Anda di halaman 1dari 15

RESUME AKHLAK TASAWUF

“ Akhlak Tasawuf “
(untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah akhlak tasawuf)
Pengganti UTS Akhlak Tasawuf
Dosen : Dr.H. Abdul Kodir, M.Ag

Disusun Oleh :
Nama : Norman Swarzkop Rhamdani
Nim : 1209703029

PRODI FISIKA

FAKULTAS SAINS dan TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2010
1.TASAWUF
A. Awalnya Tasawuf

Defenisi yang dikemukakan oleh para ahlinya:

1. Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdy mengatakan bahwa :”Tasawuf adalah


suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa,
cara membersihkannya dari (sifat-sifat) yang buruk dan mengisinya dengan sifat-sifat
yang terpuji, cara melakukan suluk, melangkah menuju (keridhaan) Allah dan
meninggalkan (larangan-Nya) menuju kepada (perintah-Nya)

2. Sedangkan Imam Al-Ghazali mengemukakan pendapat Abu Bakar al-Kataany


yang mengatakan bahwa “Tasawuf adalah budi pekerti, jadi barangsiapa yang
memberikan bekal budi pekerti atasmu, berarti ia memberikan bekal atas dirimu
dalam tasawuf. Maka hamba yang jiwanya menerima (perintah) untuk beramal
karena sesungguhnya mereka melakukan suluk dengan nur (petunjuk) Islam. Dan
Ahli Zuhud yang jiwanya menerima (perintah untuk melakukan beberapa akhlaq
(terpuji) karena mereka telah melakukan suluk dengan nur (petunjuk) imannya”.

B. Makna Tasawuf

Tasawuf adalah nama lain dari “Mistisme dalam Islam” di kalangan orintalis Barat
dikenal dengan sebutan “Sufisme” kata “Sufisme” merupakan istilah khusus mistisme
Islam. Sehingga kata “Sufisme” tidak ada pada mistisme agama-agama lain. Adapun
tujuannya adalah untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari Tuhan.
Sedangkan ada juga tujuan lain seperti bisa berhubungan langsung dengan Tuhan.
Dengan maksud bahwa ibadah yang diselenggarakan dengan cara formal belum
dianggap memuaskan karena belum memenuhi kebutuhan spiritual kaun sufi.

Ibnu al-Qayyim dalam “Madarijus Salikin” menyebutkan para pembahas ilmu ini
telah sependapat bahwa tasawuf adalah moral.

Berbagai pendapat tentang munculnya dan berkembangny tasawuf adalah sebagai


berikut :

a) Pada abad pertama dan kedua hijriah


1) Perkembangan Tasawuf pada Masa Sahabat Para sahabat juga mencontohi
kehidupan Rasulullah yang serba sederhana, dimana hidupnya hanya semata-mata
diabadikan kepada Tuhannya. Diantara sahabat yang dimaksud adalah : Abu Bakar
as-Sidiq (13 H), Umar bin Khattab (23 H) dan Usman bin Affan (35 H).
2) Perkembangan Tasawuf Pada masa Tabiin
Adapun tokoh-tokohnya antara lain : Al-Hasan Al-Basry (22 H-110 H), dan Rabi‟ah
Al-Adawiyah (185 H).
b) Pada Abad ketiga dan Keempat Hijriah
1) Perkembangan Tasawuf pada abad Ketiga Hijriah Adapun tasawuf yang
berkembang pada masa itu adalah :
- Tasawuf yang berintikan ilmu jiwa, yaitu tasawuf yang berisi suatu metode yang
lengkap tentang pengobatan jiwa, yang mengonsentrasikan kejiwaan manusia kepada
khaliknya, sehingga ketengangan kejiwaan akibat pengaruh keduniaan, dapat teratasi
dengan baik.
- Tasawuf yang berintikan ilmu akhlak dan Tasawuf yang berintikan metafisika
Sedangkan tokoh-tokoh sufi yang terkenal abad ini antara lain : Abu Sulaiman Ad-
Darany (215 H), Ahmad bin Al-Hawary ad-Damasqiy (230 H), Abud Faidh Dzun
Nun bin Ibrahim al-Mishry (245 H), Abu Yazid Al-Bushthany (261 H/874 M)

2.MAHABBAH

A. Pengertian Mahabbah
Mahabbah artinya cinta. Hal ini mengandung maksud cinta kepada Tuhan. Lebih luas
lagim, bahwa “Mahabbah” memuat pengertian yaitu :

1. Memeluk dan mematuhi perintah Tuhan dan membenci sikap yang melawan pada
Tuhan
2. Berserah diri kepada Tuhan
3. Mengosongkan perasaan di hati dari segala-galannya kecuali dari zat yang dikasihi

