NAMA NPM
MUHAMMAD SAILANI 19.12.4842
MUTIA ANANDA RIZKIANA 19.12.4852
NURSYIFA 19.12.5004
NURLIANA 19.12.4882
NURUL HIDAYAH 19.12.4886
PINA PANDUWINATA 19.12.4891
RARA AMIATY 19.12.4896
ROSYIDAH 19.12.4903
SAID MUHAMMAD IRFAN 19.12.4907
SARIFAH SEHAT 19.12.4910
SINTA WULAN SARI 19.12.4913
SITI RAHMAH 19.12.4921
SUMAH 19.12.4925
USWATUN HASANAH 19.12.4928
YULI YANTI 19.12.4932
Penyusun Makalah,
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latarbelakang ..................................................................................... 1
B. Rumusanmasalah ................................................................................ 2
C. Tujuan ................................................................................................. 2
BAB II : PEMABAHASAN
A. Mahabbah ........................................................................................... 3
B. Al-Hulul .............................................................................................. 8
C. WihdatulWujud ................................................................................ 12
D. Khaufwa Raja’ .................................................................................. 16
A. Kesimpulan ...........................................................................................
B. Saran .....................................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang dibawa oleh seluruh Nabi dan Rasul mulai dari
Nabi Adam hingga Nabi SAW. Islam pula adalah satu-satunya agama yang
diridhoi oleh Allah SWT. oleh karena islam adalah agama yang diridhoi
oleh Allah sudah tentu islam adalah agama yang mencakup segala aspek
kehidupan ini.
Sebagaimana Nabi Muhammad diutus untuk memperbaiki akhlak ummat
maka iskam mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan akhlak manusia.
Salah satu yang termasuk adalah akhlak tasawuf.
Dalam akhlak tasawuf dibahas beberapa maqamat dan ahwal untuk
mencapai ma’rifat diantaranya adalah mahabbah, hulul, wahdatul wujud,
khauf dan raja’
Maka, dalam makalah ini penulis membahas mahabbah, hulul, wahdatul
wujud, khauf dan raja’ agar pembaca mengetahui konsep dari beberapa
konsep akhlak tasawuf. Lebih luasnya lagi, penulis berharap amal dan
perbuatan yang kita kerjakan sesuai dengan ajaran Rasul.
Mudah-mudahan dengan pembahasan sekilas ini dapat menambah
wawasan penulis khususnya dan pembaca umum.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Mahabbah
2. Apa Dasar Hukum Mahabbah
3. Siapa Tokoh yang Mengembangkan Paham Mahabbah
4. Apa Pengertian Hulul
5. Siapa Tokoh yang Mengembangkan Paham Al-Hulul
6. Apa Dasar Hukum Hulul
7. Apa Pengertian Wahdatul Wujud
8. Siapa Tokoh yang Mengembangkan Paham Wahdatul Wujud
1
9. Bagaimana Konsep Manusia yang Sehat dan Sakit Menurut Paham
Wahdatul Wujud
10. Apa Pengertian Khauf dan Raja’
C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui Pengertian Mahabbah
2. Mengetahui Dasar Hukum Mahabbah
3. Mengetahui Tokoh yang Mengembangkan Paham Mahabbah
4. Mengetahui Pengertian Al-Hulul
5. Mengetahui Tokoh yang Mengembangkan Paham Al-Hulul
6. Mengetahui Dasar Hukum Al-Hulul
7. Mengetahui Pengertian Wahdatul Wujud
8. Mengetahui Tokoh yang Mengembangkan Paham Wahdatul Wujud
9. Mengetahui Konsep Manusia yang Sehat dan Sakit Menurut Paham
Wahdatul Wujud
10. Mengetahui Pengertian Khauf dan Raja’
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Mahabbah
1. Pengertian Mahabbah
3
Dalam kajian tasawuf, mahabbah berarti mencintai Allah dan
mengandung arti patuh kepada-Nya dan membenci sikap yang melawan
kepada-Nya, mengosongkan hati dari segala-galanya kecuali Allah SWT
serta menyerahkan seluruh diri kepada-Nya. Mahabbah pada tingkat
selanjutnya dapat pula berarti suatu usaha sungguh-sungguh dari
seseorang untuk mencapai tingkat rohaniah tertinggi dengan tercapainya
gambaran Yang Mutlak, yaitu cinta kepada Tuhan[1]
4
sepenuh hati, sehingga sifat-sifat yang dicintai (Tuhan) masuk kedalam
diri yang dicintai. Tujuannya adalah untuk memperoleh kesenangan
batiniah yang sulit dilukiskan dengan kata-kata, tetapi hanya dapat
dirasakan oleh jiwa.
