Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ZAKAT DAN HIBAH DALAM KOMPILASI HUKUM


EKONOMI SYARIAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

Kelompok 9 :
Amelya Dwi Firdarani (C73218027)
Naila Nur Izzah (C73218051)
Benazir Rahmi Salsabila (C93218071)

Dosen:
M. Nasyah Agus Saputra, SHI, MEI.

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Zakat dan hibah merupakan salah satu ketetapan Allah menyangkut harta. Untuk itu
Allah menjadikan harta benda sebagai sarana kehidupan untuk manusia seluruhnya, maka ia
harus diarahkan guna kepentingan bersama.
Dalam pemaparan diatas tentang zakat dan hibah tidak terlepas dari peraturan
perundang-undangan yang ada di Indonesia yang mengatur zakat dan hibah yaitu KHES
(Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah). Para penegak hukum ekonomi syariah selain dapat
berpedoman pada KHES dapat menyelesaikan masalah-masalah khususnya zakat dan hiabh
merujuk pada prinsip, asas, dan kaidah hukum Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan zakat dan ketentuannya dalam KHES?
2. Apa yang dimaksud dengan hibah dan ketentuannya dalam KHES?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Zakat
Menurut KHES, zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau
lembaga yang ddimilik oleh muslim untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.1
1. Dasar Hukum Zakat
Dasar hukum zakat terdapat pada QS. Al-Baqarah ayat 110, yang berbunyi:

‫ُوا أِل َنفُ ِس ُكم مِّنْ َخ ْي ٍر َت ِج ُدوهُ عِ ن َد ٱهَّلل ِ ۗ إِنَّ ٱهَّلل َ ِب َم ا‬


۟ ‫ٱلز َك ٰو َة ۚ َو َم ا ُت َق ِّدم‬ ۟ ‫ص َل ٰو َة َو َءا ُت‬
َّ ‫وا‬ ۟ ‫َوأَقِيم‬
َّ ‫ُوا ٱل‬
‫ون بَصِ ي ٌر‬ َ ُ‫َتعْ َمل‬
Artinya : “Dan dirikanlah shalat dan tunaikan zakat dan kebaikan apa saja yang kamu
usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.”

2. Rukun dan Syarat Zakat


1. Muzakki (orang yang mengeluarkan zakat).
Perintah zakat hanya berlaku untuk pemeluk agama islam, dan diwajibkan kepada
orang yang berakal sehat, yang sudah dewasa dan merdeka.
2. Mustahiq (orang yang berhak mendapatkan zakat).
Zakat hanya disalurkan kepada sesama muslim. Menurut Yusuf Al-Qardhawi,
sebagaimana yang diterangkan dalam QS 9:60, sasaran zakat ada 8 golongan (asnaf):
fakir, miskin, amil zakat, muallaf, hamba sahaya, orang yang berutang (gharim), orang
yang berada sdi jalan Allah (fisabilillah), dan ibnu sabil (musafir).2
3. Objek yang dizakatkan (uang atau barang).
Objek yang dizakatkan disyaratkan sebagai berikut:
a. Harta yang dikeluarkan adalah hartanya yang dimilikinya secara penuh.
b. Mencapai Nisab, artinya batas minimal harta yang dimiliki seseorang untuk
berzakat.
c. Memenuhi syarat satu haul bagi harta-harta tertentu.
Selain nisab, zakat juga hanya berlaku jika harta yang dimili sudah memenuhi
satu haul (masa kepemilikan satu tahun). Syarat haul gugur jika objek zakatnya

1
Pasal 668 point 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
2
Yusuf Al Qardhawi, Hukum Zakat, (Bogor: Pustaka Linear Antar Nusantara, 2004), hlm. 220

3
adalah hasil pertanian. Jika hasil panen sudah memenuhi nisab, maka keewajiban
zakat sudah ada.
d. Melebihi Kebutuhan Pokok
Seorang muslim tidak diwaajibkan mngeluarkan zakat jka dirinya masih kesulitan
memenuhi kebutuhan pokoknya.
e. Harta itu tidak terikat oleh utang sehingga menghilangkan nishab.
f. Harta bersama dipersamakan dengan harta perseorangan dalam hal mencapai
nishab.3

