Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN OBSERVASI

PENGADILAN TATA USAHA NEGARA


Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Administrasi Negara

Disusun oleh

Aprilia Anggun B.

Elsa Apriliani

Fajar Selawati

Theresa Olivia

Yogi Sudrajat Pramulyana

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah
tentang Badan Arbitrase Nasional Indonesia.
Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum
Dagang dan Pajak di Program Studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial, Univeritas Negeri Jakarta.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu penyusunan makalah ini hingga selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karenanya penulis membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun
serta harap memaklumi apabila ada segala kekurangan tersebut.
Harapan kami makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis
selaku tim penyusun dan bagi semua pihak yang akan mendapatkan informasi
serta dapat memperluas wawasan setelah membaca makalah ini.

Jakarta, 23 Mei 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah...................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan ................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 4
2.1. Peradilan Tata Usaha Negara dalam Sitem Peradilan di Indonesia .................... 4
2.1.1. Pengertian Peradilan Tata Usaha Negara .................................................... 4
2.1.2. Sejarah Peradilan Tata Usaha Negara ............................................................. 4
2.1.3. Dasar Hukum Peradilan Tata Usaha Negara ............................................... 5
2.1.4. Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara .................................................. 5
2.1.5. Subjek Peradilan Tata Usaha Negara .......................................................... 6
2.1.6. Objek Peradilan Tata Usaha Negara ........................................................... 8
2.2. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta ............................................... 10
2.2.1. Sejarah PTUN Jakarta ............................................................................... 10
2.2.2. Visi dan Misi PTUN Jakarta ..................................................................... 11
2.2.3. Tugas, Pokok dan Fungsi PTUN Jakarta .................................................. 12
2.2.4. Struktur Organisasi PTUN Jakarta ............................................................ 13
2.2.5. Wilayah Yuridiksi PTUN Jakarta ............................................................. 13
2.2.6. Proses Berperkara di PTUN Jakarta.......................................................... 14
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 15
3.1. Kesimpulan ....................................................................................................... 15
3.2. Saran ................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 16
LAMPIRAN...................................................................................................................... 17

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia terdapat


tiga pilar kekeuasaan negara, yaitu Kekuasaan Eksekutif,
Legislatif dan Yudikatif (Kehakiman). Berkaitan dengan Kekuasaan
Kehakiman, dalam Pasal 24 UUD 1945 (Perubahan) Jo. UU No. 4 Thn
2004, ditegaskan bahwa Kekuasaan Kehakiman dilaksanakan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan yang berada di bawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan
oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Peradilan Tata Usaha Negara sebagai
lingkungan peradilan yang terakhir dibentuk, yang ditandai dengan
disahkannya Undang-undang No. 5 tahun 1986 pada tanggal 29 Desember
1986, dalam konsideran “Menimbang” undang-undang tersebut
disebutkan bahwa salah satu tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha
Negara adalah untuk mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang
sejahtera, aman, tenteram serta tertib yang menjamin kedudukan warga
masyarakat dalam hukum dan menjamin terpeliharanya hubungan
yang serasi, seimbang, serta selaras antara aparatur di bidang tata usaha
negara dengan para warga masyarakat. Dengan demikian lahirnya
Peradilan Tata Usaha Negara juga menjadi bukti bahwa Indonesia
adalah negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai
keadilan, kepastian hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Sebagai negara yang demokratis, Indonesia memiliki sistem
ketatanegaraan dengan memiliki lembaga eksekutif, legislatif dan
yudikatif. Dari ketiga lembaga tersebut eksekutif memiliki porsi peran
dan wewenang yang paling besar apabila dibandingkan dengan lembaga
lainnya, oleh karenanya perlu ada kontrol terhadap pemerintah untuk
adanya check and balances. Salah satu bentuk konrol yudisial atas
tindakan administrasi pemerintah adalah melalui lembaga peradilan.
2

