Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Kedudukan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Hukum Acara Tata Usaha Negara

Kelompok 2:
Naila Nur Izzah (C73218051)
Via Ahlan Venia (C73218059)

Dosen:
H. Zuman Malaka SH., SHI., M.Kn.

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah Mata Kuliah Hukum Acara Tata Usaha Negara yang berjudul “Kedudukan
Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia” tepat pada waktunya.
Penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung
kami dalam penyusunan makalah ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis berharap semoga dengan selesainya makalah ini, dapat bermanfaat bagi
bpembaca dan teman-teman, khususnya dalam memperluas wawasan dan ilmu pengetahuan.
Makalah ini disusun sebagai bentuk proses belajar mengembangkan kemampuan
mahasiswa. Penulis menyadari dalam pembuatan Makalah ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan, oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan penulis di masa yang akan datang.

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................. i


KATA PENGANTAR .......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN
A. PTUN di Indonesia .......................................................................................... 2
B. Tugas dan Wewenang PTUN .......................................................................... 3
C. Kompetensi PTUN ........................................................................................... 3
D. Objek dan Subjek Sengketa di PTUN ............................................................. 4
E. Kedudukan PTUN ........................................................................................... 6
F. Tenggang Waktu Pengajuan Gugatan ............................................................. 7

BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 9


DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... iv

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam negara hukum, harus terbuka kesempatan bagi setiap warga negara untuk dapat
menggugat keputusan pejabat administrasi negara melalui Peradilan TUN. Peradilan TUN,
seperti halnya peradilan yang lain, tentu juga menjalankan prinsip peradilan yang bebas dan
tidak memihak. Dari sudut ini, jelas Peradilan TUN tidaklah berbeda dengan badan-badan
peradilan yang lainnya. Keberadaan Peradilan TUN tersebut dengan demikian dapat
menjamin agar warga negara tidak dilanggar hak-haknya oleh keputusan-keputusan para
pejabat administrasi negara sebagai pihak yang berkuasa. Atas dasar itulah, maka keberadaan
dari Peradilan TUN dapat dikatakan penting.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana PTUN di Indonesia?
2. Apa saja tugas dan wewenang PTUN?
3. Bagaimana kompetensi PTUN?
4. Apakah objek dan subjek sengketa di PTUN?
5. Bagaimanakah kedudukan PTUN?
6. Kapankah tenggang waktu dalam mengajukan gugatan?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PTUN di Indonesia
Di Indonesia PTUN merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman yang secara struktur
organisasi berada dibawah Mahkamah Agung dan tidak berdiri sendiri seperti negara-negara
sistem Civil Law pada umumnya. Karena berada dibawah Mahkamah Agung maka
pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial pengadilan dilakukan oleh
Mahkamah Agung.1
Peradilan TUN, seperti halnya peradilan yang lain, tentu juga menjalankan prinsip
peradilan yang bebas dan tidak memihak. Dari sudut ini, jelas Peradilan TUN tidaklah
berbeda dengan badan-badan peradilan yang lainnya.2
Dalam negara hukum, harus terbuka kesempatan bagi setiap warga negara untuk dapat
menggugat keputusan pejabat administrasi negara melalui Peradilan TUN. Keberadaan
Peradilan TUN tersebut dengan demikian dapat menjamin agar warga negara tidak dilanggar
hak-haknya oleh keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara sebagai pihak yang
berkuasa. Atas dasar itulah, maka keberadaan dari Peradilan TUN dapat dikatakan penting.3
Di Indonesia sampai dengan sekarang ada 26 PTUN. Berdasarkan Keppres No. 52
Tahun 1990 tentang Pembentukan PTUN di Jakarta, Medan, Palembang, Surabaya, Ujung
Pandang. Keppres No. 16 Tahun 1992 tentang Pembentukan PTUN di Bandung, Semarang
dan Padang. Keppres No. 41 Tahun 1992 tentang Pembentukan PTUN Pontianak,
Banjarmasin dan Manado. Keppres No. 16 Tahun 1993 tentang Pembentukan PTUN Kupang,
Ambon, dan Jayapura. Keppres No. 22 Tahun 1994 tentang Pembentukan PTUN Bandar
Lampung, Samarinda dan Denpasar. Keppres No. 2 Tahun 1997 tentang Pembentukan PTUN
Banda Aceh, Pakanbaru, Jambi, Bengkulu, Palangkaraya, Palu, Kendari, Yogyakarta,
Mataram dan Dili. Untuk wilayah hukum PTUN Dili, setelah Timor Timur merdeka bukan
lagi termasuk wilayah Republik Indonesia.4

