Anda di halaman 1dari 17

MENGKRITISI DAN MENDISKUSIKAN BEA PEROLEHAN

ATAS HAK TANAH DAN BANGUNAN


Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas Mata kuliah Hukum Pajak

Dosen Pengampu: Ramadhita,M.HI

Oleh

Muhammad Yusril Alfian (17220163)

Rosita (17220122)

JURUSAN HUKUM BISNIS SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG

2019

i
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah Hukum Pajak dengan judul
“Penghitungan Pajak Penghasilan “ ini dengan tepat waktu. Sholawat serta salam kami
tujukan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam Jahiliyah menuju
ke alam yang terang benderang saat ini.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ramadhita, M.HI selaku dosen
pengampu mata kuliah Hukum Pajak yang telah memberikan arahan dan saran dalam
menyelesaikan makalah ini. Terima kasih juga kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam kelancaran pembuatan makalah dengan judul “Mengkritisi dan Mendiskusikan Bea
perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan” ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari pembaca akan kami terima sebagai perbaikan dalam makalah ini
sehingga menjadi lebih baik lagi. Penulis bergarap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi
kita semua.

Malang, 12 November 2019

Penulis

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar ..................................................................................................................................... ii


Daftar Isi ............................................................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................................................................ 1
BAB II .................................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 2
A. Pengertian Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ... Error! Bookmark not defined.
B. Tata Cara Penetapan Dan Penagihan ............................................................................. 10
BAB III............................................................................................................................................... 111
PENUTUP............................................................................................................................................ 21
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 21
B. Saran ........................................................................................................................................ 21
Daftar Pustaka .................................................................................................................................... 32

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak ini bukan merupakan jenis pajak baru, karena pernah ada jenis pajak jenis itu,
yaitu Bea Balik Nama (BBN) atas tanah. Munculnya pajak BPHTB dilatarbelakangi
pemikiran bahwa tanah dan bangunan sebagai sumber daya alam memiliki fungsi sosial,
disamping memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha, juga memberi
dampak ekonomi kepada pemiliknya. Oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh
hak atas tanah dan/atau bangunan wajib menyerahkan sebagian dari nilai ekonomi yang
diperolehnya kepada negara melalui pembayaran pajak, yaitu BPHTB.
Pengelolaan, pengenaan dan khususnya monitoring pembayaran BPHTB di Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Cibinong selama ini masih dilakukan secara
manual, sedangkan jumlah objek pajak BPHTB potensial yang dikelola relatif banyak.
Kondisi tersebut di atas mengakibatkan kesulitan dalam monitoring pembayaran
BPHTB. Monitoring pembayaran BPHTB penting dikarenakan dengan adanya kegiatan
ini Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Cibinong dapat mengetahui posisi target
pencapaian penerimaan BPHTB setiap saat, perencanaan penetapan penerimaan BPHTB
tahun yang akan datang serta 2 untuk mengetahui apakah Wajib Pajak telah
melaksanakan pembayaran pajak BPHTB sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan ?
2. Bagaimana cara penghitungan pajak penghasilan menurut UU No. 36 Tahun 2008 ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan.
2. Untuk mengetahui cara penghitungan pajak penghasilan menurut UU No. 36 Tahun
2008.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian BPHTB
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau yang disingkat dengan BPHTB,
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu dengan UU No.
21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah
diubah dengan UU No. 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No. 21 Tahun 1997
tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangun.1
Dalam UU No. 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2000
(disebut dengan UU BPHTB), memberikan pengertian mengenai BPHTB, yaitu Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak. Jadi
BPHTB adalah sama dengan Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Yang dimaksud dengan Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, UU BPHTB
menyebutkan bahwa Perolehan Hak atas Tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau
peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh
orang pribadi atau badan.
Adapun Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak
pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 16 Tahun 1985 tentang
Rumah Susun, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.2

Hak Atas Tanah


Pasal 16 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960 menyebutkan bahwa hak-hak atas tanah yang
dimaksud ialah :
 Hak milik
 Hak gunausaha
 Hak gunabangunan
 Hak pakai
 Hak sewa
 Hak membukatanah
 Hak memungut hasil hutan dan
 Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan
ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara.