Dalam konteks inilah maka Peradilan Tata Usaha Negara dibentuk


dengan UU No. 5 tahun 1986, yang kemudian dengan adanya tuntutan
reformasi di bidang hukum, telah disahkan UU No. 9 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas UU No. 5 Tahun 1986. Perubahan yang sangat mendasar
dari UU No. 5 Tahun 1986 adalah dengandihilangkannya wewenang
pemerintah. Departemen Kehakiman sebagai pembinaorganisasi,
administrasi, dan keuangan serta dihilangkannya wewenang
untukmelakukan pembinaan dan pengawasan umum bagi hakim
Peradilan Tata Usaha Negara, yangkemudian semuanya beralih ke
Mahkamah Agung. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan
indepedensi lembaga Peradilan Tata Usaha Negara. Sejak mulai efektif
dioperasionalkannya Peradilan Tata Usaha Negara pada tanggal 14
Januari 1991 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1991, yang
sebelumnya ditandai dengan diresmikannya tiga Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara (PTTUN) di Jakarta, Medan, dan Ujung
Pandang, serta lima Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di
jakarta, Medan, Palembang, Surabaya dan Ujung Pandang. Kemudian
berkembang, dengan telah didirikannya Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN) di seluruh Ibu Kota Propinsi sebagai pengadilan tingkat
pertama. Hingga saat ini eksistensi dan peran Peradilan Tata Usaha
Negara sebagai suatu lembaga peradilan yang mempunyai fungsi, tugas
dan wewenang memeriksa, memutus dan mengadili sengketa tata usaha
negara antara anggota masyarakat dengan pihak pemerintah (eksekutif),
dirasakan oleh berbagai kalangan belum dapat memberikan kontribusi dan
sumbangsi yang memadai di dalam memberikan perlindungan hukum
kepada masyarakat serta di dalam menciptakan prilaku aparatur yang
bersih dan taat hukum, serta sadar akan tugas dan fungsinya sebagai
pelayan dan pengayom masyarakat.

1.2. Rumusan Masalah


a. Bagaimana kedudukan Peradilan Sistem Tata Usaha Negara dalam
sistem peradilan di Indonesia?
3

b. Bagaimana kedudukan dan kewenangan Pengadilan Tata Usaha


Negara Jakarta?

1.3. Tujuan Penulisan


a. Memberikan informasi tentang Peradilan Tata Usaha Negara dalam
sistem peradilan di Indonesia
b. Memberikan informasi tentang Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta
c. Memenuhi tugas mata kuliah Hukum Administrasi Negara
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Peradilan Tata Usaha Negara dalam Sitem Peradilan di Indonesia


2.1.1. Pengertian Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia adalah lingkungan di
wilayah Mahkamah Agung yang melaksanakan kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa tata usaha
negara. Sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul
dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum
perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat
maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata
Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.1.2. Sejarah Peradilan Tata Usaha Negara


Pada Masa Hindia Belanda, Peradilan Tata Usaha Negara dikenal
dengan Sistem Administratief Beroep. Kemudian,
setelah Indonesia merdeka, yaitu pada masa UUDS 1950, dikenal tiga
cara penyelesaian sengketa administrasi, yaitu:
a. Diserahkan kepada Pengadilan Perdata;
b. Diserahkan kepada Badan yang dibentuk secara istimewa;
c. Dengan menentukan satu atau beberapa sengketa TUN
yang penyelesaiannya diserahkan kepada Pengadilan
Perdata atau Badan Khusus.
Perubahan mulai terjadi dengan keluarnya UUU No. 14 Tahun
1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Dalam Pasal 10 undang-undang tersebut disebutkan bahwa
Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan
antara lain Peradilan Tata Usaha Negara. Kewenangan Hakim dalam
menyelesaikan sengketa administrasi negara semakin dipertegas
melalui UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

4
5

di mana disebutkan bahwa kewenangan memeriksa, memutus dan


menyelesaikan suatu perkara/sengketa administrasi berada pada
Hakim/Peradilan Tata Usaha Negara, setelah ditempuh upaya
administratif.