1
Umar Dani, Memahami Kedudukan Pengadilan Tata Usaha Negara Di Indonesia, Vol.7, No.3, November
2018, Hal 407
2
Endra Wijaya , Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta: Pusat Kajian Ilmu Hukum,
2011), hlm. 2
3
Asshiddiqie, ibid., hlm. 158.
4
Yodi Martono Wahyunadi, Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara dalam Sistem Peradilan di Indonesia,
hlm. 2.

2
B. Tugas dan Wewenang PTUN
Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman
yang mempunyai tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
sengketa dalam bidang Tata Usaha Negara.5
PTUN mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 51
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, yaitu:
1). Memeriksa dan memutus Sengketa Tata Usaha Negara di tingkat banding.
2). Memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan
mengadili antara Pengadilan Tata Usaha Negara di dalam daerah hukumnya.
3). Memeriksa, memutus dan menyelesaikan di tingkat pertama Sengketa Tata Usaha
Negara telah menempuh upaya administrasi berupa banding administrasi atau keberatan
dan banding administrasi (Pasal 48 dan Surat Edaran MA Nomor 2 Tahun 1991) dan
dapat mengajukan permohonan kasasi. (ayat 4).
Secara garis besar, tujuan pembentukan Peradilan TUN ialah untuk:
 Menyelesaikan sengketa antara pemerintah dan warga negaranya, yaitu sengketa yang
timbul akibat dari adanya tindakan-tindakan pemerintah yang dianggap melanggar hak-
hak warga negaranya.
 Menjadi salah satu sarana guna mewujudkan pemerintahan yang efisien, efektif, bersih,
berwibawa serta selalu melaksanakan tugasnya dengan berdasarkan kepada hukum. 6
Atau dalam kalimat lain, dapat dikatakan juga bahwa Peradilan TUN itu sebenarnya
dapat menjadi salah satu sarana untuk mewujudkan good governance di Indonesia.7

C. Kompetensi PTUN
Kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan
sesuatu).8 Dari sudut pengadilan, kompetensi adalah kewenangan pengadilan untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara berkaitan dengan jenis dan tingkatan
pengadilan yang ada berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.9

5
Ramlan, Hukum Acara Tata Usaha Negara, hlm. 2.
6
Indonesia, Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, UU No. 5 Tahun 1986, bagian
Menimbang.
7
Irfan Fachruddin, Pengawasan Peradilan Administrasi terhadap Tindakan Pemerintah (Bandung: PT. Alumni,
2004), hlm. 220.
8
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, 1994,
hlm. 516.
9
Zairin Harahap, Op.Cit., hlm. 29.

3
Kompetensi PTUN dibedakan atas kompetensi relatif dan absolut. Kompetensi relatif
berhubungan dengan kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara sesuai dengan
wilayah hukumnya. Sedangkan kompetensi absolut adalah kewenangan pengadilan untuk
mengadili suatu perkara menurut obyek, materi atau pokok sengketa.10
a). Kompetensi Relatif
Kompetensi relatif dalam peradilan tata usaha negara menyangkut kewenangan
pengadilan tata usaha negara yang mana yang berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara tersebut. Misalnya apakah perkara peradilan TUN diperiksa PTUN
Manado, PTUN Makasar dan lain sebagainya.
Adapun kompetensi yang berkaitan dengan tempat kedudukan atau tempat kediaman
para pihak, yakni pihak Penggugat dan Tergugat.11
b). Kompetensi Absolut
Kompetensi absolut dari peradilan tata usaha negara adalah kewenangan untuk
memeriksa, mengadili, dan memutuskan sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha
negara antara seseorang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usah
negara akibat dikeluarkannya suatu keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa
kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.12