1
UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, sebagaimana telah diubah dengan
UU No. 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan
Hak Atas Tanah danBangunan
2
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
2
Hak-hak yang sifatnya sementara tersebut, ialah hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak
menumpang dan hak sewa tanah pertanian diatur untuk membatasi sifat- sifatnya yang
bertentangan dengan Undang-undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan hapusnya di
dalam waktu yangsingkat.
a. Objek , Subjek dan Wajib Pajak BPHTB
Objek BPHTB
Dalam Pasal 2 UU BPHTB, yang menjadi objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah
dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut meliputi :
1. Pemindahan Hak,karena:
a. JualBeli;
b. TukarMenukar;
c. Hibah;
d. HibahWasiat;
e. Waris;
f. Pemasukan dalam Perseroan/Badan Hukumlainnya;
g. Pemisahan Hak yang mengakibatkanperalihan;
h. Penunjukan pembeli dalamLelang;
i. Pelaksanaan putusan Hakim yang mempunyai kekuatan HukumTetap;
j. PenggabunganUsaha;
k. PeleburanUsaha;
l. Pemekaran Usaha;dan
m. Hadiah.
2. Pemberian Hak Baru karena :
a. Kelanjutan Pelepasan Hak;dan
b. Diluar Pelepasan Hak.
Sedangkan jenis-jenis hak atas tanah yang perolehan haknya dikenakan BPHTB
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (3) UU BPHTB meliputi :
a. HakMilik;
b. Hak GunaUsaha;
c. Hak GunaBangunan;
d. HakPakai;
e. Hak Milik atas satuan Rumah Susun;dan
f. HakPengelolaan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1) terdapat beberapa objek pajak yang tidak
dikenakan BPHTByaitu :
a. Objek yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasar azas perlakuan
timbalbalik;
b. Objek yang diperoleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk
pelaksanaan pembangunan guna kepentinganumum;

3
c. Objek yang diperoleh Badan/Perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan
usaha/kegiatan lain diluar fungsi dantugasnya;
d. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena konversi hak atau karena
perbuatan Hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
e. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena wakaf dan
f. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena kepentingan ibadah.
b. Subjek BPHTB
Yang menjadi subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak
atas Tanah dan atau Bangunan.
c. Tarif, Dasar Pengenaan dan Cara Menghitung BPHTB Wajib Pajak BPHTB
Pasal 5 UU BPHTB menyatakan bahwa tarif BPHTB merupakan tarif tunggal sebesar 5
%. Penentuan tarif tunggal ini dimaksudkan untuk kesederhanaan dan kemudahan
perhitungan.
d. Dasar Pengenaan
Yang menjadi dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak atau
disingkat NPOP sesuai ketentuan Pasal 6 UU BPHTB.
Berdasarkan jenis perolehan haknya, NPOP tersebut adalah sebagai berikut :
1. Jual Beli = Harga Transaksi
2. Tukar Menukar = Nilai Pasar
3. Hibah = Nilai Pasar
4. Hibah Wasiat = Nilai Pasar
5. Waris = Nilai Pasar
6. Pemasukan dalam Perseroan / Badan Hukum lainnya = Nilai Pasar
7. Pemisahan Hak = Nilai Pasar
8. Peralihan Hak karena Putusan Hakim = Nilai Pasar
9. Pemberian Hak Baru = Nilai Pasar
10. Penggabungan Usaha = Nilai Pasar
11. Peleburan Usaha = Nilai Pasar
12. Pemekaran Usaha = Nilai Pasar
13. Hadiah = Nilai Pasar
14. Lelang = yang tercantum dalam Risalah Lelang
Menurut ketentuan Pasal 6 ayat (3), bila NPOP tidak diketahui atau NPOP lebih rendah
dari NJOP PBB maka yang menjadi dasar pengenaan adalah NJOP PBB dan apabila
NJOP PBB belum ditetapkan maka sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (4) besarnya
NJOP PBB ditetapkan oleh MenteriKeuangan.
Selanjutnya di dalam Pasal 7, pemerintah menentukan suatu batas nilai perolehan tidak
kena pajak yang disebut Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP).
Ketentuan Pasal 7 ini dijabarkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dan yang
terakhir adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 113 Tahun 2000 tentang Penentuan

