Anda di halaman 1dari 16

3.1.

Standar Auditing Berbasis ISA

Standar Auditing adalah pedoman umum untuk membantu para auditor dalam
memenuhi tanggungjawab professional mereka dalam pengauditan laporan keuangan historis.
Di dalam standard audit mencakup pertimbangan kualitas professional antara lain persyaratan
kompetensi dan independensi, pelaporan, dan bukti audit.
Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) sebagai organisasi profesi berkewajiban
untuk menetapkan standar audit. Dengan perkembangan yang terjadi dalam era globalisas,
IAPI telah memutuskan untuk mengadopsi International Auditing Standards (ISA) yang
diterbitkan International Auditing And Assurance Standards Boards (IAASB). ISA
(International Standards on Auditing) merupakan standar audit terbaru yang telah diadopsi di
Indonesia. Per 1 Januari 2013, Akuntan Publik di Indonesia wajib melakukan audit atas
laporan keuangan berdasarkan standar yang baru ini.
International Auditing and Assurance Standards Board (IAASB) adalah merupakan
badan yang dibentuk oleh International Federation of Accountants (IFAC) sebagai badan
pembuat standar auditing dan assurance.
Standar yang diterbitkan oleh IAASB terbagi dalam tiga kategori. Pertama, standar
audit dan review informasi keuangan historis. Standar ini terdiri dari dua standar yaitu :
International Standard on Auditings (ISAs), dan International Standard on Review
Engagement (ISREs). Selanjutnya, untuk membantu penerapan standar auditing, IAASB
mengeluarkan International Auditing Practice Statement (IAPSs). IAPS ini merupakan
pedoman interpretasi dan bantuan praktis di dalam menerapkan standar auditing. Dan untuk
penerapan standar review, IAASB juga telah mengeluarkan pedoman interpretasi dan batuan
praktisnya. Pedoman ini diberi nama International Review Engagement Practice Statement
(IREPSs).
Kategori kedua, standar untuk penugasan assurance selain audit atau review laporan
keuangan historis. Untuk kategori kedua ini, IAASB mengeluarkan International Standard
Assurance Engagements (ISAEs). Dan untuk penerapan lebih praktisnya, IAASB telah
menerbitkan International Assurance Engagement Practice Statements (IAEPS). IAEPS ini
merupakan pedoman interpretasi dan bantuan praktis didalam menerapkan standar assurance.
Kategori terakhir adalah standar untuk jasa lainnya. Untuk kategori ketiga ini, IAASB
menerbitkan International Standard on Related Services (ISRSs). Standar ini harus
diterapkan pada penugasan kompilasi, pengolahan informasi, dan jasa penugasan lain. Untuk

1
penerapannya, IAASB juga telah mengeluarkan pedoman interpretasi dan bantuan praktis
yang diberi nama International Related Service Practice Statements (IRSPSs).
Selain mengeluarkan standar untuk pekerjaan auditor, IAASB juga mengeluarkan
standar untuk memberikan mutu pelayanan yang baik. Standar ini dinamakan International
Standard on Qualitiy Controls (ISQCSs).
Di Indonesia, sebelum terbentuknya Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), standar
auditing ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-
KAP). Setelah terbentuknya IAPI yang secara resmi diterima sebagai anggota asosiasi yang
pertama oleh IAI pada tanggal 4 Juni 2007 serta diakui oleh pemerintah RI sebagai organisasi
profesi akuntan publik yang berwenang melaksanakan ujian sertifikasi akuntan publik,
penyusunan dan penerbitan standar profesional dan etika akuntan publik, serta
menyelenggarakan program pendidikan berkelanjutan bagi seluruh akuntan publik di
Indonesia melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 pada tanggal 5 Pebruari
2008, selanjutnya standar auditing berupa Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
disusun dan diterbitkan oleh IAPI.
SPAP merupakan kodifikasi berbagai pernyataan standar teknis dan aturan etika.
Pernyataan standar teknis yang dikodifikasi dalam SPAP terdiri dari :
1. Pernyataan Standar Auditing
2. Pernyataan Standar Atestasi
3. Pernyataan Jasa Akuntansi dan Review
4. Pernyataan Jasa Konsultasi
5. Pernyataan Standar Pengendalian Mutu
Sedangkan aturan etika yang dicantumkan dalam SPAP adalah Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik yang dinyatakan berlaku oleh Kompartemen Akuntan Publik
sejak bulan Mei 2000.
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku di Indonesia selama ini
mengacu pada standar auditing dari Amerika. SPAP ini membagi standar auditing menjadi
tiga bagian utama yaitu Standar Umum, Standar Pekerjaan Lapangan dan Standar Pelaporan.
Berikut ini adalah penjelasan dari bagian-bagian utama SPAP antara lain:
1. Standar Umum.
Standar umum bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan auditor dan mutu
pekerjaannya. Standar umum ini mencakup tiga bagian yaitu :

