Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk


membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi
individu seperti kepentingan rakyat, pendidikan, kesejahteraan rakyat, kemakmuran
rakyat dan sebagainya. Sehingga pajak merupakan salah satu alat untuk mencapai
tujuan Negara.
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah merupakan sumber
terpenting dari penerimaan Negara. Lagipula penerimaan Negara dari pajak dapat
dijadikan indicator atas peran serta masyarakat (sebagai subjek pajak) dalam
kontribusinya melakukan kewajiban perpajakan, karena pembayaran pajak yang
dilakukan akan dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk tidak langsung.
PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak
orang pribadi dalam negeri.
Pajak Penghasilan Pasal 21 atau biasa disebut dengan PPh Pasal 21
adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek
Pajak dalam negeri. Saat ini PPh pasal 21 harus menjadi perhatian bagi wajib pajak
yang dikenakan PPh pasal 21, oleh karena itu kita akan membahasnya secara
perlahan-lahan agar mudah dimengerti.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Definisi PPh Pasal 21 ?
2. Apa Saja Dasar Hukum PPh Pasal 21 ?
3. Siapa Yang Melakukan Pemotongan Atas PPh Pasal 21 ?
4. Siapa Saja Wajib PPh Pasal 21 ?
5. Apa Saja Objek PPh Pasal 21 ?
6. Apa yang Tidak Termasuk PPh Pasal 21 ?

1| STIE KH. Ahmad Dahlan Lamongan


7. Apa Saja Yang Bisa Menjadi Pengurang Penghasilan Bruto ?
8. Bagaimana Rumusan PhKP PPh pasal 21 ?
9. Berapa Tarif Pemotongan PPh pasal 21 ?
10. Berapa PTKP PPh Pasal 21 ?
11. Bagaimana Cara Menghitung PPh Pasal 21 ?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Sebagai tugas untuk mata kuliah PPh
2. Menjelaskan mengenai tentang PPH pasal 21

2| STIE KH. Ahmad Dahlan Lamongan


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian PPh pasal 21

PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh
orang pribadi subjek pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Dari definisi
ini dapat dipahami bahwa PPh Pasal 21 hanya dikenakan atas penghasilan yang
sifatnya aktif, yaitu penghasilan yang berasal dari pekerjaan kegiatan atau jasa.
Contohnya, gaji, upah, premi asuransi jiwa, kesehatan, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan lainnya.

Secara ringkas, dapat dijelaskan bahwa Pajak Penghasilan Pasal 21


merupakan cara pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan melalui
pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan
sesuai dengan Peraturan Direktur Jendral Pajak nomor 032/PJ/2005 tentang
Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan Penyetoran, dan Pelaporan Penghasilan
Pajak Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan
Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

2.2 Kebijakan PPh pasal 21

Dasar hukum Pajak Penghasilan PPh pasal 21 yaitu :


a. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
No. 28 Tahun 2007.
b. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36
Tahun 2008.
c. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
541/KMK.04/2000 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

3| STIE KH. Ahmad Dahlan Lamongan


Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007
tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran
Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran,
Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan
Penundaan Pembayaran Pajak.
d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK.03/2008 tentang
Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai
Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak
Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan.
e. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
57/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran,
dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21/26.
f. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Kena
Pajak.
g. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman
Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan
dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

2.3 Pemotongan PPh Pasal 21

Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26, meliputi :

1. Pemberi kerja yang terdiri dari:


a. Orang pribadi dan badan,
b. Cabang, perwakilan, atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau
seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang,
perwakilan, dan unit tersebut.
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau
pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk intitusa TNI/POLRI,
Pemerintah Daerah, intasnsi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga

4| STIE KH. Ahmad Dahlan Lamongan


negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang
membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan
nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan,
jasa, dan kegiatan.
3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-
badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari
tua atau jaminan hari tua.
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta
badan yang membayar:
a. Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan
status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang
melakukan perkejaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya
sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya.
b. Honorarium, komisis, fee atau pembayaran lainsebagai imbalan
sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan
status Subjek Pajak luar negeri, dan/atau
c. Honorarium, komisi, fee, atau imabalan lain kepada peserta pendidikan
dan pelatihan, serta pegawai magang.
5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang
bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta
lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar
honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada WP
orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.

Yang tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban


untuk melakukan pemotongan pajak adalah:

1. Kantor perwakilan negara asing


2. Organisasi-organisasi internasional yang te;ah ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, atau
3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang semata-mata memperkerjakan orang pribadi untuk

5| STIE KH. Ahmad Dahlan Lamongan


melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka
melakukan kegiatanusaha atau pekerjaan bebas.

2.4 Wajib Pajak PPh Pasal 21

Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi


yang merupakan:

1. Pegawai,
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan
hari tua, termasuk ahli warisnya,
3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan pemberian jasa, meliputi:
a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari
pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan
aktualis,
b. Pemain music, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film,
bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan
seniman lainnya,
c. Olahragawan,
d. Penasihat, pengajar, penceramah, penyuluh, dan moderator,
e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah,
f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik computer dan system
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan social
serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan,
g. Agen iklan,
h. Pengawas atau pengelola proyek,
i. Pembawa pesanan atau menemukan langganan atau yang menjadi
perantara,
j. Petugas penjaja barang dagangan,
k. Petugas dinas luar asuransi,
l. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan
kegiatan sejenis lainnya.

6| STIE KH. Ahmad Dahlan Lamongan


4. Anggota dewan komusaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap
sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama,
5. Mantan pegawai, dan/atau
6. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan antara lain:
a. Peserta perlombaan dalam segala bidamg, antara lain perlombaan
olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan
perlombaan lainnya,
b. Peserta rapat, konferensi, siding, pertemuan, atau kunjungan kerja,
c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara
kegiatan tertentu,
d. Peserta pendidikan dan pelatihan,
e. Peserta kegiatan lainnya.

Tidak termasuk dalam pengertian penerimaan penghasilan yang Dipotong


PPh Pasal 21 adalah:

1. Pejabat perwakilan diplomatic dan konsultan atau pejabat lain dari negara
asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga
negara Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar
jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik,
2. Pejabat perwakilan organisasi Internasional, yang telah ditetapkan oleh
Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak
menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.

2.5 Objek Pajak (TI) PPh Pasal 21


1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa
penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur,
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur
berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya

7| STIE KH. Ahmad Dahlan Lamongan


3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan
penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus
berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau
jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis,

4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah
harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang
dibayarkan secara bulanan,
5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi,
fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan,
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan
nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

2.6 Non-Objek Pajak (NTI) PPh Pasal 21


1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk
apapun diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali penghasila
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran
jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan
penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja.
4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.

8| STIE KH. Ahmad Dahlan Lamongan


5. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l Undang-
Undang Pajak Penghasilan.

2.7 Pengurang Penghasilan Bruto

Pengurang penghasilan bruto adalah biaya-biaya yang dapat mengurangi


penghasilan bruto atau kotor. Termasuk di dalamnya adalah

1. Beban/Pengurang (DE) PPh 21 Bagi Pegawai Tetap

Besrnya penghasilan netto bagi pegawai tetap ditentukan berdasarkan


penghasilan bruto dikurang dengan:

a. Biaya jabatan, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan


memelihara penghasilan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan
bruto, dengan jumlah maksimum yang diperkenankan sejumlah Rp.
6.000.000,- (enam juta rupiah) setahun atau Rp. 500.000,- (lima
ratus ribu rupiah) sebulan,
b. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada
dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan atau badan penyelenggara Tabungan Hari Tua atau
Jaminan Hari Tua yang dipersamakan dengan dana pension yang
pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan.

2. Beban/Pengurang (DE) PPh Pasal 21 Bagi Penerima Pensiun

Biaya pensiun adalah pengurang penghasilan bruto dalam menghitung PPh


Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong atas penghasilan yang diterima oleh
penerima pensiun secara bulanan. Besarnya biaya pensiun yang ditetapkan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 adalah sebesar 5% dari
penghasilan bruto dan setinggi-tingginya Rp 200.000,- per bulan atau Rp
2.400.000,- per tahun.

2.8 Rumusan Penghasilan Kena Pajak (PhKP)

Besarnya PhKP berdasarkan jenis subjek pajak;

1. Bagi pegawai tetap


Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Bruto – (Biaya Jabatan + Iuran
Pensiun + Iuran Tabungan Hari Tua/Iuran Jaminan Hari Tua + PTKP)

9| STIE KH. Ahmad Dahlan Lamongan


2. Bagi penerima pensiun bulanan

Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Bruto – (Biaya Pensiun + PTKP)

3. Pegawai tidak tetap yang penghasilannya di bayar secara bulanan atau


jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender
telah melebihi Rp. 4.500.000,-

Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Bruto – PTKP


4. Bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan.

Penghasilan Kena Pajak = 50% (Penghasilan Bruto/Bulan – PTKP/Bulan)

5. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp. 450.000,- sehari, yang berlaku bagi
pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah
satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima
dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp. 4.500.000,-

Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Bruto – Rp. 450.000,-

Catatan:

 PPh 21 terutang = Tarif berdasarkan Pasal 17 x Penghasilan Kena Pajak


(PhKP)
 Penghasilan Kena Pajak dibulatkan kebawah hingga ribuan penuh
untuk keperluan tarif

2.9 Tarif Pemotongan PPh pasal 21

Tarif yang dipakai adalah tarif Pasal 17 ayat (1) UU Pajak Penghasilan Yaitu :

Penghasilan Netto Tarif pajak


Sampai dengan 50 juta 5%
50 juta sampai dengan 250 juta 15%
250 juta sampai dengan 500 juta 25%
Diatas 500 juta 30%

10 | STIE KH. Ahmad Dahlan Lamongan


Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang
tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) menjadi lebih tinggi 20% (dua
puluh persen) daripada tariff yang ditetapkan terhadap wajib Pajak yang dapat
menunjukkan NPWP.

2.10 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak. Tarif PTKP Tahun
2016/2017/2018 Sesuai PMK 101-PMK.010-2016 sebagai berikut:

Lapisan Penghasilan Kenan Pajak PTKP Setahun


Untuk diri wajib pajak orang pribadi Rp 54.000.000,-
Tambahan untuk wajib pajak yang kawin Rp. 4.500.000,-
Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya Rp. 54.000.000,-
digabung dengan suami
Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan Rp. 4.500.000,-
keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak
angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak
3 orang untuk setiap keluarga.

Hal-hal yang berkaitan dengan PTKP adalah:

1. Yang dimaksud dengan “anggota keluarga yang menjadi tanggungan


sepenuhnya” adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan
dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib pajak.
2. Anak angkat termasuk penambah nilai PTKP. Pengertian anak angkat dalam
perundang-undangan pajak adalah seseorang yang belum dewasa, bukan
anggota keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus dan menjadi
tanggungan sepenuhnya wajib pajak yang bersangkutan.
3. Contoh Hubungan Keluarga Sedarah dan semenda
a. Sedara lurus ; Ayah, Ibu, anak Kandung
b. Sedarah ke samping ; Saudara Kandung
c. Semenda lurus : Mertua, Anak Tiri
d. Semenda ke samping : Saudara Ipar

11 | STIE KH. Ahmad Dahlan Lamongan


(Selain yang di atas tidak dapat dimasukkan ke dalam tanggungan)

4. Status Wajib pajak terdiri dari :

TK/ Tidak Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota


keluarga
K/ Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota
keluarga
K/1/ Kawin, tambahan untukn istri (hanya seorang) yang
penghasialnnya digabung penghasilan suami, ditambah dengan
banyaknya tanggungan anggota keluarga
PH/ Wajib pajak nkawin yang secara tertulis melakukan perjanjian
pemisahan harta dan penghasilan. PTKP nya tetap seperti PTKP
untuk WP kawin yang penghasilannya digabung (K/1/…)
HB/ Wajib pajak kawin yang telah hidup berpisah ditambah banyaknya
tanggungan anggota keluarga. PTKP bagi WP masing-masing
suami istri yang telah hidup berpisah untuk diri masing-masing
WP diperlakukan seperti WP Tidak Kawin sedangkan
tanggungan sesuai dengan kenyataan sebenarnya yang
diperkenankan. (Sesuai pasal 7 UU PPH)

5. Uraian mengenai PTKP Karyawati Kawin adalah


a. Karyawati kawim sebesar PTKP untuk dirinya sendiri
b. Karyawati tidak kawin; sebesar PTKP untuk dirinya sendiri + PTKP
untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya,
c. Karyawati kawin yang mempunya surat keterangan tertulis dari
pemerintah Daerah Setempat serendah-rendahnya kecamatn yang
menyatakan suaminya tidak menerima/memperoleh penghasilan;
besarnya PTKP adalah PTKP untyk dirinya sendiri + PTKP status kawin
+ PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

2.11 Contoh Soal PPh Pasal 21


1. Cara penghitungan PPh Pasal 21 secara manual:

Sita Rianti adalah karyawati pada perusahaan PT. Onix Komunika dengan
status menikah dan mempunyai tiga anak. Suami Sita merupakan pegawai

12 | STIE KH. Ahmad Dahlan Lamongan


negeri sipil di Kementrian Komunikasi & Informatika. Sita menerima gaji Rp
6.000.000,- per bulan. PT. Onix Komunika mengikuti program pensiun dan
BPJS Kesehatan. Perusahaan membayarkan iuran pensiun dari BPJS sebesar
1% dari perhitungan gaji, yakni sebesar Rp 30.000,- per bulan. Di samping itu
perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua (JHT) karyawannya setiap
bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Sita membayar iuran Jaminan Hari
Tua setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja
(JKK) dan Jaminan Kematian (JK) dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah
masing-masing sebesar 1,00% dan 0,30% dari gaji. Pada bulan Juli 2016 di
samping menerima pembayaran gaji, Sita juga menerima uang lembur
(overtime) sebesar Rp 2.000.000,-.

Hasilnya adalah sebagai berikut:

Gaji Pokok 6.000.000


(i) Tunjangan Lainnya (jika ada) 2.000.000
(ii) JKK 0,24% 14.400
JK 0,3% 18.000
Penghasilan Bruto 8.032.400
Pengurangan:
1. (iii) Biaya jabatan 5% x 8.032.400 401.620
2. Iuran Jaminan Hari Tua (JHT), 2% dari gaji pokok 120.000
3. (iv) Jaminan Pensiun (JP), 1% dari gaji pokok 60.000
(581.620)
Penghasilan neto (bersih) sebulan 7.450.780

(v) Penghasilan neto setahun 12 x 7.450.780 89.409.360


(vi) PTKP 54.000.000
(54.000.000)
Penghasilan Kena Pajak Setahun 35.409.360
(vii) Pembulatan ke bawah 35.409.000
PPh Terutang 5% x 50.000.000 1.770.450

PPh Pasal 21 Bulan Juli, 1.770.450 / 12 147.538

13 | STIE KH. Ahmad Dahlan Lamongan


Ilustrasi di atas berlaku bagi wjaib pajak yang memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP). Jika wajib pajak tidak memiliki NPWP, maka perlu dikalikan
120%, sehingga PPh Pasal 21 Bulan Juli adlaah sebesar, Rp 147.538,- x 120% = Rp
177.046,-

Penjelasan:

Diasumsikan gaji pokok sebesar Rp 6.000.000.

(i) Tunjangan lainnya seperti tunjangan transportasi, uang lembur, akomodasi,


komunikasi, dan tunjangan tidak tetap lainnya. Umumnya tunjangan tersebut
dapat diberikan oleh perusahaan atau tidak, tergantung dari kebijakan
perusahaan itu sendiri.
(ii) Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) berkisar antara 0.24% - 1.74%
sesuai kelompok jenis usaha seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 76 Tahun 2007. Di OnlinePajak, tarif iuran JPP yang diterapkan adalah
tarif JKK yang paling umum dipakai perusahaan-perusahaan yaitu 0.24%.
(iii) Biaya Jabatan sebesar 5% dari Penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp
500.000 sebulan, atau Rp 6.000.000 setahun
(iv) Jaminan atau Iuran Pensiun Jumlah persentase yang diterapkan di sini
adalah 1%.
(v) Penghasilan Neto: Jika pegawai merupakan pegawai lama (lebih dari satu
tahun) atau pegawai baru yang mulai bekerja pada bulan Januari tahun itu,
maka penghasilan neto dikalikan 12 untuk memperoleh nilai penghasilan
neto setahun, namun jika pegawai merupakan pegawai baru yang mulai bekerja
pada bulan Mei misalkan, maka penghasilan neto setahun dikalikan 8
(diperoleh dari penghitungan bulan dalam setahun: Mei-Desember = 8 bulan).
(vi) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Pada contoh ini WP sudah menikah
dan memiliki tiga tanggungan anak, namun karena suami WP menerima atau
memperoleh penghasilan, besarnya PTKP WP Sita adalah PTKP untuk dirinya
sendiri (TK/0).

14 | STIE KH. Ahmad Dahlan Lamongan


(vii) Penghasilan Kena Pajak harus dibulatkan ke bawah hingga nominal ribuan
penuh, atau 3 angka di belakang (ratusan rupiah) adalah 0. Contoh:
56.901.200,00 menjadi 56.901.000.

2. Perhitungan PPh Pasal 21 Secara Otomatis dengan Aplikasi


OnlinePajak

Melalui aplikasi OnlinePajak, gaji dan PPh Pasal 21 untuk karyawan tetap
dihitung secara otomatis dan akurat. Langkah untuk menghitung PPh Pasal 21
dengan aplikasi OnlinePajak adalah sebagai berikut:

 Masukkan data gaji dan tunjangan karyawan pada menu "Karyawan" atau
unduh template data karyawan dari OnlinePajak agar Anda dapat
mengimpor atau memindahkan semua data sekaligus dan menghitung
otomatis
 Pilih “Karyawan Permanen”, perhitungan “Gaji Kotor” dan masa
kontrak bekerja.
 Isi detil BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan (jika ada dan tidak
menggunakan fitur impor data). Pilih masa pemberian BPJS
Ketenagakerjaan dan centang jaminan yang diberikan kepada karyawan
(Jaminan Pensiun, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, dan
Jaminan Kesehatan Masyarakat). Jumlah persentase yang diterapkan pada
perhitungan BPJS di OnlinePajak dengan adalah:
o Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK): 0,24 % dan Jaminan Kematian
(JK): 0,30 % dari gaji pokok
o Jaminan Hari Tua (JHT): 2% dari gaji pokok (ditanggung oleh
karyawan)
o Jaminan Pensiun (JP): 1% dari gaji pokok
 Centang dasar perhitungan pemberian BPJS Ketenagakerjaan
yaitu "Gaji" dan isikan jumlah persentase yang ditanggung oleh
perusahaan, misalnya 40. Dasar perhitungan BPJS yang diterapkan di
aplikasi OnlinePajak adalah gaji pokok, bukan pendapatan bersih (take
home pay).

15 | STIE KH. Ahmad Dahlan Lamongan


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada subjek pajak atas
penghasilan yang diperolehnya pada tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk
penghasilan dalam bagian tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk
penghasilan dalam bagian tahun pajak bila kewajiban pajak subjektifnya dimulai
atau berakhir tahun pajak.
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk
apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri.
Penghasilan Tidak Kena Pajak, disingkat PTKP adalah pengurangan terhadap
penghasilan bruto orang pribadi atau perseorangan sebagai wajib pajak dalam
negeri dalam menghitungpenghasilan kena pajak yang menjadi objek pajak
penghasilan yang harus dibayar wajib pajak di Indonesia.

3.2 Saran

Dengan naiknya PTKP seharusnya kita sebagai wajib pajak bisa bernafas lega
karena ada tambahan penghasilan yang bebas dari pajak, walaupun dari sisi
penerimaan negara akan sedikit mengalami penurunan. Yang penting tetap
berkontribusi dengan membayar pajak tepat jumlah dan tepat waktu.

16 | STIE KH. Ahmad Dahlan Lamongan


DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo.2016.Perpajakan Edisi Terbaru 2016.Yogyakarta: CV Andi Offset

Salman, Kautsar Riza.2017.Perpajakan PPh dan PPN. Jakarta: Penerbit Indeks

https://www.pajakbro.com/2014/06/Objek-Pajak-Penghasilan-Pasal-21.html

http://dista246.blogspot.com/2016/12/makalah-pph-pasal-21.html

http://royanmakalah.blogspot.com/2013/04/pajak-penghasilan-pph-pasal-21.html

https://www.online-pajak.com/cara-perhitungan-pph-21

https://www.kompasiana.com/www.ika.com/5529582ef17e6193628b45bd/makala
h-pajak-penghasilan-pph-pasal-21?page=all

17 | STIE KH. Ahmad Dahlan Lamongan

Anda mungkin juga menyukai