Anda di halaman 1dari 25

Tugas

MAKALAH BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN


(BPHTB)

OLEH

NAMA : ANDI EVA RESKI ALFIANI

NPM : 17 501 120

KELAS :A

PRODI : MANAJEMEN PERPAJAKAN

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA

TAHUN AJARAN 2019/2020

1 |BEA PEROLEHAN ATAS HAK TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)


Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas berkat dan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan

makalah pada mata kuliah PAJAK DEARAH,BEA MATERAI,PBB DAN

BPHTP  dengan judul Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan

(BPHTB). Makalah ini saya disusun sebagai syarat pengganti final pada Mata

Kuliah kuliah Pajak Dearah,Bea Materai,PBB DAN BPHTP

Makalah ini dapat diselesaikan, atas dorongan dan bimbingan serta petunjuk

dari berbagai pihak, baik materi maupun teknik penyusunannya. Terimakasih yang tak

terhingga kepada , sebagai pemangku Mata Kuliah Pajak Dearah,Bea

Materai,PBB DAN BPHTP.

Saya menyadari bahwa didalam penulisan makalah ini masih

banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik maupun saran dari

semua pihak akan saya terima dengan senang hati.

Akhir kata, semoga apa yang telah diberikan kepada saya dan

segala bantuan serta jasa, akan mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa

dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Soppeng, 16 Mei 2020

Penulisan

2 |BEA PEROLEHAN ATAS HAK TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)


Daftar Isi

Kata Pengantar……………………........................................... 2

Daftar Isi…………………………............................................ 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………........................................... 5

B. Rumusan Masalah ……………........................................... 6

C. Tujuan Pembahasan ……………........................................... 6

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Bea Perolehan

Hak Atas Tanah Dan Bangunan …….......................................... 7

B. Dasar Hukum………………………........................................... 8

C. Istilah Penting dalam UU BPHTB….......................................... 8

D. Objek Pajak………………………............................................. 11

1. Pemindahan Hak ………………......................................... 11

2. Pemberian hak baru…………….......................................... 13

3. Hak atas Tanah………………….......................................... 14

E. Tarif Pajak………………………….......................................... 15

F. Dasar Pengenaan Pajak…………….......................................... 15

1. Nilai Pasar………………………………………………… 17

G. Nilai Perolehan Objek Pajak

Yang Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)........................................ 17

H. Tata Cara untuk menentukan

besarnya NPOPTKP ................................................................ 18

3 |BEA PEROLEHAN ATAS HAK TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)


I. Penghitungan Pajak ………………........................................ 21

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN………….................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA …………….................................................. 23

4 |BEA PEROLEHAN ATAS HAK TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana

telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang

Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada

negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara

langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Mengisyaratkan bahwa diperlukan adanya pembaruan

sistem perpajakan guna  meningkatkan kemampuan negara dan

masyarakat untuk membiayai pembangunan yang berasal dari sumber-

sumber dalam negeri, karena semakin meningkatnya penerimaan  yang

bersumber dari dalam negeri akan semakin meningkat pula kemandirian

dalam pembiayaan pelaksanaan pembangunan.

Tanah dan bangunan merupakan hak yang diperoleh oleh setiap

orang, tetapi selain hak kita juga mempunyai kewajiban atas tanah dan

bangunan tersebut. Kewajiban tersebut berupa pajak. Pajak yang

dikenakan terhadap tanah dan bangunan ini dinamakan Bea Perolehan Hak

atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

5 |BEA PEROLEHAN ATAS HAK TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)


Pajak yang dikenakan atas tanah dan bangunan ini atau BPHTB ini

bersifat wajib bagi wajib pajak yang mempunyai tanah dan bangunan.

Mengenai ini  sudah ditetapkan dlam UU No. 20 Tahun 2002 dan juga

terdapaat pada Keputusan Mentri Keuangan No.516/KMK04/2004

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan sebagai

berikut:

1. Apa pengertian BPHTB

2. Apa dasar hukum BPHTB ?

3. Apa saja yang termasuk objek pajak BPHTB ?

4. Bagaimana cara perhitungan pajak BPHTB ?

C. Tujuan pembahasan

Adapun tujuan pembahasan dari makaah ini yaitu :

1. Untuk mengetahui pengertian BPHTB

2. Untuk mengetahui dasar hukumnya BPHTB

3. Untuk Mengetahui Objek pajak BPHTB

4. Untuk Mengetahui cara perhitungan pajak BPHTB

6 |BEA PEROLEHAN ATAS HAK TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah

pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan

hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa

hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas dan atau bangunan

oleh orang pribadi atau badan.

Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan,

berserta bangunan di atasnya sebagaimana dalam Undang-Undang

Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,

Undang-undang Nomor 16 tentang Rumah Susun dan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang lainnya.

Dasar pengenaan atas bea perolehan hak atas tanah dan bangunan

dari nilai perolehan objek pajak dengan besaran tarif sebesar 5% dari

nilai perolehan objek pajak. Pada awalnya, BPHTB dipungut oleh

pemerintah pusat, tetapi sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor

28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD),

mulai 1 Januari 2011, BPHTB dialihkan menjadi pajak daerah yang

dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota.

7 |BEA PEROLEHAN ATAS HAK TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)


B. Dasar Hukum BPHTB

Dasar hukum BPHTB adalah :

1. UU No. 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas UU No. 21 Tahun

1997 Tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

2. KMK Nomor : 630/KMK.04/1997 Tentang Badan atau Perwakilan

Organisasi Internasional Yang Tidak Dikenakan Bea Perolehan

Hak atas Tanah dan Bangunan.

C. Istilah Penting dalam UU BPHTB

Menurut Pasal 1 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No. 20 Tahun

2000

1. Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak

yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau

bangunan, yang selanjutnya disebut pajak.

2. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan

atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak

atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.

3. Hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah,

termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan diatasnya,

sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun

1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-

undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan

ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

8 |BEA PEROLEHAN ATAS HAK TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)


4. Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau

sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.

5. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan Kurang Bayar adalah surat ketetapan yang

menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah

kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi

administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.

6. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan

yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah

ditetapkan.  

7. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan Lebih Bayaradalah surat ketetapan yang menentukan

jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah pajak yang

telah dibayar lebih besar daripada pajak yang seharusnya

terutang.

8. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan Nihil adalah surat ketetapan yang menentukan

jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah

pajak yang dibayar.

9. Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk

9 |BEA PEROLEHAN ATAS HAK TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)


melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke

kas negara melalui Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha

Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau

tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri dan

sekaligus untuk melaporkan data perolehan hak atas tanah dan

atau bangunan.

10. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan untuk

membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau

kekeliruan dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan yang terdapat dalam Surat Ketetapan Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat

Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak

atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar, Surat Ketetapan Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil, atau Surat

Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

11. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas

keberatan terhadap Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas

Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar

Tambahan, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan Lebih Bayar, atau Surat Ketetapan Bea Perolehan

10 |BEA PEROLEHAN ATAS HAK TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)


Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil yang diajukan oleh Wajib

Pajak.

12.  Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas

banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan

oleh Wajib Pajak.

D. Objek Pajak

Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan

atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :

1. Pemindahan Hak

 Jual beli

 Tukar Menukar

 Hibah

 Hibah Wasiat, adalah suatu penetapan wasiat yang khusus

mengenai pemberian hak atas tanah dan atau bangunan

kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang

berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia.

 Waris

 Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya,

adalah pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari

orang pribadi atau badan kepada Perseroan Terbatas atau

11 |BEA PEROLEHAN ATAS HAK TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)


badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal pada

Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya tersebut.

12 |BEA PEROLEHAN ATAS HAK TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)


 Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, adalah

pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau

bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesama

pemegang hak bersama.penunjukan pembeli dalam lelang;

 Penunjukan pembeli dalam lelang, adalah penetapan

pemenang lelang oleh Pejabat Lelang sebagaimana yang

tercantum dalam Risalah Lelang.

elaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan

hukum tetap, sebagai pelaksanaan dari putusan hakim yang

telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, terjadi

peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai

salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam

putusan hakim tersebut.