D. Objek dan Subjek Sengketa di PTUN


Pasal 1 angka 10 UU No. 51/2009 menyebutkan, Sengketa Tata Usaha Negara adalah
sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata
dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dari uraian tersebut, maka yang menjadi Subjek yang bersengketa adalah orang atau
badan hukum perdata disatu pihak dan pejabat tata usaha negara dilain pihak. Sedangkan
objek sengketa TUN adalah keputusan yang dikeluarkan oleh Badan/Pejabat TUN.13
1. Objek Sengketa di PTUN
a). Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN)

10
Yodi Martono Wahyunadi, Op.cit, Loc.cit, hlm. 2.
11
Ibid.
12
Fence M. Wantu, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Gorontalo: Reviva Cendekia, 2014), hlm. 42.
13
Ramlan, Op.cit, hlm. 3.

4
Objek sengketa Tata Usaha Negara adalah keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau
Pejabat tata usaha negara.14 Merujuk pada UU No 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
Atas UU No 51 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara pada Pasal 1 angka 9
bahwa Keputusan Tata Usaha Negara merupakan suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan
oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang memuat tindakan hukum tata usaha negara
yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret,
individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum
perdata. Unsur-unsur yang terdapat di dalam rumusan pasal ini yang dimaksud dengan
KTUN yang dapat menjadi Objek sengketa tata usaha negara adalah:15
1). Suatu penetapan tertulis.
2). Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat tata usaha negara.
3). Berisi tindakan hukum tata usaha negara.
4). Bersifat konkret, individual dan final.
5). Menimbulkan akibat hukum yang merugikan bagi Seseorang atau Badan Hukum
Perdata.16
b). KTUN Fiktif Negatif
Perluasan terhadap objek sengketa PTUN dikenal dengan KTUN Fiktif Negatif, Fiktif
artinya tidak mengeluarkan keputusan tertulis, tetapi dapat dianggap telah mengeluarkan
keputusan tertulis. Sedangkan negatif berarti karena isi keputusan itu berupa penolakan
terhadap suatu permohonan, dengan merujuk Pasal 3 UU PTUN:
(1) Apabila badan atau pejabat tata usaha negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan
hal itu sejatinya menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan
Keputusan Tata Usaha Negara.
(2) Bilamana suatu badan atau pejabat tata usaha negara tidak mengeluarkan keputusan
yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan data peraturan
perundang-undangan dimaksud lewat, maka badan atau pejabat tata usaha negara
tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksudkan
kepadanya.
(3) Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka
waktu sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu

14
W. Riawan Tjandra, 1996, Teori & Praktik Peradilan Tata Usaha Negara, Universitas Atma Jaya
Yogyakarta, Yogyakarta, h.22.
15
Made Martha Widyadnyana, I Wayan Suardana, Tinjauan Yuridis Perluasan Subjek dan Objek Sengketa
dalam Peradilan Tata Usaha Negara, (Bali, Univ. Udayana), hlm. 10.
16
H. Yodi Martono Wahyunadi, Op.cit, hlm. 5.