Tentang “Mahabbah” dapat dapat dijumpai di dalam al-Qur‟an antara lain :

a. Surat Ali Imran ayat 31 : Artinya :”Katakanlah : jika kamu benar-benar mencintai
Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosanmu” Allah
Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang” (Q.S Ali Imran, 31).

b. Hadits “Yang artinya hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan


perbuatan-perbuatan hingga aku cinta padanya. Oran gyang kucintai menjadi telinga,
mata dan tangan-Ku”. Aliran tasawuf mahabbah kedudukannya sejajar dengan aliran-
aliran tasawuf lainnya seperti ma‟rifat (pengetahuan). Al-Fana dan al-Baqa
(kehancuran dan ketetapan), dan al-ijtihad (persatuan). Ijtihad dapat berbentuk Al-
Qulul (pengambilan tempat) ataupun Al-Wujud (kesatuan wujud). Penjelasan tentang
aliran-aliran tersebut akan diuraiakan pada bab-bab berikutnya.

B. Tokoh Sufi Mahabbah dan Ajarannya


Aliran sufi mahabbah dipelopori dan dikembangkan oleh seorang sufi wanita
bernama Rabiah al-Adawiah, ia lahir di Basrah pada tahun 714 M. Di antara doa-doa
yang tercatat berasal dari Rabiah ada doa yang dipanjatkannya pada waktu larut
malam, di atas atap rumahnya “Tuhanku, binatang-binatang bersinar gemerlapan,
manusia sudah tidur nyenyak, dan raja-raja telah menutup pintunya, tiap orang yang
bercinta sedang asyik masuk dengan kesayanganya, dan disinilah aku sendiri bersama
3.MA’RIFAT

A. Pengertian
Istilah ma‟rifah berasal dari kata “Al-Ma‟rifah”, yang berarti mengetahui atau
mengenal sesuatu. Kemudian istilah ini dirumuskan defenisinya oleh beberapa Ulama
Tasawuf, antara lain :

1. Dr. Mustafa Zahri mengemukakan salah satu pendapat Ulama Tasawuf yang
mengatakan : “Ma‟rifah adalah ketetapan hati (dalam mempercayai hadirnya)
wujud yang wajib adanya (Allah) yang menggambarkan segala kesempurnaan”

2. Asy-Syekh Ihsan Muhammad Dahlan Al-Kadiri mengemukakan abud Thayyib a-


Samiry sebagai berikut :” Ma‟rifat adalah hadirnya kebenaran Allah (Pada
sufi).... dalam yang meningkat mar‟ifanya, maka meningkat pula ketenangan
(hatinya).

Ada beberapa tanda yang dimiliki oleh Sufi bila sudah sampai kepada tingkatan
ma‟rifa, antara lain :

a) Selalu memancar cahaya ma‟rifah padanya dalam segala sikap dan perilakunnya,
karena itu, sikap wara selalu ada pada dirinya

b) Tidak menjadikan keputusan pada sesuatu yang berdasarkan fakta yang bersifat
nyata, karena hal-hal yang nyata menurut ajaran tasawuf, belum tentu benar

c) Tidak menginginkan nikmat Allah yang buat dirinya, karena hal itu bisa
membawannya kepada perbuatan yang haram.

B. Faham Ma‟rifah
ada segolongan orang sufi mempunyai ulasan bagaimana hakikat ma‟rifah. Mereka
mengemukakan paham-pahamnya antara lain :

1) Kalau mata yang ada did alam hati sanubari manusia terbuka, maka mata kepala
tertutup, dan waktu inilah yang dilihat hanya Allah

2) Ma‟rifah adalah cermin. Apabila seorang yang arif melihat ke arah cermin maka
apa yang dilihatnya hanya Allah

3) Orang kafir baik di waktu tidur dan bangun yang dilihat hanyalah Allah SWT

4) Seandainnya ma‟rifah itu materi, maka semua orang yang melihat akan mati
karena tidak tahan merlihat kecantikan serta keindahannya. Dan semua cahaya akan
menjadi gelah di samping cahaya keindahan yang gilang-gemilang.
C. Jalan Ma‟rifah
Sifat dari ma‟rifah Tuhan bagi seorang sufi adalah kontinyu (terus menerus). Namun
untuk memperoleh ma‟rifah yang penuh tentang Tuhan mustahil, sebab manusia
besifat terbatas sedangkan Tuhan bersifat tidak terbatas.

