OLEH
Kelompok
VI
1. I Gst Ngr Bagus Widana
2. Ni Putu Yuni Widiastuti
3. Ida Ayu Swanita Trinayani
1506325007
1506325008
1506325009
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
A. Pendahuluan
Salah satu kegunaan utama dari sistem informasi akuntansi manajemen adalah
memberikan informasi yang dapat dipergunakan manajemen untuk pengambilan
keputusan. Misalkan, jika yang dipergunakan adalah informasi mengenai biaya
yang sudah terjadi (sunk cost), maka pengambilan keputusan yang diambil bisa
saja salah. Karena itu, penting sekali untuk membedakan mana biaya yang dapat
dipakai dan yang tidak dapat dapat dipakai untuk pengambilan keputusan,
sehingga manajemen dapat melakukan pengambilan keputusan yang benar.
B. Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan
Pada dasarnya terdapat lima langkah yang harus dilakukan dalam pengambilan
keputusan, termasuk didalamnya pengambilan kepitusan jangka pendek. Langkahlangkah tersebut adalah:
1. Menyadari adanya permasalahan dan mendifinisikan permasalahan
tersebut
2. Mengidentifikasi alternatif-alternatif yang dapat dipergunakan untuk
memecahkan masalah tersebut.
3. Mengidentifikasi perkiraan biaya yang akan dikeluarkan dan pendapatan
yang akan diterima untuk setiap alternatif yang telah dipilih dan
membandingkan biaya dan pendapatan relevan untuk setiap alternatif.
4. Menilai dampak atau faktor kualitatif dari setiap alternatif tersebut
terhadap tujuan perusahaan secara keseluruhan.
5. Memilih alternatif yang paling menguntungkan, namun tidak bertentangan
dengan tujuan perusahaan
Sunk costs adalah biaya-biaya yang sudah terjadi atau sudah dikeluarkan
perusahaan. Uang yang dikeluarkan perusahaan untuk biaya-biaya tersebut tidak
dapat ditarik kembali. Hampir semua biaya-biaya yang terdapat dalam laporan
laba-rugi perusahaan, jika perusahaan sudah melakukan pembayaran, merupakan
sunk cost. Biaya ini tidak relevan dan seharusnya tidak dipakai sebagai
pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Contoh dari sunk costs adalah biaya
yang terdapat pada persedian perusahaan, baik itu persediaan bahan mentah,
persedian barang dalam proses, maupun persedian barang jadi. Misalkan, nilai
persediaan barang jadi berasal dari biaya produksi dari barang-barang yang sudah
selesai diproduksi. Karena semua biaya-biaya produksi tersebut sudah dikeluarkan
perusahaan, maka biaya-biaya tersebut sudah merupakan sunk cost bagi
perusahaan Implikasinya, biaya produksi tersebut menjadi tidak relevan lagi
dijadikan daras pengambilan keputusan perusahaan, termasuk didalamnya untuk
penentuan harga.
2. Opportunity Costs
Opportunity cost adalah kesempatan yang hilang karena perusahaan memilih
suatu alternatif tertentu dibandingkan dengan alternative lainnya. Kesempatan
yang hilang tersebut dapat berupa pendapatan yang hilang, marjin kontribusi yang
hilang, maupun profit yang hilang. Contoh misalkan PT X sudah beroperasi
dalam kondisi kapasitas penuh, dan ada seseorang pembeli baru yang ingin
memesan barang dari perusahaan A. Pesanan tersebut, sebut saja pesanan A, akan
menghasilkan marjin kontribusi sebesar Rp30.000.000. Namun, untuk memenuhi
pesanan tersebut, perusahaan harus mengorbankan salah satu pesanan yang
selama ini dilayaninya, yaitu pesanan B. Pesanan yang dikorbankan tersebut
memiliki marjin sebesar Rp20.000.000. Hal ini berarti opportunitu costs
perusahaan untuk memenuhi pesanan A adalah Rp20.000.000. Opporunity costs
ini harus diperhitungkan dalam aspek pengambilan keputusan perusahaan,
terutama jika perusahaan memiliki keterbatasan (shortage) dari sumber daya yang
dimilikinya, baik itu berupa kapasitas mesin, kapasitas orang, jumlah bahan
mentah, dan sebagainya.
3. Relevan Cost
buruh
langsung yang dibutuhkan untuk membuat kursi adalah 15 m3nit per kursi. Biaya
buruh langsung adalah Rp16.000 per jam buruh langsung. Perusahaan
membebankan biaya overhead untuk masing-masing produk berdasarkan jam
mesin. Sedangkan tarif biaya overhead tetap adalah Rp80.000 per jam mesin. Tarif
overhead tetap ini dihitung berdasarkan kapasitas mesin sebesar 100.000 jam
mesin. Tidak ada biaya-biaya lain yang akan dikeluarkan perusahaan terkait
dengan pesanan ini. Selama ini perusahaan menjual kursi tersebut dengan harga
Rp60.000 per kursi.