2.1.3. Dasar Hukum Peradilan Tata Usaha Negara


a. Pasal 10 Undang-Undang Nomor 14 tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman
b. TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar
Haluan Negara menjamin Eksistensi Peradilan Tata Usaha
Negara
c. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara
d. Undang-Undang Nomor 10 tahun 1990 tentang Pembentukan
Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Tata Usah Negara
e. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1991 tentang Penerapan
UU Nomor 5 tahun 1986

2.1.4. Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara


Kompetensi (kewenangan) suatu badan pengadilan untuk
mengadili suatu perkara dapat dibedakan atas kompetensi relatif dan
kompetensi absolut. Kompetensi relatif berhubungan dengan
kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara sesuai dengan
wilayah hukumnya. Sedangkan kompetensi absolut adalah
kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara menurut
obyek, materi atau pokok sengketa.
a. Kompetensi Relatif
Kompetensi relatif suatu badan pengadilan ditentukan oleh
batas daerah hukum yang menjadi kewenangannya. Suatu
badan pengadilan dinyatakan berwenang untuk memeriksa
suatu sengketa apabila salah satu pihak sedang bersengketa
(Penggugat/Tergugat) berkediaman di salah satu daerah
6

hukum yang menjadi wilayah hukum pengadilan itu.


Pengaturan kompetensi relatif peradilan tata usaha negara
terdapat dalam Pasal 6 dan Pasal 54. Pasal 6 UU No. 5 Tahun
1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 menyatakan:
1) Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota
Kabupaten/Kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah
Kabupaten/Kota.
2) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di
ibukota Provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah
Provinsi.
b. Kompetensi Absolut
Kompetensi absolut berkaitan dengan kewenangan
Peradilan Tata Usaha Negara untuk mengadili suatu perkara
menurut obyek, materi atau pokok sengketa. Adapun yang
menjadi obyek sengketa Tata Usaha Negara adalah
Keputusan tata usaha negara sebagaimana diatur dalam Pasal
1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004.
Kompetensi absolut PTUN adalah sengketa tata usaha negara
yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang
atau Badan Hukum Perdata dengan Badan atau Pejabat tata
usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
dikeluarkannya Keputusan tata usaha negara, termasuk
sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku (Pasal 1 angka 4 UU No. 5 Tahun
1986 jo UU No. 9 Tahun 2004).

2.1.5. Subjek Peradilan Tata Usaha Negara


a. Penggungat
Penggugat adalah seseorang atau badan hukum perdata yang
merasa kepentingan dirugikan oleh suatu keputusan tata usaha negara
dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang
berwenang yang berisi tata usaha negaratutan agar Keputusan tata
7

usaha negara yang disengketakan dinyatakan batal atau tidak sah


dengan atau disertai tata usaha negaratutan ganti rugi dan rehabilitasi.
(Pasal 53 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004).
Selain itu pula Penggugat dapat mengajukan permohonan penundaan
pelaksanaan keputusan tata usaha negara yang dijadikan obyek
gugatan selama pemeriksaan sengketa tata usaha negara sedang
berjalan sampai ada putusan Pengadilan memperoleh kekuatan
hukum tetap sebagaimana diatur dalam Pasal 67 ayat (2) UU No.5
Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun
2004.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 4 UU No. 5 Tahun 1986
UU No. 9 Tahun 2004 maka hanya seseorang atau badan hukum
perdata yang berkedudukan sebagai subyek hukum saja yang dapat
mengajukan gugatan ke PTUN untuk menggugat keputusan tata
usaha negara. Gugatan disyaratkan diajukan dalam bentuk tertulis
karena gugatan itu akan menjadi pegangan pengadilan dan para pihak
selama pemeriksaan. Mereka yang tidak pandai baca tulis dapat
mengutarakan keinginannya untuk menggugat kepada Panitera
Pengadilan yang membantu merumuskan gugatannya dalam bentuk
tertulis.
b. Tergugat
Dalam Pasal 1 angka 6 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun
2004 menyebutkan pengertian Tergugat adalah badan atau pejabat
tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan
wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya,
yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata. Yang dimaksud
dengan badan atau pejabat tata usaha negara menurut Pasal 1 angka 2
UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 disebutkan, “Badan
atau Pejabat tata usaha negara adalah pejabat yang melaksanakan
urusan pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku”.
8

