DISUSUN OLEH
KELOMPOK 5 :
KELAS : C
UNIVERSITAS MATARAM
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas
kehendak-Nyalah , makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.Penulisan makalah
yang berjudul “Perancangan Struktur Sistem Pengendalian Manajeman”ini disusun dalam
rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah Sistem Pengendalian Manajeman. Selain
untuk tujuan tersebut, penulisan makalah ini juga untuk menjelaskan secara lebih luas
mengenai Perancangan Struktur Sistem Pengendalian Manajemandengan memberikan
penjelasan dan informasi yang dapat diterima pada umumnya.
Penulis menyadari, bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan. Oleh
karena itu, penulis memohon maaf atas kekurangan yang ada dan sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang positif agar makalah ini menjadi lebih baik dan berdaya guna di
masa yang akan datang.
TerimaKasih.
Penulis
DAFTAR ISI
COVER
DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
II.1 ..................................................................................................................................... 6
II.2 ...................................................................................................................................... 3
II.3 ...................................................................................................................................... 3
II.4 ...................................................................................................................................... 3
II.5 ..................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Struktur Sistem Dan Rerangka Konseptual Pendesainan Struktur SPPM
Langkah ketiga adalah mendesain struktur SPPM berdasarkan mindset yang telah
dirumuskan pada langkah kedua. Dengan pendekatan human capital leverage, struktur
SPPM di desain untuk melepaskan seluruh potensi modal manusia organisasi,
mengerahkan dan memfokuskan potensi tersebut ke pencapaian visi organisasi.
Pendesainan struktur SPPM merupakan cara pengomunikasian mindset melalui
operational behavior yaitu suatu cara pengomunikasian paradigm, keyakinan dasar, dan
nilai dasar organisasi melalui peraturan, sistem dan prosedur, serta keputusan resmi yang
dibuat oleh organisasi Struktur SPPM didesain untuk mengomunikasikan customer value
mindset, continuous improvement mindset, opportunity mindset, cross functional
mindset, dan employee emprovement mindset melalui struktur organisasi, jejaring
informasi, dan sistem penghargaan.
Pada gambar tersebut terlihat anak panah yang menghubungkan struktur dengan
proses. Tanda tersebut menunjukkan bahwa desain struktur SPPM berdampak besar
terhadap desain proses SPPM. Di samping itu, tanda tersebut juga menyiratkan bahwa
desain struktur system struktur SPPM harus sejalan dengan desain proses SPPM. Sebagai
contoh, jika struktur organissi didesain sebagai organisasi lintas fungsional, maka dalam
proses penyusunan anggaran digunakan system anggaran berbasis aktivitas (activity based
budgeting), pengimplementasian anggaran dengan activity based management, dan
pemantauan pelaksanaan anggaran digunakan activity based cost system. Struktur
organisasi lintas fungsional didesain untuk memfokuskan semua sumber daya organisasi
kepada kebutuhan customer.
2. Jejaring informasi
Jejaring informasi (information) merupakan komponen kedua struktur SPPM.
Untuk merencanakan, mengimplementasikan, dan memantau pelaksanaan rencana,
disamping diperlukan wadah untuk menampung kegiatan tersebut (struktur organisasi),
diperlukan pula jejaring informasi untuk komunikasi antarpersonel organisasi, dan antara
perusahaan dengan customer, pemasok, dan mitra bisnis.
Di masa lalu, informasi diola secara manual, dan hanya dapat diakses oleh
manajeman puncak melalui laporan yang dibuat oleh fungsi akuntansi. Dengan demikian,
jejaring informasi hanya diorientasikan untuk menyediakan informasi bagi manajeman
puncak untuk memungkinkan mereka menjalankan bisnis perusahaan. Dalam keadaan
seperti itu, hanya manajeman puncak yang menguasai informasi, dan dengan demikian
memiliki kemampuan dalam melakukan pengambilan keputusan. Oleh karena itu, mode
pengelolaan yang digunakan pada waktu informasi diolah secara manual adalah command
and control mode. Dalam mode pengelolaan ini, manajeman puncak membuat perintah,
manajeman menengah dan manajeman bawah sebagai penghantar (relay) perintah, dan
karyawan melaksanakan perintah. Manajeman puncak menggunakan sistem informasi
untuk mengendalikan pelaksanaan perintah yang telah dibuat tersebut.