Pertanyaan
Diperlukan waktu 10 menit buruh langsung untuk membuat satu unit pisau.
Perusahaan menyewa satu buah mesin yang dikhususkan untuk membuat pisau,
dan biaya sewa mesin adalah Rp100.000.000 per tahun. Jika produksi pisau
dihentikan, maka kontrak sewa mesin tersebut dapat dibatalkan. Besar biaya
penyusutan untuk ruang pabrik yang dipergunakan untuk membuat pisau adalah
Rp40.000.000 per tahun. Jika pisau tidak diproduksi, maka ruangan tersebut akan
menganggur dan tidak dapat dipergunakan untuk apapun. Jumlah pisau yang
diproduksi adalah 20.000 pisau dalam 1 tahun. Saat ini terdapat pemasok dari luar
perusahaan yang menawarkan untuk memasok pisau dengan harga Rp17.000 per
pisau. Menurut anda, apakah sebaiknya perusahaan tetap memproduksi pisau
didalam perusahaan atau membelinya dari luar?
Jawaban
Untuk kasus ini, maka sekali lagi yang menjadi biaya relevan adalah biaya
variabel, karena biaya ini akan berbeda antara keputusan memproduksi sendiri
atau membeli dari luar. Jika perusahaan memproduksi sendiri, maka biaya
variabel akan muncul, namun jika perusahaan membeli dari luar maka biaya
variabel ini dapat dihilangkan. Namun untuk biaya tetap, perusahaan harus
melihat apakah biaya tetap tersebut merupakan biaya relevan, namun bila tidak,
maka biaya tetap tersebut bukan merupakan biaya relevan, karena baik keputusan
untuk membeli dari luar atau memproduksi sendiri biayanya akan tetap sama.
Dalam kasus ini biaya sewa mesin merupakan biaya tetap yang relevan,
sedangkan biaya penyusutan gedung pabrik bukan merupakan biaya relevan.
Dengan demikian biaya yang relevan dalam kasus ini adalah semua biaya variabel
(Rp11.000 per pisau) dan biaya sewa mesin (Rp100.000.000 per tahun atau
Rp5.000 per pisau). Dengan demikian biaya relevan per pisau adalah Rp16.000
per pisau. Jika dibandingkan dengan penawaran dari pemasok luar, maka opsi
memproduksi sendiri masih lebih murah.
Namun, jika penawaran dari pemasok luar lebih murah, maka terdapat faktor
kualitatif yang juga harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan.
Faktor-faktor tersebut antara lain, kualitas dari bahan baku atau komponem yang
akan dipasok, kontinuitas pasokan ketepatan waktu kedatangan pasokan, dan
sebagainya. Sekali lagi, meskipun harga pasokan dari luar lebih murah, namun
Total
Penjualan
195.000.000
225.000.00
0
275.000.000
695.000.000
36.000.000
28.000.000
60.000.000
124.000.000
By Buruh Langsung
By Overhead Pabrik Variabel
15.000.000
18.000.000
20.000.000
53.000.000
22.000.000
24.000.000
26.000.000
72.000.000
47.000.000
64.000.000
32.000.000
143.000.000
Marjin Kontribusi
75.000.000
91.000.000
137.000.000
303.000.000
By Tetap Langsung
15.000.000
26.000.000
85.000.000
126.000.000
By Tetap Bersama
20.000.000
30.000.000
58.000.000
108.000.000
Laba Neto
40.000.000
35.000.000
(6.000.000)
69.000.000
namun jika produk dihentikan maka biaya variabel menjadi nol. Dalam tabel
terlihat ada dua biaya tetap, yaitu biaya tetap langsung dan biaya tetap bersama.
Biaya tetap langsung merupakan biaya tetap yang dikeluarkan khusus untuk
produk tersebut, sehingga biayanya bisa ditelusuri langsung ke produk. Contoh
biaya tetap langsung adalah biaya sewa atau penyusutan mesin yang dikhusukan
untuk memproduksi satu jenis produk, lalu biaya gaji unutk orang yang bekerja
khusus untuk memproduksi satu produk dan sebagainya. Biaya tetap jenis ini
memang tidak otomatis hilang jika suatu produk dihentikan, namun biaya tetap ini
lebih mudah dihilangkan dibandingkan dengan biaya tetap bersama. Jika biaya
tetap ini dapat dihilangkan jika produk dihentikan, maka biaya tetap ini akan
menjadi biaya relevan, namun jika semuanya tidak dapat dihilangkan, maka akan
menjadi biaya tidak relevan.