3. Harta yang Wajib di Zakati


Menurut BAB III Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, harta yang wajib dizakati
meliputi:4
1). Zakat emas dan perak
Wajib zakat apabila pada emas dan perak telah mencapai haul, banyaknya nishab emas
85 gr, sedangkan nishab pada perak 595 gr. Besarnya zakat emas atau perak 2,5%, dan tidak
disyaratkan emas dan perak yang dizakati harus dicetak atau dibentuk.
2). Zakat uang dan yang senilai dengannya
Zakat pada uang baik uang local atau uang asing, saham, jaminan, cek, dan seluruh
kertas-kertas berharga yang bernilai atau senilai uang, harta yang disimpan dengan
ketentuan:
a. Harta-harta tersebut harus mencapai nishab dan melampaui satu haul.
b. Nishab harta senilai dengan 85 gr emas
c. Besarnya zakat yang harus dibayarkan adalah 2,5%
3). Zakat Perdagangan
Zakat wajib bagi barang-barang ekonomis dan produksi, baik yang bergerak maupun
yang tidak bergerak, yang meliputi tanaman, buah-buahan binatang ternak dan binatang
peliharaan yang diperuntukkan untuk dijual dengan syarat:
a. Mencapai nishab dan adanya maksud dan niat untuk diperdagangkan.
b. Besarnya nishab zakat barang-barang perdagangan adalah senilai 85 gr emas.
c. Zakat yang dibayarkan adalah 2,5%

3
Pasal 669 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
4
Pasal 670-681 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

4
d. Waktu pembayaran zakat barang-barang perdagangan setelah melampaui satu tahun
kecuali barang-barang tidak bergerak yang digunakan untuk perdagangan, zakatnya
satu kali ketika menjualnya, dan untuk pertaniaan pada saat memanennya.
4). Zakat Pertanian
a. Zakat hasil pertanian mencakup zakat tanaman-tanaman dan/atau hasil dari tanaman.
b. Zakat wajib bagi pemilik tanah yang ditanami, demikian juga wajib bagi penggarap
atau penyewa tanah
c. Besarnya zakat yang dikeluarkan adalah 10% jika pengairan tanah diperoleh secara
alami, dan 5% jika pengairan tanah itu menggunakan irigasi.
5). Zakat pendapatan.
a. Zakat diwajibkan dari pendapatan angkutan baik angkutan darat, laut, dan udara dan
kendaraan-kendaraan lainnya.
b. Nishab zakat pendapatan senilai dengan zakat emas.
6). Zakat madu dan sesuatu yang dihasilkan dari binatang
a. Zakat wajib dikeluarkan pada madu jika telah mencapai 70 kg setelah dikurangi
biaya produksi dengan besarnya zakat yang harus dikeluarkkan 5%.
b. Zakat diwajibkan pula terhadap sesuatu yang dihasilkan dari binatang, seperti susu,
telur, sarang burung, sarang ulat sutera. Dan lain-lain.
c. Zakat waib dikeluarkan pula pada setiap orang yang dihasilkan dari laut seperti ikan,
mutiara, dan lain-lain besarnya zakat 2,5%.
7). Zakat profesi
a. Zakat profesi dihitung dari seluruh penghasilan yang didapatkan kemudian
dikurangioleh biaya kebutuhan hidup.
b. Besar nishab zakat profesi sama dengan nishab zakat barang yang memiliki nilai
ekonomis, yaitu 85 gr emas.
8). Zakat barang temuan dan barang tambang
Zakat yang dikeluarkan sebanyak 20%pda barang-barang temuan dan barang tambang
yang dihasilkan baikdari dalam tanah maupun laut, baik berbentuk padatan, cairan, atau gas
setelah dikurangi biaya penelitian dan produksi
9). Zakat fitrah
a. Diwajibkan pada setiap muslim baik tua maupun muda, baik dikeluarkan oleh diri
sendiri atau orang yang menanggungnya dan diserahkan pada fakir miskin pada 15
hari terakhir bulan ramadhan sampai sebelum melakukan shalat ied.

5
b. Seorang muslim yang terkena wajib zakat ini apabila memiliki kemampuan untuk
makan sehari semalam.
c. Besarnya zakat yang harus dikeluarkan adalah sebanyak satu sha (2,5kg) makanan
pokok atau yang senilai dengannya.

