Anda di halaman 1dari 18

ETIKA BISNIS DAN PROFESI

“Etika Bisnis Dan Konsep Good Corporate Governance (GCG)”

OLEH :

1. Ni Putu Ayu Kartini Sandiasih 1517051083


2. Ketut Krisna Dewi 1517051163
3. Sang Ayu Nyoman Nirmala Sri Jayanti 1517051258

AKUNTANSI PROGRAM S1

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

SINGARAJA

2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul “Good Corporate Governance” yang
dibuat dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat
kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Singaraja 1 Oktober 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER i

DAFTAR ISI ii

KATA PENGANTAR iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
1.4 Manfaat 2
BAB 2 ISI
2.1 Definisi Good Corporate Governance (GCG) 3
2.2 Good Corporate Governance (GCG) dan Manajemen Perusahaan 3
2.3 Agency Theory dan Solusi Memperkecil Timbulnya Agency Theory 5
2.4 Solusi Memperkecil Agency Theory. ..................................................................6
2.5 Etika Bisnis dan Konsep Good Corporate Governance (GCG) 7
2.6 Good Corporate Governance dalam Konteks Bisnis Masa Depan 9
2.7 Permasalahan yang Timbul dalam Penerapan
Good Corporate Governance (GCG) 9
2.8 Kasus dan Solusi 10
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan 13
3.2 Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mulai populernya istilah “tata kelola perusahaan yang baik” atau yang lebih dikenal
dengan istilah asing good corporate governance (GCG) tidak dapat dilepaskan dari
maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar, baik yang ada di
Indonesia maupun yang ada di Amerika Serikat. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia
sejak tahun 1997 telah berkembang menjadi krisis multi dimensi termasuk perekonomian
sehingga menyebabkan banyak perbankan dan perusahaan besar menjadi bangkrut akibat
lemahnya implementasi good corporate governance.
Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain adalah minimnya keterbukaan perusahaan
berupa pelaporan kinerja keuangan, kewajiban kredit dan pengelolaan perusahaan terutama
bagi perusahaan yang belum go public, kurangnya pemberdayaan komisaris sebagai organ
pengawasan terhadap aktivitas manajemen dan ketidakmampuan akuntan dan auditor
memberi kontribusi atas sistem pengawasan keuangan perusahaan. Lemahnya implementasi
good corporate governance akan menyebabkan perusahaan tidak dapat mencapai tujuannya
berupa profit yang maksimal, tidak mampu mengembangkan perusahaan dalam persaingan
bisnis serta tidak dapat memenuhi berbagai kepentingan stakeholders.
Kebutuhan akan GCG timbul berkaitan dengan principal agency theory, yaitu untuk
menghindari konflik antara principal dan agentnya. Konflik tersebut timbul karena adanya
perbedaan kepentingan sehingga harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan
kerugian diantara kedua belah pihak. Dalam banyak kasus terjadinya skandal bisnis maupun
ambruknya korporasi terbukti ada kaitnya dengan Good Corporate Governance (GCG). Hal
ini menunjukkan bahwa praktek tatakelola perusahaan yang baik (GCG) merupakan
kebutuhan absolute bagi perbaikan perekonomian negara kita ini. Akan tetapi banyal pihak
hingga saat ini masih kesulitan untu memahami apa itu GCG.

1
2
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan maslah yang akan dibahas pada makalah ini adalah :
1. Apa itu GCG ?
2. Bagaimana GCG dalam Manajemen Perusahaan?
3. Bagaimana AgencyTheory, solusi memperkecil timbulnya AgencyTheory?
4. Bagaimana solusi memperkeci AgencyTheory?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu GCG .
2. Untuk mengetahui GCG dalam manajemen perusahaan.
3. Untuk mengetahui AgencyTheory, solusi memperkecil timbulnya AgencyTheory.
4. Untuk mengetahui solusi memperkeci AgencyTheory.