5
dan berbagai interaksinya, berjalan sebagai peristiwa peletakan sebuah
benih di bumi setelah membersihkannya dari rerumputan, di mana dia
merupakan bagian ke dua. Kemudian dari benih itu tumbuhlah sebuah
pohon cinta dan ma’rifat, yaitu kalimah yang baik yang dicontohkan oleh
Allah SWT. dalam sebuah firmannya surat Ibrahim : 24 :
Artinya :
6
Artinya : “Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah Mencintaimu dan Mengampuni dosa-
dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”. (QS. Ali
Imron/3: 31).
َ ُ… َو َما يَزَ ا ُل َع ْبدِي يَتَقَ َّربُ إِلَيَّبِالنَّ َوافِ ِل َحتَّى أ ُ ِحبَّهُ فَإِذَا أَحْ بَ ْبت ُ ُه ُك ْنت..
س ْمعَهُ الَّذِي يَ ْس
…ش ِب َه َاو ِرجْ لَهُ الَّتِي يَ ْم ِشي بِ َها ُ ْص ُر بِ ِه َويَدَهُ الَّتِي يَب ِْط ِ ص َرهُالَّذِي يُب َ ََم ُع بِ ِه َوب
7
Si kecil Rabiah menghabiskan waktunya dengan melaksanakan
segala perintah majikannya. Malam hari di laluinya dengan berdoa. Pada
suatu malam, majikannya melihat tanda kebesaran rohani Rabiah, ketika
Rabiah berdoa kepada Allah “Ya Rabbi, Engkau telah membuatku
menjadi budak belian seorang manusia sehingga aku terpaksa mengabdi
kepadanya. Seandainya aku bebas, pasti aku persembahkan seluruh
waktu dalam hidupku ini untuk berdoa kepadaMu” Tiba-tiba tampak
cahaya di dekat kepalanya, dan melihat itu majikannya menjadi sangat
ketakutan. keesokan harinya Rabiah dibebaskan oleh majikannya
tersebut.
B. Hulul
1. Pengertian Hulul
8
manusia tertentu untuk mengambil tempat didalamnya setelah sifat-sifat
kemanusian yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.Abu Nasr Al-Tusi
didalam bukunya ”Al Luma” mengatakan bahwa Hulul adalah paham
yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu
untuk mengambil tempat didalamnya, setelah sifst-sifst kemanusiaan
yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan. Sedangkan menurut Al Hallaj
Allah memiliki dua sifat dasar ketuhanan yaitu LAHUT dan kemanusiaan
NASUT.Hal ini dapatdilihat dalam karya beliau yang menjelaskan
tentang teori terjadinya makhluk.
a. Al-Hulul Al-Jawari yakni keadaan dua esensi yang satu mengambil tempat
pada yang lain (tanpa persatuan), seperti air mengambil tempat dalam
bejana.
b. Al-Hulul As-Sarayani yakni persatuan dua esensi (yang satu mengalir
didalam yang lain) sehingga yang terlihat hanya satu esensi, seperti zat
air yang mengalir didalam bunga.
Al-hulul dapat dikatakan sebagai suatu tahap dimana manusia dan
Tuhan bersatu secara rohaniah. Paham bahwa Allah dapat mengambil
9
tempat pada diri manusia ini, bertolak dari dasaar pemikiran al Halajj
yang mengatakan bahwa pada diri manusia terdapat dua sifat dasar, yaitu
lahut (ketuhanan) dan nasut (kemanusiaan). Ini dapat dilihat dari teorinya
mengenai kejadian manusia dalam bukunya bernama al thawasin. Tujuan
dari hulul adalah mencapai persatuan secara batin. Untuk itu Hamka
mengatakan bahwa al-hulul adalah ketuhanan (lahut) menjelma kedalam
diri insan (nasut0, dan hal ini terjadi pada saat kebatinan seorang insan
telah suci bersih dalam menempuh perjalanan hidup kebatinan.[4])
Tujuan dari Hulul adalah mencapai persatuan secara batin.Untuk
itu Hamka mengatakan bahwa al Hulul adalah ketuhanan amenjelma
kedalam diri insane telah suci bersih dalam menempuh perjalanan hidup
kebatinan.