Biaya tetap bersama merupakan biaya tetap yang dikeluarkan dan dipergunakan
untuk ketiga produk yang dihasilkan perusahaan. Contoh dari biaya tetap bersama
adalah biaya penyusutan gedung pabrik, biaya gaji supervisor yang mengawasi
ketiga produk tersebut. Biaya gaji direksi, dan sebagainya. Karena biaya ini
dipergunakan untuk semua produk maka jika satu produk dihentikan, maka biaya
tetap bersama biasanya tidak akan hilang, karena masih dipergunakan untuk
produk lainnya. Karena biaya ini akan tetap sama apakah produk dihentikan atau
tidak, maka biaya ini merupakan biaya tidak relevan.
Dalam contoh soal, diasumsikan bahwa jika produk C dihentikan, maka semua
biaya tetap langsung dapat dihilangkan, sedangkan biaya tetap bersama tidak
dapat dihilangkan, hasil keputusan tersebut adalah
Total
Penjualan
195.000.000
225.000.00
0
420.000.000
36.000.000
28.000.000
64.000.000
By Buruh Langsung
By Overhead Pabrik Variabel
15.000.000
18.000.000
33.000.000
22.000.000
24.000.000
46.000.000
47.000.000
64.000.000
111.000.000
Marjin Kontribusi
75.000.000
91.000.000
166.000.000
By Tetap Langsung
15.000.000
26.000.000
41.000.000
By Tetap Bersama
20.000.000
30.000.000
58.000.000
108.000.000
Laba Neto
40.000.000
35.000.000
(58.000.000)
17.000.000
proses tersebut adalah 3.000 kg AAA, 4.000 kg BBB, dan 4.000 kg CCC. Semua
produk tersebut langsung dapat dijual pada saat selesai diproduksi (pada titik
split-off). Harga jual untuk produk AAA dapat diproses lebih lanjut menjadi
AAA1. Biaya untuk memproses lebih lanjut adalah Rp2.000 per kg, dan harga jual
produk AAA1 adalah Rp.23.000 per kg. Apakah produk AAA lebih baik diproses
lebih lanjut atau langsung dijual pada titik split-off?
Jawaban
Seperti yang telah dijelaskan, alokasi joint cost tidak relevan untuk keputusan ini.
Karena itu yang merupakan biaya dan pendapatan relevan dalam situasi ini adalah
tambahan pendapatan dan tambahan biaya akiba pemrosesan lebih lanjut. Jika
produk AAA diproses lebih lanjut, maka akan ada penambahan pendapatan
sebesar Rp3.000 per kg, sedangkan pertambahan biaya adalah Rp2.000 per kg.
Karena pertambahan pendapatan lebih besar dari pertambahan biaya, maka
produk AAA sebaiknya diproses lebih lanjut menjadi AAA1.
5. Penetuan Bauran Produk dengan Kendala
Penentuan bauran produk dengan kendala terjadi apabila perusahaan memiliki
kapasitas produksi yang terbatas sehingga tidak dapat memenuhi permintaan yang
ada. Karena itu perusahaan harus memprioritaskan produk mana yang harus
diproduksinya agar dapat menghasilkan keuntungan maksimal.
Contoh
PT. Cahaya Gelap memproduksi tiga jenis produk, yaitu produk A1, A2, dan A3,
informasi yang berkaitan dengan masing-masing produk adalah:
Kapasitas produksi perusahaan adalah 3.000 jam atau 18.000 menit per tahun.
Berdasarkan informasi yang diberikan, tentukan bauran produk yang dapat
memaksimalkan keuntungan perusahaan.
Jika dilihat pada tabel yang diberikan, maka terlihat bahwa produk A1 walaupun
memiliki marjin kontribusi per unit yang paling tinggi, namun memiliki marjin
kontribusi per menit yang paling rendah. Hal ini dikarenakan untuk memproduksi
produk A1 diperlukan waktu yang paling lama. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, mak prioritas pemilihan produk harus didasarkan pada marjin
kontribusi per menit yang paling tinggi, maka prioritas akan diberikan pada
produk A3, lalu A2, baru kemudian A1.
Untuk memproduksi produk A3 akan dibutuhkan total waktu 6.000 menit, A2
8.000 menit, sehingga total waktu yang dibutuhkan untuk membuat kedua produk
tersebut adalah 14.000 menit. Waktu yang tersisa untuk membuat produk A1
adalah 4.000 menit, sehingga jumlah produk A1 yang dapat dibuat hanya sebesar
400 unit (4.000 menit/10 menit). Total maksimal marjin kontribusi yang dapat
diperoleh perusahaan adalah Rp10.500.000 untuk produk A3, Rp8.000.000 untuk
produk A2 Rp2.000.000 untuk produl A1, dengan total marjin kontribusi sebesar
Rp20.500.000.