 Penggabungan usaha adalah penggabungan dari dua badan

usaha atau lebih dengan cara tetap mempertahankan

berdirinya salah satu badan usaha dan melikuidasi badan

usaha lainnya yang menggabung.

 Peleburan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih

badan usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan

melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung tersebut.

13 |BEA PEROLEHAN ATAS HAK TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)


 Pemekaran usaha adalah pemisahan suatu badan usaha

menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara

mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian

aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang

dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama.

 Hadiah adalah suatu perbuatan hukum berupa penyerahan

hak atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh

orang pribadi atau badan hukum kepada penerima hadiah.

2. Pemberian hak baru

 Kelanjutan pelepasan hak; Yang dimaksud dengan

pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak adalah

pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan

hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari pelepasan

hak.

 Diluar pelepasan hak. Yang dimaksud dengan pemberian

hak baru di luar pelepasan hak adalah pemberian hak baru

atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari

Negara atau dari pemegang hak milik menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku

14 |BEA PEROLEHAN ATAS HAK TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)


3. Hak atas Tanah

Yang dimaksud hak atas tanah adalah :

 Hak milik, adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh

yang dapat dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum

tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah.

 Hak guna usaha, adalah hak untuk mengusahakan tanah

yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu

sebagaimana yang ditentukan oleh perundang-undangan

yang berlaku.

 Hak guna bangunan, adalah hak untuk mendirikan dan

mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan

miliknya sendiri dengan jangka waktu yang ditetapkan

dalam Undang-undang  Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

 Hak pakai, adalah hak untuk menggunakan dan atau

memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh

Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi

wewenang  dan kewajiban yang ditentukan dalam

keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang

memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik

tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau

perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu sepanjang tidak

15 |BEA PEROLEHAN ATAS HAK TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)


bertentangan dengan jiwa dan peraturan perundang-

undangan yangberlaku.

 Hak milik atas satuan rumah, adalah hak milik atas satuan

yang bersifat perseorangan dan terpisah. Hak milik atas

satuan rumah susun meliputi juga hak atas bagian bersama,

benda bersama, dan tanah bersama yang semuanya

merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan

satuan yang bersangkutan.Hak pengelolaan, adalah hak

menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya

sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara

lain, berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan

tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan

tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut

kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak

ketiga.

E. Tarif Pajak

( Pasal 5 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No.20 Tahun 2000 )

Tarif pajak yang dikenakan atas objek BPHTB  adalah sebesar 5 %

(lima persen).

F. Dasar Pengenaan Pajak

( Pasal 6 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No.20 Tahun 2000 )

Yang menjadi Dasar Pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan

Objek Pajak (NPOP), yaitu dalam hal :

16 |BEA PEROLEHAN ATAS HAK TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)


1. Jual beli adalah harga transaksi;

2.  Tukar-menukar adalah nilai pasar;

3. Hibah adalah nilai pasar;

4. Hibah wasiat adalah nilai pasar;

5. Waris adalah nilai pasar;

6. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai

pasar;

7. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;

8. Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai

kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar;

9. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan

hak adalah nilai pasar;

10. Pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak adalah nilai

pasar;

11. Penggabungan usaha adalah nilai pasar;

12. Peleburan usaha adalah nilai pasar;

13.  Pemekaran usaha adalah nilai pasar;

14. Hadiah adalah nilai pasar;

15. Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang

tercantum dalam Risalah Lelang.

Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud

dalam ayat (2) huruf a sampai dengan n tidak diketahui atau lebih rendah

daripada Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan dalam pengenaan Pajak

17 |BEA PEROLEHAN ATAS HAK TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)


Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan

pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan

Bangunan.

 Nilai Pasar

( Pasal 6 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No.20 Tahun 2000 ) 

Yang dimaksud dengan nilai pasar adalah harga rata-rata

dari transaksi jual beli secara wajar yang terjadi di sekitar letak

tanah dan atau bangunan.