D. Tokoh Ma‟rifah
Al Gazali mengakhiri masa pertualangannya, karena telah mendapat “pengangan”
yang sekuat-kuatnya untuk kembali berjuang dan bekerja di tengah masyarakat,
pengangan itu adalah “Paham Sufi” yang diperolehnya berkat ilham Tuhan di tanah
suci Mekkah dan Madinah

4.FANA DAN BAQA

A. Pengertian
Fana artinya hilang, hancur, atau dalam bahasa Inggris dissapear, perish, annihalate.
Sehingga dapat dipahami bahwa fana merupakan proses menghancurkan diri bagi
seorang sufi agar dapat bersatu dengan Tuhan.

B. Faham antara Fana Seiring Baqa


Ada beberapa faham kesufian yang membuktikan adanya keseiringan fana dan baqa
yaitu : “Jika kejahilan (iqnorance) dari seseorang hilang yang akan tinggal ialah
pengetahuan”.

C. Tokoh Sufi
Adapun tokoh sufi antara lain : Abu Yazid dan Ibnu Qayyim. Abu Yazid adalah salah
satu tokoh sufi yang telah melewati “Ma‟rifat” dia mencapai fana dan baqa yang
kemudian “ijtihad” bersatu dengan Tuhan. Ibnu Qayyim memberikan penjelasan
tentang istilah fana dan baqa sebagai berikut :
“Fana dalam pengertian tauhid berbarengan dengan baqa, yaitu penetapan terhadap
Tuhan yang haqdalam hatimu dan menghilangkan Tuhan selain Allah. Di sinilah
bertemu antara nafi dan Itsbat. Nafi adalah fana dan itsbat adalah baqa. Sebenarnya ia
fana dengan dengan ibadah kepada membuang cinta selain dari padaNya, takut
kepada Allah, menyingkari takut selain dari pada-Nya. Ta‟at kepada Allah dan
menyingkiri ta‟at selain dari Pada Nya.

5.ITTIHAD DAN HULUL

A. Pengertian
Ittihad adalah bahwa tingkatakan tasawuf seorang sufi telah merasa dirinya bersatu
dengan Tuhan. Ittihad merupakan suatu tingkatan dimana yang mencintakan dan
yang dicintai telah menjadi satu. A.R Al-Badawi berpendapat bahwa di dalam ittihad
yang dilihat hanya satu wujud. Walaupun sebenarnya ada dua wujud yang berpisah
satu dari yang lain. Hal ini terjadi pertukaran peranan antara yang mencintai dan yan
dicintai (sufi dan Tuhan).
Dalam ittihad “identitas telah hilang, indentias telah menjadi satu”, hal ini bisa terjadi
karena sufi telah memasuki fana yang tidak mempunyai kesadaran lagi dan berbicara
dengan nama Tuhan. Masalah ittihad, hulul dan Tauhid di kalangan sufi tidak banyak
dibicarakan. Mungkin ini disebabkan dari pembunuhan tokoh sufi yaitu al-Hallaj
karena dituduh mempunyai paham “hulul” sehingga banyak tokoh sufi takut
mempersoalkan tersebut, agar tidak mempunyai nasib yang sama.

B. Tokoh Sufi Ittihad Al-Hulul dan Ajarannya


Sebagai penyebar dan pembawa ajaran ittihad dalam tasawuf adalah Abu Yazid al-
Bustamil, ia lahir di Bistam di Persia pada tahun 874 M dan meninggalkan dalam usia
73 M.

6.WAHDATUL AL-WUJUD DAN INSAN KAMIL

A. Pengertian
Kata “wahadatul al-Wujud” berarti kesatuan wujud. Dalam kata bahasa Inggris
UNITY OF EXISTENCE. Paham ini merubah sifat nasuf yang ada dalamHulum
menjadi Khalaq. Aspek penting dari dua hal tersebut ialah aspek hak yang merupakan
batin jauhar (substance) dan hakikat tiap-tiap yang berwujud. Dan aspek khalaq
hanya merupakan „ard. Sesuatu yang mendatang. Karena itulah alam dipandang
sebagai cermin bagi Tuhan. Semua benda-benda yang ada dalam alam bagaikan
gambar pada cermin yang esensianya telah terdapat pada sifat-sifat Tuhan. Sebagai
pokok persoalan “Wahdatul Wujud” adalah yang sebenarnya berhak mempunyai
wujud hanyalah satu, yaitu Tuhan. Dan wujud selain dari Tuhan adalah wujud
bayangan. Pemikiran filsafat demikian berkembang dan membias pada konsep insan
kamil atau manusia sempurna.

