Anda di halaman 1dari 5

FIQIH KONTEMPORER DALAM HAL ZAKAT

Fiqih kontemporer adalah hasil ijtihad terhadap masalah hukum Islam yang terjadi pada masa
kekinian right now, dengan menggali sumber hukum Islam berupa Alqur'an dan sunnah dan
jurisprudensi ulama terdahulu serta mengintegrasikan iptek dalam menyimpulkan hasil ijtihad
yang berspirit pada kemaslahatan umat manusia. Contoh kajian yang termasuk fiqih kontemporer
dalam hal Zakat:

1. ZAKAT PROFESI

Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila
telah mencapai nisab.
Hasil profesi merupakan sumber pendapatan seseorang seperti pegawai negeri, swasta,
konsultan, dokter dan notaris. Para ahli fikih kontemporer bersepakat bahwa hasil profesi
termasuk harta yang harus dikeluarkan zakatnya.

Akan tetapi jika hasil profesi seseorang tidak mencukupi kebutuhan hidup (diri dan keluarganya)
ia lebih pantas menjadi mustahiq (penerima zakat). Sedangkan jika hasilnya sekedar untuk
menutupi kebutuhan hidupnya atau lebih sedikit, ia belum juga terbebani kewajiban zakat.
Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok yaitu pangan, sandang, papan,
pendidikan, kesehatan dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.

Zakat seperti dijelaskan Allah SWT dalam Al Quran surat At-Taubah ayat 60 harus diberikan
kepada delapan asnaf, yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, memerdekakan budak, orang yang
punya hutang, ibnu sabil dan sabilillah.

ً‫ة‬6‫يض‬ َ ‫بِي ِل ۖ فَ ِر‬6‫الس‬ َّ ‫يل هَّللا ِ َوا ْب ِن‬ ِ 6‫ب َو ْال َغ‬
ِ ِ‫ب‬6‫ار ِمينَ َوفِي َس‬6 ِ ‫ا‬66َ‫ات ِل ْلفُقَ َرا ِء َو ْال َم َسا ِكي ِن َو ْال َعا ِملِينَ َعلَ ْيهَا َو ْال ُمؤَ لَّفَ ِة قُلُوبُهُ ْم َوفِي الرِّ ق‬ َّ ‫إِنَّ َما ال‬
ُ َ‫ص َدق‬
‫ِمنَ هَّللا ِ ۗ َوهَّللا ُ َعلِي ٌم َح ِكي ٌم‬

Artinya: "Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan,
sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana."
Bagaimana ketentuan zakat profesi menurut Islam?

Hasil profesi dikategorikan sebagai harta wajib zakat berdasarkan kias (analogi) atas kemiripan
(syabbah) terhadap karakteristik harta zakat yang telah ada, yakni:
1. Model memperoleh harta penghasilan (profesi) mirip dengan panen (hasil pertanian) sehingga
harta ini dapat dikiaskan pada zakat pertanian berdasarkan nisab (635 kg gabah kering giling
setara dengan 522 kg beras) dan waktu pengeluaran zakatnya setiap kali panen.
2. Model harta yang diterima sebagai penghasilan berupa uang sehingga jenis harta ini
dapat dikiaskan pada zakat harta (simpanan atau kekayaan) berdasarkan kadar zakat
yang dibayarkan (2,5 persen). Sehingga apabila hasil profesi seseorang telah memenuhi
wajib zakat, ia berkewajiban menunaikan zakatnya. ( Pilih pendapat yang kedua)

Cara Menghitung Zakat Profesi

Sebagai contoh: "A" adalah seorang karyawan swasta yang berdomisili di Jakarta. Ia memiliki
seorang istri dan dua orang anak yang masih kecil. Penghasilan bersih per bulannya Rp
5.000.000.

1. Pendapatan gaji bersih per bulan Rp 5.000.000

2. Nisab 522 Kg beras @7.000 (relatif) Rp 3.654.000

3. Rumus zakat= (2,5 % x besar gaji per bulan)

4. Zakat yang harus ditunaikan adalah Rp 125.000

Jika tak ingin zakat profesi dikeluarkan setiap bulan, kamu dapat mengakumulasikannya dalam
satu tahun. Caranya adalah jumlah pendapatan gaji berikut bonus dan lainnya dikali satu tahun
kemudian apabila hasilnya mencapai nisab, selanjutnya dikalikan dengan kadar zakat 2,5 persen.

1. Jadi Rp 5.000.000 x 13 = Rp 65.000.000

2. Jumlah zakatnya 2,5 % x Rp 65.000.000 = RP 1.625.000


2. ZAKAT PERKEBUNAN DAN PERTANIAN ( SELAIN PADI,GANDUM,KURMA)

Zakat perkebunan termasuk dalam kajian fiqih kontemporer. Contonya perkebunan kelapa sawit.
Memang dari jenisnya biji sawit adalah salah tumbuhan yang buahnya tidak dapat dikonsumsi
secara langsung. Namun dari segi manfaat buah sawit sangat berguna bagi kehidupan manusia
karena bila diolah dapat menjadi salah satu pemenuh kebutuhan manusia yaitu menjadi minyak
goreng dan bahkan sekarang batang sawitnya pun menjadi komidi ekspor sebagai bahan dasar
meubel, demikian juga lidinya juga sebagai bahan komoditi ekspor. Dari segi penghasilanpun
adalah produk perkebunan yang menjanjikan. Diperhatikan dari segi ini bahwa petani sawit
wajib mengeluarkan zakat atas hasil perkebunan sawitnya.

Dan berikut saya sampaikan pendapat dari Dr. Ahmad Zain An Najah, M,A Zakat kelapa sawit
dan karet tidak dijelaskan di dalam al-Qur’an dan hadist, oleh karenanya, para ulama berbeda
pendapat di dalam menyikapinya :

Pendapat Pertama : Bahwa kelapa sawit dan karet termasuk dalam kategori zakat pertanian,
sebagaimana pendapat Abu Hanifah yang mewajibkan zakat bagi seluruh yang keluar dari muka
bumi, dan tidak disyaratkan haul (berlangsung satu tahun) dan nishab, artinya sedikit dan banyak
harus dizakati.
Dasarnya sebagai berikut :

Pertama : Firman Allah :

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah
kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri
tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah,
bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Qs. al-Baqarah : 267)
Kedua : Firman Allah :

“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon
korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk
dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu)
bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan
kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang yang berlebih-lebihan.” (Qs. al-An’am : 141)

Ketiga : Sabda Rasulullah :

“Dari Salim Ibnu Abdullah, dari ayahnya r.a, bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Tanaman yang disiram dengan air hujan atau dengan sumber air atau dengan
pengisapan air dari tanah, zakatnya sepersepuluh, dan tanaman yang disiram dengan tenaga
manusia, zakatnya seperduapuluh.” Riwayat Bukhari. Menurut riwayat Abu Dawud: “Bila
tanaman ba’al (tanaman yang menyerap air dari tanah), zakatnya sepersepuluh, dan tanaman
yang disiram dengan tenaga manusia atau binatang, zakatnya setengah dari sepersepuluh (1/20).”

Bila kita perhatikan dalil-dalil ini sawit adalah salah satu produk yang dihasilkan dari bumi,
berarti wajib dikeluarkan zakatnya. Berdasarkan ayat-ayat dan hadist di atas, maka kelapa sawit
dan karet wajib dikeluarkan zakat darinya setiap panen berapapun jumlahnya dan tidak perlu
menunggu satu tahun.

Adapun jumlah yang harus dizakati adalah 5% jika ada perawatan seperti penyiraman dan
pemberian pupuk. Jika tumbuhnya karena siraman air hujan tanpa ada perawatan yang berarti,
maka zakatnya adalah 10%.

Contoh : Pak Umar mempunyai kebun kelapa sawit dan hasil panennya sebanyak 30.000 kg dan
harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit yang sudah berumur 10 tahun adalah Rp. 2000,-/
kg. Maka cara menghitung zakatnya adalah sebagai berikut : Hasil panen 30.000 kg X Rp. 2000,-
= Rp. 60.000.000,-. Jadi zakat yang harus dikeluarkan adalah : Rp.60.000.000,- X 5% (karena
menggunakan perairan sendiri dan pupuk) = Rp. 3.000.000,-
Pendapat Kedua : Bahwa perkebunan kelapa sawit dan karet tidak termasuk zakat pertanian,
karena tidak disebutkan di dalam hadist dan tidak pula termasuk makanan pokok. Tetapi jika
perkebunan kelapa sawit dan karet ini dijual, maka termasuk dalam zakat perdagangan dan wajib
dikeluarkan 2,5% dari aset yang ada, dengan syarat terpenuhi nishab seharga 85 gram emas dan
berlaku satu tahun.

Contoh : Pak Umar mempunyai kebun kelapa sawit dan hasil panennya selama satu tahun
adalah 30.000 kg, sedangkan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit yang sudah berumur
10 tahun adalah Rp. 2000,-/ kg. Nishobnya adalah 85 gram emas = Rp.42.500.000 Maka cara
menghitung zakatnya adalah sebagai berikut : Hasil panen 30.000 kg X Rp. 2000,- =
Rp.60.000.000,-. Artinya bahwa hasil panen kelapa sawit tersebut sudah terkena zakat karena
melebihi nishob. Jadi zakat yang harus dikeluarkan adalah : Rp.60.000.000,- X 2,5 % = Rp.
1.500.000,- setiap tahunnya.

Kesimpulan
Dari dua pendapat di atas, kita bisa melihat bahwa pendapat pertama cenderung menguntungkan
fakir miskin dan membebani pemilik harta, sedangkan pendapat kedua lebih memperhatikan
kedua belah pihak, menguntungkan fakir miskin tapi juga menjaga hak pemilik harta,
sehingga terjadi keseimbangan antara keduanya, dan ini lebih dekat dengan nilai yang
terkandung dalam Syariat Islam. ( Pilih pendapat yang kedua )

Anda mungkin juga menyukai