c. Pihak Ketiga yang berkepentingan


Dalam Pasal 83 UU No. 5 / 1986 jo UU No. 9/ 2004 disebutkan:
1) Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang
berkepentingan dalam sengketa pihak lain yang sedang
diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan
mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa hakim, dapat
masuk dalam sengketa tata usaha negara, dan bertindak
sebagai:
 Pihak yang membela haknya, atau
 Peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang
bersengketa.
2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat l dapat
dikabulkan atau ditolak oleh Pengadilan dengan putusan yang
dicantumkan dalam berita acara.
3) Permohonan banding terhadap putusan Pengadilan
sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 tidak dapat diajukan
tersendiri, tetapi harus bersama-sama dengan permohonan
banding terhadap putusan akhir dalam pokok sengketa.

Pasal ini mengatur kemungkinan bagi seseorang atau


badan hukum perdata ikut serta dalam pemeriksaan perkara
yang sedang berjalan.

2.1.6. Objek Peradilan Tata Usaha Negara


Obyek sengketa di PTUN adalah Keputusan tata usaha negara
sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 3 dan Keputusan fiktif negatif
berdasarkan Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004.
a. Keputusan Tata Usaha Negara:
Pengertian Keputusan tata usaha negara menurut pasal 1
angka 3 uu No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004 ialah
Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau
Pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata
9

usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan


yang berlaku yang bersifat konkret, individual, final, yang
menimbulkan akibat hukum bagi Seseorang atau Badan Hukum
Perdata. Dari rumusan keputusan tersebut di atas, dapat ditarik
unsur-unsur yuridis keputusan menurut hukum positip sebagai
berikut:
1. Suatu penetapan tertulis.
2. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat tata usaha negara.
3. Berisi tindakan hukum tata usaha negara.
4. Bersifat konkret, individual dan final.
5. Menimbulkan akibat hukum bagi Seseorang atau Badan
Hukum Perdata.
b. Keputusan tata usaha negara fiktif negatif
Obyek sengketa PTUN termasuk keputusan tata usaha
Negara yang fiktif negatif sebagai mana dimaksud Pasal 3 UU
No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004, yaitu:
1. Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak
mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi
kewajibannya maka hal tersebut disamakan dengan
Keputusan Tata Usaha Negara.
2. Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak
mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka
waktu sebagai mana ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan dimaksud telah lewat, maka badan atau penjabat
tata usaha negara tersebut dianggap telah menolak
mengeluarkan keputusan yang dimaksud.
3. Dalam hal peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan tidak menentukan jangka waktu maka setelah
lewat jangka waktu 4 bulan sejak diterimanya
permohononan, badan atau penjabat tata usaha negara yang
bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan.
10

Jadi jika jangka waktu telah lewat sebagaimana ditentukan dalam


peraturan perundang-undangan atau setelah lewat empat bulan sejak
diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat tata usaha negara itu
tidak mengeluarkan keputusan yang dimohonkan, maka Badan atau
Pejabat tata usaha negara tersebut dianggap telah mengeluarkan
keputusan penolakan.
Sikap pasif Badan/Pejabat tata usaha negara yang tidak
mengeluarkan keputusan itu dapat disamakan dengan keputusan
tertulis yang berisi penolakan meskipun tidak tertulis. Keputusan
demikian disebut keputusan fiktif-negatif. Fiktif artinya tidak
mengeluarkan keputusan tertulis, tetapi dapat dianggap telah
mengeluarkan keputusan tertulis. Sedangkan negatif berarti karena isi
keputusan itu berupa penolakan terhadap suatu permohonan.
Keputusan fiktif negatif merupakan perluasan dari keputusan tata
usaha negara tertulis yang menjadi objek dalam sengketa tata usaha
negara.