10
lâhût dan nâsût.Lâhût berasal dari perkataan ilâh yang berarti tuhan,
sedangkan lâhût berarti sifat ketuhanan.Nâsût berasal dari perkatan nâs
yang berarti manusia; sedangkan nâsût berarti sifat kemanusiaan.Al-
Hallaj mengambil teori hulûl dari kaum Nasrani yang menyatakan bahwa
Allah memilih tubuh Nabi Isa, menempati, dan menjelma pada diri Isa
putra Maryam.Nabi Isa menjadi Tuhan, karena nilai kemanusiaannya
telah hilang.Hulûl Allah pada diri Nabi Isa bersifat fundamental dan
permanen.Sedangkan hulûl Allah pada diri al-Hallaj bersifat sementara;
melibatkan emosi dan spiritual; tidak fundamental dan permanen.Al-
Hallaj tidak menjadi Tuhan dan tidak menyatakan Tuhan, kecuali ucapan
yang tidak disadarinya (syathahât).Al-Hallaj tidak kehilangan nilai
kemanusiannya.Ia hanya tidak menyadarinya selama syathahât. Adapun
tazkiyat al-nafs adalah langkah untuk membersihkan jiwa melalui
tahapan maqâmât hingga merasakan kedekatan dengan Allah dan
mengalami al-fanâ’ 'an al-nafs. Out put dari tazkiyat al-nafs adalah lâhût
manusia menjadi bening, sehingga bisa menerima hulûl dari nâsût Allah.
Pada tahun 301 H/913 M al-Hallaj masuk penjara Baghdad selama 8
tahun karena dituduh terlibat makar dan nodai kesucian
agama.Setidaknya ada empat tindakan subversif yang dituduhkan
kepadanya. Pertama, ia dituduh memiliki hubungan politik dengan kaum
Qarâmithah, gerakan bawah tanah yang hendak menggulingkan
pemerintah Abbasiyyah. Kedua, keyakinan al-Hallaj yang mengaku
dirinya Tuhan, ketika mengalami syathahât.Ketiga, keyakinan al-Hallaj
bahwa ibadah haji bukanlah kewajiban agama yang penting.Dan
keempat, keyakinan al-Hallaj tentang wahdat al-adyân (kesatuan
agama).Amnesti untuk al-Hallaj tidak terlaksana karena sikap Perdana
Menteri yang menghalanginya.Kasus al-Hallaj diputuskan di Mahkamah
Syari’ah dengan vonis hukuman mati dan dieksekusi dengan disalib pada
tiang gantungan tahun 309 H/922 M. Saya memandang hukum mati yang
diberlakukan kepada al-Hallaj lebih karena faktor politik karena sejarah
peradaban Islam sangat didominasi oleh politik.
11
Dalam perjalanan hidup selanjutnya ia pernah keluar masuk penjara
akibat konflik dengan ulama fikih. Pandangan-pandangan tasawuf yang
ganjil sebagaimana telah dikemukakan menyebabkan seorang ulama fikih
bernama ibn Daud al-Isfahani mengeluarkan fatwa untuk membantah dan
memberantas paham tasawuf al-Hallaj.