B. Tokoh Sufi Wahdatul al- Wujud Insan Kamil dan Ajarannya


Faham wahdatul Al-Wujud diajarkan oleh Muhy al-Qin Ibnu Arabi, dia lahir di kota
Murcia Spanyol pada tahun 1165 M. Ringkasannya dalam tasawuf ibnu Al-Arabi
yang bersatu dengan Tuhan bukan hanya manusia tetapi semua mahluk. Semuanya
mempunyai wujud satu dengan Tuhan.

7.TARIKAT

A. Pengertian
Istilah Tariqat berasal dari kata At-Tariq (jalan) menuju kepada hakikat, atau dengan
kata lain pengalaman syariat. Sehingga Asy-Syekh Muhammad al-Kurdiy
mengemukakan defenisi, yang berturut-turut disebut :

1. Tarekat adalah pengamalan syariat. Melaksanakan beban ibadah (dengan tekun)


dan menjauhkan diri dari sikap mempermudah (ibadah), yang sebenarnya memang
tidak boleh dipermudah.
2. Tarikat yang diartikan sebagai pendidikan kerohanian yang sering dilakukan oleh
orang-orang yang menempuh kehidupan Tasawuf, untuk mencapai suatu tingkatan
kerohanian yang disebut.

B. Istilah Tariqat
Ada beberapa istilah “tarikat”, antara lain :
- Syariat, hakikat, suluk, zawiyat, illa zikr nafi isbat, uslah, khalwat, kasyaf, silsilah

C. Tokoh-tokoh Tarikat di Dunia Islam Maupun Indonesia


Ada beberapa istilah yagn sering dijumpaidalam Tarikat yang bersifat perkumpulan,
misalnya:
- Istilah Syekh atau Mursyid, maksudnya guru tarikat
- Khalifah maksudnya wakil SyekH ATAU Mursyid
- Baiat, maksudnya perjanjian atau sumpah setia murid kepada gurunya.
Di samping tokoh tersebut ada lagi tokoh lain antara lain : Ustaz S.A. Al-Hamdani
dan Prof Dr. Hamka

8.Akhlak Islami

A. Pengertian Akhlak Islami


Akhlak Islami adalah akhlak yang menggunakan tolak ukur ketentuan Allah. Quraish
shihab dalam hubungan ini mengatakan, bahwa tolak ukur kelakuan baik mestilah
merujuk kepada ketentuan Allah. Apa yang dinilai baik oleh Allah pasti aik dalam
esensinya. Demikian pula sebaliknya, tidak munkin Dia menilai kebohongan sebagai
kelakuan baik, karena kebohongan esensinya buruk.

B. Sumber akhlak Islam


Akhlak yang benar akan terbentuk bila sumbernya benar. Sumber akhlak bagi
seorang muslim adalah al-Qur‟an dan as-Sunnah. Sehingga ukuran baik atau buruk,
patut atau tidak secara utuh diukur dengan al-Qur‟an dan as-Sunnah. Sedangkan
tradisi merupakan pelengkap selama hal itu tidak bertentangan dengan apa yang telah
digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya. Meniuytrewqjadikan al-Qur‟an dan as-Sunnah
sebagai sumber akhlak merupakan suatu kewajaran bahkan keharusan. Sebab
keduanya berasal dari Allah dan oleh-Nya manusia diciptakan. Pasti ada kesesuaian
antara manusia sebagai makhluk dengan sistem norma yang datang dari Allah SWT.

C. Faktor- faktor Pembentuk Akhlak


a) Al-Wiratsiyyah (Genetik)
Misalnya: seseorang yang berasal dari daerah Sumatera Utara cenderung berbicara
“keras”, tetapi hal ini bukan melegitimasi seorang muslim untuk berbicara keras atau
kasar karena Islam dapat memperhalus dan memperbaikinya.
b) An-Nafsiyyah (Psikologis)
Faktor ini berasal dari nilai-nilai yang ditanamkan oleh keluarga (misalnya ibu dan
ayah) tempat seseorang tumbuh dan berkembang sejak lahir. Semua anak dilahirkan
dalam keadaan fitrah, orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau
Majusi (Hadits). Seseorang yang lahir dalam keluarga yang orangtuanya bercerai
akan berbeda dengan keluarga yang orangtuanya lengkap.
c) Syari‟ah Ijtima‟iyyah (Sosial)
Faktor lingkungan tempat seseorang mengaktualisasikan nilai-nilai yang ada pada
dirinya berpengaruh pula dalam pembentukan akhlak seseorang.
d) Al-Qiyam (Nilai Islami)
Nilai Islami akan membentuk akhlak Islami.Akhlak Islami ialah seperangkat
tindakan/gaya hidup yang terpuji yang merupakan refleksi nilai-nilai Islam yang
diyakini dengan motivasi semata-mata mencari keridhaan Allah.

