Anda di halaman 1dari 16

PEMBAHASAN

PEMAJAKAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING (PMA)

A. Pajak Penghasilan Perusahaan PMA


Pengertian peanaman modal asing sesuai dengan UU No. 25 tahun 2007 tentang
Penanaman Modal adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di
wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik
yang menggunakan modal asig sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan
penanam modal dalam negeri. Penanaman modal asing wajib dalam bentuk
perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam
wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali ditentutak lain oleh UU No. 25 tahun
2007 Pasal 5. Penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam
bentuk perseroan terbatas dilakukan dengan :
1. Mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas
2. Membeli saham
3. Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.

Mengingat bentuk hukum dari perusahaan penanaman modal asig adalah perseroan
terbatas, maka dai sudut pandang perpajakan status subjek pajak perusahan PMA
adalah sebagai subjek pajak badan dalam negeri, sehingga ketentuan terkait dengan
pemajakan untuk wajib pajak badan dalam negeri sepenuhnya berlaku untuk
perusahaan PMA.

1. Penghasilan Objek Pajak


Sebagai subjek pajak dalam negeri, perusahaan PMA di Indonesia dikenai
pajak berdasarkan prinsip world wide income, dengan demikian perusahaan
PMA dikenai pajak baik atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
Indonesia maupun dari luar negeri.
Penghasilan yang menjadi objek pajak dibedakan menjadi dua, yaitu
penghasilan yang dikenai pajak bersifat final dan penghasilan yang dikenai pajak
tidak bersifat final. Penghasilan yang tidak dikenai PPh final akan menjadi dasar
dalam menghitung PPh badan. Sedangkan penghasilan yang dikenai PPh final,
dihitung secara terpisah dan dikenai tarif pajak tersendiri tidak digabung dalam
menghitung PPh Badan.
Atas penghasilan yang dikenai PPh final dibedakan menjadi dua macam,
yaitu yang dikenai PPh final berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat 2 dan dikenai
PPh final berdasarkan deem profit sesuai ketentuan pasal 15 Undang – Undang PPh.
Selengkapnya mengenai jenis penghasilan yang dikenai PPh final pasal 4 ayat 2, dasar
pengenaan pajak dan tarif pajaknya, sebagai berikut :

No Jenis Penghasilan Dasar Pengenaan Pajak Tarif


1 Penghasilan dari usaha yang Peredaran bruto tiap bulan 1%
diterima atau diperoleh wajib
pajak yang memiliki peredaran
bruto tidak melebihi Rp.
4.800.000.000
2 Bunga deposito dan tabungan Penghasilan bruto 20 %
serta diskonto SBI
3 Transaksi saham di bursa efek
a. Bukan saham pendiri Nilai transaksi 0,1 %
b. Saham pendiri Nilai transaksi 0,5 %
4 Bunga atau diskonto obligasi
yang diperdagangkan di bursa
efek
a. Bunga obligasi dengan Jumlah bruto bunga 15 %
kupon
b. Diskonto obligasi dengan Selisih lebih harga jual atau 15 %
kupon nilai nominal di atas harga
perolehan obligasi
c. Diskonto obligasi tanpa Selisih lebih harga jual atau 15 %
bunga nilai nominal di atas harga
perolehan obligasi
5 Hadiah undian Jumlah bruto 25 %
6 Persewaan tanah dan bangunan Jumlah bruto 10 %
Pengalihan hak katas tanah dan
bangunan
a. Pengalihan ha katas rumah Nilai mana yang lebih tinggi 1%
sederhana dan rumah susun antara harga jual dan NJOP
sederhana yang dilakukan PBB
oleh wajib pajak yang usaha
pokoknya melakukan
pengalihan ha katas tanah
dan bangunan
b. Pengalihan hak atas tanah Nilai mana yang lebih tinggi 5%
dan bangunan lainnya antara harga jual dan NJOP
PBB
7 Dividen yang diterima WP Jumlah bruto 10 %
orang pribadi
8 Usaha jasa kontruksi
a. Jasa pelaksanaan kontruksi Penghasilan bruto 2%
yang dilakukan oleh
penyedia jasa yang memiliki
kualifikasi usaha kecil
b. Jasa pelaksanaan kontruksi Penghasilan bruto 4%
yang dilakukan oleh
penyedia jasa yang tidak
memiliki kualifikasi usaha
c. Jasa pelaksanaan kontruksi Penghasilan bruto 3%
yang dilakukan oleh
penyedia jasa selain
penyedia jasa sebagaiana
dimaksud dalam huruf a dan
huruf b
d. Jasa perencanaan kontruksi Penghasilan bruto 4%
atau pengawasan kontruksi
yang dilakukan oleh
penyedia jasa yang memiliki
kualifikasi usaha
e. Jasa perencanaan kontruksi Penghasilan bruto 6%
atau pengaawasan kontruksi
yang dilakukan oleh
penyedia jasa yang tidak
memiliki kualifikasi usaha
9 Penghasilan perusahaan modal Jumlah bruto nilai transaksi 0,1 %
ventura dari trasaksi penjualan penjualan atau pengalihan
saham atau pengalihan penyertaan modal
penyertaan modal pada
perusahaan pasangan usahanya
10 Penghasilan kontraktor kerja
sama migas dari pengalihan
participating interest
a. Pengalihan participating Jumlah bruto 5%
interest selama masa
eksplorasi
b. Pengalihan participating Jumlah bruto 7%
interest selama masa
eksplorasi