2.2. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta


2.2.1. Sejarah PTUN Jakarta
Dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia terdapat tiga
pilar kekuasaan, yaitu Kekuasaan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif
(Kehakiman). Berkaitan dengan Kekuasaan Kehakiman, dalam Pasal
24 Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan) Jo. Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2004, ditegaskan bahwa Kekuasaan Kehakiman
dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan-badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan
umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi.
Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) merupakan lingkungan
peradilan yang terakhir dibentuk, yang ditandai dengan disahkannya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 pada tanggal 29 Desember
11

1986, adapun tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara


(PERATUN) adalah untuk mewujudkan tata kehidupan negara dan
bangsa yang sejahtera, aman, tenteram serta tertib yang dapat
menjamin kedudukan warga masyarakat dalam hukum dan menjamin
terpeliharanya hubungan yang serasi, seimbang, serta selaras antara
aparatur di bidang tata usaha negara dengan para warga
masyarakat. Dengan terbentuknya Peradilan Tata Usaha Negara
(PERATUN) menjadi bukti bahwa Indonesia adalah negara hukum
yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kepastian hukum dan
Hak Asasi Manusia (HAM).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1991 pada
tanggal 14 Januari 1991, Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN)
resmi beroperasi, salah satunya adalah PENGADILAN TATA
USAHA NEGARA JAKARTA yang berkedudukan di ibukota
Kabupaten/Kota, dengan daerah hukumnya meliputi wilayah
Kabupaten/Kota.

2.2.2. Visi dan Misi PTUN Jakarta


a. VISI:
“Mewujudkan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang
Agung”
b. MISI:
1. Mewujudkan Peradilan yang Sederhana, Biaya Ringan,
Transparan dan Modern;
2. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Aparatur Peradilan
Dalam Rangka Peningkatan Pelayanan Pada Masyarakat;
3. Melaksanakan Pengawasan dan Pembinaan yang Efektif dan
Efisien;
4. Melaksanakan Tertib Administrasi dan Manajemen Peradilan
yang Efektif dan Efisien;
5. Mengupayakan Tersedianya Sarana dan Prasarana Peradilan
Sesuai Dengan Ketentuan yang Berlaku.
12

2.2.3. Tugas, Pokok dan Fungsi PTUN Jakarta


a. Menerima, Memeriksa, Memutus dan Menyelesaikan Sengketa
Tata Usaha Negara (TUN) Pada Pengadilan Tata Usaha Negara
Jakarta (PTUN Jakarta), Dengan Berpedoman Pada Undang-
Undang Nomor : 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor : 9
Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor : 51 Tahun 2009 dan
Ketentuan dan Ketenuan Peraturan Perundang-undangan Lain
yang Bersangkutan, Serta Petunjuk-Petunjuk Dari Mahkamah
Agung Republik Indonesia (Buku Simplemen Buku I, Buku II,
SEMA, PERMA, dll);
b. Meneruskan Sengketa-Sengketa Tata Usaha Negara (TUN) Ke
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara (PT.TUN) yang Berwenang;
c. Peningkatan Kualitas dan Profesionalisme Hakim Pada
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN Jakarta), Seiring
Peningkatan Integritas Moral dan Karakter Sesuai Kode Etik dan
Tri Prasetya Hakim Indonesia, Guna Tercipta dan Dilahirkannya
Putusan-Putusan yang Dapat Dipertanggung jawabkan Menurut
Hukum dan Keadilan, Serta Memenuhi Harapan Para Pencari
Keadilan (Justiciabelen);
d. Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat Terhadap Lembaga
Peradilan Guna Meningkatan dan Memantapkan Martabat dan
Wibawa Aparatur dan Lembaga Peradilan, Sebagai Benteng
Terakhir Tegaknya Hukum dan Keadilan, Sesuai Tuntutan
Undang-Undang Dasar 1945;
e. Memantapkan Pemahaman dan Pelaksanaan Tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara
Jakarta, Sesuai Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor : KMA/012/SK/III/1993, tanggal 5 Maret 1993
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan Pengadilan Tata
Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
(PT.TUN);
13

f. Membina Calon Hakim Dengan Memberikan Bekal Pengetahuan


Di Bidang Hukum dan Administrasi Peradilan Tata Usaha Negara
(PTUN) Agar Menjadi Hakim yang Profesional.

2.2.4. Struktur Organisasi PTUN Jakarta

2.2.5. Wilayah Yuridiksi PTUN Jakarta


Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN Jakarta) termasuk
didalam Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
Jakarta (PT.TUN Jakarta) yang membawahi 6 (enam) Peradilan Tata
Usaha Negara (PTUN), yaitu :
a. PTUN Jakarta
(Jl. A. Sentra Primer Baru Timur, Pulo Gebang, Jakarta
Timur 13950, Tlp : (021) 4805256, Fax : (021) 4803856,
Web-Site : www.ptun-jakarta.go.id, Email : admin@ptun-
jakarta.go.id or jakarta@ptun.org
14

b. PTUN Bandung
(Jl. Diponegoro Nomor : 34, Bandung 40115, Tlp : 022 –
7271865)
c. PTUN Banjarmasin
(Jl. Hasan Basri 32 Kayutangi, Banjarmasin, Tlp : 0511 –
300393)
d. PTUN Pontianak
(Jl. A. Yani 10 Pontianak 78124, Tlp : 0561 – 30517, 40125)
e. PTUN Samarinda
(Jl. Bung Tomo – Samarinda 75132, Tlp : 0541 – 262062)
f. PTUN Palangkaraya
(Jl. Cilik Riwut KM. 5 Palangkaraya 73112, Tlp : 0536 –
31165)
g. PTUN Serang
(Jl. Tubagus Suwandi, Nomor 2 E, F, G, Ciracas, Serang, Tlp:
0254-214085-214855)

2.2.6. Proses Berperkara di PTUN Jakarta


Adapun Wilayah Hukum PTUN Jakarta Meliputi Wilayah
Administratif Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yaitu:
a. Jakarta Pusat.
b. Jakarta Selatan.
c. Jakarta Utara.
d. Jakarta Timur.
e. Jakarta Barat, dan
f. Kepulauan Seribu.
Adapun Batas-batas Meliputi :
a. Sebelah Utara Berbatasan Dengan Laut Jawa
b. Sebelah Selatan Berbatasan Dengan Jawa Barat.
c. Sebelah Barat Berbatasan Dengan Banten.
d. Sebelah Timur Berbatasan Dengan Jawa Barat.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia adalah lingkungan di
wilayah Mahkamah Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman
bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa tata usaha negara. Pada
Masa Hindia Belanda, Peradilan Tata Usaha Negara dikenal dengan
Sistem Administratief Beroep. Perubahan mulai terjadi dengan keluarnya
UUU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman. Dalam Pasal 10 undang-undang tersebut disebutkan bahwa
Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan
antara lain Peradilan Tata Usaha Negara.

3.2. Saran
Untuk menciptakan Negara Indonesia yang dapat menjamin
kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya, hendaknya kinerja dari
Pengadilan Tata Usaha Negara ini lebih ditingkatkan. Mengingat saat ini,
keberadaan Pengadilan Tata Usaha Negara kurang begitu menjadi sorotan
masyarakat, padahal penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh
aparat pemerintahan sering terjadi, yang tentunya penyelewengan-
penyelewengan itu merugikan masyarakat luas.
Diharapkan pula kepada pemerintah, agar dalam melaksanakan
kewajibannya dalam hal administrasi Negara agar lebih jujur dan bersih,
sehingga Negara Indonesia ini menjadi Negara yang mendapat ancungan
jempol dari Negara-negara berkembang lainnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku:
Marbun, S.F. 1997. Hukum Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di
Indonesia. Yogyakarta: Liberty
Indroharto. 2002. Peradilan Tata Usaha Negara (Buku II), Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan
Situmorang, Victor. 1992. Pokok-Pokok Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta:
Rineka Cipta.

Internet:
https://id.wikipedia.org/wiki/Peradilan_Tata_Usaha_Negara
http://ptun-jakarta.go.id/?page_id=12
http://belajarhukum27.blogspot.co.id/2014/12/makalah-peradilan-tata-usaha-
negara.html

16
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai