Anda di halaman 1dari 9

Cara Menghitung Zakat

1. Zakat Fitrah
Zakat Fitrah per orang = 3,5 liter x harga beras per liter. Contoh: harga beras yang
biasa kamu makan sehari-hari Rp 10.000 per liter, maka zakat fitrah yang harus
dibayar per orang sebesar Rp 35.000. Jika dihitung dari segi berat, maka zakat fitrah
per orang = 2,5 kg x harga beras per kg.

2. Zakat Maal
Zakat Maal = 2,5% x jumlah harta yang tersimpan selama 1 tahun. Menghitung nisab
zakat maal = 85 x harga emas pasaran per gram.
Contoh: Umi punya tabungan Rp 100 juta, deposito Rp 200 juta, rumah kedua yang
dikontrakkan senilai Rp 500 juta, dan emas perak senilai Rp 200 juta. Total harta
yang dimiliki Rp 1 miliar. Semua harta sudah dimiliki sejak 1 tahun lalu.

Misal harga 1 gram emas sebesar Rp 600 ribu, maka batas nisab zakat maal 85 x
Rp 600 ribu = Rp 51 juta. Karena harta Umi lebih dari limit nisab, maka ia harus
membayar zakat maal sebesar Rp 1 miliar x 2,5% = Rp 25 juta per tahun.

3. Zakat penghasilan
Untuk mengetahui zakat penghasilanmu, kurangi total pendapatan dengan utang.
Lalu hasilnya dikali 2,5%. Nisab zakat penghasilan adalah 520 x harga makanan
pokok.

Contoh: Irman menerima gaji bulanan Rp 7 juta. Punya utang cicilan motor sebesar
Rp 1 juta. Maka sisa penghasilan tersebut masih Rp 6 juta. Di sisi lain, rata-rata
harga beras 1 kg adalah Rp 10 ribu. Jadi batas nisab zakat penghasilan 520 x Rp 10
ribu = Rp 5,2 juta.

Karena sisa gajimu sudah melebihi batas nisab, maka zakat penghasilan yang wajib
dibayar adalah Rp 6 juta x 2,5% = Rp 150 ribu.

Penerima Zakat
Yang Berhak Menerima Zakat

Siapa saja yang berhak menerima zakat? Yang berhak mendapatkan zakat menurut
kaidah Islam dibagi menjadi 8 golongan. Golongan-golongan tersebut adalah:

1. Fakir
Golongan orang yang hampir tidak memiliki apapun sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.

2. Miskin
Golongan orang yang memiliki sedikit harta, tetapi tidak bisa mencukupi kebutuhan
dasar untuk hidupnya.

3. Amil
Orang yang mengumpulkan dan membagikan zakat.

4. Mu'alaf
Orang yang baru masuk atau baru memeluk agama Islam dan memerlukan bantuan
untuk menyesuaikan diri dengan keadaan baru.

5. Hamba Sahaya
Orang yang ingin memerdekakan dirinya.

6. Gharimin
Orang yang berutang untuk memenuhi kebutuhannya, dengan catatan bahwa
kebutuhan tersebut adalah halal. Akan tetapi tidak sanggup untuk membayar
utangnya.

7. Fisabilillah
Orang yang berjuang di jalan Allah.

8. Ibnus Sabil
Orang yang kehabisan biaya dalam perjalanannya dalam ketaatan kepada Allah.

Dari pembahasan di atas, kamu pasti sudah dapat mengetahui apakah kamu
termasuk orang yang harus membayar zakat atau yang berhak menerima zakat.
Dengan memenuhi kewajiban Anda sebagai umat Muslim untuk membayar zakat,
tentu saja banyak kebaikan yang bisa didapat. Beberapa kebaikan tersebut di
antaranya adalah:

 Mempererat tali persaudaraan antara masyarakat yang kekurangan dengan yang


berkecukupan
 Mengusir perilaku buruk yang ada pada seseorang
 Sebagai pembersih harta dan menjaga seseorang dari ketamakan harta
 Ungkapan rasa syukur atas nikmat Allah SWT yang telah diberikan kepadamu
 Untuk pengembangan potensi diri bagi umat Islam
 Memberi dukungan moral bagi orang yang baru masuk agama Islam.