Sedangkan jenis penghasilan yang dikenai PPh final pasal 15, dasar pengenaan
pajak dan tariff pajaknya sebagai berikut :

No Jenis Penghasilan Dasar Pengenaan Pajak Tarif


1 Pelayaran dalam negeri Peredaran bruto 1,2 %
2 Penerbangan dalam negeri Peredaran bruto 1,8 %
3 Pelayaran atau penerbangan luar Peredaran bruto 2,64 %
negeri
4 Kantor perwakilan dagang asing Nilai ekspor bruto 0,44 %
5 Perjanjian bangun guna serah Nilai tertinggi antara nilai 5 %
(BOT) pasar dan NJOP bangunan
yang diserahkan
6 Kegiatan usaha jasa malkon Jumlah seluruh biaya 7 %
(contact manufacturing) pembuatan atau perakitan
internasional di bidang produksi barang tidak termasuk biaya
mainan anak – anak pemakaian bahan baku
(direct materials)
7 Wajib pajak badan yag Penghasilan bruto 15 %
melakukan kegiatan usaha di
bidang pengeboran minyak gas
bumi

Untuk penghasilan selain yang telah dikenakan PPh final pasal 4 ayat 2 dan
pasal 15, akan dikenakan PPh badan. Sesuai dengan ketentuan pasal 4 ayat 1
Undang – Undang PPh yang menjadi objek pajak adalah setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun, diantaranya yang merupakan
penghasilan perusahaan PMA adalah sebagai berikut :
a. Laba usaha
b. Hadiah
c. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
d. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
dan pembayaran ttambahan pengembalian pajak.
e. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
f. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun
g. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak
h. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
i. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
j. Keuntungan karena pembebasan utang
k. Keuntungan selisih kurs mata uang asing
l. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
m. Premi asuransi
n. Penghasilan dari usaha berbasis syariah
o. Imbalan bunga
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak
Di samping itu, terdapat beberapa penghasilan yang bukan merupakan objek
pajak bagi perusahaan PMA, antara lain sebagai beriku :
a. Harta termasuk setoran tunai yang diterima sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal
b. Dividen, atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai wajib pajak dalam dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
1) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan
2) bagi perseroan terbatas, kepemilikan saham pada badan yang memberikan
dividen paling rendah 25 % dari jumlah modal yang disetor