C. Wahdatul Wujud
1. Pengertian Wahdatul Wujud
Wahdatul wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata,
yaitu Wahdat artinya sendiri, tunggal, atau kesatuan, sedangkanal-
wujud artinya ada. Dengan demikian, Wahdatul wujud memiliki arti
kesatuan wujud. Kata wahdahselanjutnya digunakan untuk arti yang
bermacam-macam. Di kalangan ulama klasik ada yang
12
mengartikan wahdah sebagai sesuatu yang zatnya tidak dapat dibagi-bagi
pada bagian yang lebih kecil. Selain itu, al-wahdahdigunakan pula oleh
para ahli filsafat dan sulfistik sebagai suatu kesatuan antara makhluk dan
roh, lahir dan batin, antara alam dan Allah, karena pada hakikatnya alam
adalah Qadim dan berasal dari Allah.Wujûd atau wahdat al-wujûd (dalam
terjemahan bebas berarti kesatuan wujud) menurut mutakallim (teolog)
adalah sifat wajib bagi Tuhan. Maka Ia memiliki wujud, alam memiliki
wujud. Jadi, ada dua wujud, wujud Tuhan dan wujud alam.Wujud Tuhan
mutlak dan absolut, wujud alam relatif dan nisbi.
5 Abuddin Nata, Akhlak tasawuf, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 253-
254.
13
daripada manifestasi sifat-sifat atau butir-butir ide dalam pengetahuan
Tuhan. Semacam ekspresi lahiriah sifat-sifat Tuhan sehingga alam bias
disebut sebaghai aspek lahiriah Tuhan, sedangkan sifat-sifat Tuhan
sendiri merupakan aspek tersembunyi atau batuniah dari realitas yang
sama. Inilah sebabnya Al Qur’an menyebut Tuhan sebagai yang lahir dan
yang batin. Jadi yang lahir dan yang batin adalah Tukan yang sama, yang
satu.
Ibnu Arabi lahir di kota Murcia, Spanyol pada tahun 1165. Ibnu
Arabi belajar di Seville, kemudian setelah selesai pindah ke Ruris.
Di sana ia mengikuti dan memperdalam aliran sufi. Negeri negeri
yang pernah ia kunjungi anatara lain Mesir, Syiria, Iraq, Turki, dan
akhirnya ia menetap di Damaskus. Disana ia meninggal dunia pada
tahun 1240 M. Diantara karya beliau yang terkenal adalah buku dlam
bidang tasawuf yang berjudul “Futuhat Al-Makkah” (pengetahuan-
pengetahuan yang dibukukan di Mekkah) dengan tersusun sebanyak
12 jilid. Buku terkenal lainnya berjudul “Futuh Al-
Hikmah” (Permata-permata hikmat).
14
para ulama yang salah satunya adalah Ibn Taymiyyah.Kedua, wahdat
al-wujûd dipahami bahwa Tuhan tercermin pada alam dan alam
cermin Tuhan.Al-Haqq, Tuhan Yang Maha Benar, ber-tajallî.Alam
ciptaan Allah adalah tempat tajallî Tuhan ()مظهرإلهي. Al-Khalq tidak
memiliki wujud hakikat (yang sebenarnya), ia tergantung kepada al-
Haqq, wujud yang mutlak atau wujud yang absolut. Adapun korelasi
antara ittihâd, hulûl, dan wahdat al-wujûd adalah persamaan pada
tataran esensi yang manifestasinya berbeda dalam bentuk bahasa.
15
meskipun demikian, ajaran yang mulia dari Syekh Siti Jenar adalah
budi pekerti. Syekh Siti Jenar mengajarkan cara hidup sufi yang
dinilai bertentangan dengan Walisongo. Pertentangan praktek sufi
beliau dengan Walisongo terletak pada penekanan aspek formal
ketentuan syariah yang ditentukan oleh Walisongo.[6])
اطنَةً َو ِمنَالنَّا ِس َم ْنيُ َجا ِدلُ ِفياللَّ ِه ِب َغ َ ض َوأ َ ْسبَ َغعَلَ ْي ُك ْم ِنعَ َم ُه
ِ َظاه َِرة ً َوب ِ ياألر َ أَلَ ْمت ََر ْواأَنَّاللَّ َه
َّ س َّخ َرلَ ُك ْم َمافِيال
ْ ِس َم َاوا ِت َو َماف
ٍ ي ِْر ِع ْلمٍ َوال ُهد ًَىوال ِكت َابٍ ُم ِن
ير
ُ ي ْال َح ِميد
ُّ ِسأ َ ْنتُ ُم ْالفُقَ َرا ُء ِإلَىاللَّ ِه َواللَّ ُه ُه َو ْالغَن
ُ يَاأَيُّ َهاالنَّا
16
dikehendaki allah, dan mendorongnya untuk menjauhi perbuatan maksiat.