Menciptakan Ketenangan
Zakat dapat memberikan ketenangan dan ketentraman, bukan hanya kepada
penerima tapi juga kepada orang yang membayar zakat. Perlu diingat bahwa segala
hal baik yang telah kamu lakukan pasti akan mendapatkan balasan dari Allah SWT,
seperti berzakat maka tidak akan mengurangi sedikitpun hartamu, tapi Allah
menjanjikan akan melipatgandakannya. Jadi jangan kikir atau pelit ya.

Zakat Harta Peternakan


Unta
Nisab dan kadar zakat unta adalah 5 (lima) ekor. Artinya, bila seseorang telah memiliki 5 ekor
unta, maka ia telah berkewajiban mengeluarkan zakatnya. Zakatnya semakin bertambah apabila
jumlah unta yang dimilikinya pun bertambah.
Berdasarkan hadis Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Anas bin Malik ra,
maka dapat dibuat tabel kadar zakat unta sebagai berikut.

Sapi, Kerbau, dan Kuda


Nisab kerbau dan kuda disetarakan dengan nisab sapi, yaitu 30 ekor. Artinya, apabila seseorang
telah memiliki 30 ekor sapi (kerbau dan kuda), ia telah terkena kewajiban zakat.
Berdasarkan hadis Nabi saw yang diriwayatkan oleh Tirmizi dan Abu Dawud dari Mu’az bin Jabal
ra, maka dapat dibuat tabel nisab dan kadar zakat sapi, kerbau, dan kuda sebagai berikut.
Kambing atau Domba
Nisab kambing atau domba adalah 40 ekor. Artinya, apabila seseorang telah memiliki 40 ekor
kambing atau domba, ia telah terkena kewajiban zakat.
Berdasarkan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Anas bin Malik ra, maka
dapat dibuat tabel kadar zakat kambing atau domba sebagai berikut:

Unggas (Ayam, Bebek, Burung) dan Ikan


Nisab dan kadar zakat pada ternak unggas dan perikanan tidak ditetapkan berdasarkan jumlah
(ekor) sebagaimana unta, sapi, dan kambing, tetapi dihitung berdasarkan skala usaha. Ternak
unggas dan perikanan adalah setara dengan 20 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas murni) atau
sama dengan 85 gram emas murni (24 karat).
Apabila seseorang beternak ikan, dan pada akhir tahun (tutup buku) ia memiliki kekayaan
berupa modal kerja dan keuntungan lebih besar, kira-kira setara dengan 85 gram emas murni, ia
terkena kewajiban zakat sebesar 2,5%. Dengan demikian, usaha tersebut digolongan ke dalam
zakat perniagaan.
Contoh:
Seorang peternak ayam broiler memelihara 1000 ekor ayam per minggu. Pada akhir tahun (tutup
buku) terdapat laporan keuangan sebagai berikut:

1. Stock ayam broiler 5600 ekor (dalam berbagai umur) ditaksir harga sebesar Rp
20.000.000,-
2. Uang kas/bank setelah dikurangi pajak Rp 10.000.000,-
3. Stok pakan & obat-obatan Rp 2.000.000,-
4. Piutang (dapat tertagih) Rp 5.000.000,-
————————————————–
Jumlah Rp 37.000.000,-
5. Utang jatuh tempo Rp (5.000.000)
————————————————–
Saldo Rp 32.000.000,-
Kadar zakat yang harus dibayarkan:
2,5% x 32.000.000 = Rp 800.000

Catatan:
Kandang dan alat-alat peternakan tidak diperhitungkan sebagai harta yang wajib dizakati, karena
tidak diperjualbelikan. Nisabnya adalah 85 gram emas murni; jika @ Rp 200.000, 85 gram x Rp
200.000,- = Rp 17.000.000,-.

