Anda di halaman 1dari 8

BAB I Pendahuluan

Ilmu kalam memang identik dengan perbedaan pendapat, khususnya pendapat tentang Agama Islam sendiri. Memang, perbedaan pendapat pada manusia tidak dapat dipungkiri kenyataannya. Sehingga terciptalah beberapa aliran-aliran Ilmu Kalam dengan berbagai paham yang berbeda-beda. Di antara aliran-aliran itu adalah Aliran Syiah, Khawarij, Mutazilah, Asyariyah, al Maturidiyah, Salaf, Wahabiah, Qadariyah, dan Jabariyah. Namun, pada kesempatan kali ini kita akan fokuskan pembahasan pada Aliran Maturidiyah. Aliran Maturidiyah di ambil dari nama pendirinya yaitu Abu Mansur Muhammad bin Muhammad. Aliran ini berkembang pada abad ketiga dan abad keempat hijriah dan ajaran-ajaran teologinya banyak dianut oleh sebagian umat islam di seluruh dunia sampai dengan sekarang. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana aliran Al-Maturidiyah itu, maka akan kita bahas pada makalah ini. Rumusan Masalah Bagaimana munculnya aliran Maturidiyah? Apa saja golongan dalam Aliran Maturidiyah? Bagaimana pemikiran-pemikiran aliran Maturidiyah?

BAB II

A. Aliran Maturidiyah Nama aliran Maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin Muhammad, kelahiran Maturid kota kecil di daerah Samarkhand (termasuk daerah Uzbekistan, Sovyet sekarang)1. Nama lengkap beliau adalah Abu Mansur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi2. Abu Mansur lahir kira-kira pada pertengahan abad ketiga Hijriah dan meninggal dunia di kota Samarkhand pada tahun 333 H/944M. Ia mencari ilmu pengetahuan di saat aliran Mutazilah sudah mengalami kemunduran. Di antara dari guru-guru Abu Mansur ialah Nasr bin Yahya al-Balakhi (wafat 268 H). Pada masanya, negeri tempat ia dibesarkan menjadi arena perdebatan di antara aliran fiqh Hanafiah dengan aliran Fiqh Syafiiyah, terjadi juga perdebatan antara para fuqaha dan ahli-ahli hadits dengan aliran Mutazilah dalam masalah Theology Islam atau yang dikenal dengan Ilmu Kalam. Dalam bidang fiqh, al-Maturidi mengikuti mazhab Hanafi dan banyak mendalami soal-soal Theology Islam seperti halnya aliran Al-Asyari. Meskipun metoda yang dipakai oleh al-Maturidi dan al-Asyari berbeda, namun dari hasil pemikirannya banyak yang sama. Menurut ulama-ulama Hanafiah, hasil pemikiran al-Maturidi dalam bidang aqidah sama dengan pendapat-pendapat Abu Hanifah. Imam Abu Hanifah sebelum menceburkan diri dalam bidang fiqh dan menjadi tokohnya, beliau juga telah lama berkecimpung dalam bidang aqidah seta banyak pula mengadakan polemik (perdebatan). Karya Imam Abu Hanifah dalam bidang aqidah ialah bukunya yang berjudul al Fiqhul Akbar. Buku ini meskipun kecil isinya, namun mempunyai nilai historis yang besar. Sebab dengan buku tersebut kita bisa membandingkan pikiranpikiran Abu Hanifah yang hidup antara abad pertama dan kedua Hijriah dengan pemikiran al-Maturidi yang hidup pada abad ketiga dan keempat hijriah. Setelah membandingkan pikiran-pikiran Abu Hanifah dan al-Maturidi, ternyata pikiran-pikiran al-Maturidi ini pada intinya adalah pikiran-pikiran Abu Hanifah dengan penguraian yang lebih luas. Hubungan antara tokoh tersebut diperkuat oleh
1 2

A. Hanafi, Pengantar Theology Islam (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1980) , h.133. Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 1998), h. 189

pengakuan al-Maturidi sendiri, bahwa Al-Maturidi mempelajari buku-buku Abu Hanifah. Kebanyakan ulama-ulama Maturidiah terdiri dari orang-orang pengikut aliran fuqaha Hanafiah, seperti Fachruddin Al-Bazdawi, at-Taftazani, an-Nasafi, Ibnul Hammam dll. Namun ulama-ulama ini tidak sekuat pengikut aliran Asyariyah3.