4. Sanksi Bagi Orang yang Tidak Menunaikan Zakat


a. Dikenai denda dengan jumlah tidak melebihi dari besarnya zakat yang wajib
dikeluarkan, denda terse3but didasarkan pada putusan pengadilan.
b. Barangsiapa yang menghindar menunaikan zakat, maka dikenakan dendan dengan
jumlah tidak melebihi (20%) dari besarnya akat yang harus dibayarkan.
c. Zakat yang harus dibayarkan ditambah dengan denda dapat diambil secara paksa
oleh juru sita untuk diserahkan kepada badan amil zakat daerah kabupatan/kota.5

B. Hibah
Hibah menurut bahasa berasal dari kata wahaba (lewat dari satu tangan ke tangan
lainnya/ kesadaran untuk melakukan kebaikan), atau diambil dari kata hubbub ar rih (angin
yang mengembus), atau ibra’ (membebaskan utang).6 Menurut istilah yakni pemberian hak
milik secara langsung dan mutlak terhadap suatu benda ketika masih hidup tanpa ganti
walaupun dari orang yang lebih tinggi.7
Dalam pasal 668 point 9 Buku III Bab I Ketentuan Umum KHES, hibah diartikan
sebagai penyerahan kepemilikan suatu barang kepada orang lain tanpa imbalan apapun.8
1. Dasar Hukum Hibah
Hibah disyariatkan dan dihukumi sunnah dalam Islam berdasarkan Alquran, As-Sunah,
dan Ijma’. Adapun hibah menurut Islam adalah firman Allah SWT yang menganjurkan
kepada umat Islam agar berbuat baik kepada sesamanya, saling mengasihi dan sebagainya.
Islam menganjurkan agar umatnya suka memberi karena memberi lebih baik dari pada
menerima. Namun pemberian itu harus ikhlas, tidak ada pamrih apa-apa kecuali mencari
ridha Allah dan mempererat tali persaudaraan, sebagaimana dalam firman Allah :

Artinya: Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu
5
Pasal 684 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
6
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah..,342-343.
7
Ibid.,343.
8
Pasal 668 point 9 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

6
sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu
(sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya (Q.S :An-Nisa 4).
Berdasarkan Hadist dari Abu Hurairah dan Abdullah Bin Umar dan ‘Aisyah bahwa
Rasulullah SAW. Bersabda :

Artinya: “Saling memberi hadiahlah kamu semua, maka kamu akan saling mencintai”9
Dari ayat dan Hadis di atas dapat dipahami adanya anjuran untuk saling memberi hadiah
kepada sesama manusia, agar dapat saling mencintai/menghargai satu sama lain.
2. Rukun dan Syarat Hibah
Adapun rukun dan syarat hibah sebagai berikut:
1. Wahib/penghibah/orang yang memberikan barang dengan cara menghibahkan.10
Seorang penghibah diharuskan sehat akalnya dan telah dewasa serta tanpa adanya
paksaan. Seseorang dipandang memiliki kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum
jika telah mencapai umur paling rendah 18 tahun atau pernah menikah. Adapun orang
yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum berhak mendapat perwalian.11 Wali dapat
menghibahkan mauhub bih kepada muwalla, baik diterima langsung maupun dititipkan
kepada pihak ketiga.12
2. Mauhub lah/penerima hibah/orang yang menerima hibah.13
Suatu hibah yang diberikan kepada seorang anak bisa dinyatakan telah terjadi
dengan sempurna, jika walinya atau orang yang dikuasakan untuk memelihara dan
mendidik anak itu mengambil harta tersebut. Berbeda halnya, jika penerima hibah
merupakan seorang anak yang sudah cakap bertindak (mumayiz), maka transaksi hibah
itu dianggap telah sempurna jika anak itu sendiri yang mengambil langsung hibahnya,
meskipun dia mempunyai seorang wali.14
3. Mauhub bih/benda atau barang yang dihibahkan.15
Harta yang diberikan sebagai hibah disyaratkan:
a. Harus ada pada saat akad hibah.