2
a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
Dalam melaksanakan audit sampai pada suatu pernyataan pendapat, auditor harus senantiasa
bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan bidang auditing. Pencapaian
keahlian tersebut dimulai dari pendidikan formal ditambah dengan pengalaman-pengalaman
dalam praktik audit dan menjalankan pelatihan teknis yang cukup. Pendidikan formal
misalnya : S1 Akuntansi, Ujian Negara Akuntansi (UNA), dan Bersertifikat (BAP). Asisten
junior yang baru masuk dalam karir auditing harus memperoleh pengalaman dengan
mendapatkan supervisi yang memadai dan review atas pekerjaan dari atasannya yang lebih
berpengalaman. Pelatihan yang dimaksud disini, mencakup pula pelatihan kesadaran untuk
secara terus-menerus mengikuti perkembangan yang terjadi dalam bidang bisnis dan
profesinya. Ia harus mempelajari, memahami, dan menerapkan ketentuan-ketentuan baru
dalam prinsip akuntansi dan standar auditing yang ditetapkan oleh ikatan Akuntan Indonesia.
b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dan sikap mental
harus dipertahankan oleh auditor.
Standar ini mengharuskan seorang auditor bersikap independen, yang artinya seorang auditor
tidak mudah dipengaruhi, karena pekerjaanya untuk kepentingan umum. Kepercayaan
masyarakat umum atas independensi sikap auditor independen sangat penting bagi
perkembangan profesi akuntansi publik. Untuk menjadi independen,seorang auditor harus
secara intelektual, jujur. Ada tiga aspek independensi:
• Independensi senyatanya, auditor tidak memiliki kepentingan ekonomis dalam
perusahaan yang dilihat dari keadaan sebenarnya.
• Independensi dalam penampilan, auditor harus menjaga kedudukannya sedemikian
rupa sehingga pihak lain akan mempercayai sikap independensinya.
• Independensi dari keahlian, auditor harus memiliki kecakapan dan mampu
menyelesaikan tugasnya dengan menggunakan segala kemahiran jabatannya sebagai
pemeriksa dengan ahli dan seksama.
Profesi akuntansi publik telah menetapkan dalam kode etik Akuntansi Indonesia, agar
anggota profesi menjaga dirinya dan kehilangan profesi menjaga dirinya dari kehilangan
presepsi independensi diri masyarakat. Independensi secara intrinsik merupakan masalah
pribadi bukan merupakan suatu aturan yang dirumuskan untuk dapat diuji secara objektif.
BAPEPAM juga dapat menetapkan persyaratan independensi bagi auditor yang melaporkan

3
tentang informasi keuangan yang akan diserahkan, yang mungkin berbeda dengan Ikatan
akuntan Indonesia (IAI).
c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan
kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama menekankan tanggung jawab
setiap profesional yang bekerja dalam organisasi auditor. Selain itu juga menyangkut apa
yang dikerjakan auditor dan bagaimana kesempurnaan pekerjaan tersebut. Seorang auditor
harus memiliki keterampilan yang umumnya dimiliki oleh auditor pada umunya dan harus
menggunakan keterampilan tersebut dengan´kecermatan dan keseksamaan yang wajar. Untuk
itu auditor dituntut untuk memiliki skeptisme profesional dan keyakinan yang memadai
dalam mengevaluasi bukti audit.

2. Standar Pekerjaan Lapangan


Standar pekerjaan lapangan terdiri dari tiga, yaitu:
a. Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten
harus disupervisi dengan semestinya.
Poin ini menjelaskan bahwa, penunjukan auditor independen secara dini akan memberikan
banyak manfaat bagi auditor maupun klien. Penunjukan secara dini memungkinkan auditor
merencanakan pekerjaannya sedemikian rupa sehingga pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan
dengan cepat dan efisien serta dapat menentukan seberapa jauh pekerjaan tersebut dapat
dilaksanakan sebelum tanggal neraca.
b. Pemahaman memadai atas pengendalian internal harus diperoleh untuk merencanakan
audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
Untuk semua auditor harus memperoleh pemahaman tentang pengendalian internal yang
memadai untuk merencanakan audit dengan melaksanakan prosedur untuk memahami desain
pengendalian yang relevan dengan audit atas laporan keuangan, dan apakah pengendalian
internal tersebut dioperasikan. Setelah memperoleh pemahaman tersebut, auditor menaksir
resiko pengendalian untuk asersi yang terdapat dalam saldo akun, golongan transaksi, dan
komponen pengungkapan dalam laporan keuangan. Kemudian, auditor dapat mencari
pengurangan lebih lanjut resiko pengendalian taksiran untuk asersi tertentu. Auditor
menggunakan pengetahuan yang dihasilkan dari pemahaman atas pengendalian interendan
tingkat resiko pengendalian taksiran dalam menentikan sifat, saat dan luas pengujian
substantive untuk asersi laporan keuangan.

