Anda di halaman 1dari 2

BUT Menurut Ketentuan Domestik Indonesia

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 36 Tentang Pajak Penghasilan


Pengertian BUT (Bentuk Usaha Tetap) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

Pasal 2 ayat 5 UU PPh


Mengacu pada Pasal 2 ayat 5 UU PPh, BUT di Indonesia dapat berupa:
1. Tempat kedudukan manajemen;
2. Cabang perusahaan;
3. Kantor perwakilan;
4. Gedung kantor;
5. Pabrik;
6. Bengkel;
7. Gudang;
8. Ruang untuk promosi dan penjualan;
9. Pertambangan dan penggalian sumber alam;
10. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
11. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
12. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
13. Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang
dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
14. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
15. Agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di
indonesia; dan
16. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha
melalui internet.

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang PPh


Objek Pajak BUT
Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang PPh, yang menjadi objek pajak dari suatu
BUT, yaitu :
1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai BUT
tersebut;
2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian
jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh BUT
di Indonesia (force of attraction);
3. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 Undang-Undang pph yang diterima
atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan
harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud (effectively connected).
Nomor 1 diatas adalah murni kegiatan BUT yang memang seharusnya dicatat sebagai omset
atau penghasilan BUT. Ini sama dengan perusahaan pada umumnya.

P3B INDONESIA DAN DENMARK


1. Pasal 6 ayat 3 huruf (a) mengatur tentang kontruksi, huruf (b) mengatur tentang
perakitan , huruf (c) mengatur tentang jasa
2. Dalam pasal 4 yang tidak dianggap BUT yaitu:
 Penggunaan fasilitas semata-mata untuk maksud menyimpan atau
memamerkan barang barang atau barang dagangan milik perusahaan;

 Pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik


perusahaan semata-mata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan;
3. Terdapat aturan yang mengatur tentang asuransi pada pasal 7
Dilihat dari pasal-pasal yang terdapat dalam Tax Treaty Denmark dan Indonesia yang
menjelaskan poin per poin dapat disimpulkan bahwa menggunakan UN Model

Anda mungkin juga menyukai