1.4 Manfaat
1. Mengetahui apa itu GCG .
2. Mengetahui GCG dalam manajemen perusahaan.
3. Mengetahui AgencyTheory, solusi memperkecil timbulnya AgencyTheory.
4. Mengetahui solusi memperkeci AgencyTheory

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Good Corporate Governance (GCG)

Istilah dari Good Corporate Governance (GCG) pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury
Committee tahun 1992 dalam laporannya yang dikenal sebagai Cadbury Report (Tjager
dkk.,2003). Sebelum jauh melangkah memahami pengertian GCG maka kita perlu
mengetahui atau memahami pengertian tentang Corprate Governance (Pengelolaan
Perusahaan) yaitu Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang
saham,pengurus perusahaan,pihak kreditur, pemerintah, karyawan,serta para pemegang
kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban
mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan
perusahaan.Tak hanya itu menurut Wahyudi Prakasa (dalam Sukrino Agoes,2006)
mendefinsikan GCG sebagai mekanisme administratif yang mengatur hubungan-hubungan
antara manajemen perusahaan,komisaris,direksi,pemegang saham,dan kelompok-kelompok
kepentingan (stakeholders) yang lain. Jadi Good governance dapat diartikan sebagai
kepemerintahan yang baik atau penyelenggaraan pemerintahaan yang bersih dan efektif,
sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. Pemerintahan mencakup ruang lingkup
yang luas, termasuk bidang politik, ekonomi dan sosial mulai dari proses perumusan
kebijakan dan pengmbilan keputusan hingga pelaksanaan dan pengawasan. Political
governance mengacu pada proses pembuat kebijakan. Economic governance mengacu pada
proses pembuatan keputusan di bidang ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan,
pemerataan, penurunan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup. Administrative
governance berarti, bahwa penyelenggara setiap bidang dan tahapan pemerintahan harus
dilakukan dengan bersih, efisien, dan efektif.

2.2 Good Corporate Governance (GCG) dan Manajemen Perusahaan.

Corporate governance adalah suatu konsep yang mmiliki idealism untuk mewujudkan
tujuan-tujuan pemegang saham. Para pemegang saham menginginkan keuntungan yang besar
dalam setiap investasi yang dilakukan. Namun dalam berbagai kasus yang terjadi kadangkala

3
pihak manajemen perusahaan sering tidak mampu memenuhi keinginan yang ditargetkan
oleh para pemegang saham secara baik.
KOMISARIS PERUSAHAAN
(Ketua Komisaris, Anggota
Komisaris, Dan Komisaris
Indenpenden)
DIREKTUR
UTAMA

DIREKTUR DIREKTUR DIREKTUR


DIREKTUR
SDM KEUANGA PEMASAR
PRODUKSI
N AN

KEDUDUKAN KOMISARIS DAN DIREKSI DI


SUATU PERUSAHAAN
Pada gambar dapat kita lihat bahwa komisaris memiliki kedudukan tertinggi disuatu
organisasi, atau dengan kata lain komisaris perusahaan adalah pemilik perusahaan. Dan
direktur utama serta para direktur dibawahnya adalah manajemen perusahaan yaitu mereka
yang menjalankan perusahaan artinya para manajemen perusahaan bekerja untuk
memberikan keuntungan yang maksimal kepada para komisaris atau para pemegang saham.

Dan lebih jauh komisari perusahaan memiliki hak untuk memecat atau menggantikan
direksi dan beberapa posisi penting lainnya disuatu perusahaan tersebut, dengan catatan jika
pihak direksi tidak mampu melaksanakan kinerja sesuai dengan rencana-rencan yang
ditetapkan oleh pihak komisaris perusahaan. Kondisi seperti ini sering menimbulkan
konflik,yaitu konflik antara manajemen dan komisaris. Pemisahan ini akan menimbulkan
masalah karena adanya perbedaaan kepentingan antara pemegang saham dan dengan pihak
manajemen sebagai agen.