Perasaan khauf timbul karena pengenalan dan kecintaan kepada allah sudah
mendalam sehingga ia merasa khawatir kalau Allah melupakannya dan takut
dengan siksa allah.
Roja’ berarti mengharapkan. Apabila dikatakan rojaahu maka artinya
ammalahu : dia mengharapkannya (lihat Al Mu’jam Al Wasith, 1/333)
Syaikh Utsaimin berkata: “Roja’ adalah keinginan seorang insan untuk
mendapatkan sesuatu baik dalam jangka dekat maupun jangka panjang yang
diposisikan seperti sesuatu yang bisa digapai dalam jangka pendek.” (lihat
Syarh Tsalatsatu Ushul, hal. 57-58) Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan
berkata: “Asal makna roja’ adalah menginginkan atau menantikan sesuatu
yang disenangi…” (Hushuulul Ma’muul, hal. 79). Khouf artinya perasaan
takut yang muncul terhadap sesuatu yang mencelakakan, berbahaya atau
mengganggu (lihat Syarh Tsalatsatu Ushul, hal. 56)
Sedangkan makna khouf secara istilah adalah rasa takut dengan berbagai
macam jenisnya, yaitu: khouf thabi’i, dan lain sebagainya (akan ada
penjelasannya nanti insya Allah) Adapun khosyah serupa maknanya dengan
khouf walaupun sebenarnya ia memiliki makna yang lebih khusus daripada
khouf karena khosyah diiringi oleh ma’rifatullah ta’ala. Allah ta’ala
berfirman yang artinya, “Sesungguhnya yang merasa takut kepada Allah
hanyalah orang-orang yang berilmu.” (QS. Faathir: 28) Oleh sebab itu
khosyah adalah rasa takut yang diiringi ma’rifatullah. Karena itulah Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun aku, demi Allah…
sesungguhnya aku adalah orang yang paling khosyah kepada Allah di antara
kalian dan paling bertakwa kepada-Nya.” (HR. Bukhari, 5063, Muslim, 1108)
Madaarijus Salikin,1/512, dinukil dari Hushuulul Ma’muul, hal. 79). Ar
Raaghib berkata: Khosyah adalah khouf yang tercampuri dengan
pengagungan. Mayoritas hal itu muncul didasarkan pada pengetahuan
terhadap sesuatu yang ditakuti… (Al Mufradaat hal 149, dinukil dari
Hushuulul Ma’muul, hal. 89) Adapun rohbah adalah khouf yang diikuti
17
dengan tindakan meninggalkan sesuatu yang ditakuti, dengan begitu ia adalah
khouf yang diiringi amalan… (Hushuulul Ma’muul, hal. 87).
Menurut kalangan kaum sufijuga raja’ dan khauf berjalan seimbang dan
saling mempengaruhi.Raja’ dapat berarti berharap atau optimisme yaitu
perasaan senang hati karena menanti sesuatu yang diinginkan dan disenangi.
Raja’ atau optimisme ini telah ditegaskan dalam Al-Qur’an:
ان الذهين امنوا والذهين ها جرواوجهدوا فى سبيل هللا أولىًك يرجون رحمت هللا وهلل غفوررحيم
ه
)218 : ( البقرة
Artinya:
Raja’ yang tidak dibarengi dengan tiga perkara itu hanyalah ilusi atau
hayalan.Setiap orang yang berharap ialah orang yang takut (khauf). Orang
yang berharap untuk sampai disuatu tempat tepat waktunya, tentu ia takut
terlambat. Dan karena takut terlambak, ia mempercepat jalannya. Begitu pula
orang yang mengharap rida atau ampunan Tuhan, diiringi pula dengan rasa
takut akan siksaan Tuhan.
