit, hlm. 239
5
Lâhût berasal dari perkataan ilâh yang berarti tuhan, sedangkan lâhût berarti sifat
ketuhanan
6
Nâsût berasal dari perkatan nâs yang berarti manusia; sedangkan nâsût berarti sifat
kemanusiaan
7
Ibid, hlm. 240
4
5
Menurut al-Hallaj8, manusia mempunyai sifat dasar yang ganda, yaitu sifat
ke-Tuhan-an atau lahut dan sifat kemanusiaan atau nasut. Begitu juga dengan
Tuhan memiliki sifat ganda, yaitu sifat-sifat Ilahiyat atau Lahut dan sifat insaniyah
atau nasut. Jika seseorang mampu menghilangkan sifat-sifat kemanusiaannya dan
mengembangkan sifat-sifat Ilahiyatnya melalui fana, maka terjadilah kesatuan
manusia dengan Tuhan dan inilah yang dimaksud dengan hulul.
Teori lahut dan nasut ini, berangkat dari pemahamannya tentang proses
kejadian manusia. Al-Hallaj berpendapat, bahwa Adam sebagai manusia pertama
diciptakan Tuhan sebagai copy dari diri-Nya –shurrah min nafsih- dengan segenap
sifat dan kebesarannya.
س أربرسسىَ رواَكسسسترككبررر
روإلكذ قدكلنرسساَ للكلرملَئلركسسلة اَكسسسدجددواَ لردرم فررسسسرجددواَ لإلِ إلكبلليِسس ر
روركاَرن لمرن اَكلركاَفللريِرن
Artinya: “Dan ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah
kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan
takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.”
8
Al-Hajaj adalah tokoh yang mengembangkan paham al-Hulul. Nama lengkapnya adalah
Husein bin Mnsur al-Hajaj. Ia lahir tahun 244 H (858 H) di Baidha, salah satu kot kecil di persia.
Nama-nama gurunya adalah Sahl bin Abdullah al-Tustur dinegeri Ahwaz, kemudian bersama Amr
al-Maliki di Basrah, dan di kota Baghdad bersama tokoh sufi juga yaitu al-Junaid.
6
bukan hubungan manusia dengan Tuhan secara riel. Oleh karena itu, ucapan ana
al-Haqq yang meluncur dari lidah al-Hallaj, bukanlah ia maksudkan sebagai
pernyataaan bahwa dirinya adalah Tuhan.9
Tujuan dari hulul adalah ketuhanan (lahut) menjelma kedalam diri insan
(nasut) dan hal ini terjadi pada saat kebatinan seseorang insan telah suci bersih
dalam menempuh perjalanan hidup kebatinan.
ittihâd, hulûl, dan wahdat al-wujûd adalah persamaan pada tataran esensi yang
manifestasinya berbeda dalam bentuk bahasa.
Selanjutnya paham ini juga mengambil pendirian bahwa dari kedua aspek
batin atau al-haqq yang merupakan hakikat, esensi atau subtansi. Paham ini
selanjutnya membawa kepada timbulnya paham bahwa antara makhluk (manusia)
dan al-haqq (Tuhan) sebenernya satu kesatuan dari wujud Tuhan, dan yang
sebenernya ada adalah wujud Tuhan itu, sedangkan wujud makhluk hanya baying
atau foto copy dari Tuhan.
Dalam wujud lain uraian falsafah ini dapat dikemukakan sebagai berikut.
Bahwa makhluk yang dijadikan Tuhan dan wujudnya bergantung kepadanya,
adalah sebagai sebab dari segala yang berwujud selain Tuhan. Tuhanlah yang
sebenarnya yang memiliki wujud hakiki atau yang wajibul wujud. Sementara itu
makhluk sebagai yang diciptakannya hanya mempunyai wujud yang bergantung
kepada wujud yang berada pada dirinya, yaitu Tuhan. Dengan kata lain yang
mempunyai wujud sebenarnya Tuhan dan wujud yang dijadikan ini sebenarnya
tidak mempunyai wujud. Yang mempunyai wujud sesungguhnya hanyalah Allah.
menggagu zat Tuhan dan dengan demikian tidak akan membawa keluar dari
islam.
QS. Al-Hadid: 3
Artinya: “Dialah yang awal dan yang ahir yang zahir dan yang batin, dan
Dia maha mengetahui segala sesuatu.”
QS. Luqman: 31
صظباَءر رشدكوءر
ت للدكلل ر ك تركجلريِ لفي اَكلبركحلر بلنلكعرملة ظ
ال لليِدلريِردككم لمكن آريِاَتلله إلظن لفي رذلل ر
ك لريِاَ ء أرلركم تررر أرظن اَكلفدكل ر
Namun dalam pandangan sufi bahwa yang dimaksud dengan zahir adalah
sifat-sifat Allah yang tampak, sedangkan yang batin adalah zat-Nya. Manusia
dianggap mempunyai unsur tersebut karena manusia berasal dari pancaran Tuhan.
9
Selanjutnya pada ayat 31 surat Luqman di atas dinyatakan bahwa yang lahir dan
batin itu merupakan nikmat yang dianugerahkan Tuhan kepada Manusia. Ayat
yang demikian itu jelas bahwa pada manusia juga ada unsur Lahir dan Batin.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
10
Daftar Pustaka
11