B. Pemikiran Maturidiyah Untuk mengetahui sistem pemikiran al-Maturidi ini, kita tidak bisa meninggalkan pikiran-pikiran al-Asyari dan aliran Mutazilah. Maturidiyah dan Asyariah sering terjadi persamaan pendapat karena persamaan lawan mereka, yaitu Mutazilah4. Namun, perbedaan dan persamaannya masih ada. Salah satu persamaannya adalah dalam masalah sifat-sifat Tuhan. Bagi mereka Tuhan juga mempunyai sifat-sifat. Tuhan mengetahui bukan dengan zat-Nya melainkan dengan pengetahuan-Nya dan berkuasa bukan dengan zat-Nya. Dalam hal lain, al-Maturidi dan al-Asyari sama-sama menolak ajaran Mutazilah tentang alsalah wa al-aslah. Mengenai dosa besar al-Maturidi sepaham dengan al-Asyari yaitu bahwa orang yang berdosa besar masih dianggap sebagai mukmin, dan soal dosa besarnya akan ditentukan Tuhan kelak di akhirat. Soal perbuatan-perbuatan manusia, al-Maturidi sependapat dengan golongan Mutazilah yaitu bahwa manusialah sebenarnya yang mewujudkan perbuatan perbuatannya, dengan demikian ia meyakini paham qadariyah bukan jabariyah atau kasb Asyari. Dalam soal al-wad wa al-waid, al-Maturidi sepaham lagi dengan Mutazilah. Janji-janji dan ancaman Tuhan tak boleh tidak, harus terjadi kelak. Dalam soal anthropomorphisme al-Maturidi sealiran pula dengan Mutazilah. Mereka tidak sependapat dengan al-Asyari bahwa ayat-ayat yang menggambarkan Tuhan mempunyai bentuk jasmani tak dapat diberi interpretasi atau tak dapat tafsirkan. Menurut pendapat al-Maturidi tangan, wajah, dan sebagainya mesti diberi arti majazi atau kiasan5. Menurut Syech M. Abduh, perbedaan antara al-Maturidiyah dan Asyariah tidak besar, kurang lebih hanya dalam 10 masalah yang bersifat perbedaan kata-kata. Orang lain mengumpulkan perbedaan itu sehingga mencapai 40 masalah yang berbeda.
3 4

A. Hanafi, op.cit. h. 133-134 Muhammad Ahmad, loc.cit 5 Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta: Universitas Indonesia, 1986) h. 76-77

Menurut Ahmad Amin masalah yang menjadikan perbedaan tersebut tidaklah penting atau prinsipil, seperti : Apakah sifat baqa itu sifat wujud atau bukan, Wujud itu hakekat Zat atau bukan? Bagaimana hakikat iman dan apa bisa bertambah atau berkurang? Arti qadha dan qadar. Iman kepada Tuhan wajib dengan akal atau tidak? Apakah jenis lelaki menjadi syarat kenabian atau tidak?

Perbedaan-perbedaan itu bisa kita pahami setelah memperbandingkan antara buku-buku Ilmu kalam menurut aliran Asyariah dengan buku -buku aliran Maturidiah, seperti al-Aqidun Nasafiah karangan Najmuddin an-Nasafi. Mungkin perbedaan yang tidak begitu banyak itu ada hubungannya dengan perbedaan dasar-dasar Mazhab Syafii yang dianut oleh Imam al-Asyari dan dasardasar mazhab Abu Hanifah yang dianut oleh al-Maturidi. Karena itu kebanyakan pengikut al-Maturidi terdiri dari orang-orang mazhaf Hanafi sedangkan pengikut aliran Asyariah terdiri dari mazhab Syafii. Berbeda dengan pendapat Syekh M. Abduh dan Ahmad Amin, Syekh Abu Zahrah mengatakan bahwa perbedaan antara alAsyari dan al-Maturidiyah sebenarnya lebih jauh lagi, baik dalam cara berpikir maupun dari hasil pemikirannya, karena al-Maturidi banyak memakai akal atau rasio dalm pandangan keagamaannya serta dalam sistem teologinya. Inilah beberapa pendapat-pendapat al-Maturidi : 1. Kewajiban mengetahui Tuhan Menurut al-Maturidi, akal dengan sendirinya bisa menyadari akan wajibnya mengetahui Tuhan, seperti yang telah diperintahkan oleh-Nya dalam ayat-ayat Al-Quran untuk memperhatikan alam, langit, dan bumi. Akan tetapi, meskipun akal mampu mengetahui Tuhan, namun ia tidak sanggup untuk mengetahui hukum-hukum taklifi (perintah-perintah Tuhan) dengan sendirinya. Pendapat ini berasal dari Abu Hanifah. Pendapat al-Maturidi tersebut hampir mirip dengan pendirian aliran Mutazilah. Yang membedakannya hanyalah kalau aliran Mutazilah mengatakan bahwa pengetahuan Tuhan itu diwajibkan oleh akal (akal yang mewajibkan), sedangkan menurut al-Maturidi meskipun kewajiban