4
2.3 Agency Theory dan Solusi Memperkecil Timbulnya Agency Theory

Agency theory (teori keagenan) merupakan pihak manajamen sebagai pelaksana yang
disebut lebih jauh sebagai agen dan pemilik modal (owner) sebagai princpical membangun
suatu kontrak kerjasama yang disebut dengan “nexus of contract “, kontrak kerjasama ini
berisi kesepakatan-kepesakatan yang menjelaskan bahwa pihak manajamen perusahaan harus
bekerja secara maksimal untuk memberikan kepuasan maksimal seperti profit yang tinggi
kepada pemilik modal (owner). Implikasinya memungkinkan terjadinya oportunistik
(opportunistic behavior) di kalangan mananjemen perusahaan dalam melakukan beberapa
tindakan yang sifatanya disengaja seperti :

 Melaporkan piutang tak tertagih (bad debt) yang lebih besar dari kenyataan yang
sesungguhnya.
 Melaporkan hasil penjualan dengan peningkatan yang tidak terlalu tinggi.
 Melakukan income smoothing berupa melaporkan pendapatan yang tidak sesuai dengan
keadaaan yang sesungguhnya, namun sesuai maksud dengan maksud serta keingginan
agen (manajamen).
 Melaporkan kepada pihak pripical bahwa dibutuhkan dana tambahan untuk menunjang
pelaksanakaan proyek yang sedang dikerjakan jika tidak dibantu maka proyek akan
terhenti. Dan seterusnya.

Pihak agen menguasai informasi secara sangat maksimal ( full information) dan disisi
lain pihk prinpical memiliki keunggulan kekuasaan (discretionary power) atau maksimalitas
kekuasaan. Praktik yang dilakukan oleh pihak manajemen (agen) dengan mengabaikan
berbagai pihak sepeerti pemegang saham, kreditur (peminjam dana) pemerintahan dan
lainnya disebabkan pihak manajemen ingin memperoleh keuntungan lebih bahkan
memindahkan posisinya dari posisi menajamen (agen) jadi pemilik (principal). Ini
memungkinkan terjadi pada saata ia telah memiliki kecukupan dana dan penguasaan keahlian
dalam mengelola perusahaan dengan sangat baik sehingga ia berkeinggianan memiliki saham
dan menjadi pemilik pada salah satu perusahaan.
5
Dengan kondisi seperti itu maka pihak manajemen berusaha secara maksimal untuk
memberikan kinerja yang maksimal kepada para pemegang saham khususnya pemilik

perusahaan yaitu komisaris perusahaan. Karena jika pihak manajamen perusahaan tidak
mampu memberikan kinerja dalam bentuk keuntungan maksimal kepada para pemegang
saham tersebut maka memungkinkan bagi pihak komisaris perusahaan untuk mengganti
susun struktur organisasi management perusahaan, untuk hal ini komisaris memiliki
wewenang besar untuk melakukannya.

Sehingga secara umum ada dua yang paling komisaris perusahaan kepada pihak
manajemen perusahaan, yaitu; (1) Profit yang maksimal, dan (2) Konstinutas perusahaan atau
keberlanjutan usaha.

Mengenai biaya keagenan ini Stephen A. Ross, dkk. Mengatakan, “ biaya keagan
langsung dapat memiliki dua bentuk. Jenis yang pertama adalah suatu pengeluaran
perusahaan yang menguntungkan manajemen namun merugikan pemegang saham. Contoh
biaya ini misalnya membayar auditor asing untuk menilai keakuratan informasi yng termuat
di dalam laoporan keuangan”.