Baca Juga: Penjelasan tentang Zakat Fitrah

Zakat Harta Perniagaan dan Perusahaan

Zakat Harta Perniagaan


Harta perniagaan adalah harta yang disiapkan untuk diperjualbelikan, baik dikerjakan oleh
individu maupun kelompok atau syirkah (PT, CV, PD, FIRMA). Azas pendekatan zakat
perniagaan adalah sebagai berikut:

1. Mayoritas ahli fikih sepakat bahwa nisab zakat harta perniagaan adalah sepadan dengan
85 gram emas atau 200 dirham perak.
2. Ketetapan bahwa nilai aset telah mencapai nisab ditentukan pada akhir masa haul
sesuai dengan prin- sipindependensi tahun keuangan sebuah usaha.
3. Zakat ini dihitung berdasarkan asas bebas dari semua kewajiban keuangan.
4. Kadar zakat yang harus dikeluarkan adalah 1/40 dari nilai aset pada akhir tahun atau
sama dengan 2,5%.

Zakat Perusahaan
Nisab dan kadar zakat perusahaan dianalogikan dengan wajib zakat perniagaan, yaitu 85 gram
emas. Adapun kadar zakatnya adalah 2,5% dari aset wajib zakat yang dimiliki perusahaan
selama masa satu tahun.
Cara menghitung zakat perniagaan atau perusahaan Kekayaan yang dimiliki badan usaha tidak
lepas dari salah satu atau lebih dari tiga bentuk di bawah ini:

1. Kekayaan dalam bentuk barang.


2. Uang tunai/bank.
3. Piutang.
Maka, yang dimaksud harta perniagaan yang wajib dizakati adalah ketiga bentuk harta tersebut
dikurangi dengan kewajiban perusahaan, seperti utang yang harus dibayar (jatuh tempo) dan
pajak.
Contoh:
Sebuah perusahaan meubel pada tutup buku per 31 Desember 2010 dalam kondisi keuangan
sebagai berikut:

1. Stock meubel 10 set seharga Rp 20.000.000,-


2. Uang tunai/bank Rp 20.000.000,-
3. Piutang Rp 5.000.000,-
————————————————–
Jumlah Rp 45.000.000,-
4. Utang dan pajak Rp (5.000.000)
————————————————–
Saldo Rp 40.000.000,-

Besar zakat yang harus dibayarkan:


2,5% x Rp 40.000.000,- = Rp 1.000.000,-

Zakat Hasil Pertanian


Nisab hasil pertanian adalah 5 wasq atau setara dengan 653 kg. Apabila hasil pertanian tersebut
termasuk makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum, dan kurma, nisabnya adalah 653 kg
dari hasil pertanian tersebut. Tetapi jika hasil pertanian itu selain makanan pokok, seperti buah-
buahan, sayur-sayuran, daun, dan bunga, nisabnya disetarakan dengan harga nisab dari
makanan pokok yang paling umum di daerah (negeri) tersebut, mi-salnya untuk Indonesia
adalah beras.
Kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila diairi dengan air hujan, sungai, atau mata air adalah
10%, tetapi apabila hasil pertanian diairi dengan disirami atau irigasi (ada biaya tambahan),
zakatnya adalah 5%.
Dari ketentuan ini dapat dipahami bahwa pada tanaman yang disirami (irigasi), zakatnya adalah
5%. Artinya, 5% yang lainnya dialokasikan untuk biaya pengairan. Imam az-Zarkani
berpendapat, apabila pengelolaan lahan pertanian diairi dengan air hujan (sungai) dan disirami
(irigasi) denganperbandingan 50:50, zakatnya adalah 7,5% (3/4 dari 10%).
Pada sistem pengairan saat ini biaya tidak sekadar air, tetapi ada biaya-biaya lain seperti pupuk,
dan insektisida. Untuk mempermudah perhitungan zakatnya, biaya pupuk, insektisida dan
sebagainya diambil dari hasil panen, kemudian sisanya (apabila melebihi nisab) dikeluarkan
zakatnya 10% atau 5% (tergantung sistem pengairan).
Contoh:
Pada sawah tadah hujan ditanami padi. Dalam pengelolaan dibutuhkan pupuk dan insektisida
seharga Rp 200.000,-

 Hasil panen 5 ton beras.


 Hasil panen (bruto) 5 ton beras = 5.000 kg
 Saprotan = Rp 200.000 atau = 200 kg
 Netto = 4.800 kg
 Besar zakatnya: 10% x 4.800 kg = 480 kg

Zakat Emas dan Perak atau Harta Simpanan


Nisab emas dan perak adalah 20 dinar (85 gram emas murni) dan perak adalah 200 dirham
(setara 595 gram perak).Artinya, apabila seseorang telah memiliki emas atau perak sebesar 20
dinar atau 200 dirham dan sudah
memilikinya selama setahun, maka ia terkena kewajiban zakat sebesar 2,5%. Demikian juga
jenis harta yang merupakan harta simpanan dan dapat dikategorikan dalam emas dan perak,
seperti uang tunai, tabungan, cek, saham, surat berharga ataupun bentuk lainnya. Nisab dan
kadat zakat nya sama dengan ketentuan emas dan perak. Artinya, jika seseorang memiliki
bermacam-macam bentuk harta dan jumlah akumulasinyalebih besar atau sama dengan nisab
(85 gram emas), ia telah tekena kewajiban zakat sebesar 2,5%.

Baca Juga: Ketahui Jenis-Jenis Zakat


Contoh:
Seseorang memiliki harta kekayaan setelah satu tahun sebagai berikut:

1. Tabungan, deposito, obligasi Rp 100.000.000,-


2. Uang tunai (di luar kebutuhan pokok)Rp 5.000.000,-
3. Perhiasan emas (berbagai bentuk) 150 gram
4. Utang jatuh tempo Rp 5.000.000,-

Perhiasan emas yang digunakan sehari-hari atau sewaktu-waktu tidak wajib dizakati, kecuali
melebihi jumlah maksimal perhiasan yang layak zakat. Jika seseorang layak memakai perhiasan
maksimal 50 gram, maka yang wajib dizakati hanyalah perhiasan yang melampaui 50 gram,
yaitu 100 gram.
Dengan demikian, jatuh tempo harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah sebagai berikut:

1. Tabungan, deposito, obligasi, Rp 100.000.000,-


2. Uang tunai Rp 5.000.000,-
3. Emas (150 – 50 = 100 gram) @Rp 350.000 x 100 gram Rp 35.000.000,-
————————————————–
Jumlah Rp 140.000.000,-
4. Utang jatuh tempo Rp (5.000.000)
————————————————–
Saldo Rp 135.000.000,-
Besar zakat yang harus dikeluarkan:
2,5 % x Rp 135.000.000,- = Rp 3.375.000

FIDYAH DAN KAFARAT

Dalam masalah puasa, ada masalah qadha, fidyah dan kafarat. Bagaimana pemahamannya?
Sebelum itu mari kita pahami dahulu apa beda ketiganya.

Qadha adalah mengganti hutang puasa dengan puasa di kemudian hari. Fidyah, mengganti hutang
puasa dengan memberi makan untuk orang miskin. Kafarat: Menebus pelanggaran membatalkan
puasa dengan sejumlah ketentuan yang ditetapkan syariat.

Beda fidyah dengan kafarat adalah; Fidyah menebus puasa yang ditinggalkan karena uzur syar’i,
maksudnya memang boleh berbuka. Sedangkan kafarat adalah menebus puasa yang batal karena
pelanggaran. Nanti kita bahas lebih lanjut.

Qadha puasa berlaku bagi mereka yang meninggalkan puasa dan dikemudian hari masih memiliki
kekuatan fisik untuk berpuasa. Misal, karena sakit atau safar, haid, nifas.. Atau alasan lain selain sakit
dan safar sehingga seseorang tidak dapat berpuasa.

Waktu qadha bersifat luas hingga sebelum Ramadan berikutnya. Namun semakin cepat diqadha,
lebih baik. Bahkan sebagian ulama berpendapat qadha puasa dahulu sebelum puasa sunah Syawal.
Sebagian lainnya menganggap tidak mengapa sebaliknya.
Jika Ramadan berikutnya dia belum juga mengqadha hutang puasanya tanpa alasan jelas, yang
paling utama dia mohn ampun atas kelalaiannya. Berikutnya dia harus tetap mengqadha puasa
Ramadan sebelumnya. Sebagian ulama mengharuskannya membayar kafarat atas kelalaiannya.
Kafaratnya adalah memberi makanan pokok satu mud kepada fakir miskin, jumlahnya 1 kg kurang
sedikit, untuk setiap hari yang ditinggalkan. Kalau mau dimasak dahulu, lalu diundang makan fakir
miskin sejumlah puasa yang ditinggalkan itu juga baik. Tapi jika sebabnya bukan kelalaian, karena
kondisi dia tidak sempat qadha selama setahun itu, maka tidak dianggap lalai, cukup dia mengqadha.

Bagaimana kalau jumlah harinya tidak diketahui pasti? Dikira-kira saja yang lebih dekat dengan
keyakinan.

Bagaimana jika sengaja tidak puasa tanpa alasan syar’i? Yang paling utama adalah bertaubat,
karena hal tersebut dosa besar. Dia harus qadha puasanya. Selain itu dia pun harus bayar kafarat
jika puasa yang dia tinggalkan belum diqadha setelahh melewati Ramadan berikutnya.

Sekarang kita beralih ke masalah fidyah. Fidyah dalam hal puasa berlaku bagi mrk yang tidak kuat
berpuasa dan tidak lagi memiliki kemampuan fisik untuk berpuasa di hari lainnya. Yang umum
disebutkan dalam golongan ini adalah orang tua renta yang sudah tak mampu berpuasa, juga orang
sakit yang tak ada harapan sembuh. Caranya adalah dengan memberikan makanan pokok sejumlah
hari yang dia tinggalkan.

َ‫ة ِم ۡن أَي ٍَّام أُخ ٖۚ ََر َو َعلَى ٱلَّذِين‬ٞ َّ‫سفَ ٖر فَ ِعد‬


َ ‫ضا أ َ ۡو َعلَ َٰى‬
ً ‫ت فَ َمن َكانَ ِمن ُكم َّم ِري‬ ٖ ٖۚ َ‫أَي َّٗاما َّمعۡ دُو َٰد‬
‫ر لَّ ُك ۡم إِن‬ٞ ‫صو ُمواْ خ َۡي‬
ُ َ ‫ر لَّ ٖۚۥهُ َوأَن ت‬ٞ ‫ع خ َۡي ٗرا فَ ُه َو خ َۡي‬ َ ‫ة‬ٞ َ‫يُ ِطيقُونَ ۥهُ فِ ۡدي‬
ٖٖۖ ‫طعَا ُم ِم ۡس ِك‬
َ َ ‫ين فَ َمن ت‬
َ ‫ط َّو‬
١٨٤ َ‫ُكنت ُ ۡم ت َعۡ لَ ُمون‬
(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang
ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika
mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa
yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan
berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah 184).
Para ulama berbeda pendapt terkait takaran yang harus dikeluarkan sbg fidyah. Ada yang
mengatakan satu mud, setengah sha atau satu sha. Perlu diingat 1 sha itu adalah 4 raupan kedua
tangan orang dewasa. Nah, 1 raupan kedua tangan itu disebut 1 mud. Jadi 1 sha adalah 4 mud.
Maka 1 sha itu kisarannya 3 kg, setengah sha itu 1,5 kg, 1 mud itu 1 kg kurang. Banyak ulama yang
memakai pendapat setengah sha dalam masalah ini. Saya memilih pendapat ini. Fidyah juga dapat
dilakukan dengan menghidangkan menu lengkap siap dimakan kepada sejumlah orang sesuai jumlah
hari yang ditinggalkan.

Yang sering ditanyakan dlm masalah ini adalah apakah wanita hamil dn menyusui yang tidak
berpuasa, membayar qadha atau fidyah? Yang perlu diketahui, wanita hamil dan menyusui tidak
langsung boleh tidak berpuasa jika dia merasa kuat berpuasa dan tidak khawatir dengan anaknya.
Tapi jika wanita hamil/menyusui merasa lemah, atau khawatir berdampak buruk bagi janin/bayinya
jika dia berpuasa, mk dia boleh tidak berpuasa.

Nah, jika wanita hamil/menyusui tidak puasa Ramadan, bagaimana menggantinya, apakah qadha
atau fidyah? Dalam perkara ini para ulama berbeda pendapat sejak dulu hingga sekarang. Jumhur
ulama berpendapat bhw wanita hamil/menyusui yang tidak berpuasa, dia harus qadha di bulan
lainnya sejumlah hari yang ditinggalkan. Bahkan ada yang berpendapat, selain qadha juga harus
mmbayar fidyah. Namun sebagian ulama berpendapat cukup qadha saja.

Secara umum, jumhur ulama berpendapat bhw wanita hamil/menyusui diserupakan dengan orang
sakit yang ada harapan sembuh. Maka, kalau mereka diharuskan qadha, wanita hamil/menyusui juga
diharuskan qadha. Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa wanita hamil/menyusui yang tidak
berpuasa ckp membayar fidyah saja. Pendapat ini bersumber dari Ibnu Abbas dn Ibnu Umar yang
memasukkan wanita hamil/menyusui dlm kelompok orang tua renta yang tak kuat puasa.
Membayar fidyah cukup memiliki landasan kuat, namun mengqadha puasa lebih hati-hati.

Sekarang kita beralih ke masalah kafarat dlm puasa. Seperti telah disampaikan, kafarat adalah untuk
puasa yang batal karena pelanggaran. Dalam hal ini berlaku bagi mrk yang berjimak di siang hari
Ramadan saat mrk berpuasa.

Disebutkan dalam hadits muttafaq alaih ada seorang shahabat yang berjimak di siang hari Ramadan,
maka Nabi suruh dia bayar kafarat. Kafaratnya adalah, merdekakan budak. Jika tidak ada, puasa 2
bulan berturut-turut. Jika tidak mampu, beri makan 60 orang miskin. Itupun diiringi taubat atas
kemaksiatannya juga qadha hari itu yang batal puasanya. Puasa 2 bulan harus berturut-turut. Jika
batal sehari, maka tidak berlaku. Tapi jika ada uzur, seperti haidh atau sakit misalnya, maka dapat
diteruskan. Jika tak mampu berpuasa, maka beri makan 60 orang miskin. Caranya sama dengan
fidyah yang telah dijelaskan.

Bagaimana jika berjimak di siang hari Ramadan saat uzur berpuasa, seperti saat safar? Tidak kena
kafarat, tapi harus qadha puasa hari itu. Yang terkena kafarat, suami isteri jika keduanya melakukan
suka sama suka. Lain halnya jika isteri dipaksa. Jika bercumbu saja hingga keluar mani atau
masturbasi hingga keluar mani, tidak kena kafarat. Tapi puasanya batal dan harus qadha. Qadhanya
di luar Ramadan, seperti biasa, sesuai jumlah hari yang dia tinggalkan. Tentu diiringi taubat karena
kelalaiannya.

Satu lagi dalam bab qadha, jika seseorang sebelum qadha puasanya keburu meninggal, apa yang
dilakukan? Jika seseorang meninggal sebelum sempat mengqadha puasanya, ada dua
kemungkinan. Dia belum sempat mengqadha karena uzur syar’i. Misalnya, bulan ramadan haid,
setelah ramadan sakit, lalu meninggal. Atau tidak puasa karena sakit yang diperkirakan sembuh.
Ternyata sehabis Ramadan terus sakitnya hingga wafat. Orang spt ini tidak ada kewajiban apa2, juga
bagi kerabatnya. Karena dia tidak puasa dan tidak qadha karena uzur.

Kondisi kedua, jika seseorang dlm keadaan mampu mengqadha puasanya setelah ramadan, namun
dia tunda-tunda hingga keburu wafat. Untuk orang dengan kondisi ini, sebagian ulama berpendapat
bayar fidyah, sebagian lainnya berpendapat agar kerabatnya mengqadha puasa untuknya.

Yang cukup kuat adalah mengqadha puasanya oleh para kerabatnya, sejumlah hari yang
ditinggalkan. Karena ada hadits dalam masalah ini, yaitu “Siapa yang meninggal tapi punya
kewajiban puasa, maka keluarganya puasa untuknya.” muttafaq alaih. Juga ada hadits riwayat
Muslim, Rasulullah saw memerintahkan seorang anak untuk mengqadha puasa ibunya.

Jika hari puasanya banyak, caranya dapat dibagi di antara kerabatnya, lalu mereka berpuasa untuk
mengqadha puasa orang tersebut.

Anda mungkin juga menyukai