4
c. Bahan Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memahami untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.
Sebagian besar pekerjaan auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas
laporan keuangan terdiri dari usaha untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti audit. Bukti
audit sangat bervariasi pengaruhnya terhadap kesmpulan yang ditarik oleh auditor
independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. Relevansi,
objektivitas, ketepatan waktu, dan keberadaan bukti lain yang menguatkan kesimpulan,
seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi bukti.

3. Standar Pelaporan
Standar pelaporan terdiri dari empat item, diantaranya:
a. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau sesuai dengan SAK
Standar pelaporan pertama ini tidak mengharuskan untuk menyatakan tentang fakta
(statement of fact), namun standar tersebut mengharuskan auditor untuk menyatakan suatu
pendapat mengenai apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi
tersebut. Prinsip akuntansi berlaku umum atau ´generally accepted accounting principles
mencakup konvensi, aturan dan prosedur yang diperlukan untuk membatasi praktik akuntansi
yang berlaku umum di wilayah tertentu dan pada waktu tertentu.
b. Laporan auditor harus menunjukkan, jika ada ketidak konsistenan penerapan prinsip
akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan
penerapan prinsip akuntansitersebut dalam periode sebelumnya.
Standar ini juga disebut dengan standar konsistensi. Standar konsistensi menuntut auditor
independen untuk memahami hubungan antara konsistensi dengan daya banding laporan
keuangan. Kurangnya konsistensi penerapan prinsip akuntansi dapat menyebabkan
kurangnya daya banding laporan keuangan. Standar ini bertujuan untuk memberikan jaminan
bahwa jika daya banding laporan keuangan diantara kedua periode dipengaruhi secara
material oleh perubahan prinsip akuntansi, auditor akan mengungkapkan perubahan tersebut
dalam laporannya. Caranya, dengan menambahkan paragraf penjelasan yang disajikan setelah
paragraf pendapat.
c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali
dinyatakan lain dalam laporan auditor.

5
Penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum di Indonesia
mencakup dimuatnya pengungkapan informatif yang memadai atas hal-hal material,
diantaranya bentuk, susunan, dan isi laporan keuangan serta catatan atas laporan keuangan.
Auditor harus selalu mempertimbangkan apakah masih terdapat hal-hal tertentu yang harus
diungkapkan sehubungan dengan keadaan dan fakta yang diketahuinya pada saat audit.
Dalam mempertimbangkan cukup atau tidaknya pengungkapan, auditor menggunakan
informasi yang diterima dari kliennya atas dasar kepercayaan bahwa auditor akan
merahasiakan informasi tersebut. Tanpa kepercayaan, auditor akan sulit untuk memperoleh
informasi yang diperlukan untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangannya.
d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan
keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat
diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus
dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan
auditor harus memuat petunjuk yang jelasmengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan,
jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.
Tujuan standar pelaporan ini adalah untuk mencegah salah tafsir tentang tingkat tanggung
jawab yang dipikul oleh akuntan bila namanya dikaitkan dengan laporan keuangan. Seorang
akuntan dikaitkan dengan laporan keungan jika ia mengizinkan namanya dalam suatu
laporan, dokumen, atau komunikasi tertulis yang berisi laporan tersebut. Bila seorang akuntan
menyerahkan kepada kliennya atau pihak lain suatu laporan keuangan yang disusunnya atau
dibantu penyusunannya, maka ia juga dianggap berkaitan dengan laporan keuangan tersebut,
meskipun ia tak mencantumkan namanya dalam laporan tersebut.
Sedangkan International Standar on Auditing (ISA) tidak membagi standar auditing
dengan kategori seperti halnya SPAP. Pada ISA, tidak ada Standar Umum, Standar Pekerjaan
Lapangan dan Standar Pelaporan. Penyajian standar-standar yang ada di ISA sudah
mencerminkan proses pengerjaan auditing.
Pendekatan pekerjaan audit di ISA dibagi dalam enam tahap. Tahap pertama dimulai
dengan persetujuan penugasan (agreement of engagement). Kemudian, tahap kedua
melakukan pengumpulan informasi, pemahaman bisnis dan sistim akuntansi klien, serta
penentuan unit yang akan diaudit. Tahap ketiga adalah pengembangan strategi audit. Hal ini
dilakukan dengan memperhatikan access inherent list.
Tahap selanjutnya adalah execute the audit, yaitu mulai melaksanakan audit. Pada saat
melaksanakan audit maka akan dilakukan test of control, substantive and analytical