18
Ahmad faridh menegaskan bahwa khauf merupakan cambuk yang
digunakan Allah untuk menggiring hambanya menuju ilmu dan amal supaya
dengan keduanya itu mereka dapat dekat kepada Allah. Khauf ialah kesakitan
hati karena membayangkan sesuatu yang diakui, yang akan menimpah diri
dimasa yang akan datang, khauf dapat mencegah hamba berbuat maksiat dan
mendorongnya untuk senantiasa berada dalam ketaatan.
Al Muhasibi memandang bahwa khouf dan roja’ harus terkait erat dengan
prinsip berpegang teguh kepada tuntunan Al Qur’an dan Sunnah Rosulullah
saw. Hal ini merupakan salah satu pertanda yang sangat jelas dalam tasaawuf
dan pandangan- pandangannya. Oleh karena itu tidak mengherankan bila kita
melihatnya mengaitkan antara ibadah dengan khouf dan roja’, antara khouf
dan roja’ dengan janji dan ancaman.dengan demikian dimana sesungguhnya
letak ucapan Ibn Sina : Zuhud bagi seorang yang bukan arif adalah
melakukan suatu transaksi, seakan-akan ia melakukan suatu amalan di dunia
19
ini agar dapat memperoleh upah yang dapat dia ambil di akherat kelak berupa
pahala dan ganjaran. Konsep ibadah dan cinta yang mashur di kalangan sufi
tidak ada ketyerkaitannya sama sekali dengan rasa takut, harapan atau yang
disebut dengan istilah lainnya rasa takut dan keinginan, sebagai suatu
pengabdian kepada Allah secara ulus. Dengan mengesampingkan pikiran
takut pada neraka dan keinginan untuk meraih surga, konsep cinta dan ibadah
mereka merupakan suatu yang tidak benar menurut al muhasibi.Sebab sikap
itu bertentanga dengan keterangan Al Qur’an dan Hadits yang menganjurkan
kepada kita agar dalam laksanakan kewajiban mengajak orang Utuk beriman,
dan melakukan amal sholih harus selalu didasarkan atas rasa takut dan
harapan itu. Dalam hadits Qudsi disebutkan bahwa dihari kiamat Allah
Berfirman : “Demi keagungan dan kemuliaan-Ku, pada hari ini aku tidak
akan menyatukan dua rasa takut dan dua rasa aman dalam diri seorang
hamba. Jika ia merasa aman dari-Ku didunia maka akan Aku beri rasa takut
di hari Kiamat. Jika merasa Takut kapada-Ku di dunia, maka Aku beri rasa
aman di hari kiamat.
20
Allah berfirman:
21
seandainya orang kafir mengetahui rahmat yang ada di sisi Allah, maka dia
tidak akan berputus asa sedikitpun untuk memasuki Syurga-Nya.” (HR.
Muslim)
Artinya: “Tiada seorang pun yang merasa aman dari siksa Allah kecuali dia
termasuk golongan yang merugi”.
Artinya: “Sesungguhnya tidak ada yang berputus asa dari rahmat Allah
kecuali golongan orang-orang kafir”.[6]
22
Syaikhul Islam berkata: “Apabila seorang insan tidak merasa takut
kepada Allah maka dia akan memperturutkan hawa nafsunya. Terlebih lagi
apabila dia sedang menginginkan sesuatu yang gagal diraihnya.Karena
nafsunya menuntutnya memperoleh sesuatu yang bisa menyenangkan diri
serta menyingkirkan gundah gulana dan kesedihannya. Dan ternyata hawa
nafsunya tidak bisa merasa senang dan puas dengan cara berdzikir dan
beribadah kepada Allah maka dia pun memilih mencari kesenangan dengan
hal-hal yang diharamkan yaitu berbuat keji, meminum khamr dan berkata
dusta…” (Majmu’ Fatawa, 1/54,55) dinukil dari Hushuulul Ma’muul, hal.77).
Peranan roja’ dan khouf
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: “Ketahuilah
sesungguhnya penggerak hati menuju Allah ‘azza wa jalla ada tiga: Al-
Mahabbah (cinta), Al-Khauf (takut) dan Ar-Rajaa’ (harap). Yang terkuat di
antara ketiganya adalah mahabbah.Sebab rasa cinta itulah yang menjadi
tujuan sebenarnya.Hal itu dikarenakan kecintaan adalah sesuatu yang
diharapkan terus ada ketika di dunia maupun di akhirat.Berbeda dengan takut.