9.Hak, Kewajiban, dan Keadilan

A. Hak
1. Pengertian

Hak dapat diartikan wewenang atau kekuasaan yang secara etis seseorang dapat
mengerjakan, memiliki, meninggalkan, mempergunakan atau menuntut sesuatu.
Poedjawijatna mengatakan bahwa yang dimaksud hak ialah semacam milik,
kepunyaan yang tidak hanya kepunyaan benda saja, melainkan pula tindakan, pikiran,
dan hasil pemikiran itu. Di dalam al-quran kita jumpai juga kata al-hagg, namun
pengertiannya agak berbeda dengan pngertian hak yang dikemukakan di atas. Jika
pengertian hak di atas mengacu pada hak memiliki, tetapi hak dalam al-quran bukan
itu artinya. Kata memilik yang merupakan terjemahan dari kata hak tersebut di atas
dalam bahasa al-quran di senut milik dan orang yang menguasainya disebut malik.
Dalam perkembangan selanjutnya kata al-hagg dalam al-quran digunakan untuk
empat pengertian. Pertama, untuk menunjukkan terhadap pelaku yang mengadakan
sesuatu yang mengandung hikmah, seperti adanya allah swt disebut al-hagg karena
dialah yang mengadakan sesuatu yang mengandung hikmah dan nilai bagi kehidupan.
B. Kewajiban

Manusia sebagai makhluk indvidu dan makhluk social, tidak dapat terlepas dai
kewajiban.apa yang dilakukan seseorang dapat menyebabkan pola pengaruh pola
hubungannya sebagai makhluk social. Pola hubungan yang baik antara individu satu
dengan individu yang lain Karena adanya kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi.
Di dalam ajaran islam menekankan atas kewajiban sebagai seorang muslim dengan
sesama harus dijalankan. Sebagimana hadist rosulullah SAW. Yang artinya:
“perumpamaan orang-orang mukmin dalam cinta kasih dan rahmad hati bagaikan
satu badan, apabila satu menferita maka menjalarlah penderitaan itu keseluruh badan
sehingga tida dapa tidur dan panas.” (H.R Bukhori muslim).
Di dalam hadist di atas menggambarkan betapa pedulinya islam terhadap hubungan
sesama muslim. Sehingga sesama kaum muslim itu mmiliki perasaan terikat dalam
ikata ruh keagamaan. Dimana diibaratkan keutuhan suatau badan yang mempunyai
ikatan yang utuh. Ada suatu ajakan terhadap diri manusia supaya menjauhi dan
meningalkan sifat takabur. Dan mendekati sifat renda diri dan positif. Rupanya ada
hikmah kita mempunyai kewaiban untuk memiliki sifat rendah diri sesama manusia
(muslim).
C. Keadilan

A. Pengertian Keadilan

Tidak dapat dipungkiri, Al-qur‟an meningkatkan sisi keadilan dalam kehidupan


manusia, baik secara kolektif maupun individual. Karenanya, dengan mudah kita lalu
dihinggapi semacam rasa cepat puas diri sebagai pribadi-pribadi Muslim dengan
temuan yang mudah diperoleh secara gamblang itu.

10. Maqamat

A. Pengertian Maqamat

“Maqamat dan Ahwal” adalah dua kata kunci yang menjadi icon untuk dapat
mengakses lebih khusus ke dalam inti dari sufisme, yang pertama berupa tahapan-
tahapan yang mesti dilalui oleh calon sufi untuk mencapai tujuan tertinggi, berada
sedekat-dekatnya dengan Tuhan, dan yang kedua merupakan pengalaman mental sufi
ketika menjelajah maqamat. Dua kata „maqamat dan ahwal‟ dapat diibaratkan
sebagai dua sisi mata uang yang selalu berpasangan. Namun urutannya tidak selalu
sama antara sufi satu dengan yang lainnya. Maqamat adalah bentuk jamak dari kata
maqam, yang secara terminologi berarti tingkatan, posisi, stasiun, lokasi. Secara
terminologi Maqamat bermakna kedudukan spiritual atau Maqamat adalah stasiun-
stasiun yang harus dilewati oleh para pejalan spiritual (salik) sebelum bisa mencapai
ujung perjalanan.[2] Istilah Maqamat sebenarnya dipahami berbeda oeh para sufi.
Secara terminologis kata maqam dapat ditelusuri pengertiannya dari pendapat para
sufi, yang masing-masing pendapatnya berbeda satu sama lain secara bahasa. Namun,
secara substansi memiliki pemahaman yang hampir sama.