4
Besarnya NPOPTKP BPHTB3.
PP No. 113 Tahun 2000 ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Keuangan (KMK)
No. 516/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000 tentang Tata Cara Penentuan
Besarnya NPOPTKP BPHTB, yang telah diubah beberapa kali dengan4:
1. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 86/PMK.03/2006 tentang Perubahan Atas
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara
Penentuan Besarnya NPOPTKPBPHTB;
2. PMK No. 33/PMK.03/2008 Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 516/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Penentuan Besarnya NPOPTKP
BPHTB;
3. PMK No. 14/PMK.03/2009 Perubahan Ketiga Atas Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 516/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Penentuan Besarnya NPOPTKP
BPHTB.
Peraturan ini berisikan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang
pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah
wasiat, termasuk suami/istri, ditetapkan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga
ratus jutarupiah);
b. Untuk perolehan hak Rumah Sederhana Sehat (RSH) sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 03/PERMEN/M/2007
tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas
Subsidi Perumahan Melalui KPR Bersubsidi sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 07/PERMEN/M/2008, dan
Rumah Susun Sederhana sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara
Perumahan Rakyat Nomor 7/PERMEN/M/2007 tentang Pengadaan Perumahan
dan Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan Melalui KPR
Sarusun Bersubsidi, ditetapkan sebesar Rp55.000.000,00 (lima puluh lima juta
rupiah);
c. Untuk perolehan hak baru melalui program pemerintah yang diterima pelaku
usaha kecil atau mikro dalam rangka Program Peningkatan Sertifikasi Tanah
untuk Memperkuat Penjaminan Kredit bagi Usaha Mikro dan Kecil, ditetapkan
sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh jutarupiah);
d. Untuk perolehan hak selain perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf a,
huruf b, dan huruf c, ditetapkan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh

3
Keputusan Menteri Keuangan No. 516/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Penentuan Besarnya NPOPTKP BPHTB,
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 14/PMK.03/2009
Perubahan Ketiga Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Penentuan
Besarnya NPOPTKPBPHTB
4
PP No. 113 Tahun 2000 tentang Penentuan Besarnya NPOPTKPBPHTB
5
jutarupiah);
e. Dalam hal Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang ditetapkan
sebagaimana dimaksud pada huruf d lebih besar daripada Nilai Perolehan Objek
Pajak Tidak Kena Pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf b,
maka Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak untuk perolehan hak
sebagaimana dimaksud pada huruf b ditetapkan sama dengan Nilai Perolehan
Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana ditetapkan pada huruf d. dalam hal
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang ditetapkan sebagaimana
dimaksud pada huruf d lebih besar daripada Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak
Kena Pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf c, maka Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak untuk perolehan hak sebagaimana
dimaksud pada huruf c ditetapkan sama dengan Nilai Perolehan Objek Pajak
Tidak Kena Pajak sebagaimana ditetapkan pada huruf d.
Besarnya NPOPTKP ditetapkan secara regional, maksudnya adalah NPOPTKP tersebut
ditetapkan per daerah tingkat II (Kabupaten/Kota) dengan mempertimbangkan usulan
dari Kepala Daerah yang bersangkutan.
Cara Menghitung BPHTB
Untuk menghitung besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah
dengan cara mengurangkan NPOP dengan NPOPTKP. Dengan demikian untuk
menghitung besarnya BPHTB terutang adalah:
BPHTB terutang = Tarif x NPOPKP atau 5% x (NPOP – NPOPTKP)
Contoh :
1. Pada tanggal 1 Pebruari 2003, Bapak Sudirjo membeli sebidang tanah yang terletak di
Kabupaten Tangerang dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sebesar
Rp50.000.000,- Apabila NPOPTKP ditetapkan untuk Kabupaten Tangerang sebesar
Rp60.000.000,- maka BPHTB yang menjadi kewajiban Bapak Sumarno tsb adalah:
5% x (50.000.000 - 60.000.000) =Nihil
atau dengan kata lain Bapak Sudirjo tidak terutang BPHTB.
2. Pada tanggal 1 Maret 2003 , Bapak Rahmat membeli sebuah rumah seluas 200 M2
yang berada diatas sebidang tanah hak milik seluas 500 M2 di Kota Bogor dengan
harga perolehan sebesar Rp500.000.000,- Berdasarkan data SPPT PBB atas objek
tersebut ternyata NJOPnya sebesar Rp.600.000.000,- (tanah dan bangunan). Bila
NPOPTKP ditentukan sebesar Rp50.000.000,- maka kewajiban BPHTB yang harus
dipenuhi oleh Bapak Rahmat tersebut adalah:
5% x (600.000.000 - 50.000.000) = Rp27.500.000,-