Dalam zaman teknologi informasi, jejaringn informasi memampukan karyawna
untuk melakukan akses ke pusat informasi yang disimpan dalam shared database, sehingga
membuka peluang untuk memberdayakan karyawan dalam pengambilan keputusan atas
pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka. Oleh karena teknologi informasi
memberi peluang untuk memberdayakan karyawan dalam pengambilan keputusan, maka
manajer menengah dan manajer bawah, yang semula berfungsi sebagai penghantar (relay)
perintah dari manajer puncak, tidak lagi diperlukan. Pemanfaatan teknologi informasi
membuka peluang untuk mendesain struktur organisasi yang lebih datar (flatter
organization structure) dengan menghilangkan jenjang manajer menengah dan bawah.
Dalam zaman teknologi informasi ini, pengelolaan dengan command and control mode
tidak lagi cocok, dan perlu diganti dengan sense and respond mode.
Di samping itu, zaman teknologi informasi ini, jejaring informasi yang dibangun
oleh organisasi tidak hanya sekadar digunakan untuk menjalankan bisnis perusahaan,
namun lebih dari itu, jejaring organisasi digunakan untuk menciptakan bisnis baru, untuk
menjalin kerjasama dengan pemasok, mitra bisnis, dan customer.
3. Sistem Penghargaan
System penghargaan (reward system) merupakan komponen ketiga dalam struktur
SPPM. Untuk merencanakan, mengimplementasikan, dan memantau pelaksanaan rencana,
di samping diperlukan jejaring informasi dan wadah unutk menampung kegiatan tersebut
(struktur organisasi), diperlukan pula alat untuk memotivasi personel dalam mencapai
tujuan organisasi, dengan perilaku yang diharapkan organisasi. System penghargaan
digunakna untuk memotivasi personel dalam mencapai tujuan organisasi (bukan tujuan
personel secara individual), dengan perilaku yang diharapkanoleh organisasi (bukan
perilaku menurut kesukaan personel secara individual).
Bagaimana jika struktur SPPM tidak sesuai dengan karakteristik lingkungan bisnis
yang dimasuki oleh organisasi?
Bagaimana jika desain struktur SPPM tidak sejalan dengan desain proses SPPM?
Ajaran division of lobar ini sesuai dengan teknologi manual dan hard automation’
yang dimanfaatkan oleh masyarakat dalam menghasilkan produk dan jasa lebih dalam
didominasi oleh tenaga kerja manusia (laborious), ajaran Adam Smith ini sangat
bermanfaat untuk meningkatkan produktifitas tenaga kerja manusia. Oleh karena tenaga
kerja manusia diorganisasikan berdasarkan division of lobar ini, maka sumber daya yang
lain juga diorganisasikan sejalan dengan cara pengorganisasin tenaga kerja manusia
tersebut. Sehingga mesin dan peralatan yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas
tenaga kerja manusia dikelompokan menurut fungsi, depertement atau unit kerja yang lain.
1. Pendakatan ini membagi pekerjaan dalam tugas-tugas terpisah, berurutan dan sempit,
serta mengelompokkan kembali berbagai tugas terpisah tersebut kedalam
depertement.
2. Organisasi dibagi kedalam fungsi-fungsi atau unit terspesialisasi.
3. Setiap orang melapor dan bertanggung jawab keseorang atasan yang aktivitas dan
tujuannya juga secara relative terspesialisasi.
4. Sistem koordinasi dan pengendalian dilakukan dengan menyakurkan informasi keatas,
dalam hierarki organisasi, ketangan pengambil keputusan yang diharapkan dapat
menjamin bahwa semua bagian yang terspesialisasi sesuai satu dengan lainnya dalam
pencapaian tujuan organisasi.
Manfaat Pendekatan Fungsional Hierarkis
Penilaian kinerja dilakukan dengan menetapkan ukuran kinerja setiap tipe pusat
pertanggungjawaban tersebut. Karakteristik yang sangat menonjol dalam ukuran kinerja
yang digunakan umtuk mengukur kinerja pusat pertanggungjawaban adalah semua ukuran
kinerja berupa ukuran keuangan. Biaya, pendapatan, laba, return on investment atau
residual income merupakan ukuran kinerja yang secara luas digunakan untuk mengukur
kinerja pusat pertanggungjawaban.
Pendekatan fungsional hierarkis masih secara luas dipakai dihampir setiap industri.
Namun, pendekatan ini menimbulkan problem besar sekarang ini. Sebenarnya pendekatan
hierarkis tidak memiliki keburukan bawaan. Kenyataannya, beberapa bentuk hierarkis
dengan tingkat kekuasaan dan wewenang yang berbeda akan tetap aka nada dalam semua
organisasi. Apa yang buruk dalam pendekatan fungsional hierarkis adalah culture dan
pendekatan dalam pengelolaan yang dihasilkan oleh pendekatan tersebut.
Hanya jika kultur organisasi dipacu oleh pandangan system, pendekatan fungsional
hierarkis akan mampu menghasilkan integrasi yang diperlukan untuk secara optimal
melayani costumer. Sayangnya, organisasi hierarkis cenderung tidak mampu
mengembangkan kultur seperti itu, kecuali jika organisasi memiliki leaders yang luar
biasa kuatnya.
Kondisi yang seperti ini ridak menimbulkan masalah jika organisasi beroperasi
didalam lingkungan bisnis stabil dengan kompetisi tidak tajam. Masalah besar akan segera
timbul jika organoisasi memasuki lingkungan bisnis turbulen dan kompetisi tajam.
Organisasi yang didesain dengan pendekatan pengendalian yang berlebihan akan tidak
fleksibel didalm beradaptasi dengan perubahan yang dituntut oleh lingkungan bisnis.
Disamping itu organisasi dengan pengendalian yang berlebihan akan menjadi tidak
responsive terhadap perubahan tuntutan lingkungan bisnis.
Depertement pembelian sering kali diberi penghargaan atas dasar selisih harga,
sehinga de[ertemnt tersebut memfokuskan kinerja pada penghargaan tersebut.
Kecenderungan negative yang ditimbulkan dari system penghargaan adalah pencarian
quantity discounts dengan cara membeli dalam volume yang lebih besar dari kebutuhan.
Sebagai akibatnya, sitem sediaan akan meningkatkan biaya dalam bentuk barang yang
kadaluwarsa, baiaya penyelenggaraan sediaan, dan pengelola sediaan. Depertremen
pembeli dapat menempuh kebijakan dengan membeli dari banyak pemasok untuk
manjamin kompetisi harga. Namun kebijakan ini berdampak besar terhadap bervariasinya
kualitas bahan, sehingga akan menurunkan kualitas system kesediaan secara keseluruhan
Apakah pendekatan fungsional hierarkis masih sesuai dengan lingkungan bisnis yang
dihadapi oleh perusahaan-perusahaan Indonesia sekaranga ini ? untuk pertanyaan ini, kita
perlu melihat tren sifat pekerja dan perubahan lingkungan bisnis yang terjadi di Indonesia
dewasa ini, ada empat tren yang berdampak mendasar terhadap pendekatan
pengorganisasian modal manusia, (1) Pergeseran kendali bisnis ketaman customer, (2)
kecepatan perubahan, (3) peningkatan persaingan dan, (4) pergeseran ke knowledge-based
works.
Era yang didalamnya produser mengendalikan bisnis telah berakhir. Globalisasi telah
menciptakan banyak produser dari penjuru dunia yang menyediakan produk dan jasa yang
dibutuhkan oleh customers. Kondisi demikian menggeser kndali bisnis ketangan
customers. Melalui dompetnya customer menggunakan kebutuhan,keinginan dan harapan
mereka untuk menentukan produk dan jasa apa yangn perlu diproduk dan disediakan oleh
produser.
Kecepatan Perubahan
Peningkatan Persaingan
Dalam lingkungan yang diwarnai dengan persaingan yang tajam, oerganisasi yang
tidak kreatif akan beresiko tinggi dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh
karena itu, organisasi harus di desain sedemikian rupa,sehingga mampu secara cepat dan
terfokus memberikan pelayanan kepada customer, dan cukup fleksibel dalam merespons
perubahan tuntutan customer dan persaingan terpadu dalam memberikan layanan bagi
customer, dan inovatif dalam mendesain value bagi customer.