B. Maqamat

Sebagaimana telah disebutkan diatas tingkatan-tingkatan (Maqamat) yang harus


dilalui oleh seorang salik menurut masing-masing ahli sufi terdiri dari beberapa
tahapan. Masing-masing ketujuh maqam ini mengarah ke peningkatan secara tertib
dari satu maqam ke maqam berikutnya. Dan pada puncaknya akan tercapailah
pembebasan hati dari segala ikatan dunia.Adapun maqamat yang dimaksud
diantaranya sebagai berikut:
1. Taubat

Dalam beberapa literatur ahli sufi ditemukan bahwa maqam pertama yang harus
ditempuh oleh salik adalah taubat dan mayoritas ahli sufi sepakat dengan hal ini.
Beberapa diantara mereka memandang bahwa taubat merupakan awal semua
maqamat yang kedudukannya laksana pondasi sebuah bangunan. Tanpa pondasi
bangunan tidak dapat berdiri dan tanpa taubat seseorang tidak akan dapat menyucikan
jiwanya dan tidak akan dapat dekat dengan Allah. Dalam ajaran tasawuf konsep
taubat dikembangkan dan memiliki berbagai macam pengertian. Secara literal taubat
berarti “kembali”. Dalam perspektif tasawuf , taubat berarti kembali dari perbuatan-
perbuatan yang menyimpang, berjanji untuk tidak mengulanginya lagi dan kembali
kepada Allah. Menurut para sufi dosa merupakan pemisah antara seorang hamba dan
Allah karena dosa adalah sesuatu yang kotor, sedangkan Allah Maha Suci dan
menyukai orang suci. Karena itu, jika seseorang ingin berada sedekat mungkin
dengan Allah ia hrus membersihkan diri dari segala macam dosa dengan jalan tobat.
Tobat ini merupakan tobat yang sebenarnya, yang tidak melakukan dosa lagi. Bahkan
labih jauh lagi kaum sufi memahami tobat dengan lupa pada segala hal kecuali Allah.
Tobat tidak dapat dilakukan hanya sekali, tetapi harus berkali-kali Dalam hal ini Dzu
al-Nun al-Mishry membagi taubat pada dua bagian yaitu taubatnya orang awam dan
orang khawas. Ia mengatakan:

‫تٕتح انعٕاو يٍ انذَٕب ٔتٕتح انخٕاص يٍ انغفهح‬

Lebih lanjut al-Daqqaq membagi taubat dalam tiga tahap. Tahap pertama yaitu
taubat kemudian inabah (kembali) dan tahap terakhir yaitu awbah. Menurut al-Sarraj
tobat terbagi pada beberapa bagian. Pertama, taubatnya orang-orang yang
berkehendak (Muridin), muta‟arridhin, thalibin dan qashidin. Kedua, taubatnya ahli
haqiqat (kaum khawwas). Pada bagian ini para ahli haqiqat tidak ingat lagi akan dosa-
dosa mereka karena keagungan Allah telah memenuhi hati mereka dan mereka
senantiasa berzikir kepadaNya. Ketiga, taubat ahli ma‟rifat (khusus al-khusus).
Adapun taubatnya ahli ma‟rifat yaitu berpaling dari segala sesuatu selain Allah.

1. wara‟

kata wara‟ secara etimologi mengarah pada kata ‫ انكّفِ ٔاالَقثاض‬yang berarti
menghindari atau menjauhkan diri. Dalam perspektif tasawuf wara‟ bermakna
menahan diri hal-hal yang sia-sia, yang haram dan hal-hal yang meragukan (syubhat).
Hal ini sejalan dengan hadits nabi:

ٍ‫حدثُا أحًد تٍ َصز انٍُساتٕري ٔغٍز ٔاحد قانٕا حدثُا أتٕ يسٓز عٍ إسًعٍم تٍ عثد اهلل تٍ سًاعح ع‬
ٍ‫ قال رسٕل اهلل صهى اهلل عهٍّ ٔسهى يٍ حس‬:‫األٔساعً عٍ قزج عٍ انشْزي عٍ أتً سهًح عٍ أتً ْزٌزج قال‬
.ٍُّ‫إسالو انًزء تزكّ يا ال ٌع‬

“Diantara (tanda) kebaikan ke-Islaman seseorang ialah meninggalkan sesuatu yang


tidak penting baginya”.