E. Pengambilan Keputusan Jangka Pendek dengan Activity Based Costing
salah satu permasalahan yang timbul dalam konsep biaya relevan adalah
penggunaan alokasi tradisional dalam penentuan tarif biaya overhead, baik itu
merupakan biaya overhead tetap maupun biaya overhead variabel. Penggunaan
dapat
memperbaiki
keakuratan
perhitungan
yang
dilakukan
Pada tabel tersebut terlihat bahwa untuk memnuhi semua permintaan yang ada
diperlukan waktu 12.900 menit pada mesin 1, sedangkan kapasitas mesin 1 adalah
15.000 menit. Hal ini berarti kapasitas mesin 1 masih cukup untuk memenuhi
permintaan yang sama. Situasi tersebut juga terlihat pada mesin 3,4, dan 5.
Namun demikian, untuk mesin 2, kapasitas produksi perusahaan tidak dapat
memenuhi permintaan pasar. Untuk memenuhi semua permintaan pasar
diperlukan 13.800 menit, sedangkan kapasitas yang tersedia hanya 12.000 menit.
Karena itu, kendala yang dihadapi perusahaan adalah kendala internal pada mesin
2.
Dalam tahap kedua, maka perusahaan harus memanfaatkan mesin 2 ini dengan
sebaik mungkin. Ada beberapa cara untuk melakukan hal ini, salah satunya adalah
dengan memprioritaskan produk-produk yang memiliki profit yang tinggi (dalam
hal ini throughput yang tinggi) untuk terlebih dahulu diproduksi pada mesin 2.
Untuk itu, perusahaan harus memperbandingkan throughput per menit untuk
masing-masing produk. Throughput per menit untuk produk ABC adalah
Rp4.000/12 menit = Rp333,33, sedangkan untuk produk DEF adalah Rp5.000/6
menit = Rp833,33, sedangkan untuk produk GHI adalah Rp7.000/menit =
Rp1.750. dari perhitungan tersebut, maka prioritas produksi harus diutamakan
pada produk GHI, lalu DEF, dan terkhir adalah ABC.
Untuk memenuhi semua permintaan pasar untuk GHI diperlukan 300 X 4 menit =
1.200 menit dari mesin 2, lalu untuk memenuhi semua permintaan pasar produk
DEF diperlukan 500 X 6 menit = 3.000 menit dari mesin 2. Total waktu mesin 2
yang dibutuhkan untuk memproduksi DEF dan GHI adalah 4.200 menit. Jumlah
menit mesin 2 yang tersisa untuk memproduksi ABC adalah 12.000 menit - 4.200
menit = 7.800 menit. Jumlah ini hanya dapat dipakai untuk memproduksi 650 unit
produk ABC (7.800 menit/12 menit). Karena itu, nauran produk yang dapat
memaksimalkan throughput perusahaan adalah 650 unit produk ABC, 500 unit
produk DEF, dan 300 unit produk GHI. Total throughput maksimal yang
dihasilkan perusahaan adalah (Rp4.000 X 650) + (Rp5.000 X 500) +
(Rp7.000X3.000) = Rp7.200.000.
Tahap ketiga lebih berkaitan dengan proses produksi dalam perusahan. Dalam hal
ini, semua keputusan-keputusan yang berkaitan dengan mesin 1,3,4, dan 5,
misalkan keputusan untuk scheduling, akan dilakukan dengan mengacu pada
keputusan yang diambil untuk mesin 2. Konsep ini dalam teori kendala disebut
dengan drum-buffer-rope (DBR). Dalam konsep DBR, maka mesin 2 (mesin yang
terkendala) akan menjadi irama penentu kerja (drum) untuk mesin 3,4, dan 5 dan
mesin 2 juga akan menjadi tali (rope) yang dipergunakan untuk membatasi produk
mesin 1.
Tahap keempat berbicara mengenai cara untuk mengatasi kendala yang dihadapai
perusahaan. Dalam hal ini, kendala yang dihadapi perusahaan adalah keterbatasan
kapasitas pada mesin 2. Karena itu, hal yang dapat dilakukan perusahaan adalah
meningkatkan kapasitas mesin 2 tersebut, apakah melalui lembur, outsourcing,
atau bahkan penambahan mesin baru. Peningkatan kapasitas dapat dilakukan
selama penambahan throughput masih lebih besar dari penambahan biaya untuk
peningkatan kapasitas tersebut.
Tahap ke lima, merupakan pernyataan bahwa kendala yang dihadapi perusahaan
tidak ada akhirnya, karena jika perusahaan sudah menambah kapasitas mesin 2,
maka kendala akan bergeser pada mesin-mesin lainnya, atau bahkan kendala dapat
berpindah ke luar (eksternal constraint), karena sekarang kapasitas perusahaan
melebihi apa yang dapat diserap pasar. Untuk memecahkan masalah ini, maka
perusahaan harus mulai melakukan langkah pertama lagi.