Rasa takut itu nanti akan lenyap di akhirat (bagi orang yang masuk surga,
pent). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Ketahuilah, sesungguhnya para
wali Allah itu tidak ada rasa takut dan sedih yang akan menyertai mereka.”
(QS. Yunus: 62) Sedangkan rasa takut yang diharapkan adalah yang bisa
menahan dan mencegah supaya (hamba) tidak melenceng dari jalan
kebenaran. Adapun rasa cinta, maka itulah faktor yang akan menjaga diri
seorang hamba untuk tetap berjalan menuju sosok yang dicintai- Nya.
Langkahnya untuk terus maju meniti jalan itu tergantung pada kuat-lemahnya
rasa cinta. Adanya rasa takut akan membantunya untuk tidak keluar dari jalan
menuju sosok yang dicintainya, dan rasa harap akan menjadi pemacu
perjalanannya. Ini semua merupakan kaidah yang sangat agung. Setiap hamba
wajib memperahtikan hal itu…”(Majmu’ Fatawa,1/95-96, dinukil dari
Hushulul Ma’muul, hal. 82-83). Syaikh Zaid bin Hadi berkata: “Khouf dan
roja’ saling beriringan. Satu sama lain mesti berjalan beriringan sehingga
seorang hamba berada dalam keadaan takut kepada Allah ‘azza wa jalla dan
23
khawatir tertimpa siksa-Nya serta mengharapkan curahan rahmat-Nya…”
(Taisirul Wushul, hal. 136. lihat juga Syarh Tsalatsatu Ushul, hal. 60).
24
kepada Allah dengan melakukan ketaatan dan ibadah, mereka melaksanakan
perintah-perintah-Nya dengan diiringi harapan terhadap rahmat-Nya dan
mereka menjauhi larangan-larangan-Nya dengan diiringi rasa takut tertimpa
azab-Nya karena setiap orang yang beriman tentu akan merasa khawatir dan
takut tertimpa hukuman-Nya (lihat Al Jadiid, hal. 71) Allah ta’ala berfirman
yang artinya, “Maka janganlah kalian takut kepada mereka (wali setan), dan
takutlah kepada-Ku, jika kalian beriman.” (QS. Ali ‘Imran: 175) Di dalam
ayat ini Allah menerangkan bahwa orang-orang yang beriman tidak boleh
merasa takut kepada para wali syaithan dan juga tidak boleh takut kepada
manusia sebagaimana Allah ta’ala nyatakan, “Janganlah kamu takut kepada
manusia dan takutlah kepada-Ku.” (QS. al-Maa’idah: 44) Rasa takut kepada
Allah diperintahkan sedangkan takut kepada wali syaithan adalah sesuatu
yang terlarang (Majmu’ Fatawa, 1/57 dinukil dari Hushuulul Ma’muul, hal.
78).
1.Khouf thabi’i seperti halnya orang takut hewan buas, takut api, takut
tenggelam, maka rasa takut semacam ini tidak membuat orangnya dicela….
akan tetapi apabila rasa takut ini …. menjadi sebab dia meninggalkan
kewajiban atau melakukan yang diharamkan maka hal itu haram.
25
ada kecuali ditujukan kepada Allah ta’ala. Adapun menujukannya kepada
selain Allah adalah syirik akbar.
3.Khouf sirr seperti halnya orang takut kepada penghuni kubur atau wali yang
berada di kejauhan serta tidak bisa mendatangkan pengaruh baginya akan
tetapi dia merasa takut kepadanya maka para ulama pun menyebutnya sebagai
bagian dari syirik. (lihat Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 57)
1. Khauf ibadah, yaitu takut kepada Allah, karena Dia Mahakuasa atas segala
sesuatu, memuliakan siapa yang dikehendaki-Nya dan menghinakan siapa
yang dikehendaki-Nya, memberi kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan
menahan dari siapa yang dikehendaki-Nya. Di Tangan-Nya-lah
kemanfaatan dan kemudharatan.Inilah yang diistilahkan oleh sebagian
ulama dengan khaufus-sirr.