mengetahui Tuhan dapat diketahui oleh akal, tetapi kewajiban itu sendiri datangnya dari Tuhan.

2. Kebaikan dan Keburukan menurut akal Al-Maturidi mengakui adanya keburukan yang terdapat pada suatu perbuatan dan akal bisa mengetahui kebaikan dan keburukannya itu. Seolaholah mereka membagi perbuatan-perbuatan itu menjadi tiga bagian, yaitu sebagian yang dapat diketahui kebaikannya hanya dengan akal, sebagian yang tidak dapat diketahui keburukannya hanya dengan akal, dan sebagian lagi yang tidak jelas kebaikan dan keburukannya bagi akal. Kebaikan dan keburukan untuk bagian terakhir ini hanya dapat diketahui melalui Syara. Aliran Mutazilah juga mempunyai pembagian yang sama, di mana ia mengatakan bahwa apa yang diketahui kebaikannya oleh akal harus dikerjakan sesuai dengan perintah akal dan yang diketahui keburukannya harus ditinggalkan menurut keharusan akal. Al-Maturidi tidak mengikuti pendapat aliran Mutazilah tersebut melainkan mengikuti pendapat Abu Hanifah yaitu meskipun akal sanggup mengetahui kebaikan dan keburukan tersebut namun kewajiban itu datangnya dari syara, karena akal tidak dapat bertindak sendiri dalam kewajiban-kewajiban agama, sebab yang mempunyai taklif (mengeluarkan perintah agama) itu hanyalah Tuhan sendiri. Pendapat al-Maturidi tersebut tidak sesuai dengan pendapat al-Asyari yang mengatakan bahwa suatu perbuatan itu tidak mempunyai kebaikan ataupun keburukan obyektif, melainkan kebaikan itu ada karena adanya perintah syara dan keburukan itu ada karena adanya larangan syara. Jadi kebaikan dan keburukan itu tergantung kepada Tuhan. Dengan demikian ternyata pendapat al-Maturidiyah berada di tengah-tengah antara pendapat Asyariah dan pendapat Mutazilah. 3. Hikmat dan Tujuan perbuatan Tuhan Menurut aliran Asyariah, segala perbuatan Tuhan tidak bisa ditanyakan mengapa, artinya bukan karena hikmah atau tujuan, sedangkan menurut aliran Mutazilah sebaliknya, karena menurut mereka Tuhan tidak mungkin mengerjakan sesuatu yang tidak ada gunanya. Tuhan wajib memperbuat yang baik dan terbaik.

Menurut al-Maturidi, memang benar perbuatan Tuhan mengandung kebijaksanaan atau hikmah, baik dalam ciptaan-ciptaan-Nya maupun dalam perintah dan larangan-Nya, tetapi perbuatan Tuhan tersebut bukan karena paksaan. Karena itu tidak bisa dikatakan wajib, sebab kewajiban itu berlawanan dengan sifat iradah-Nya. Sebenarnya perbedaan pendapat antara al-Maturidi dengan aliran Mutazilah hanya pada perbedaan penggunaan kata-kata atau istilah kata wajib, sedang inti dari persoalannya adalah sama yaitu keduanya mengakui adanya tujuan dan perbuatan Tuhan6.