2.4 Solusi Memperkecil Agency Theory

Atas dasar pendapat diatas maka ada beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk
memperkecil timbulnya dan berlaku agency theory ini, yaitu:

a) Pihak komisaris harus melihat posisi manajemen perusahaan sebagai pihak yang
memiliki peran besar dalam menjaga dan mempertahankan berlangsungnya perusahaan
secara jangka panjang (long tern).
b) Pihak komisaris perusahaan dalam melihat posisi manajemen perusahaan bukan dalam
konteks pekerja atau pelaksanaan tugas namun sebagai mitra bisnis, dalam atrian setiap
beratnya masalah harus dibagi bersama dan dipecahkan bersama.
c) Pihak komisaris perusahaan dalam mendengar informasi dan analisis dari pihak komisaris
independen harus melakukan kaji ulang secara intensif sebagai bentuk tanggung jawab
jika keputusan nanti diambil bukan berarti adalah rekomendasi 100 persen dari pihak
komisaris independen.

6
d) Pihak manajemen perusahaan harus membangun dan memiliki semangat serta loyalitas
tinggi kepada perusahaan. Dalam artian maju mundurnya perusahaan memiliki pengaruh
pada maju mundurnya tingkat kesejahteraan para manajemen perusahaan.

2.5 Etika Bisnis dan Konsep Good Corporate Governance (GCG)

Pada saat ini salah satu aturan yang terjelaskan secara tegas bahwa suatu perusahaan yang
ingin atau berkeinginan untuk go public adalah perusahaan tersebut harus memiliki konsep serta
mengaplikasikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG). Penegasan ini menjadi
jelas pada saat melihat bagaimana beberapa perusahaan sebelumnya yang dianggap bermasalah
di pasar modal (capital market) karena kinerja perusahaan rendah atau bermasalah. Dan salah
satu factor penyebab rendahnya kinerja tersebut disebabkan tidak diterapkannya prinsip-prinsip
GCG secaea tegas. Pasar modal berkepentingan untuk mewujudkan terbentuknya pasar modal
yang memiliki reputasi tinggi agar diminta oleh para investor, baik investor domestik maupun
luar negeri. Sehingga setiap perusahaan yang berkeinginan untuk mencatatkan sahamnya d pasar
modal diharuskan mematuhi aturan-aturan yang ketat, termasuk memahami prinsip-prinsip Good
Corporate Govrnance (GCG) secara maksimal

Ada beberapa alasan yang mengharuskan perusahaan-perusahan menerima konsep Good


Corporate Governance (GCG) untuk diterapkan, yaitu :

Memenuhi
ketentuan Membentuk Fungsi Pengawasan
pemerintah Direksi Direksi Manajemen
lainnya

Penilaian
Kinerja
Manajemen

Umpan Balik
Pemegang
Saham
Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia untuk selanjutnya disebut Pedoman
GCG merupakan acuan bagi perusahaan untuk melaksanakan GCG dalam rangka :

7
1. Mendorong tercapainnya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang
didasarkan pada asas tranparasi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta
kewajaran dan kesetaraan.
2. Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ perusahaan,
yaitu Dewan Komisaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham
3. Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi agar dalam
membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi
dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
4. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap
masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan
5. Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap memperatikan
pemangku kepentingan lainnya
6. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional, sehingga
meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi pertumbuhan
ekonomi nasional yang berkesinambungan.
Tabel 5:1: Skor Peringkat Good Governance di Asia

Negara Skor
Singapura 2,00
Hongkong 3,59
Jepang 4,00
Philipina 5,00
Taiwan 6,10
Malaysia 6,20
Thailand 6,67
Cina 8,22
Indonesia 8,29
Korea Selatan 8,83
Vietnam 8,89
NB : Makin tinggi skor , makin buruk Good Governance

2.6 Good Corporate Governance dalam Konteks Bisnis Masa Depan

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dimengerti jika penerapan Good Corporate Governance
(GCG) bukan sebuah syarat lagi namun sudah kebutuhan pokok untuk harus dilaksanakan. Dari

8
hasil penelitian menyebutkan jika perusahaan multinasional lebih bersungguh-sungguh
menerapkan GCG dibandingkan dengan perusahaan domestik

Keinginan mereka menerapkan GCG adalah bentuk dari usaha mereka menghargai tata konsep
bisnis modern. Karena bisnis tidak lagi bisa dijalankan secara konvensional seperti dahulu, yaitu
pemilik (owners) memiliki kekuasaan yang begitu tinggi dan dengan mudah memerintah serta
mencatat setiap agent yang dianggap tidak bisa bekerja dengan baik. Sifat arogansi ini secara
nilai-nilai etika bisnis menjadi salah, karena keputusan yang arogan dianggap tidak
mengedepankan etika bisnis namun lebih mengedepankan keinginan untuk meraih keuntungn
semata atau profit.