9
Hasbiyallah, Fikih, (Bandung : Grafindo Media Pratama, 2008), h.6
10
Pasal 685 dan pasal 668 point 10 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
11
Pasal 2 ayat (1) dan pasal 4 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
12
Pasal 669 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
13
Pasal 685 dan pasal 668 point 11 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
14
Pasal 700-701 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
15
Pasal 668 point 12 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

7
b. Harus berasal dari harta pengibah atau boleh harta milik orang lain dengan syarat
adanya izin dari pemiliknya tersebut meski izinnya diberikan setelah hartanya
diserahkan.
c. Harus pasti dan diketahui.16
4. Iqrar/pernyataan.
Suatu akad hibah dapat terjadi dengan adanya ijab kabul/ pernyataan, baik dalam
bentuk kata-kata, tulisan atau isyarat yang mengandung arti beralihnya kepemilikan harta
secara cuma-cuma. Transaksi hibah juga dapat terjadi dengan suatu tindakan, seperti
seorang penghibah memberikan sesuatu dan diterima oleh penerima hibah. Pengiriman
dan penerimaan hibah adalah sama dengan pernyataan lisan dalam ijab dan kabul.
5. Qabd/penyerahan.
Penerimaan barang dalam transaksi hibah seperti penerimaan dalam transaksi jual
beli. Kepemilikan menjadi baru sempurna setelah barang hibah diterima oleh penerima
hibah. Akan tetapi, jika barang hibah telah ada di tangan penerima hibah, maka
penyerahan itu sudah lengkap, dalam arti tidak diperlukan penerimaan dan penyerahan
kedua kalinya. Adapun hibah yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya yang sudah
dewasa, harta yang diberikan itu harus diserahkan dan harus diterima oleh anak tersebut.
Dalam penerimaan barang hibah, diharuskan ada izin untuk menerima barang dari
penghibah, baik secara tegas maupun samar. Izin tersebut dianggap telah ada dengan
penyerahan objek hibah yang dilakukan oleh penghibah kepada penerima hibah. Apabila
izinnya secara jelas, maka penerima berhak mengambil barang yang diberikan sebagai
hibah, baik di tempat pertemuan kedua belah pihak atau setelah mereka berpisah. Akan
tetapi, apabila izinnya hanya berupa isyarat atau secara samar, maka pengambilan barang
hibah tersebut hanya berlaku sepanjang mereka belum berpisah di tempat itu.17

3. Penarikan Kembali Hibah


Hukum menarik hibah kembali merupakan perbuatan yang diharamkan, meskipun terjadi
kepada saudara, suami isteri, kecuali hibah yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya.
Orang yang menarik hibah kembali laksana seekor anjing yang telah mengeluarkan
muntahannya lalu muntahannya dimakan/jilat kembali. Hal ini seperti dalam Hadist
Rasulullah saw, yang artinya: “Ibn Umar dan Ibn Abbas r.a. berkata: Rasulullah saw.
Bersabda: Tidak halal bagi seseorang yang telah memberikan sesuatu pemberian kemudian

16
Pasal 704-706 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
17
Pasal 685-692 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

8
menariknya kembali, kecuali orang tua yang menarik kembali hibah yang sudah
memberikannya”.(HR. Bukhori).18