C. Golongan-Golongan dalam Aliran Maturidiyah Maturidiyah dan Asyariyah disebut juga dengan golongan Ahl al-Sunnah wa alJamaah, tetapi dalam sistem teologinya terdapat perbedaan pendapat mengenai penempatan kedudukan akal dan wahyu. Sementara itu al-Maturidiyah ini terbagi lagi menjadi dua golongan yang masing-masing memiliki persepsi yang berbeda dalam menempatkan kedudukan wahyu dan akal7. Dua golongan itu adalah : 1. Golongan Samarkand Tokoh dalam golongan ini adalah Abu Mansur al-Maturidi sendiri. Golongan ini cenderung ke arah paham Mutazilah. Sebagaimana pendapatnya tentang sifat-sifat Tuhan, Maturidi dan Asyari mempunyai kesamaan pandangan. Mengenai perbuatan-perbuatan manusia, Maturidi sependapat dengan Mutazilah bahwa manusia lah sebenarnya yang mewujudkan perbuatannya (Qadariyah). Maturidi menolak paham-paham Mutazilah, antara lain : a. Tidak sepaham mengenai pendapat Mutazilah yang mengatakan AlQuran itu makhluk b. Al Salah wa Al-Aslah c. Paham posisi menengah kaum Mutazilah Dengan demikiahn al-Maturidi berpendapat Tuhan mempunyai kewajibankewajiban tertentu dan Kalam (firman) tidak diciptakan, tetapi bersifat qadim.

6 7

A. Hanafi, op.cit, h. 134-137 Afraniati Affan dkk, Sejarah Pemikiran dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Antara & LSIK, 1996) h. 71

2. Golongan Bukhara Golongan Bukhara ini dipimpin oleh Abu Al-Yusr Muhammad AlBazdawi. Dia merupakan pengikut Maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya. Nenek Al-Bazdaw menjadi salah satu murid Maturidi. Dan orang tuanya, Al-Bazdawi dapat menerima ajaran-ajaran Maturidi. Kemudian AlBazdawi dalam perkembangan pemikirannya mempunyai salah seorang murid yaitu Najm Al-Din Muhammad Al-Nasafi dengan karyanya Al-Aqaidul Nasafiyah. Dengan demikian yang dimaksud dengan golongan Bukhara adalah pengikut-pengikut Al-Bazdawi di dalam aliran Al-Maturidiyah, yang mempunyai pendapat lebih dekat kepada pendapat-pendapat Al-Asyary. Namun walaupun sebagai aliran Maturidiyah, Al-Bazdawi tidak selamanya sepaham dengan Maturidi. Ajaran-ajaran teologinya banyak dianut oleh sebagian umat islam yang bermazhab Hanafi. Dan pemikiran-pemikiran Maturidiyah sampai sekarang masih hidup dan berkembang di kalangan umat islam8.

Muhammad Ahmad, op.cit, h.190-191

BAB III Kesimpulan

Nama aliran Maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin Muhammad, kelahiran Maturid kota kecil di daerah Samarkhand (termasuk daerah Uzbekistan, Sovyet sekarang)9. Nama lengkap beliau adalah Abu Mansur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi10. Abu Mansur lahir kira-kira pada pertengahan abad ketiga Hijriah dan meninggal dunia di kota Samarkhand pada tahun 333 H/944M. Pokok-pokok ajaran Maturidiyah 1. Kewajiban mengetahui Tuhan, akal semata-mata sanggup mengetahui Tuhan, namun ia tidak sanggup mengetahui dengan sendirinya hukumhukum taklifi (perintah Allah) 2. Kebaikan dan keburukan dapat diketahui dengan akal 3. Perbuatan Tuhan mengandung kebijaksanaan, baik dalam ciptaan-Nya maupun dalam perintah dan larangan-larangan-Nya, perbuatan manusia bukanlah pakasaan dari Allah, karena itu tidak bisa dikatakan wajib, karena kewajiban itu bertentangan dengan sifat iradah-Nya. Aliran Maturidiyah dibedakan menjadi dua golongan 1. Golongan Samarkand Tokoh dalam golongan ini adalah Abu Mansur al-Maturidi sendiri. Golongan ini cenderung ke arah paham Mutazilah. Sebagaimana pendapatnya tentang sifatsifat Tuhan, Maturidi dan Asyari mempunyai kesamaan pandangan. Mengenai perbuatan-perbuatan manusia, Maturidi sependapat dengan Mutazilah bahwa manusia lah sebenarnya yang mewujudkan perbuatannya (Qadariyah). 2. Golongan Bukhara Golongan Bukhara ini dipimpin oleh Abu Al-Yusr Muhammad Al-Bazdawi. Dia merupakan pengikut Maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya. Golongan Bukhara ini cenderung lebih dekat kepada pendapat Asyari.

9 10

A. Hanafi, Pengantar Theology Islam (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1980) , h.133. Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 1998), h. 189

Anda mungkin juga menyukai