Padahal profit dalam bisnis bukan satu-satunya tujuan, ada tujuan lain yaitu keinginan untuk
memberikan karya bagi pembangunan bangsa. Karena dengan mendirikan perusahaan dan bisa
membuka lapangan pekerjaan maka sesungguhnya pihak prinsipal telah bekerja untuk
memperkecil jumlah angka pengangguran. Inilah yang disebut dengan konsep bisnis modern
yang lebih beretika.

2.7 Permasalahan yang Timbul dalam Penerapan Good Corporate Governance (GCG)

Ada beberapa permasalaahn umum yang dihadapi dalam penerapan Good Corporate
Governance (GCG), yaitu :

a. Pemahaman tentang konsep Good Corporate Governace (GCG) pada beberapa manajer
di Indonesia masih kurang. Sering mereka memahami konsep Good Corporate
Governance (GCG) secara general dan tidak spesifik, terutama berdasarkan bentuk
organisasi bisnis yang dijalankan.
b. Sebagai pihak menganggap konsp Good Corporate Governance (GCG) dianggap sebagai
penghambat berbagai keputusan perusahaan , karena perusahaan tidak lagi bias leluasa
dalam mengambil keputusan khususnya harus patuh pada aturan GCG
c. Aparat penegak hukum harus dibekali konsep pemahaman Good Corporate Governace
(GCG) secara luas termasuk adanya jurnal dan buku teks yang menjalankan secara
khusus tentang GCG dalam konteks perspektif Inonesia.
d. Menurut Herwidayatmo (2000), praktik-praktik di Indonesia yang bertentangan dengan
konsep GCG dapa dikelompokan menjadi (a) adanya konsentrasi kepemilikan oleh pihak

9
tertentu yang memungkinkan terjadinya hubungan afiliasi antara pemilik, pengawas dan
direktur perusahaan, (b) tidak efektifnya dewan komisaris dan (c) lmahnya law
enforcement

2.8 Kasus dan Solusi

a. Kasus

Fakta yang sering terjai dan dukungan teri telah memberi penjelasan bahwa hubungan
anatar komisaris dan manajemen perusahaan memiliki potensi timbulnya benih-benih
konflik. Ini terjadi diantaranya karena komisaris sering mengharapkan agar pihak
manajemen memenuhi target perolehan keuntungan yang dipersyaratkan

Sementara seringkali syarat perolehan targt tersebut di luar kemampuan pihak


manajemen perusahaan. Analisi pihak manajemen perusahan sring melihat pada kondisi
realistis yang terjadi di lapangan berdasarkan kondisi dan situasi yang berlangsung,
seperti kondisi mikro dan makro ekonomi baik domestik dan iternasional. Namun pihak
komisaris perlu memperoleh target keuntungan yang dipersyaatkan tersebut, dengan
alasan membutuhkan keuntungan untuk mempergunakan pada investasi di tempat yang
lain yang memiliki nilai profitable. Profitable artinya memungkinkan untuk memperoleh
keuntungan yang terus semakin meningkat setiap waktunya. Apalagi jika ternyata
komisaris telah memilii business plan yang tidak bias ditunda lagi, dengan kata lain jika
ditunda maka akan menimbulkan kerugian yang besar, karena bagi komisaris moment ini
tidak akan dating dua kali.