Adapun makna wara‟ secara rinci adalah meninggalkan segala hal yang tidak
bermanfaat berupa ucapan, penglihatan, pendengaran, perbuatan, ide atau aktivitas
lain yang dilakukan seorang muslim. Seorang salik hendaknya tidak hidup secara
sembarangan, ia harus menjaga tingkah lakunya, berhati-hati jika berbicara dan
memilih makanan dan minuman yang dikonsumsinya.

1. Zuhud

Kata zuhud banyak dijelaskan maknanya dalam berbagai literatur ilmu tasawuf.
Karena zuhud merupakan salah satu persyaratan yang dimiliki oleh seorang sufi
untuk mencapai langkah tertinggi dalam spiritualnya. Diantara makna kata zuhud
adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh imam al-Gazali “mengurangi keinginan
kepada dunia dan menjauh darinya dengan penuh kesadaran”, adapula yang
mendefenisikannya dengan makna “berpalingnya hati dari kesenangan dunia dan
tidak menginginkannya”[9], “kedudukan mulia yang merupakan dasar bagi keadaan
yang diridhai”, serta “martabat tinggi yang merupakan langkah pertama bagi salik
yang berkonsentrasi, ridha, dan tawakal kepada Allah SWT”. Menurut Haidar Bagir
konsep zuhud diidentikkan dengan asketisme[10] yang dapat melahirkan konsep lain
yaitu faqr. Menurut Abu Bakr Muhammad al- Warraq (w. 290/903 M ) kata zuhud
mengandung tiga hal yang mesti ditinggalkan yaitu huruf z berarti zinah (perhiasan
atau kehormatan), huruf h berarti hawa (keinginan), dan d menunjuk kepada dunia
(materi). Dalam perspektif tasawuf, zuhud diartikan dengan kebencian hati terhadap
hal ihwal keduniaan padahal terdapat kesempatan untuk meraihnya hanya karena
semata-mata taat dan mengharapkan ridha Allah SWT.

Menurut Syaikh Syihabuddin ada tiga jenis kezuhudan yaitu : pertama,


Kezuhudan orang-orang awam dalam peringkat pertama. Kedua, kezuhudan orang-
orang khusus (kezuhudan dalam kezuhudan). Hal ini berarti berubahnya kegembiraan
yang merupakan hasil daripada zuhud hanyalah kegembiraan akhirat, sehingga
nafsunya benar-benar hanya dipenuhi dengan akhirat. Ketiga, Kezuhudan orang-
orang khusus dikalangan kaum khusus. Dalam peringkat ketiga ini adalah kezuhudan
bersama Allah. Hal ini hanyalah dikhususkan bagi para Nabi dan manusia suci.
Mereka telah merasa fana‟ sehingga kehendaknya adalah kehendak Allah. Sedangkan
menurut al-Sarraj ada tiga kelompok zuhud :

1. Kelompok pemula (mubtadiin), mereka adalah orang-orang yang kosong


tangannya dari harta milik, dan juga kosong kalbunya.
2. Kelompok para ahli hakikat tentang zuhud (mutahaqqiqun fi al-zuhd).
Kelompok ini dinyatakan sebagai orang-orang yang meninggalkan
kesenangan-kesenangan jiwa dari apa-apa yang ada di dunia ini, baik itu
berupa pujian dan penghormatan dari manusia.
3. Kelompok yang mengetahui dan meyakini bahwa apapun yang ada di dunia ini
adalah halal bagi mereka, namun yakin bahwa harta milik tidak membuat
mereka jauh dari Allah dan tidak mengurangi sedikitpun kedudukan mereka,
semuanya semata-mata karena Allah.
1. Faqr
Faqr bermakna senantiasa merasa butuh kepada Allah. Sikap faqr sangat erat
hubungannya dengan sikap zuhud. Jika zuhud bermakna meninggalkan atau menjauhi
keinginan terhadap hal-hal yang bersifat materi (keduniaan) yang sangat diinginkan
maka faqr berarti mengosongkan hati dari ikatan dan keinginan terhadap apa saja
selain Allah, kebutuhannya yang hakiki hanya kepada Allah semata.

Orang yang faqr bukan berarti tidak memiliki apa-apa, namun orang faqir adalah
orang yang kaya akan dengan Allah semata, orang yang hanya memperkaya
rohaninya dengan Allah. Orang yang bersikap faqr berarti telah membebaskan
rohaninya dari ketergantungan kepada makhluk untuk memenuhi hajat hidupnya. Ali
Uthman al-Hujwiri dalam Kasyf al-Mahjub, mengutip seorang sufi yang mengatakan
“Faqir bukan orang yang tak punya rezeki/penghasilan, melainkan yang pembawaan
dirinya hampa dari nafsu rendah”. Dia juga mengutip perkataan Syekh Ruwaym
bahwa “Ciri faqir ialah hatinya terlindung dari kepentingan diri, dan jiwanya terjaga
dari kecemaran serta tetap melaksanakan kewajiban agama.”