2. Pengurang Penghasilan Bruto


Sebagai wajib pajak badan dalam negeri, perusahaan PMA dapat mengurangkan
biaya – biaya sebagai pengurang penghasilan bruto sebagaimana yang diatur di
pasal 6 Undang – Undang PPh.
a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha, antara lain seperti berikut :
1. Biaya pembelian bahan
2. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam
bentuk uang
3. Bunga, sewa, dan royalty
4. Biaya perjalanan
5. Biaya pengolahan limbah
6. Premi asuransi
7. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan
peraturan mentri keuangan
8. Biaya administrasi
9. Pajak, kecuali pajak penghasilan
b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun sebagaimana dimaksud dalam
pasal 11 dan pasal 11 A Undang – Undang PPh.
c. Iuran kepada dana pension yang pendiriannya telah disahkan oleh Mentri
Keuangan.
d. Kerugian karena penjualan atau penghasilan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki unutk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan.
e. Kerugian selisih kurs mata uang asing
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia
g. Biaya beasiswa, magang dan pelatihan
h. Piutang yang nyata – nyata tidak dapat ditagih dengan syarat berikut :
1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial
2. Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada Direktorat Jendral Pajak
3. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negri atau
instansi pemerintah yang menangani piutang Negara atau adanya
perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang atau pembebasan
utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan atau telah
dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau adanya
pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah
uang tertentu.
4. Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk
penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil.
i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang
ketentuanya diatur dengan peraturan pemerintah.
j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di
Indonesia yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah.
k. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan
peraturan pemerintah.
l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan peraturan
pemerintah.
m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olah raga yang ketentuannya diatur
dengan peraturan pemerintah.
Namun demikian, berdasarkan pasal 9 Undang – Undang PPh terdapat beberapa
pengeluaran yang tidak boleh dibebankan sebagai pengurang dalam menghitung
PPh, antara lain sebagai berikut :
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,
termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada
pemegang polis.
b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk epentingan pribadi pemegang
saham.
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali berikut ini :
1. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan
pembiayaan konsumen, dan perusahaan anak piutang.
2. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang
dibentuk oleh badan penyelenggara jaminan sosial.
3. Cadangan penjaminan untk lembaga penjamin simpanan.
4. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan.
5. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan.
6. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan
limbah industry untuk usaha pengolahan limbah insdustri.
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh wajib pajak orang
pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung
sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan.
e. Penggantian imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan
minuman bagi seluruh pegawai serta penggatian atas imbalan bentuk natura
dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan.
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham
atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan.
h. Pajak penghasilan
i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
j. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang – undangan
dibidang perpajakan.
Sebagai badan dalam negeri, apabila perusahaan PMA mengalami kerugian,
berdasarkan pasal 6 ayat 2 UU PPh, kerugian tersebut dikompensasikan dengan
penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut – turut sampai dengan 5
tahun. Adapun contohnya sebagai berikut :
PT A dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar Rp. 1.200.000.000.
dalam 5 tahun berikutnya laba rugi fiskal PT A sebagai berikut :

2010 Laba fiskal Rp. 200.000.000


2011 Rugi fiskal (Rp. 300.000.000)
2012 Laba fiskal Rp. NIHIL
2013 Laba fiskal Rp. 100.000.000
2014 Laba fiskal Rp. 800.000.000
Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut :
Rugi fiskal tahun 2009 (Rp. 1.200.000.000)
Laba fiskal tahun 2010 Rp. 200.000.000
Sisa rugi fiskal tahu 2009 Rp. 1.000.000.000
Rugi fiskal tahun 2011 (Rp. 300.000.000)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp. 1.000.000.000)
Laba fiskal tahun 2012 Rp. Nihil
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp. 1.000.000.000)
Laba fiskal tahun 2013 Rp. 100.000.000
Sisa Rugi fiskal tahun 2009 (Rp. 900.000.000)
Laba fiskal tahun 2014 Rp. 800.000.000
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp. 100.000.000)

Rugi fiskal tahun 2009 sebesar Rp. 100.000.000 yang masih tersisa pada akhir
tahun 2014 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2015,
sedangkan rugi fiskal tahun 2011 sebesar Rp. 300.000.000 hanya boleh
dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2015 dan tahun 2016, karena jangka
watu 5 tahun yang dimulai sejak tahun 2012 berakhir pada akhir tahun 2016.

3. Tarif PPh Badan


Dalam menghitung tarif untuk wajib pajak badan dalam egeri, terdapat 3 macam
tarif, yaitu sebagai berikut :
a. Tarif pasal 17 ayat 1 huruf b
Tarif pasal 17 ayat 1 huruf b untuk wajib badan dalam negeri adalah 25%
yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.
Contoh :
Pada tahun 2009 jumlah penghasilan kena pajak PT ABC sebesar Rp.
1.250.000.000,-
Pajak penghasilan terutang : 25% x Rp. 1.250.000.000,- = Rp. 312.500.000,-

b. Tariff pasal 17 ayat 2 huruf b


Wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang
paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan
tertentu lainnya dapat memperoleh tariff sebesar 5% lebih rendah daripada
tariff sebagaimana dimaksud pada pasal 17 ayat 1 huruf b dan ayat 2b UU
PPh.
Contoh :
Jumlah penghasilan kena pajak PT XYZ Tbk dalam than pajak 2015 Rp.
1.250.000.000,-
Pajak penghasilan yang terutang = (25% - 5%) x Rp. 1.250.000.000,-
= Rp. 250.000.000,-

c. Tariff pasal 31 E
Wajib pajak badan ddalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp.
50.000.000.000,- mendapat fasilitas berupa pegurangan tariff sebesar 50%
dari tariff sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat 1 huruf b dan tdan
ayat 2b yang dikenakan atau penghasilan kena pajak dari bagian peredaran
bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000,-
Contoh 1 :
Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2015 sebesar Rp 4.500.000.000,-
dengan penghasilan kena pajak Rp 500.000.000,-.
Perhitungan pajak yang terutang :
Seluruh peghasilan kena pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut
dikenai tariff sebesar 50% dari tariff pajak penghasilan badan yang berlaku
karena jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp 4.800.000.000,- .
Pajak penghasilan yang terutang :
(50% x 25%) x Rp 500.000.000,- = Rp 62.500.000,-

Contoh 2 :
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 30.000.000.000
dengan penghasilan kena pajak sebesar Rp 3.000.000.000
Perhitungan pajak penghasilan yang terutang :
a. Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto memperoleh
fasilitas :
(4.800.0.0 30.000.000.000) x 3.000.000.000 = 480.000.000
b. Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto tidak
memperoleh fasilitas :
3.000.000.000 – 480.000.000 = 2.520.000.000
Pajak penghasilan yang terutang :
50% x 25% x 480.000.000 = 60.000.000
25% x 2.520.000.000 = 630.000.000
PPh terutang = 690.000.000

4. Kredit Pajak
Kredit pajak merupakan uang muka pajak yang dapat dikurangkan dari PPh
terutang untuk menentukan pembayaran pajak di akhir tahun pajak (PPh pasal
29). Termasuk kredit pajak bagi wajib pajak badan dalam negeri dalam bentuk
perusahaan PMA, antara lain sebagai berikut :
a. Kredit pajak PPh Pasal 22
b. Kredit pajak PPh Pasal 23
c. Kredit pajak PPh Pasal 24
Jumlah yang dipotong / dibayar / terutang di luar negeri atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh di luar negeri dalam tahun pajak yang
bersangkutan. Dapat dikreditkan sebesar pajak penghasilan yang dibayar
atau terutang diluar negeri, tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak
yang terutang berdasarkan PPh.
d. Kredit pajak PPh Pasal 25
PPh pasal 25 merupakan angsuran PPh yang dibayar sendiri oleh wajib
pajak dalam tahun berjalan. Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak
berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan
adalah sebesar pajak penghasilan yang terutag menurut Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan :
a. Pajak penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
dan Pasal 23 serta pajak penghasilan yang dipungut sebagaimana
dimaksud dalam pasal 22.
b. Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 atau
banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Termasuk dalam kategori
kredit pajak adalah pokok yang tercantum dalam STP (Surat Tagihan
Pajak).
B. FASILITAS PAJAK BAGI PERUSAHAAN PMA
Fasilitas pajak penghasilan yang diberikan melalui UU PPh diatur dalam pasal 31 A.
kepada wajib pajak yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha
tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu mendapat prioritas tinggi dalam skala
nasional dapat diberikan fasilitas perpajakan. Maksud pemberian fasilitas ini untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan percepatan
pembangunan daerah tertentu, pendalam stuktur industry, mendorong penanaman
modal asing dan penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu
dan atau daerah-daerah tertentu.
Kepada wajib pajak badan dalam negeri ( termasuk perusahaan PMA) yang
melakukan menanaman modal, baik penanaman modal baru maupun perluasan dari
usaha yang telah ada pada bidang-bidang usaha tertentu dan bidang-bidang usaha
tertentu dan daerah-daerah tertentu, dapat diberikan fasilitas pajak penghasilan,
berupa berikut ini :
1. Pengurangan penghasilan netto sebesar 30% dari jumlah penanaman modal
berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan
utama usaha, dibebankan selama 6 tahun masing-masing sebesar 5%
pertahunyang dihitung sejak saat mulai berprodksi secara komersial.
Fasilitas pengurangan penghasilan netto diberikan selama 6 tahun terhitung
sejak saat dimulai berproduksi komersial, yaitu setiap tahunnya sebesar 5% dari
jumlah penanaman modal berupa perolehan aktiva tetap berwujud termasuk
tanah untuk kegiatan utama usaha. Fasilitas ini sifatnya mengurangi penghasilan
netto (dalam hal mendapatkan keuntungan usaha) atau menambah kerugian
fiscal ( dalam hal mendapatkan kerugian usaha).
Contoh :
PT ABC melakukan penanaman modal sebesar Rp 100.000.000.000 berupa
pembelian akiva tetap berupa tanah, bangunan dan mesin. Terhadap PT ABC
dapat diberikan fasilitas pengurangan penghasilan netto (Invesment Allowance)
sebesar 5% x Rp 100 Miliyar = Rp 5 Miliyar setiap tahunnya selama 6 tahun
dihitung sejak saat ini mulai berproduksi komersial.
2. Penyusutan yang dipercepat atas aktiva berwujud dan amortisasi yang dipercepat
atas aktiva tak berwujud yang diperoleh dalam rangka penanaman modal baru
dan / atau perluasan usaha, dengan masa manfaat dan tariff penyusutan serta
tariff amortisasi ditetapkan sebgai beikut :
a. Untuk penyusutan yang dipercepat atas aktiva berwujud
Tariff Penyusutan Berdasarkan
Kelompok Aktiva Masa Manfaat
Metode
Berwujud Menjadi
Garis Lurus Saldo Menurun
Bukan Bangunan :
Kelompok I 2 tahun 50% 100% dibebankan
sekaligus
Kelompok II 4 tahun 5% 50%
Kelompok III 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok IV 10 tahun 10% 20%
Bangunan :
Tidak Permanen 10 tahun 10% -
Permanen 5 tahun 20% -

b. Untuk penyusutan yang dipercepat atas aktiva yang tidak berwujud


Tariff Penyusutan Berdasarkan
Kelompok Aktiva Masa Manfaat
Metode
Tidak Berwujud Menjadi
Garis Lurus Saldo Menurun
Kelompok I 2 tahun 50% 100% dibebankan
sekaligus
Kelompok II 4 tahun 5% 50%
Kelompok III 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok IV 10 tahun 10% 20%

3. Pengenaan pajak penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada wajib pajak
luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesiasebesar 10 %, atau tariff yang
lebih rendah menurut Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku.
Misalnya, investor dari Negara X, memperoleh dividen dari wajib pajak badan
dalam negri yang telah ditetapkan memperoleh fasilitas berdasarkan peraturan
pemerintah ini. Apabila investor X tersebut bertempat kedudukan di Negara
yang belum memiliki Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan
pemerintah Republik Indonesia, atau bertempat kedudukan di Negara yang telah
memiliki P3B dengan pemerintah Republik Indonesia denga tariff pajak dividen
untuk wajib pajak luar negeri 10% atau lebih, maka atas dividen tersebut hanya
dienakan pajak penghasilan di Indonesia sebesar 10%. Namun, apabila investor
X tersebut bertempat kedudukan di suatu Negara yang telah memiliki P3B
dengan pemerintah Republik Indonesia dengan tariff pajak dividen lebih rendah
dari 10% maka atas dividen tersebut dikenakan pajak penghasilan di Indonesia
sesuai dengan tariff yang diatur dalam P3B tersebut.
4. Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 tahun, tetapi tidak lebih dari 10
tahun, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Tambahan 1 tahun : apabila penanaman modal baru pada bidang – bidang
usaha tertentu dan bidang – bidang usaha tertentu dilakukan di kawasan
industry dan/atau kawasan berikut.
b. Tambahan 1 tahun : apabila wajib pajak yang melakukan penanaman modal
baru mengeluarkan biaya untuk infrastruktur ekonomi dan/atau sosial di
lokasi usaha paling sedikit sebesar Rp. 10.000.000.000
c. Tambahan 1 tahun : apabila menggunakan bahan baku dan/atau komponen
hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% sejak tahun ke 4.
d. Tambahan 1 tahun atau 2 tahun :
1. Tambahan 1 tahun apabila mempekerjakan sekurang – kurangnya 500
orang tenaga kerja Indonesia selama 5 tahun berturut – turut.
2. Tambahan 2 tahun apabila mempekerjakan sekurang – kurangnya 1000
orang tenaga kerja Indonesia selama 5 tahun berturut – turut.
e. Tambahan 2 tahun : apabila mengeluarkan biaya penelitian dan
pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk atau
efesiensi produksi paling sedikit 5% dari jumlah penanaman modal dalam
jangka waktu 5 tahun.
f. Tambahan 2 tahun : apabila penanaman modal berupa perluasan dari usaha
yang telah ada pada bidang – bidang usaha tertentu dan/atau daerah – daerah
tertentu sebagian sumber pembiayaannya berasal darii laba setelah pajak
(earning after tax) wajib pajak pada 1 tahun pajak sebelum tahun
diterbitkannya izin prinsip perluasan penanaman modal.
g. Tambahan 2 tahun : apabila melakukan ekspor paling sedikit 30% dari ilia
total penjualan, untuk penanaman modal pada bidang – bidang usaha tertentu
yang dilakukan diluar kawasan berikut.
Contoh perhitungan fasilitas tambhan jangka waktu kompensasi kerugian bagi
wajib pajak yang melakukan perluasan usaha yang sumber pembiayaan untuk
perluasan usaha dimaksud berasal dari laba setelah ajak adalah sebagai berikut :
1. Untuk tahun pajak yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2015 PT DEF
memiliki laba setelah pajak sebesar Rp. 250.000.000.000.
2. Pada tanggal 1 Mei 2016 PT DEF mendapatkan Izin Prinsip Perluasan
Penanaman modal dari Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan rencana
penanaman modal sebesar Rp. 500.000.000.000.
3. Sumber pembiayaan untuk perluasan penanaman modal dimaksud berasal
dari laba setelah pajak tahun pajak 2015 sebesar Rp. 220.000.000.000, dan
sisanya berasal dari pinjaman sebesar Rp.. 280.000.000.000.
4. Atas perluasan penanaman modal tersebut, PT DEF mendapatkan keputusan
persetujuan pemberian fasilitas pajak penghasilan berdasarkan peraturan
pemerintah ini pada tanggal 2 Januari 2017.
5. Pada tanggal 31 Juli 2017 PT DEF merealisasikan seluruh rencana perluasan
penanaman modal sebesar Rp. 500.000.000.000.
6. PT. DEF mengalami kerugian fiskal tahun pajak 2017 sebesar Rp.
10.000.000.000.
7. Nilai buku fiskal seluruh aktiva tetap PT. DEF pada tanggal 31 Desember
2017 sebesar Rp. 550.000.000.000 yang terdiri atas berikut ini :
- Nilai buku fiskal aktiva tetap sebelum perluasan sebesar Rp.
100.000.000.000 dengan perincian :
Nilai Perolehan Rp. 1.000.000.000.000

Dikurangi akumulasi penyusutan (Rp. 900.000.000.000)


s.d 31 Desember 2017

Nilai Buku Rp. 100.000.000.000

- Nilai buku fiskal aktiva tetap perluasan sebesar Rp. 450.000.000.000


dengan perincian :

Nilai Perolehan Rp. 500.000.000.000

Dikurangi akumulasi penyusutan (Rp. 50.000.000.000)


s.d 31 Desember 2017

Nilai Buku Rp. 450.000.000.000

8. Besarnya keruguan fiskal yang mendapatkan fasilitas :


= Kerugian tahun pajak 2017 x laba setelah pajak yang ditanamkan
kembali/nilai buku fiskal seluruh aktiva tetap pada tanggal 31 Des 2017
= Rp. 10.000.000.000 x Rp. 220.000.000.000/Rp. 550.000.000.000
= Rp. 4.000.000.000
9. Jadi, kerugian fiskal tahun pajak 2017 sebesar Rp. 4.000.000.000 dapat
dikompensasikan selama 7 tahun, sedangkan untuk kerugian sebesar Rp.
6.000.000.000 hanya dapat dikompensasikan selama 5 tahun.
10. Atas kerugian fiskal tahun pajak 2018 dan tahun – tahun berikutnya tidak
lagi dapat diberikan tambahan jangka waktu kompensasi kerugian
berdasarkan persyaratan sebagai sumber pembiayaaannya berasal dari laba
setelah pajak karena kerugian fiskal yang diperhitungkan hanya kerugia
fiskal atas tahun pajak saat dimulainnya berproduksi secara komersial, yaitu
tahun pajak 2017.
Selain itu, berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan No. 159/PMK.010/2015,
kepada wajib pajak badan yang melakukan penanaman modal baru yang
merupakan industry pionir dapat diberikan fasilitas pengurangan pajak
penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat 5 Undang –
Undang Penanaman Modal dan Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun
2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak
Penghasilan dalam Tahun Berjalan. Fasilitas pengurangan pajak penghasilan
badan sebagaimana tersebut diberikan atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh dari kegiatan utama usaha yang merupakan industry pionir.
Pengurangan pajak penghasilan badan diberikan paling banyak 100% dan
paling sedikit 10%dari jumlahh pajak penghasilan badan yang terutang.
Pengurangan pajak penghasilan bada sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 15 tahun pajak dan paling
singkat 5 tahun pajak, terhitung sejak tahun pajak dimulainya produksi secara
komersial. Besarnya pengurangan pajak penghasilan badan diberikan dengan
persentase yang sama setiap tahun selama jangka waktu pemberian fasilitas.
Namun, dengan mempertimbangkan kepentingan mempertahankan daya saing
industri nasional dan nilai strategis dari kegiatan usaha tertentu, Mentri
Keuangan dapat memberikan fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan
dengan jangka waktu melebihi jangka waktu yang lebih lama menjadi paling laa
20 tahun.
Wajib pajak yang dapat diberikan fasilitas pengurangan pajak penghasilan
badan adalah pajak badan yang memenuhi kriteria berikut :
a. Merupakan wajib pajak baru.
b. Merupakan industry pionir.
c. Mempunyai rencana penanaman modal baru yang telah mendapatkan
pengesahan dari innstansi yang berwenang, paling sedikit sebesar Rp.
1.000.000.000.000.
d. Memenuhi kententuan besaran perbandingan antara utang dan modal
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Mentri Keuangan yang mengatur
mengenai penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal
perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak penghasilan.
e. Menyampaikan surat pernyataan kesanggupan untuk menempatkan dana di
perbankan di Indonesia aling sedikit 10% dari total rencana penanaman
modal sebagaimana dimaksud pada huruf c, dan dana tersebut tidak ditarik
sebelum saat dimulainya pelaksanaan realisasi penanaman modal.
f. Harus berstatus sebagai bedan hukum Indonesia yang pengesahannya
ditetapkan seja atau setelah tanggal 15 Agustus 2011.
Adapun industry pionir yang mendapat fasilitas mencangkup berikut ini :
a. Industry logam hulu.
b. Industry pengilangan minyak bumi.
c. Industry kimia dasar organic yang bersumber ari minyak bumi dan gas alam.
d. Industry permesinan yang menghasilkan mesin industry.
e. Industry pengolahan berbasis hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan.
f. Industry telekomunikasi, informasi, dan komunikasi.
g. Industry transportasi kelautan.
h. Industry pengolahan yang merupakan industry utama di Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK) dan/atau Insfrastruktur ekonomi selain yang meggunakan
skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Batasan nilai rencana penanaman modal baru yang telah mendapatkan
pegesahan dari instansi yang berwenang, dapat diturunkan menjadi paling
sedikit sebesar Rp. 500.000.000.000 untuk industry pionir dan memenuhi
persyaratan memperkenalkan teknolohi tinggi. Besaran pengurangan pajak
penghasilan badan diberikan paling banyak sebesar 50% untuk industry pionir
dengan ilia rencana penanaman modal baru kurang dari Rp. 1.000.000.000.000
dan paling sedikit sebesar Rp. 500.000.000.000.
Fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan tersebut apat dimanfaatkan
oleh wajib pajak, sepanjang memenuhi persyaratan berikut :
a. Telah berprodusi secara komersial
b. Pada saat mulai berproduksi secara komersial, wajib pajak telah
merealisasikan nilai penanaman modal paling sedikit sebesar rencana
penanaman modalnya.
c. Bidang usaha penanaman modal sesuai dengan rencana bidang usaha
penanaman modal dan termasuk dalam cakupan industry pionir.

Anda mungkin juga menyukai