5
empat bulan sejak diterimanya permohonan, badan atau pejabat tata usaha negara yang
bersangkutan dianggap sudah mengeluarkan keputusan yang berisi suatu penolakan.
Ketentuan pasal inilah yang menjadi pembenaran terhadap perluasan objek sengketa
dalam PTUN, bahwa dalam hal suatu keadaan dimana badan atau pejabat tata usaha negara
tidak memenuhi kewajibannya dalam tenggat waktu yang telah ditentukan maka dapat
diartikan dia telah mengeluarkan sebuah KTUN Fiktif Negatif. Masyarakat kemudian dapat
mengajukan gugatan ke PTUN dengan KTUN fiktif negatif tersebut sebagai objek
sengketanya.17
2. Subjek Sengketa di PTUN
a). Penggugat
Yang dapat menjadi pihak penggugat dalam perkara di Pengadilan Tata Usaha Negara
adalah setiap subjek hukfum, orang maupun badan hukum perdata yang merasa
kepentingannya dirugikan dengan dikeluarkannya keputusan Tata Usaha Negara oleh Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara di Pusat maupun di Daerah (Pasal 53 ayat (1) UU PTUN).
b). Tergugat
Pihak tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan
keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya
(Pasal 1 angka 6 UU PTUN).
c). Pihak Ketiga yang berkepentingan
Dalam ketentuan Pasal 83 UU PTUN berbunyi selama pemeriksaan berlangsung, setiap
orang yang berkepentingan dalam sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh
Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan, maupun atas
prakarsa hakim dapat masuk dalam sengketa Tata Usaha Negara, dan bertindak sebagai:
pihak yang membela haknya; atau peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang
bersengketa. Selanjutnya Pasal 118 ayat 1 UU PTUN menyatakan apabila pihak ketiga yang
belum pernah ikut serta atau diikut sertakan selama waktu pemeriksaan sengketa yang
bersangkutan, pihak ketiga tersebut berhak mengajukan gugatan perlawanan terhadap
pelaksanaan putusan pengadilan tersebut kepada Pengadilan yang mengadili sengketa
tersebut pada tingkat pertama.18

E. Kedudukan PTUN

17
Made Martha Widyadnyana, I Wayan Suardana, Op.cit, Loc.cit, hlm. 12.
18
Fence M. Wantu, Op.cit, Loc.cit, hlm 23-24.

6
Kedudukan peradilan tata usaha negara sama halnya dengan kedudukan lembaga
peradilan lainnya, seperti peradilan umum, peradilan agama, dan peradilan militer. Semua
lembaga peradilan tersebut berpuncak pada Mahkamah Agung, sebagai peradilan negara
tertinggi yang berfungsi sebagai peradilan tingkat kasasi.19
Kedudukan PTUN mempunyai landasan yang kuat dengan lahirnya Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang dirubah lebih lanjut
beberapa pasalnya dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun
2009 tentang perubahan Kedua Undang-Undang nomor 5 Tahun 1986.
PTUN adalah sebagai salah satu badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan
kehakiman, merupakan kekuasaan yang merdeka di bawah kekuasaan Mahkamah Agung
dalam menyeleggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Penegakan hukum
dalam keadilan ini merupakan bagian dari perlindungan hukum bagi rakyat atas perbuatan
hukum publik oleh penjabat administrasi negara yang melanggar hukum.20
Berdasarkan ketentuan pasal 8 pasal 9, pasal 10, dan pasan 11 UU No.5 Tahun 1986
kedudukan peradilan tata usaha negara terdiri atas:
1. Peradilan tata usaha negara tingkat pertama.
2. Peradilan tinggi tata usaha negara pada tingkat banding.
3. Peradilan kasasi dan peninjauan kembali pada tingkat mahkamah agung RI.
4. Peradilan tata usaha negara dibentuk dengan keputusan presiden.
5. Peradilan tata usaha negara dibentuk dengan sebuah UU No.5 Tahun 1986.21

F. Tenggang Waktu Pengajuan Gugatan


Seseorang atau badan hukum perdata yang berminat unyuk menggugat keputusan Tata
Usaha Negara yang dirasakan merugikan, dan menurut peraturan dasarnya tidak terdapat
kewajiban untuk diselsaika dengan prosedur upaya administratif, maka gugatan dapat
diajukan dalam tenggang waktu menurut ketentuan pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986.22 Jangka waktu pengajuan gugatan dapat diajukan hanya dalam tempo waktu 90 hari.
Gugatan dapat diajukan terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya keputusan
badan atau penjabat tata usaha negara. Selain itu, bagi pihak yang namanya tersebut dalam
19
Zulkarnaen, Dewi Mayaningsih, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Di Indonesia, (Bandung:
Pustaka Setia,2018), Hal 32
20
Budiyono, dkk, Hak Knstitusional, (Bandar Lmpung: CV Anugrah Utama Raharja, 2019), Hal 178
21
Ibid, Hal 32
22
Eko Sugitario, Tjondro Tirtamulia, Hukum Acara Peradilan Tata Usa Negara, (Surabaya: Firstbox Media
2012), Hal 31

7
keputusan tata usaha negara yang digugat, tetangga waktu 90 hari itu dihitung sejak hari
diterimanya keputusan tata usaha negara yang digugat dalam hal yang digugat itu merupakan
keputusan menurut ketentuan berikut.
1. Pasal 3 ayat (2), maka tenggang waktu 90 hari itu dihitung setelah lewatnya
tenggang waktu yang ditentukan dalam peraturan dasarnya, yang dihitung sejak
tanggal diterimanya pemohonan yang bersangkutan.
2. Pasal 3 ayat (3) maka tenggang waktu 90 hari itu dihitung setelah lewatnya batas
waktu 4 bulan yang dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan yang
bersangkutan.23
Hal yang sama, tentunya juga berlaku bagai keputusan Tata Usaha Negara yang telah
diajukan atau melalui proses upaya administrasi, berdasarkan ketentuan pasal 55 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986 beserta penjelasannya, hanya memberikan secara umum
ketentuan untuk dapat melakukan gugatan, yaitu gugatan dapat diajukan hanya dalam
tenggang waktu 90 hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya keputusan Tata
Usaha Negara yang hendakk digugat.
Hal yang berbeda, berlaku bagi pihak ketiga yang berkepentingan, bahwa
kepentingannya dirugikan maka tenggang waktu yang berlaku untuk mengajukan gugatan
(bukan intervensi dalam proses yang sedang berjalan) secara kasuistis terhitung pada saat
yang bersangkutan merasa kepentingannya dirugikan dan mengetahui adanya keputusan Tata
Usaha Negara tersebut.24

23
Ibid, Hal 118
24
Ibid, Hal 33

8
BAB III
PENUTUP

Di Indonesia PTUN merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman yang secara struktur
organisasi berada dibawah Mahkamah Agung dalam menyeleggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan. Penegakan hukum dalam keadilan ini merupakan bagian
dari perlindungan hukum bagi rakyat atas perbuatan hukum publik oleh penjabat administrasi
negara yang melanggar hukum dan tidak berdiri sendiri seperti negara-negara sistem Civil
Law pada umumnya. Karena berada dibawah Mahkamah Agung maka pembinaan teknis
peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial pengadilan dilakukan oleh Mahkamah
Agung. Tugas dan wewenangnya untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa
dalam bidang Tata Usaha Negara.
Kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu).
Kompetensi PTUN dibedakan atas kompetensi relatif dan absolut. Kompetensi relatif berhubungan
dengan kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara sesuai dengan wilayah
hukumnya. Sedangkan kompetensi absolut adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili
suatu perkara menurut obyek, materi atau pokok sengketa.
Subjek yang bersengketa adalah orang atau badan hukum perdata disatu pihak dan
pejabat tata usaha negara dilain pihak. Sedangkan objek sengketanyaadalah keputusan yang
dikeluarkan oleh Badan/Pejabat TUN.
Berdasarkan Pasal 55 UUPT, ditentukan gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang
waktu 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya
keputusan badan atau pejabat tata usaha negara.

9
DAFTAR PUSTAKA

Ramlan. Hukum Acara Tata Usaha Negara.


Martono Wahyunadi, Yodi. Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara dalam Sistem
Peradilan di Indonesia.
Wijaya, Endra. 2011. Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. (Jakarta:
Pusat Kajian Ilmu Hukum).
Martha Widyadnyana, Made, I Wayan Suardana. Tinjauan Yuridis Perluasan Subjek dan
Objek Sengketa dalam Peradilan Tata Usaha Negara. (Bali: Universitas Udayana)
M. Wantu, Fence. 2014. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Gorontalo: Reviva
Cendekia)

iv

Anda mungkin juga menyukai