1. Sabar

Sabar secara etimologi berarti tabah hati. Dalam Mu‟jam Maqayis al-Lughah
disebutkan bahwa kata sabar memiliki tiga arti yaitu menahan, sesuatu yang paling
tinggi dan jenis bebatuan. Sabar menurut terminologi adalah menahan jiwa dari
segala apa tidak disukai baik itu berupa kesenangan dan larangan untuk mendapatkan
ridha Allah. Dalam perspektif tasawuf sabar berarti menjaga menjaga adab pada
musibah yang menimpanya, selalu tabah dalam menjalankan perintah Allah dan
menjauhi segala laranganNya serta tabah menghadapi segala peristiwa. Sabar
merupakan kunci sukses orang beriman. Sabar itu seperdua dari iman karena iman
terdiri dari dua bagian. Setengahnya adalah sabar dan setengahnya lagi syukur baik
itu ketika bahagia maupun dalam keadaan susah. Makna sabar menurut ahli sufi pada
dasarnya sama yaitu sikap menahan diri terhadap apa yang menimpanya.

Menurut al-Sarraj sabar terbagi atas tiga macam yaitu: orang yang berjuang untuk
sabar, orang yang sabar dan orang yang sangat sabar.
1. Tawakkal

Tawakkal bermakna „berserah diri‟. Tawakkal dalam tasawuf dijadikan washilah


untuk memalingkan dan menyucikan hati manusia agar tidak terikat dan tidak ingin
dan memikirkan keduniaan serta apa saja selain Allah. Pada dasarnya makna atau
konsep tawakkal dalam dunia tasawuf berbeda dengan konsep agama. Tawakkal
menurut para sufi bersifat fatalis, menggantungkan segala sesuatu pada takdir dan
kehendak Allah. Syekh Abdul Qadir Jailany menyebut dalam kitabnya bahwa semua
yang menjadi ketentuan Tuhan sempurna adanya, sungguh tidak berakhlak seorang
salik jika ia meminta lebih dari yang telah ditentukan Tuhan.

1. Ridha

Pada dasarnya beberapa ulama mengemukakan konsep ridha secara berbeda.


Seperti halnya ulama Irak dan Khurasan yang berbeda mengenai konsep ini, apakah
ia termasuk bagian dari maqam atau hal. Maqam ridha adalah ajaran untuk
menanggapi dan mengubah segala bentuk penderitaan, kesengsaraan menjadi
kegembiraan dan kenikmatan. Dalam kitab al-Risalah al-Qusyairiyah disebutkan
beberapa pendapat ulama mengenai makna ridha diantaranya pendapat Ruwaim yang
mengatakan bahwa:

‫ انزضا‬: ِ‫أٌ نٕ جعم اهلل جُٓى عهى ًٌٍُّ يا سأل أٌ ٌحٕنٓا إنى ٌسار‬. , sedang Abu Bakar Ibn
Thahir berkata: ‫انزضا‬: ‫ حتى ال ٌكٌٕ فٍّ إال فزح ٔسزٔر‬،‫إخزاج انزاٍْح يٍ انقهة‬. . Menurut Imam
al-Gazali ridha merupakan buah dari mahabbah. Dalam perspektif tasawuf ridha
berarti sebuah sikap menerima dengan lapang dada dan senang terhadap apapun
keputusan Allah kepada seorang hamba, meskipun hal tersebut menyenangkan atau
tidak. Sikap ridha merupakan buah dari kesungguhan seseorang dalam menahan hawa
nafsunya.

Ridha menurut al-Sarraj merupakan sesuatu yang agung dan istimewa, maksudnya
bahwa siapa yang mendapat kehormatan dengan ridha berarti ia telah disambut
dengan sambutan paling sempurna dan dihormati dengan penghormatan tertinggi.
Dalam kitabnya al-Luma’ al-sarraj lebih lanjut mengemukakan bahwa maqam ridha
adalah maqam terakhir dari seluruh rangkaian maqamat. Imam al-Gazali mengatakan
bahwa hakikat ridha adalah tatkala hati senantiasa dalam keadaan sibuk
mengingatnya. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa seluruh
aktivitas kehidupan manusia hendaknya selalu berada dalam kerangka mencari
keridhaan Allah.

DAFTAR PUSTAKA
Mustofa, A. Drs. Akhlak Tasawuf, CV. Pustaka Setia, November, 2008

Anda mungkin juga menyukai