6
procedure dan other substantive procedure. Tahap kelima, mulai membentuk opini. Dan
tahap terakhir adalah membuat laporan audit.
Dari keenam tahapan pekerjaan audit yang diatur dalam ISA tersebut sepertinya tidak
jauh berbeda dengan pengaturan dalam SPAP yang menjadi pedoman audit bagi KAP di
Indonesia.
Berikut ini adalah Standar Audit yang berbasis ISA di Indonesia, antara lain:
1. Prinsip Umum dan Tanggung Jawab:
a. SA 200: Tujuan Keseluruhan Auditor Independen dan Pelaksanaan Suatu Audit
Berdasarkan Standar Audit.
Tujuan audit adalah untuk meningkatkan keyakinan pengguna laporan keuangan yang dituju.
Hal itu dicapai melalui pernyataan suatu opini oleh auditor tentang apakah laporan keuangan
disusun, dalam semua hal yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang
berlaku
b. SA 210: Persetujuan atas Syarat-syarat Perikatan Audit
Tujuan auditor dalam menerima atau melanjutkan penugasan audit hanya jika dasar untuk
melaksanakan penugasan sudah disetujui dengan:
1. Memastikan bahwa prasyarat untuk suatu audit memang ada
2. Menegaskan adanya pemahaman yang sama antara auditor dan menajemen jika peril
dengan TCGM ( Those Charge With Government ) mengenai syarat-syarat penugasan audit.
c. SA 220: Pengendalian Mutu untuk Audit atas Laporan Keuangan
Tujuan auditor adalah mengimplementasi prosedur pengendalian mutu pada tingkat
penugasan yang memberikan asurans yang layak bahwa:
1. Auditnya mematuhi standard professional serta kewajiban hukum/ketentuan perundang-
undangan yang berlaku dan kewajiban yang ditetapkan regulator
2. Laporan auditor yang diterbitkan sudah tepat dalam situasi yang dihadapi
d. SA 230: Dokumentasi Audit
Auditor wajib membuat dokumentasi audit yang cukup, yang memungkinkan auditor
berpengalaman, yang tidak mempuyai hubungan sebelumnya dengan audit tersebut
memahami:
1. Sifat, waktu, dan luasnya prosedur audit yang dilaksanakan sesuai ISA dan ketentuan
perundang-undangan terkait (SA 230.A6-A7)
2. Hasil dari prosedur audit yang dilaksanakan, dan bukti audit yang diperoleh

7
3. Hal-hal signifikan yang ditemukan dalam audit, kesimpulan atas hal-hal itu dan kearifan
professional (professional judgement) signifikan yang diterapkan dalam menarik kesimpulan
tersebut (SA 230.A8-A11)
e. SA 240: Tanggung Jawab Auditor terkait dengan Kecurangan dalam suatu Audit atas
Laporan Keuangan
Tanggungjawab utama untuk penceahan dan pendeteksian kecurangan berada pada dua piha
yaitu yang bertanggungjawab atas tata kelola entitas dan manajemen. Merupakan hal penting
bahwa manajemen, dengan pengawasan oleh pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola
menekankan pencegahan kecurangan yang dapat mengurangi peluang terjadinya kecurangan
dan pencegahan kecurangan (Fraud Deference) yang dapat membujuk individu-individu agar
tidak melakukan kecurangan karena akan terdeteksi dan terkena hukuman.
f. SA 250: Pertimbangan atas peraturan perundang-undangan dalam audit atas Laporan
Keuangan
Ketentuan dalam Standrad Audit (SA 250) dirancang untuk membantu auditor dalam
mengidentifikasi kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan yang disebabkan oleh
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Namun, auditor tidak
bertanggungjawab untuk mencegah dan tidak mendeteksi ketidakpatuhan terhadap semua
peraturan perundang-undangan.
g. SA 260: Komunikasi dengan Pihak yang Bertanggung jawab atas Tata Kelola
Auditor wajib berkomunikasi dengan TCGW (Those Charge With Government) mengenai
tanggungjawab auditor berkenaan dengan audit atas laporan keuangan, termasuk (bahwa):
1. Auditor bertanggungjawab untuk merumuskan dan memberikan opini atas laporan
keuangan yang dibuat oleh manajemen dibawah pengawasan TCGW (Those Charge With
Government)
2. Audit atas laporan keuangan tidaklah membebaskan manajemen atau TCGW (Those
Charge With Government) dan tanggungjawab mereka (SA 260. A9-A10)
h. SA 265: Pengkomunikasian Defisiensi dalam Pengendalian Internal kepada pihak yang
bertanggung jawab atas tata kelola dan manajemen.
Auditor wajib mengkomunikasikan secara tertulis kepada TCGW (Those Charge With
Government) tentang kelemahan signifikan dalam pengendalian intern yang ditemukan
selama audit secara tepat waktu (SA 265.A12-A18. A27)
2. Penilaian Risiko dan Respons terhadap Risiko yang Dinilai:
a. SA 300: Perencanaan Audit atas Laporan Keuangan

8
Perencanaan suatu audit mencakup penetapan strategi audit secara keseluruhan untuk
perikatan (penugasan) audit dan pengembangan rencana audit. Perenanaan yang cukup akan
bermanfaat dalam audit atas laporan keuangan dalam beberapa hal termasuk hal-hal sebagai
berikut (SA 300.2):
a. membantu auditor untuk mencurahkan perhatian yang tepat terhadap area yang
penting dalam audit
b. membantu auditor untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang
potensial
c. membantu auditor untuk mengorganisasi dan mengelola perikatan (penugasan
audit) dengan baik, sehingga perikatan tersebut dapat dilaksanakan dengan efektif dan
efisien
d. membantu dalam pemilihan anggota tim perikatan (tim audit) dengan tingkat
kemampuan dan kompetensi yang tepat untuk merespon resiko yang diantisipasi dan
penugasan pekerjaan yang tepat kepada mereka
e. memfasilitasi arah dan suspensi atas anggota tim perikatan (tim audit) dan
penelaahan atas pekerjaan mereka
f. membantu jika relevan, dalam pengoordinasin hasil pekerjaan yang dilakukan oleh
auditor komponen dan pakar.
b. SA 315: Pengidentifikasian dan Penilaian Risiko salah saji material melalui pemahaman
atas entitas dan lingkungannya
Dalam standard ini menegaskan bahwa auditor harus memperoleh suatu pemahaman tentang
apakah entitas memiliki suatu proses untuk:
a. mengidentifikasi risiki bisnis yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan
b. mengestimasi signifikan risiki
c. menentukan kemungkinan terjadinya risiko tersebut, dan
d. memutuskan tindakan untuk menangani risiko
c. SA 320: Materialitas dalam Tahap Perencanaan dan Pelaksanaan Audit
Materialitas dan resiko audit perlu dipertimbangkan sepanjang pelaksanaan audit, khususnya
pada saat (SA 320. A1):
a. mengidentifikasi dan menilai kesalahan penyajian material
b. menentukan sifat, saat, dan luas prosedur audit selanjutnya, dan
c. mengevaluasi dampak laporan keuangan dan dalam merumuskan opni dalam
laporan auditor.

9
d. SA 330: Respons Auditor terhadap Risiko yang dinilai
Jika prosedur substantif dilaksanakan pada suatu tanggal interim (tanggal ditengah tahun),
auditor wajib meliputi periode sisanya (antara tanggal interim sampai akhir tahun) dengan
melaksanakan (SA 330.22):
a. prosedur substantif yang dikombinasikan dengan uji pengendalian untuk periode
sisa atau
b. prosedur substantif selanjutnya saja yang memberikan dasar yang layak untuk
memperluas kesimpulan dari tanggal interim ke akhir tahun, jika auditor menentukan
bahwa itu sudah cukup
e. SA 402: Pertimbangan audit terkait dengan entitas yang menggunakan organisasi jasa
Menetapkan tujuan auditor berkenaan dengan audit laporan keuangan entitas pengguna
organisasi pemberi jasa sebagai berikut (SA 402.7):
a. memperoleh pemahaman yang cukup mengenai sifat dan pentingnya jasa-jasa yang
diberikan organisasi pemberi jasa dan dampaknya terhadap pengendalian interim
entitas yang relevan bagi audit, untuk mengidentifikasi dan menilai resiko salah saji
yang material.
b. merancang dan melaksanakan prosedur audit yang tanggap terhadap resiko-resiko
tersebut.
f. SA 450: Pengevaluasian atas kesalahan penyajian yang diidentifikasi selama audit
Tujuan auditor ialah mengevaluasi:
a. dampak salah saji yang ditemukan terhadap audit, dan
b. dampak salah saji yang tidak dikoreksi jika ada terhadap laporan keuangan
3. Bukti Audit:
a. SA 500: Bukti Audit
Auditor harus merancang dan melaksanakan prosedur audit yang tepat sesuai degan kondisi
untuk memperoleh buktu audit yang cukup dan tepat (SA 500.6)
Bukti Audit yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan
keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas
laporan keuangan auditan (SA 500)
b. SA 501: Bukti audit-Pertimbangan Spesifik atas unsur pilihan
Menetapkan tujuan auditor ialah untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat
mengenai (SA 501.3):
a. adanya (existence) dan kondisi persediaan

10
b. lengkapnya (completeness) informasi mengenai litigasi dan tuntutan hukum
terhadap entitas
c. penyajian dan pengungkapan informasi segmen sesuai dengan kerangka pelaporan
keuangan yang berlaku
c. SA 505: Konfirmasi Ekseternal
Tujuan auditor dalam menggunakan prosedur konfirmasi eksternal ialah merancang dan
melaksanakan prosedur untuk memperoleh bukti audit yang relevan dan andal (SA 505.7)
Jika audito menyimpulkan bahwa jawaban konfirmasi tidak andal/tidak dapat dipercaya,
auditor wajib mengevaluasi implikasinya terhadap penilaian resiko yang dilakukan auditor
mengenai salah saji yang material, termasuk risiko adanya kecurangan (fraud), dan terhadap
sifat, waktu, dan luasnya prosedur audit lainnya (SA 505.11)
Auditor wajib mengevaluasi apakah hasil dari prosedur konfirmasi eksternal memberikan
bukti audit yang relevan dan andal, atau apakah bukti audit tambahan diperlukan
d. SA 510: Perikatan Audit Tahun Pertama – Saldo Awal
Penugasan audit pertama bukan hal baru untuk praktisi di Indonesia. Standard Audit 510
menegaskan kewajiban-kewajiban auditor dan memberikan petunjuk pelaksanaannya.
Petunjuk pelaksanaan yang diberikan adalah (SA 510):
a. membaca laporan keuangan terakhir dan laporan auditor terdahulu
b. melihat apakah saldo penutupan dari periode yang lalu telah dipindahkan ke
periode ini dengan benar dan mencerminkan pengunaan kebijakan akuntansi yang
tepat.
c. mereview kertas kerja auditor terdahulu
d. melaksanakan prosedur audit dalam periode ini untuk memperoleh bukti tetang
saldo pembukuan. Ini penting jika laporan keuangan yang lalu tidak diaudit.
e. SA 520: Prosedur Analitis
Prosedur analitis didefinisikan sebagai pengevaluasian terhadap informasi keuangan yang
dilakukan melalui analisis hubungan antara data keuangan dan data non keuangan. Prosedur
analitis juga mencakup investigasi sebagaimana yang diperlukan atas fluktuasi atau hubungan
teridentifikasi yang tidak konsisten dengan informasi relevan lain, atau yang berbeda dari
nilai yang diharapkan dalam jumlah yang signifikan (SA 520.4)
f. SA 530: Sampling Audit
Sampling audit sebagai penerapan prosedur audit terhadap kurang dari 100% unsur dalam
suatu populasi audit yang relevan sedemikian rupa sehingga semua unit sampling memiliki

11
peluang yang sama untuk dipilih dalam memberikan basis memadai bagi auditor untuk
menarik kesimpulan tentang populasi secara keseluruha (SA 530.5)
g. SA 540: Audit atas estimasi akuntansi, termasuk estimasi akuntansi nilai wajar, dan
pengungkapan yang bersangkutan
Makna yang digunakan dalam standard audit sehubungan dengan estimasi akuntansi
memberika istilah-istilah berikut (SA 540.7):
1. estimasi akuntansi (accounting estimate)
Nilai yang mendekati suatu nilai uang yang digunakan jika tidak ada pengukuran yang tepat.
Istilah estimasi ini digunakan untuk jumlah (uang) yang diukur dengan nilai wajar (fair
value) dimana ada ketidakpastian dalam estimasi (estimation uncertainty), maupun jumlah-
jumlah lain yang memerlukan estimasi. Dalam International Auditing Standards (ISA) hanya
membahas estimasi akuntasi dengan pengukuran nilai wajar, istilah “fair valu estimates”
yang digunakan.
2. Auditor’s point estimate atau auditor’s range
Jumlah atau rentang jumlah yang diambil dari bukti audit untuk digunakan dalam
mengevaluasi management’s point estimate
3. Estimation uncertainty
Kerentanan estimasi akuntansi dan pengungkapan (disclosure) yang melekat dalam
pengukuran (pada setiap estimasi)
4. Management bas
Tidak netralny manajemen dalam membuat atau menyiapkan informasi
5. Management’s point estimate
Jumlah yang dipilih manajemen untuk mengakuan (terhadap) atau disclosure mengenai
estimasi akuntasi.
6. Outcome of an accounting estimate
Jumlah/nilai uang sebenarnya dari penyelesaian transaksi, peristiwa, atau kondisi yang
mendasari estimasi akuntansi
h. SA 550: Pihak Berelasi
Prosedur audit berkenaan dengan pihak-pihak terkait, hubungan diantara pihak-pihak terkait,
dan transaksi dengan pihak-pihak terkait. Istilah “pihak-pihak terkait” merupakan terjemahan
dari related parties. Istilah lain yang sering digunakan adalah “hubungan istimewa” atau
“pihak-pihak dengan hubungan istimewa”.

12
Dalam mendefinisikan istilah ini, Internation Auditing Standards mengembalikannya kepada
kerangka pelaporan keuangan yang berlaku. Namun, jika kerangka pelaporan keuangan yang
berlaku tidak mengaturnya (menyebutnya secara ambil lalu dan sangat minim) maka ISA
memaknakan pihak berelasi (related-party) sebagai:
1. seseorang atau suatu entitas yang mengendalikan atau sangat berpengaruh secara langsung
atau tidak langsung melalui satu atau lebih perantara, terhadap entitas pelapor
2. suatu entitas yang dikendalikan atau dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung
melalui satu atau lebih perantara, oleh entitas pelapor atau
3. entitas lain yang bersama entitas pelapor berada dibawah pengendalian bersama melalui:
a) pemilikan dibawah kendali bersama
b) pemilik terdiri atas keluarga dan kerabat atau
c) anggota manajemen kunci bersama
i. SA 560: Peristiwa Kemudian
Auditor wajib melaksanakan prosedur audit untuk mencakup periode antara tanggal laporan
keuangan sampai tanggal laporan auditor. Auditor wajib memperhitungkan penilaian resiko
dalam menentukan sifat dan luasnya prosedur audit seperti:
1. memahami prosedur yang dibuat manajemen untuk memastikan bahwa peristiwa kemudian
telah diidentifikasi
2. tanyakan kepada manajemen dari TCGW (Those Charge With Government) apakah
peristiwa kemudian yang ada atau terjadi, berdampah terhadap laporan keuangan
3. membaca risalah rapat sesudah tanggal laporan keuangan dan tanyakan hal-hal yang
dibahas dalam rapat yang belum ada risalah rapatnya
4. membaca laporan keuangan interim sesudah tanggal laporan keuangan jika ada
Auditor tidak berkewajiban melaksanakan prosedur audit apapun atas laporan keuangan
sesudah tanggal laporan auditor. Namun, jika sesudah tanggal laporan auditor tetapi sebeum
tanggal diterbitkannya laporan keuangan auditor mengetahui adanya fakta yang jika diketahui
pada tanggal laporan auditor mungkin akan membuat auditor mengubah laporannya. Dalam
hal ini auditor wajib:
1. mendiskusikan hal tersebut dengan manajemen dan TCGW
2. menentukan apakah laporan keuangan harus diubah dan jika demikian,
3. menanyakan bagaimana manajemen akan menangani hal ini dalam laporan keuangan
j. SA 570: Kelangsungan Usaha

13
Ketika melaksanakan prosedur penilaian resiko sesuai (SA 315), auditor wajib
mempertimbangkan apakah ada peristiwa atau kondisi yang mungkin menimbulkan keraguan
mengenai kemampuan entitas untuk melanjutkan usahanya sebagai usaha yang
berkesinambungan. Dalam melakukan hal itu, auditor harus menentukan apakah manajemen
sudah melaksanakan penilaian pendahuluan tentang kemampuan entitas untuk melanjutkan
sebagai usaha yang berkesinambungan (SA 570.10)
k. SA 580: Representasi Tertulis
Representasi tertulis harus dalam bentuk surat representasi yang dialamatkan kepada auditor.
Jika ketentuan perundang-undangan mewajibkan manajemen membuat representasi tertulis,
kepada public (written public statement) tentang tanggungjawabnya dan auditor memastikan
bahwa pernyataan tersebut memberikan sebagian atau seluruh respresentasi yang diharuskan
(SA 580. 15)
Salah satu tanggungjawab manajemen ketika ia menandatangani surat perikatan (engagement
leter) telah mengkonfirmasi ekspetasi auditor untuk menerima penegasan tertulis (writtern
confirmation) mengenai representasi yang dibuatnya sehubungan dengan perikatan audit.
4. Penggunaan Hasil Pekerjaan Pihak Lain:
a. SA 600: Pertimbangan khusus – audit atas laporan keuangan grup (termasuk
pekerjan auditor komponen)
b. SA 610: Penggunaan Pekerjaan Auditor Internal
c. SA 620: Penggunaan Pekerjaan Seorang Pakar Auditor
5. Kesimpulan Audit dan Pelaporan:
a. SA 700: Perumusan Opini dan Pelaporan atas Laporan Keuangan
b. SA 705: Modifikasi terhadap Opini dalam Laporan Keuangan
c. SA 706: Paragraf Penekanan suatu hal dan paragraf hal lain dalam laporan auditor
Independen
d. SA 720: Tanggung jawab Auditor atas Informasi Lain dalam Dokumen yang berisi
Laporan Keuangan Auditan
6. Area Khusus:
a. SA 800: Pertimbangan Khusus – Audit atas laporan keuangan yang disusun sesuai
dengan kerangka bertujuan khusus
b. SA 805: Pertimbangan Khusus – Audit atas laporan keuangan tunggal dan unsur,
akun, atau pos spesifik dalam suatu laporan keuangan
c. SA 810: Perikatan untuk melaporkan ikhtisar laporan keuangan

14
3.2. 5 (Lima) Prinsip Dasar Kode Etik Profesi

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Seksi 100.4 mengatur mengenai prinsip
dasar etika profesi akuntan publik sebagai berikut :
1. Prinsip Integritas.
Setiap Praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalin hubungan profesional dan hubungan
bisnis dalam melaksanakan pekerjaannya
2. Prinsip Objektivitas.
Setiap Praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan, atau pengaruh
yang tidak layak (undue influence) dari pihak-pihak lain memengaruhi pertimbangan
profesional atau pertimbangan bisnisnya
3. Prinsip Kompetensi serta Sikap Kecermatan dan Kehati-hatian Profesional (professional
competence and due care).
Setiap Praktisi wajib memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya pada suatu
tingkatan yang dipersyaratkan secara berkesinambungan, sehingga klien atau pemberi kerja
dapat menerima jasa profesional yang diberikan secara kompeten berdasarkan perkembangan
terkini dalam praktik, perundang-undangan, dan metode pelaksanaan pekerjaan. Setiap
Praktisi harus bertindak secara profesional dan sesuai dengan standar profesi dan kode etik
profesi yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya
4. Prinsip Kerahasiaan.
Setiap Praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari
hubungan profesional dan hubungan bisnisnya, serta tidak boleh mengungkapkan informasi
tersebut kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari klien atau pemberi kerja, kecuali jika
terdapat kewajiban untuk mengungkapkan sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan
lainnya yang berlaku. Informasi rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan
hubungan bisnis tidak boleh digunakan oleh Praktisi untuk keuntungan pribadinya atau pihak
ketiga
5. Prinsip Perilaku Profesional.
Setiap Praktisi wajib mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan harus menghindari
semua tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

Daftar Pustaka

15
Anonim. 2015. Bukti Audit dalam Standart Profesional Akuntan Publik.
http://www.akuntansi-shared.web.id/2017/02/bukti-audit-dalam-standart-
profesional-akuntan-publik-2015.html (diakses: 26 Februari 2017)
Cheng, H. 2008. Standar Auditing Internasional (ISA) vs Standar Auditing Indonesia
(SPAP). http://auditme-post.blogspot.co.id/2008/05/standar-auditing-
internasional-isa-vs.html (diakses: 26 Februari 2017)
Cheng, H. 2012. Prinsip Dasar Etika Profesi Akuntan Publik. http://auditme-
post.blogspot.co.id/2012/10/prinsip-dasar-etika-profesi-akuntan.html (diakses:
26 Februari 2017)
Jusup H, Al, 2011. Auditing, Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN,
Yogyakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai