0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
128 tayangan2 halaman
Dokumen tersebut menjelaskan tentang BUT (Bentuk Usaha Tetap) menurut undang-undang pajak penghasilan Indonesia. BUT didefinisikan sebagai bentuk usaha yang digunakan oleh individu atau badan yang tidak bertempat tinggal di Indonesia untuk melakukan kegiatan usaha. BUT dapat berupa kantor, pabrik, proyek konstruksi, dan pemberian jasa selama lebih dari 60 hari. Penghasilan yang menjadi objek pajak dari BUT adalah
Dokumen tersebut menjelaskan tentang BUT (Bentuk Usaha Tetap) menurut undang-undang pajak penghasilan Indonesia. BUT didefinisikan sebagai bentuk usaha yang digunakan oleh individu atau badan yang tidak bertempat tinggal di Indonesia untuk melakukan kegiatan usaha. BUT dapat berupa kantor, pabrik, proyek konstruksi, dan pemberian jasa selama lebih dari 60 hari. Penghasilan yang menjadi objek pajak dari BUT adalah
Dokumen tersebut menjelaskan tentang BUT (Bentuk Usaha Tetap) menurut undang-undang pajak penghasilan Indonesia. BUT didefinisikan sebagai bentuk usaha yang digunakan oleh individu atau badan yang tidak bertempat tinggal di Indonesia untuk melakukan kegiatan usaha. BUT dapat berupa kantor, pabrik, proyek konstruksi, dan pemberian jasa selama lebih dari 60 hari. Penghasilan yang menjadi objek pajak dari BUT adalah
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 36 Tentang Pajak Penghasilan
Pengertian BUT (Bentuk Usaha Tetap) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Pasal 2 ayat 5 UU PPh
Mengacu pada Pasal 2 ayat 5 UU PPh, BUT di Indonesia dapat berupa: 1. Tempat kedudukan manajemen; 2. Cabang perusahaan; 3. Kantor perwakilan; 4. Gedung kantor; 5. Pabrik; 6. Bengkel; 7. Gudang; 8. Ruang untuk promosi dan penjualan; 9. Pertambangan dan penggalian sumber alam; 10. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi; 11. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; 12. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; 13. Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; 14. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; 15. Agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di indonesia; dan 16. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang PPh
Objek Pajak BUT Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang PPh, yang menjadi objek pajak dari suatu BUT, yaitu : 1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai BUT tersebut; 2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh BUT di Indonesia (force of attraction); 3. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 Undang-Undang pph yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud (effectively connected). Nomor 1 diatas adalah murni kegiatan BUT yang memang seharusnya dicatat sebagai omset atau penghasilan BUT. Ini sama dengan perusahaan pada umumnya.
P3B INDONESIA DAN DENMARK
1. Pasal 6 ayat 3 huruf (a) mengatur tentang kontruksi, huruf (b) mengatur tentang perakitan , huruf (c) mengatur tentang jasa 2. Dalam pasal 4 yang tidak dianggap BUT yaitu: Penggunaan fasilitas semata-mata untuk maksud menyimpan atau memamerkan barang barang atau barang dagangan milik perusahaan;
Pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik
perusahaan semata-mata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan; 3. Terdapat aturan yang mengatur tentang asuransi pada pasal 7 Dilihat dari pasal-pasal yang terdapat dalam Tax Treaty Denmark dan Indonesia yang menjelaskan poin per poin dapat disimpulkan bahwa menggunakan UN Model