2. Khauf syirik, yaitu memalingkan ibadah qalbiyah ini kepada selain Allah,
seperti kepada para wali, jin, patung-patung, dan sebagainya.
26
4. Khauf tabiat, seperti takutnya manusia dari ular, takut singa, takut
tenggelam, takut api, atau musuh, atau selainnya. Allah berfirman tentang
Musa, “Karena itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu
dengan khawatir (akibat perbuatannya).” [QS. Al-Qashash: 18].
5. Khauf wahm, yaitu rasa takut yang tidak ada penyebabnya, atau ada
penyebabnya tetapi ringan. Takut yang seperti ini amat tercela bahkan akan
memasukkan pelakunya ke dalam golongan para penakut.
27
berjumpa dengan Allah dalm kondisi berbaik sangka kepada-Nya. Adapun
pendapat saya sendiri dalam masalah ini adalah: hal ini berbeda-beda
tergantung kondisi yang ada. Apabila seseorang dikhawatirkan dengan lebih
condong kepada takut membuatnya berputus asa dari rahmat Allah maka
hendaknya ia segera memulihkan harapannya dan menyeimbangkannya
dengan rasa harap. Dan apabila dikhawatirkan dengan lebih condong kepada
harap maka dia merasa aman dari makar Allah maka hendaknya dia
memulihkan diri dan menyeimbangkan diri dengan memperbesar sisi rasa
takutnya.Pada hakikatnya manusia itu adalah dokter bagi dirinya sendiri
apabila hatinya masih hidup. Adapun orang yang hatinya sudah mati dan
tidak bisa diobati lagi serta tidak mau memperhatikan kondisi hatinya sendiri
maka yang satu ini bagaimanapun cara yang ditempuh tetap tidak akan
sembuh.” (Fatawa Arkanil Islam, hal. 58-59).
28
DAFTAR PUSTAKA
http://farchanbinadnan.blogspot.com/2009/12/akhlak-tasawwuf-khouf-dan-
raja.html?m=1
29
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Mahabbah berarti mencintai Allah. Aliran mahabbah
dikembangkan oleh seorang sufi wanita bernama Rabi’ah Al-‘Adawiah.
Fana adalah adalah lenyapnya sifat-sifat basyarlah, akhlak yang
tercela, kebodohan dan perbuatan maksiat dari diri manusia. Sedangkan
baqa adalah kekalnya sifat-sifat ketuhanan, akhlak yang terpuji, ilmu
pengetahuan dan kebersihan diri dari dosa dan maksiat. Abu Yazid al-
Bustami disebut-sebut sebagai sufi yang pertama kali memperkenalkan
paham Fana dan Baqa.
Hulu secara bahasa berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh
manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat
kemanusiaannya melalui Fana. Tokoh yang mengembangkan paham al-
Hulul adalah Husein bin Mansur al-Hallaj. Ia lahir tahun 224 H. (858 M)
Wahdatuh Wujud digunakan oleh para ahli filsafat dan sulfistik
sebagai suatu kesatuan antara makhluk dan roh, lahir dan batin antara
alam dan Allah, karena pada hakikatnya alam adalah Qadim dan berasal
dari Allah. Tokoh yang mengembangkan paham ini diantaranya adalah
Muhy Al-Din Ibnu Arabi dan Syekh Siti Jenar.
Ittihad memiliki arti “Bergabung menjadi satu.”, sehingga paham
ini berarti seorang sufi dapat bersatu dengan Allah setelah terlebuh dahulu
melebur dalam sandaran rohani dan jasmani (fana) untuk kemudian dalam
kedaaan baqa, bersatu dengan Allah. Tokoh yang mengembangkan paham
Ittihad adalah Abu Yazid Thafur bin ‘Isa bin Surusyan Al-Busthami.
B. Saran
Sudah seharusnya seorang muslim mendekatkan diri kepada Allah.
Namun, yang tidak kalah penting dari itu hendaknya amala-amalan
30
yang kita lakukan untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta
haruslah yang sesuai dengan Al-Qur’an dan hadist. Karena kunci
dalam beribadah hanyalah ikhlas dan ittiba’ Rasul.
31