‫ﺻﻠَّﻰ ﻪﻠﻟﺍُ َﻋﻠَﻴﻪ َﻭ َﺳﻠَّﻢ ﻞ ْﻘﺒَﻳَﺔ ﻳ َّْﺍﻟﻬَﺪ َﻭﻳُﺜِﺐ َﻋﻠَ ْﻴﻬَﺎ‬


َ ِ‫ﺿ َﻲ ﻪﻠﻟﺍُ َﻛﻦَ َﺭﺳُﻮ ُﻝ ﻪﻠﻟﺍ‬
ِ ‫ﻋَﻦ ﺍِﺑ ِْﻦ ﻋَﺎﺋﺸﺔ َﺭ‬
Artinya: bahwa Rasulullah saw, bersabda, “orang yang menarik kembali hibahnya
seperti orang yang menjilat kembali muntahannya”. (HR. Bukhori).19
Dalam KHES disebutkan bahwa wahib dapat menarik kembali hibahnya dalam beberapa
kondisi di bawah ini:
1) Penarikan yang dilakukan atas keinginan wahib sendiri sebelum harta hibah
diserahkan.
2) Pelarangan wahib kepada penerima hibah untuk mengambil hibahnya setelah akad
hibah.
3) Penarikan dilakukan setelah penyerahan dilaksanakan dengan syarat penerima
menyetujuinya.
Apabila penarikan wahib tersebut dilakukan tanpa adanya persetujuan dari
mauhub lah atau tanpa keputusan pengadilan, maka wahib ditetapkan sebagai
perampas barang orang lain dengan kewajiban mengganti kerugian apabila barang
tersebut rusak atau hilang ketika berada di bawah kekuasaannya.
4) Penarikan orang tua atas hibah yang telah diberikan kepada anaknya.
Hibah orang tua kepada anaknya diperhitungkan sebagai warisan apabila hibah
tersebut tidak disepakati oleh ahli waris lainnya.20
5) Penarikan terhadap sesuatu penambahan yang tidak menjadi bagian dari suatu
barang hibah.
Adapun macam-macam kondisi yang menyebabkan tidak diperbolehkannya hibah untuk
ditarik kembali adalah sebagai berikut:
a. Hibah yang diberikan kepada orang tua, saudara laki-laki atau perempuan, anak-
anak saudara atau paman-bibi.
b. Hibah yang diberikan suami atau istri tatkala masih dalam ikatan pernikahan setelah
adanya harta.
c. Adanya sesuatu yang diberikan sebagai penganti harta hibah dan diterima oleh
penghibah.
d. Sesuatu yang ditambahkan dan menjadi bagian yang melekat pada harta hibah.
18
Abdullah bin Abdurahman Alu Bassam, Syarah Hadist Pilihan Bukhori Muslim (Bekasi:Darul Falah,
2011),811.
19
Ibid.,182.
20
Pasal 709-714 ayat (2) dan (3) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

9
e. Terjadinya pemanfaatan kepemilikan oleh penerima hibah dengan cara menjual atau
membuat hibah lain dari barang hibah dan memberikannya kepada orang lain.
f. Barang hibah rusak ketika sudah berada di tangan orang yang menerina hibah.
g. Penghibah atau penerima hibah meninggal dunia.21

21
Pasal 714 ayat (1)-720 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

10
BAB III
KESIMPULAN

Pada KHES buku III mengatur tentang zakat dan hibah, sudah sangat jelas. Mulai dari
pengertian, syarat-syaratnya serta ketentuan masing-masing zakat dan hibah. KHES ini dapat
dijadikan rujukan dalam suatu tindakan hukum, baik dalam praktik ibadah maupun praktik
hukum. Para penegak hukum ekonomi syariah dapat berpedoman pada KHES untuk
menyelesaikan masalah-masalah khususnya zakat dan hibah merujuk pada prinsip, asas, dan
kaidah hukum Islam.
Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau lembaga yang
ddimilik oleh muslim untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Dasar hukum zakat
ada pada QS. Al-Baqarah 110.
Hibah menurut bahasa berasal dari kata wahaba (lewat dari satu tangan ke tangan
lainnya/ kesadaran untuk melakukan kebaikan), atau diambil dari kata hubbub ar rih (angin
yang mengembus), atau ibra’ (membebaskan utang). Hibah diartikan sebagai penyerahan
kepemilikan suatu barang kepada orang lain tanpa imbalan apapun. Dasar hukum hibah ada
pada QS:an-Nisa’ ayat 4.

11
DAFTAR PUSTAKA

Buku III Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah


Ulya, Zakiyatul. Hibah Perspektif Fikih, KHI, dan KHES. Vol. 07, No. 02, Desember 2017.
Sholihuddin, Muh. 2014. Hukum Ekonomi & Bisnis Islam II (Akad Tabarru’ dalam Hukum
Islam). (Surabaya: UINSA Press).
Ali, Zinuddin. 2008. Hukum Ekonomi Syariah. (Jakarta: Sinar Grafika).
Rozalinda. 2016. Fikih Ekonomi Syariah. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada).
Indriani Rosita, Silvina dan Hermiati Nurmilan, Siti. 2019. Zakat dan Hibah dalam
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Jurnal UMM Malang.

iv

Anda mungkin juga menyukai