Pergeseran ke knowledge-basedwords
Sebagai akibat dari pemanfaatan secara ekstensif smart tehnologi dalam bisnis, dan
pergesaran pekerjaan ke knowledge based works, telah terjadi pergeseran paradigm
terhadap organisasi berikut ini :
ORGANISASI MATRIKS
Organisasi matriks cocok digunakan untuk perusahaan yang opersinya didasarkan atas
proyek, dan setiap proyek bervariasi dalam volume kegiatannya. Karena ukuran proyek
sangat bervariasi, organisasi harus didesain cukup fleksibel dalam memanfaatkan modal
manusia untuk menyelesaikan proyek. Organisasi matriks dapat diibaratkan sebagai
amuba, yaitu badannya dapat membesar atau mengecil sesuai dengan objek yang
dimakannya.
Terdapat dua kelemahan berkaitan dengan organisasi matriks. Pertama, tujuan yang
dicapai oleh manajer produk/proyek bukan improvement terhadap sistem, namun untuk
mengelola sistem yang telah ada, untuk secara sederhana menyelesaikan krisis, dan
mendorong komunikasi lintas fungsional tetap ada. Kedua, meskipun manajer
produk/proyek masih berbagi sumber daya, fasilitas, dan peralatan, serta manajer dapat
mulai bersaing satu sama lain untuk memperebutkan sumber daya, dan gagal bekerjasama
untuk mengoptimumkan kinerja untuk semua customer. Struktur matriks mengarahkan
kembali pekerjaan manajer ke arus horizontal. Namun, struktur matriks tetap tidak mampu
menganggarap sistem secara optimal.
Telah banyak usaha yang ditempuh untuk mencari alternatif pengorganisasian modal
manusia, selain dengan pendekatan fungsional hierarkis sebagaimana diuraikan diatas.
Usaha-usaha tersebut dibagi menjadi 2 kelompok berikut ini : (1) usaha tambal sulam
terhadap organisasi fungsional hierarkis, dan (2) usaha untuk membangun kepemilikan
sistem. Usaha kelompok pertama tetap mempertahankan organisasi fungsional hierarkis,
namun telah mencoba membangun hubungan horizontal antar fungsi. Namun, karena tidak
ada perubahan mendasar yang dilakukan terhadap organisasi fungsional hierarkis, usaha
yang sifatnya tambal sulam (paching up) tersebut tidak berhasil membangun hubungan
horizontal yang sangat diperlukan untuk menghasilkan value terhadap customer, dan untuk
memotivasi personel dalam melakukan improvement terhadap sistem dan proses.
Pendekatn tim ad hoc, komite, dan customer internal akan menghasilkan manfaat
terbaik, jika di kombinasikan satu dengan lainnya. Lebih efektif lagi, jika pendekatan ini
dkombinasikan dengan pendekatan kepemilikan sistem.
2.7 Perwujudan Sistem Ownership Approach Dalam Struktur Sppm
Pendekatan ini menyadari adanya sistem lintas dan mendefinisikan kembali peran
dan tanggung jawab manajer berdasarkan kesadaran tersebut. Pendekatan ini menetapkan
manajer atau tim manajer sebagai pemilik sistem tertentu. Kepemilikan sistem ini dapat
mangatasi banyak kelemahan organisasi fungsional hierarkis. Jika tidak ada yang memiliki
dan bertanggung jawab atas sistem, maka tidak ada yang bertanggung jawab untuk
melakukan improvement terhadap sistem, sehingga sistem tersebut dibiarkan tidak di
sempurnakan dan ankan tumbuh semakin kompleks, dan tidak dapat secara optimal value
bagi customer. Dalam menghadapi pasar kompetiti sekarang ini, cara yang ditempuh oleh
manajer dalam mengelola sistem akan menetukan sukses atau tidaknya organisasi dalam
beroperasi di pasar tersebut.
Oleh karena adanya ketergantungan di dalam organisasi sebagai suatu sistem terbuka,
sistem lintas fungsional akan dapat dikelola dengan baik melalui sistem kepemilikan.
Sayangnya di dalam pendekatan fungsional hierarkis, baik kerja tim maupun kepemilikan
diabaikan. Didalam pendekatan kepemilikan sistem, manajer disiapkan untuk memiliki
sistem yang melintasi organisasi secara horizontal.
Pendekatan kepemilikan sistem terdiri atas 3 sistem : (1) sistem lintas fungsional
(cross-functional system), (2) sistem berfokus ke customer (customer focused system) dan,
(3)sistem berfokus ke produk (product focused system).