Realita seperti ini menyebabkan pihak manajemen melakukan pekerjaan yang ekstra
keras atau bekerja di bawah tekanan (under pressure), apalagi itu menyangkut citranya di
mata public sebagai manajer yang professional. Kondisi ini lebih jauh telah menyebabkan
manajer perusahaan bekerja tidak atas dasar keputusan dan mekanisme bisnis yang
independent namun pada konsep dan persyaratan dari komisaris. Dan komiaris bias saja
menggantikan manajer perusahaan dengan orang lain jika target keuntungannya tidak
tercapai sesuai dengan yang dipersyaratkan.

10
Dalam kasus seperti ini bagaimana anda melihatnya dalam konteks etika bisnis dan
hubungan dengan GCG serta apa bentuk risiko yang akan diterima oleh perusahaan
nantinya. Karena memungkinkan pihak manajemen perusahaan menaikkan risiko
perusahaan secara lebih tinggi dalam setiap keputusan bisnisnya. Maka jabarkan kasus ini
secara sistematis serta berikan solusinya.

b. Solusi
Pada kasus seperti di atas memang memperlihatkan sikap komisaris perusahaan yang
begitu arogan dalam mengambil keputusan. Dan keputusan yang sangat ditekankan
pada profit, padahal profit bukan semata-mata yang harus dipertahankan. Namun ada
yang lain yang jauh lebih penting yaitu keberlanjutan usaha. Karena ini mnyangkut
dengan sejumlah dana yang telah ditempatkan dan harus aman selama beberapa
waktu hingga terjadinya breakeven point (BEP) atau pulang pokok. Hitungan BEP
tersebut bias saja 5 s/d 8 tahun atau bahkan lebih dari itu.
Sehingga keputusan menekan atau menerapkan under pressure secara berlebihan
kepada manajemen perusahaan menjadi tidak tepat dan itu melanggar nilai-nilai etika
bisnis. Ada berbagai bentuk risiko yang bisa timbul seperti kecurangan yang akan
dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan dengan memalsukan data laporan
keuangan. Dalam bentuk melaporkan keuntungan yang tinggi dan mengubah berbagai
informasi lainnya, dimana semuanya ini bertujuan mengelabuhi pihak komisaris
perusahaan.
Risiko lain yang bisa timbul bisa saja pihak manajemen perusahaan seperti direktur
berfikir untuk keluar ari perusahaan sewaktu-waktu. Dan jika ia keluar selanjutnya
masuk ke perusahaan pesaing maka berbagai strategi yang telah diterapkan dan
dipelajari selama ini pada perusahaan tersebut pasti akan dijual ke perusahaan
pesaing.
Oleh karena itu, pemahaman tentang konsep GCG tidak boleh dilihat setengah-
setengah namun harus dilihat secara komplek. Karena pemahaman secara komplek
akan menghasilkan kesimpulan secara komplek namun pemahaman secara setengah-
setengah akan menghasilkan kesimpulan secara setengah-setengah.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

12
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa etika bisinis dan konsep GCG
merupakan hubungan berkesinambungan anatara keduannya. Kode etik harus ada dalam
penerapan konsep GCG. Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan merupakan
implementasi salah satu prinsip GCG. Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan
perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang
dilaksanakan atas nama perusahaan. Oleh karena itu, pemahaman tentang konsep GCG tidak
boleh dilihat setengah-setengah namun harus dilihat secara komplek. Karena pemahaman secara
komplek akan menghasilkan kesimpulan secara komplek namun pemahaman secara setengah-
setengah akan menghasilkan kesimpulan secara setengah-setengah

3.2 Saran

Sebaiknya suatu entitas menerapkan GCG dengan baik, dimana GCG bukan merupakan
kewajiban yang harus diterapkan namun saat ini GCG merupakan suatu kebutuhan yang memang
harus diterapkan oleh suatu peruahaan maupun entitas lainnya. Disamping itu banyak sekali
manfaat yang akan diberikan ketika suatu entitas menerapkan GCG tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Irham Fahmi, S.E.,M.Si. 2004. Etika Bisnis (Teori, Kasus, dan Solusi). Bandung : ALFABETA

13

Anda mungkin juga menyukai