6
e. Pengenaan BPHTB Karena Waris, Hibah Wasiat dan Pemberian Hak
Pengelolaan
a. Pengenaan BPHTB Karena Waris dan Hibah Wasiat
Sesuai dengan bunyi Pasal 3 ayat (2) UU BPHTB, pengenaan BPHTB karena waris
dan hibah wasiat diatur dengan peraturan pemerintah, yaitu PP No. 111 Tahun
2000 tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Karena
Waris dan Hibah Wasiat, yang mengatur hal-hal sebagai berikut5:
b. BPHTB terutang karena waris dan hibah wasiat sebesar : 50 % dari yang
seharusnyaterutang;
c. Saat terutang pajak adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan
haknya ke KantorPertanahan;
d. Dasar pengenaan (NPOP) adalah nilai pasar pada saat pendaftaran hak.
e. Apabila NPOP lebih kecil dari NJOP PBB maka yang menjadi dasar pengenaan
adalah NJOPPBB
f. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOTKP) terdiri dari 2 jenis:
• Maksimum Rp300 juta terhadap waris dan juga terhadap hibah wasiat yang
diterima oleh orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat ke atas dan satu derajat ke bawah dengan
pemberi hibah wasiat termasuk suami/istri;dan
• Maksimum Rp60 juta terhadap penerima hibah wasiat selain dari yang diatas.
Contoh :
1. Seorang anak menerima warisan dari orang tuanya sebidang tanah dan bangunan
dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp250 juta. Terhadap
tanah dan bangunan tersebut telah dikenakan PBB dengan NJOP sebesar Rp425
juta. Apabila NPOPTKP karena waris untuk daerah tersebut ditentukan sebesar
Rp250 juta maka BPHTB yang terutang adalah sebesar:
50% x 5% x (Rp425 juta – Rp250 juta) = Rp4.375.000,-
2. Seorang cucu menerima hibah wasiat dari kakeknya sebidang tanah seluas 300
M2 dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp325 juta. Terhadap
tanah tersebut telah diterbitkan SPPT PBB pada tahun pendaftaran hak dengan
NJOP sebesar Rp250 juta. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut ditentukan
sebesar Rp50 juta maka BPHTB yang terutang adalah sebesar : 50% x 5% x
(Rp325 juta – Rp50 juta ) =Rp6.875.000,-
3. Sebuah Yayasan Yatim Piatu “ Al-Attin” menerima hibah wasiat dari seorang
dermawan sebidang tanah seluas 1.000 M2 dengan nilai pasar pada waktu
pendaftaran hak sebesar Rp700 juta. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut
ditentukan sebesar Rp60 juta maka BPHTB terutang yang harus dibayar oleh

5
PP No. 111 Tahun 2000 tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Karena Waris dan
HibahWasiat
7
Yayasan tersebut adalah sebesar:
50% x 5% x ( Rp700 juta – Rp60 juta) = Rp16.000.000,-

f. Pengenaan BPHTB Karena Pemberian Hak Pengelolaan


Sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) UU BPHTB, pengenaan BPHTB karena pemberian
hak pengelolaan diatur dengan peraturan pemerintah, yaitu PP No. 112 Tahun 2000
tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan karena Pemberian
Hak Pengelolaan, yang mengatur hal-hal sebagai berikut6:
a. Yang dimaksud dengan Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara atas
tanah yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang
haknya untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, menggunakan
tanah untuk keperluan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian tanah tersebut kepada
pihak ketiga dan atau bekerjasama dengan pihak ketiga.
b. Besarnya BPHTB karena Hak Pengelolaan adalah:
• 0% dari BPHTB yang seharusnya terutang bila penerima Hak Pengelolaan
adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah
Propinsi/Kabupaten/Kota, Lembaga Pemerintah Lain dan PerumPerumnas.
• 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang untuk selain yangdiatas;
• Saat terutang Pajak yaitu sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya
keputusan pemberian HakPengelolaan;
• Dasar pengenaan ( NPOP) adalah NilaiPasar;
• Apabila Nilai Pasar lebih kecil dari NJOP PBB maka yang dipakai adalah
NJOPPBB.
Contoh :
1. Perum Perumnas menerima Hak Pengelolaan dari Pemerintah sebidang tanah
seluas seluas 5 Ha dengan nilai pasar pada waktu penerbitan hak sebesar Rp3
milyar. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut ditetapkan sebesar Rp60 juta
maka besarnya BPHTB yang harus diabayar oleh Perum Perumnas tersebut
adalah:
0% x 5% x (Rp3 milyar – Rp60 juta) = 0 ( nihil ).
2. Sebuah perusahaan negara milik daerah ( BUMD Perpakiran ) menerima hak
pengelolaan dari pemerintah sebidang tanah dan sebuah gedung untuk parkir
dengan nilai pasar pada waktu penerbitan hak sebesar Rp1 milyar. Terhadap tanah
dan bangunan tersebut telah diterbitkan SPPT PBB dengan NJOP sebesar Rp1,25
milyar. Apabila NPOPTKP atas daerah tersebut ditetapkan sebesar Rp50 juta
maka besarnya BPHTB yang harus dibayar oleh BUMD Perpakiran tersebut
adalah sebesar:
50% x 5% x (Rp1,25 milyar – Rp50 juta) = Rp30 juta

6
PP No. 112 Tahun 2000 tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan karena Pemberian Hak
Pengelolaan
8
g. Saat Terutang Pajak
Ketentuan Pasal 9 ayat (1) UU BPHTB memuat tentang saat terutang pajak atas
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagai berikut :
a. Jual Beli : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta;
b. Tukar Menukar : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta;
c. Hibah : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta;
d. Waris : Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke
Kantor Pertanahan;
e. Pemasukan dalam Perseroan : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta;
f. Pemisahan Hak : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta;
g. Lelang : Sejak tanggal penunjukan pemenan Lelang;
h. Putusan Hakim : Sejak tanggal putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan
hokum tetap;
i. Hibah Wasiat : Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan
Haknya ke KantorPertanahan;
j. Pemberian Hak Baru : Sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya Surat
Keputusan Pemberian Hak;
k. Penggabungan Usaha : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta;
l. Peleburan Usaha : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta;
m. Pemekaran Usaha : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta;
n. Hadiah : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta.
Pajak terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak, dengan kata lain saat
terutang pajak BPHTB adalah merupakan saat untuk wajib membayar pajak.
Tempat pajak terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang meliputi
letak tanah dan atau bangunan.
Ketentuan tata cara pembayaran BPHTB tercantum dalam Pasal 10 UU BPHTB yang
dijabarkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 517/KMK.04/20007
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.03/2007
tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 517/KMK.04/2000 tentang
Penunjukan Tempat dan Tata Cara Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan, yang kemudian ditindak lanjuti dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor
269/PJ/2001 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah
Dan Bangunan Dan Bentuk Serta Fungsi Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah
Dan Bangunan (SSB) dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor 09/PJ.6/2001 yang intinya
adalah sebagai berikut:
1. Pembayaran tidak mendasarkan kepada adanya Surat Ketetapan Pajak;
2. Dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Bea ( SSB ) ke Kas Negara melalui
7
Keputusan Menteri Keuangan No. 517/KMK.04/2000 tentang Penunjukan Tempat dan Tata Cara Pembayaran
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No.
168/PMK.03/2007 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan No. 517/KMK.04/2000 tentang
Penunjukan Tempat dan Tata Cara Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
9
Bank/Kantor Pos atau Tempat Pembayaran lain ygditunjuk;
3. SSB juga berfungsi sebagai SPOP dan sekaligus digunakan untuk melaporkan data
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Kewajiban Bayar adalah pada saat :
1. Dibuat & ditandatanganinya Akta;
2. Pendaftaran Hak untuk Waris & Hibah Wasiat;
3. Ditunjuknya pemenang Lelang;
4. Ditandatanganinya SK Pemberian Hak dalam hal pemberian Hak Baru;
5. Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hokum tetap.
B. Tata Cara Penetapan Dan Penagihan
Tata cara penetapan BPHTB diatur didalam Pasal 11 dan Pasal 12 sebagai berikut :
a. Dalam jangka waktu 5 tahun sejak pajak terutang, berdasarkan hasil pemeriksaan
terdapat kurang bayar, Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal ini Kepala Kantor
Pelayanan PBB/KPP Pratama menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar
(SKBKB) ditambah denda 2% per bulan maksimum untuk jangka waktu 24 bulan (
48%).
b. Setelah terbit SKBKB, terdapat data baru lagi sehingga Pajak terutang bertambah,
maka Kepala Kantor Pelayanan PBB/KPP Pratama menerbitkan Surat Ketetapan
BPHTB Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) ditambah sanksi administrasi sebesar
100% dari jumlah kenaikan, kecuali wajib pajak melapor sebelum ada pemeriksaan.
Tata cara penagihan BPHTB diatur dalam Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 15 UU BPHTB
maka apabila :
1. Pajak terutang tidak/kurang bayar;
2. Dari pemeriksaan, SSB kurang bayar;dan
3. WP kena sanksi administrasi berupa denda/bunga.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan atau disingkat BPHTB adalah salah satu
jenis pajak yang harus dibayarkan saat membeli rumah maupun properti lainnya. Dalam
Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000,
pemberian Hak Pengelolaan merupakan objek pajak. Dikenakannya Hak Pengelolaan
sebagai objek pajak adalah karena penerima Hak Pengelolaan memperoleh manfaat
ekonomis dari tanah yang dikelolanya. Namun mengingat pada umumnya Hak Pengelolaan
diberikan kepada Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah
Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, lembaga pemerintah lainnya, dan Perusahaan
Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) tidak dimaksudkan untuk
mencari keuntungan, sehingga pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
karena pemberian Hak Pengelolaan perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah. Subyek
pajak yang wajib dikenakan BPHTB adalah prang pribadi atau badan yang memeroleh Hak
atas Tanah dan/atau Bangunan. Sesuai aturan, tarif pajak yang ditetapkan sebesar 5%.

B. Saran
Demikian makalah ini, penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami diperlukan agar
kedepannya bisa menjadi lebih baik lagi. Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua.

11
Daftar Pustaka
UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah danBangunan

UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria


Keputusan Menteri Keuangan No. 516/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Penentuan

Besarnya NPOPTKP BPHTB, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Keuangan No. 14/PMK.03/2009 Perubahan Ketiga Atas Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Penentuan Besarnya
NPOPTKPBPHTB

PP No. 113 Tahun 2000 tentang Penentuan Besarnya NPOPTKPBPHTB


PP No. 111 Tahun 2000 tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan

Bangunan Karena Waris dan HibahWasiat


Keputusan Menteri Keuangan No. 517/KMK.04/2000 tentang Penunjukan Tempat dan Tata
Cara Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 168/PMK.03/2007 tentang Perubahan Atas Keputusan
Menteri Keuangan No. 517/KMK.04/2000 tentang Penunjukan Tempat dan Tata Cara
Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

12
PENUTUP

C. Kesimpulan

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan atau disingkat BPHTB adalah salah satu jenis
pajak yang harus dibayarkan saat membeli rumah maupun properti lainnya. Dalam Undang-
undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000, pemberian Hak
Pengelolaan merupakan objek pajak. Dikenakannya Hak Pengelolaan sebagai objek pajak
adalah karena penerima Hak Pengelolaan memperoleh manfaat ekonomis dari tanah yang
dikelolanya. Namun mengingat pada umumnya Hak Pengelolaan diberikan kepada
Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah Propinsi,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, lembaga pemerintah lainnya, dan Perusahaan Umum
Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) tidak dimaksudkan untuk mencari
keuntungan, sehingga pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan karena
pemberian Hak Pengelolaan perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah. Subyek pajak yang
wajib dikenakan BPHTB adalah prang pribadi atau badan yang memeroleh Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan. Sesuai aturan, tarif pajak yang ditetapkan sebesar 5%.

D. Saran
Demikian makalah ini, penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami diperlukan agar
kedepannya bisa menjadi lebih baik lagi. Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua.

2
Daftar Pustaka
UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah danBangunan

UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria


Keputusan Menteri Keuangan No. 516/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Penentuan

Besarnya NPOPTKP BPHTB, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Keuangan No. 14/PMK.03/2009 Perubahan Ketiga Atas Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Penentuan Besarnya
NPOPTKPBPHTB

PP No. 113 Tahun 2000 tentang Penentuan Besarnya NPOPTKPBPHTB


PP No. 111 Tahun 2000 tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan

Bangunan Karena Waris dan HibahWasiat


Keputusan Menteri Keuangan No. 517/KMK.04/2000 tentang Penunjukan Tempat dan Tata
Cara Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 168/PMK.03/2007 tentang Perubahan Atas
Keputusan Menteri Keuangan No. 517/KMK.04/2000 tentang Penunjukan Tempat dan Tata
Cara Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Anda mungkin juga menyukai