1. Zakat Fitrah
Zakat Fitrah per orang = 3,5 liter x harga beras per liter. Contoh: harga beras yang
biasa kamu makan sehari-hari Rp 10.000 per liter, maka zakat fitrah yang harus
dibayar per orang sebesar Rp 35.000. Jika dihitung dari segi berat, maka zakat fitrah
per orang = 2,5 kg x harga beras per kg.
2. Zakat Maal
Zakat Maal = 2,5% x jumlah harta yang tersimpan selama 1 tahun. Menghitung nisab
zakat maal = 85 x harga emas pasaran per gram.
Contoh: Umi punya tabungan Rp 100 juta, deposito Rp 200 juta, rumah kedua yang
dikontrakkan senilai Rp 500 juta, dan emas perak senilai Rp 200 juta. Total harta
yang dimiliki Rp 1 miliar. Semua harta sudah dimiliki sejak 1 tahun lalu.
Misal harga 1 gram emas sebesar Rp 600 ribu, maka batas nisab zakat maal 85 x
Rp 600 ribu = Rp 51 juta. Karena harta Umi lebih dari limit nisab, maka ia harus
membayar zakat maal sebesar Rp 1 miliar x 2,5% = Rp 25 juta per tahun.
3. Zakat penghasilan
Untuk mengetahui zakat penghasilanmu, kurangi total pendapatan dengan utang.
Lalu hasilnya dikali 2,5%. Nisab zakat penghasilan adalah 520 x harga makanan
pokok.
Contoh: Irman menerima gaji bulanan Rp 7 juta. Punya utang cicilan motor sebesar
Rp 1 juta. Maka sisa penghasilan tersebut masih Rp 6 juta. Di sisi lain, rata-rata
harga beras 1 kg adalah Rp 10 ribu. Jadi batas nisab zakat penghasilan 520 x Rp 10
ribu = Rp 5,2 juta.
Karena sisa gajimu sudah melebihi batas nisab, maka zakat penghasilan yang wajib
dibayar adalah Rp 6 juta x 2,5% = Rp 150 ribu.
Penerima Zakat
Yang Berhak Menerima Zakat
Siapa saja yang berhak menerima zakat? Yang berhak mendapatkan zakat menurut
kaidah Islam dibagi menjadi 8 golongan. Golongan-golongan tersebut adalah:
1. Fakir
Golongan orang yang hampir tidak memiliki apapun sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.
2. Miskin
Golongan orang yang memiliki sedikit harta, tetapi tidak bisa mencukupi kebutuhan
dasar untuk hidupnya.
3. Amil
Orang yang mengumpulkan dan membagikan zakat.
4. Mu'alaf
Orang yang baru masuk atau baru memeluk agama Islam dan memerlukan bantuan
untuk menyesuaikan diri dengan keadaan baru.
5. Hamba Sahaya
Orang yang ingin memerdekakan dirinya.
6. Gharimin
Orang yang berutang untuk memenuhi kebutuhannya, dengan catatan bahwa
kebutuhan tersebut adalah halal. Akan tetapi tidak sanggup untuk membayar
utangnya.
7. Fisabilillah
Orang yang berjuang di jalan Allah.
8. Ibnus Sabil
Orang yang kehabisan biaya dalam perjalanannya dalam ketaatan kepada Allah.
Dari pembahasan di atas, kamu pasti sudah dapat mengetahui apakah kamu
termasuk orang yang harus membayar zakat atau yang berhak menerima zakat.
Dengan memenuhi kewajiban Anda sebagai umat Muslim untuk membayar zakat,
tentu saja banyak kebaikan yang bisa didapat. Beberapa kebaikan tersebut di
antaranya adalah:
Menciptakan Ketenangan
Zakat dapat memberikan ketenangan dan ketentraman, bukan hanya kepada
penerima tapi juga kepada orang yang membayar zakat. Perlu diingat bahwa segala
hal baik yang telah kamu lakukan pasti akan mendapatkan balasan dari Allah SWT,
seperti berzakat maka tidak akan mengurangi sedikitpun hartamu, tapi Allah
menjanjikan akan melipatgandakannya. Jadi jangan kikir atau pelit ya.
1. Stock ayam broiler 5600 ekor (dalam berbagai umur) ditaksir harga sebesar Rp
20.000.000,-
2. Uang kas/bank setelah dikurangi pajak Rp 10.000.000,-
3. Stok pakan & obat-obatan Rp 2.000.000,-
4. Piutang (dapat tertagih) Rp 5.000.000,-
————————————————–
Jumlah Rp 37.000.000,-
5. Utang jatuh tempo Rp (5.000.000)
————————————————–
Saldo Rp 32.000.000,-
Kadar zakat yang harus dibayarkan:
2,5% x 32.000.000 = Rp 800.000
Catatan:
Kandang dan alat-alat peternakan tidak diperhitungkan sebagai harta yang wajib dizakati, karena
tidak diperjualbelikan. Nisabnya adalah 85 gram emas murni; jika @ Rp 200.000, 85 gram x Rp
200.000,- = Rp 17.000.000,-.