Manajer dapat mendefinisikan sistem sesuai dengan cara yang diperlukan untuk
melakukan improvement terhadap customers value. Sebagai contoh suatu perusahaan
percetakan mendefinisikan sistem sebagai sistem order getting,sistem order filling, dan
sistem layanan purna jual yaitu customer value akan meningkat jika perusahaan mampu
melakukan inovasi secara berkelanjutan dan cepat, serta penyerahan produk secara tepat
waktu sesuai kebutuhan customer. Untuk meningkatkan kecepatan respon terhadap
pemintaan jasa percetakan, perusahaan perlu memiliki sistem order filling. Untuk
melayani kebutuhan customer secara memuaskan, perusahaan perlu memiliki sistem
layanan purna jual. Sistem order getting, sistem order filling dan sistem layanan purna jual
ini melibatkan fungsi pemasaran, engineering, produksi, dan logistik. Kompetensi dan
sumber daya dari berbagai fungsi tersebut dikerahkan oleh case manager unuk
mewujudkan tujuan sistem dan improvement terhadap sistem tidak mungkin diselesaikan
melalui pelaksanaan pekerjaan setiap fungsi seacar individual, maka diperlukan kerja sama
lintas fungsional. Oleh karena itu, organisasi tersebut menetapkan order getting, order
filling, dan layanan purna jual sebagai suatu sistem dan kemudian menunjuk manajer yang
bertanggung jawab atas kepemilikan masing-masing sistem tersebut. Gambar 10.5
melukiskan sistem lintas fungsional (cross functional system) untuk sistem order getting,
sistem order filling dan sistem layanan purna jual sebagaimana diuraikan di atas.
Sistem ini juga menuntut manajer untuk memandang organisasi dengan cara baru.
Keberhasilan sistem lintas fungsional ini dalam melakukan improvement terhadap sistem
menuntut suatu kultur yang dilandasi oleh paradigma yang bertumbuh : customer value
dan improvement secara berkelanjutan. Sebagai contoh, manajer harus mementingkan
tujuan perusahaan secara keseluruhan dalam melayani customer daripada kepentingan
fungsionalnya. Manajer harus mencurahkan perhatiannya ke customer value bukan ke
hierarki tradisional. Transformasi kultur semacam ini memerlukan waktu beberapa tahun
untuk membangunnya.
Untuk memecahkan masalah yang timbul dalam organisasi hierarkis dan matriks,
sistem berfokus ke produk menghilangkan jenjang dalam organisasi dan membangun
sistem yang sesuai arus horizontal. Arus horizontal ini diorganisasikan menurut produk
atau customer tertentu. Pendekatan ini memcah organisasi ke dalam unit yang lebih kecil,
dan ke dalam sistem yang lebih terkelola dengan fokus ke produk atau customer tertentu.
Pengorganisasian dengan pendekatan ini mengombinasikan sifat-sifat terbaik oragnisasi
besar, yang mencakup akses ke modal besar, suatu alat untuk memungkinkan investasi
dalam riset dasar dan kemampuan untuk menarik dan mempertahankan manajer yang
paling berbakat, dan sifat-sifat baik organisasi kecil, seperti terfokus, fleksibel, dan cepat.
Gambar 10.9 melukiskan sistem berfokus ke produk yang diterapkan pada
pengorganisasian aktivitas produksi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Uraian rerangka konseptual pendesainan struktur struktur SPPM dalam bab ini,
dimaksudkan untuk memberikan panduan bagi pembelajaran dalam menjelajahi uraian
rinci mengenai pendesainan komponen-komponen yang membentuk struktur SPPM.
Oleh karena dimasa depan pekerjaan akan bersifat knowledge based works, dan
lingkungan bisnis diwarnai dengan kenyataan customer yang memgang kendali bisnis,
kecepatan perubahan semakin meningkat, dan persaingan semakin intens, maka
manajemen perlu meninjau kembali pendekatan fungsional hierarkis dalam
pengorganisasian modal manusia. Pendekatan ini pernah menjanjikan sukses dimasa
silam, sehingga kemungkinan besar banyak manjer yang mengalami functional fixation
terhadap pendekatan tersebut. Dalam pengelolaan perusahaan, manajemen perlu
melakukan optimalisasi sistem dan proses yang digunakan oleh organisasi untuk
memenuhi kebutuhan customer, dengan mengimplementasikan pendekatan kepemilikan
sistem.
Saran
DAFTAR PUSTAKA