1. Mayoritas ahli fikih sepakat bahwa nisab zakat harta perniagaan adalah sepadan dengan
85 gram emas atau 200 dirham perak.
2. Ketetapan bahwa nilai aset telah mencapai nisab ditentukan pada akhir masa haul
sesuai dengan prin- sipindependensi tahun keuangan sebuah usaha.
3. Zakat ini dihitung berdasarkan asas bebas dari semua kewajiban keuangan.
4. Kadar zakat yang harus dikeluarkan adalah 1/40 dari nilai aset pada akhir tahun atau
sama dengan 2,5%.
Zakat Perusahaan
Nisab dan kadar zakat perusahaan dianalogikan dengan wajib zakat perniagaan, yaitu 85 gram
emas. Adapun kadar zakatnya adalah 2,5% dari aset wajib zakat yang dimiliki perusahaan
selama masa satu tahun.
Cara menghitung zakat perniagaan atau perusahaan Kekayaan yang dimiliki badan usaha tidak
lepas dari salah satu atau lebih dari tiga bentuk di bawah ini:
Perhiasan emas yang digunakan sehari-hari atau sewaktu-waktu tidak wajib dizakati, kecuali
melebihi jumlah maksimal perhiasan yang layak zakat. Jika seseorang layak memakai perhiasan
maksimal 50 gram, maka yang wajib dizakati hanyalah perhiasan yang melampaui 50 gram,
yaitu 100 gram.
Dengan demikian, jatuh tempo harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah sebagai berikut:
Dalam masalah puasa, ada masalah qadha, fidyah dan kafarat. Bagaimana pemahamannya?
Sebelum itu mari kita pahami dahulu apa beda ketiganya.
Qadha adalah mengganti hutang puasa dengan puasa di kemudian hari. Fidyah, mengganti hutang
puasa dengan memberi makan untuk orang miskin. Kafarat: Menebus pelanggaran membatalkan
puasa dengan sejumlah ketentuan yang ditetapkan syariat.
Beda fidyah dengan kafarat adalah; Fidyah menebus puasa yang ditinggalkan karena uzur syar’i,
maksudnya memang boleh berbuka. Sedangkan kafarat adalah menebus puasa yang batal karena
pelanggaran. Nanti kita bahas lebih lanjut.
Qadha puasa berlaku bagi mereka yang meninggalkan puasa dan dikemudian hari masih memiliki
kekuatan fisik untuk berpuasa. Misal, karena sakit atau safar, haid, nifas.. Atau alasan lain selain sakit
dan safar sehingga seseorang tidak dapat berpuasa.
Waktu qadha bersifat luas hingga sebelum Ramadan berikutnya. Namun semakin cepat diqadha,
lebih baik. Bahkan sebagian ulama berpendapat qadha puasa dahulu sebelum puasa sunah Syawal.
Sebagian lainnya menganggap tidak mengapa sebaliknya.
Jika Ramadan berikutnya dia belum juga mengqadha hutang puasanya tanpa alasan jelas, yang
paling utama dia mohn ampun atas kelalaiannya. Berikutnya dia harus tetap mengqadha puasa
Ramadan sebelumnya. Sebagian ulama mengharuskannya membayar kafarat atas kelalaiannya.
Kafaratnya adalah memberi makanan pokok satu mud kepada fakir miskin, jumlahnya 1 kg kurang
sedikit, untuk setiap hari yang ditinggalkan. Kalau mau dimasak dahulu, lalu diundang makan fakir
miskin sejumlah puasa yang ditinggalkan itu juga baik. Tapi jika sebabnya bukan kelalaian, karena
kondisi dia tidak sempat qadha selama setahun itu, maka tidak dianggap lalai, cukup dia mengqadha.
Bagaimana kalau jumlah harinya tidak diketahui pasti? Dikira-kira saja yang lebih dekat dengan
keyakinan.
Bagaimana jika sengaja tidak puasa tanpa alasan syar’i? Yang paling utama adalah bertaubat,
karena hal tersebut dosa besar. Dia harus qadha puasanya. Selain itu dia pun harus bayar kafarat
jika puasa yang dia tinggalkan belum diqadha setelahh melewati Ramadan berikutnya.
Sekarang kita beralih ke masalah fidyah. Fidyah dalam hal puasa berlaku bagi mrk yang tidak kuat
berpuasa dan tidak lagi memiliki kemampuan fisik untuk berpuasa di hari lainnya. Yang umum
disebutkan dalam golongan ini adalah orang tua renta yang sudah tak mampu berpuasa, juga orang
sakit yang tak ada harapan sembuh. Caranya adalah dengan memberikan makanan pokok sejumlah
hari yang dia tinggalkan.
Yang sering ditanyakan dlm masalah ini adalah apakah wanita hamil dn menyusui yang tidak
berpuasa, membayar qadha atau fidyah? Yang perlu diketahui, wanita hamil dan menyusui tidak
langsung boleh tidak berpuasa jika dia merasa kuat berpuasa dan tidak khawatir dengan anaknya.
Tapi jika wanita hamil/menyusui merasa lemah, atau khawatir berdampak buruk bagi janin/bayinya
jika dia berpuasa, mk dia boleh tidak berpuasa.
Nah, jika wanita hamil/menyusui tidak puasa Ramadan, bagaimana menggantinya, apakah qadha
atau fidyah? Dalam perkara ini para ulama berbeda pendapat sejak dulu hingga sekarang. Jumhur
ulama berpendapat bhw wanita hamil/menyusui yang tidak berpuasa, dia harus qadha di bulan
lainnya sejumlah hari yang ditinggalkan. Bahkan ada yang berpendapat, selain qadha juga harus
mmbayar fidyah. Namun sebagian ulama berpendapat cukup qadha saja.
Secara umum, jumhur ulama berpendapat bhw wanita hamil/menyusui diserupakan dengan orang
sakit yang ada harapan sembuh. Maka, kalau mereka diharuskan qadha, wanita hamil/menyusui juga
diharuskan qadha. Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa wanita hamil/menyusui yang tidak
berpuasa ckp membayar fidyah saja. Pendapat ini bersumber dari Ibnu Abbas dn Ibnu Umar yang
memasukkan wanita hamil/menyusui dlm kelompok orang tua renta yang tak kuat puasa.
Membayar fidyah cukup memiliki landasan kuat, namun mengqadha puasa lebih hati-hati.
Sekarang kita beralih ke masalah kafarat dlm puasa. Seperti telah disampaikan, kafarat adalah untuk
puasa yang batal karena pelanggaran. Dalam hal ini berlaku bagi mrk yang berjimak di siang hari
Ramadan saat mrk berpuasa.
Disebutkan dalam hadits muttafaq alaih ada seorang shahabat yang berjimak di siang hari Ramadan,
maka Nabi suruh dia bayar kafarat. Kafaratnya adalah, merdekakan budak. Jika tidak ada, puasa 2
bulan berturut-turut. Jika tidak mampu, beri makan 60 orang miskin. Itupun diiringi taubat atas
kemaksiatannya juga qadha hari itu yang batal puasanya. Puasa 2 bulan harus berturut-turut. Jika
batal sehari, maka tidak berlaku. Tapi jika ada uzur, seperti haidh atau sakit misalnya, maka dapat
diteruskan. Jika tak mampu berpuasa, maka beri makan 60 orang miskin. Caranya sama dengan
fidyah yang telah dijelaskan.
Bagaimana jika berjimak di siang hari Ramadan saat uzur berpuasa, seperti saat safar? Tidak kena
kafarat, tapi harus qadha puasa hari itu. Yang terkena kafarat, suami isteri jika keduanya melakukan
suka sama suka. Lain halnya jika isteri dipaksa. Jika bercumbu saja hingga keluar mani atau
masturbasi hingga keluar mani, tidak kena kafarat. Tapi puasanya batal dan harus qadha. Qadhanya
di luar Ramadan, seperti biasa, sesuai jumlah hari yang dia tinggalkan. Tentu diiringi taubat karena
kelalaiannya.
Satu lagi dalam bab qadha, jika seseorang sebelum qadha puasanya keburu meninggal, apa yang
dilakukan? Jika seseorang meninggal sebelum sempat mengqadha puasanya, ada dua
kemungkinan. Dia belum sempat mengqadha karena uzur syar’i. Misalnya, bulan ramadan haid,
setelah ramadan sakit, lalu meninggal. Atau tidak puasa karena sakit yang diperkirakan sembuh.
Ternyata sehabis Ramadan terus sakitnya hingga wafat. Orang spt ini tidak ada kewajiban apa2, juga
bagi kerabatnya. Karena dia tidak puasa dan tidak qadha karena uzur.
Kondisi kedua, jika seseorang dlm keadaan mampu mengqadha puasanya setelah ramadan, namun
dia tunda-tunda hingga keburu wafat. Untuk orang dengan kondisi ini, sebagian ulama berpendapat
bayar fidyah, sebagian lainnya berpendapat agar kerabatnya mengqadha puasa untuknya.
Yang cukup kuat adalah mengqadha puasanya oleh para kerabatnya, sejumlah hari yang
ditinggalkan. Karena ada hadits dalam masalah ini, yaitu “Siapa yang meninggal tapi punya
kewajiban puasa, maka keluarganya puasa untuknya.” muttafaq alaih. Juga ada hadits riwayat
Muslim, Rasulullah saw memerintahkan seorang anak untuk mengqadha puasa ibunya.
Jika hari puasanya banyak, caranya dapat dibagi di antara kerabatnya, lalu mereka berpuasa untuk
mengqadha puasa orang tersebut.