G. Nilai Perolehan Objek Pajak Yang Tidak Kena Pajak

(NPOPTKP)

( Pasal 7 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No.20 Tahun 2000 jo. PP

No.113 Tahun 2000 jo.KMK-516/KMK.04/2000 sebagaimana telah

diubah terakhir dengan PMK-33/PMK.03/2008)

Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara

regional paling banyak Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah),

kecuali dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang

diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah

dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke

bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, Nilai

Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional

paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

18 |BEA PEROLEHAN ATAS HAK TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)


Yang dimaksud dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena

Pajak ditetapkan secara regional adalah penetapan Nilai Perolehan

Objek Pajak Tidak Kena Pajak untuk masing-masing Kabupaten/Kota.

H. Tata Cara untuk menentukan besarnya NPOPTKP

( Pasal 7 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No.20 Tahun 2000 jo.

PP No.113 Tahun 2000 jo. KMK-516/KMK.04/2000 sebagaimana

telah diubah terakhir dengan PMK-33/PMK.03/2008)

Tata Cara untuk menentukan besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak

Tidak Kena Pajak adalah sebagai berikut :

1. Besarnya Nilai Perolehan Objek Tidak Kena Pajak ditetapkan

untuk setiap Kabupaten/Kota.

2. Besarnya Nilai Perolehan Objek Tidak Kena Pajak untuk setiap

Kabupaten/Kota dapat diusulkan oleh Pemerintah Daerah yang

bersangkutan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal

Pajak setempat, paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tahun pajak

dimulai.

3. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak setempat atas

nama Menteri Keuangan menetapkan besarnya Nilai Perolehan

Objek Pajak Tidak Kena Pajak dengan memperhatikan usulan

Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam point 2.

4. Dalam hal Pemerintah Daerah tidak mengajukan usulan

sebagaimana dimaksud dalam point 2, besarnya Nilai Perolehan

Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan oleh Kepala Kantor

19 |BEA PEROLEHAN ATAS HAK TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)


Wilayah Direktorat Jenderal Pajak setempat atas nama Menteri

Keuangan dengan mempertimbangkan perkembangan

perekonomian regional.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama

Menteri Keuangan, menetapkan besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak

Tidak Kena Pajak secara regional dengan ketentuan:  

a. untuk perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima

orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam

garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah

dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, ditetapkan

paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah);  

b. untuk perolehan hak Rumah Sederhana Sehat (RSH) sebagaimana

diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor

03/PERMEN/M/2007 tentang Pengadaan Perumahan dan

Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan

Melalui KPR Bersubsidi, dan Rumah Susun Sederhana

sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan

Rakyat Nomor 7/PERMEN/M/2007 tentang Pengadaan Perumahan

dan Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan

Melalui KPR Sarusun Bersubsidi, ditetapkan sebesar Rp

49.000.000,00 (empat puluh sembilan juta rupiah);

c. untuk perolehan hak baru melalui program pemerintah yang

diterima pelaku usaha kecil atau mikro dalam rangka Program

20 |BEA PEROLEHAN ATAS HAK TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)


Peningkatan Sertifikasi Tanah untuk Memperkuat Penjaminan

Kredit bagi Usaha Mikro dan Kecil, ditetapkan sebesar Rp

10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);  

d. untuk perolehan hak selain perolehan hak sebagaimana dimaksud

pada huruf a, huruf b, dan huruf c, ditetapkan paling banyak Rp

60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah);       

e. dalam hal Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang

ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf d lebih besar

daripada Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang

ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf b, maka Nilai

Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak untuk perolehan hak

sebagaimana dimaksud pada huruf b ditetapkan sama dengan Nilai

Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana ditetapkan

pada huruf d;       

f. dalam hal Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang

ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf d lebih besar

daripada Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang

ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf c, maka Nilai

Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak untuk perolehan hak

sebagaimana dimaksud pada huruf c ditetapkan sama dengan Nilai

Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana ditetapkan

pada huruf d."    

I. Penghitungan Pajak

21 |BEA PEROLEHAN ATAS HAK TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)


( Pasal 8 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No.20 Tahun 2000 )

Secara umum besarnya BPHTB yang terutang dihitung dengan

cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Kena

Pajak (NPOPKP) yang diperoleh dari Nilai Perolehan Objek Pajak

(NPOP) dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena

Pajak (NPOPTKP), atau lebih lengkapnya sebagaimana diuraikan pada

rumus dibawah ini:

Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP)                                         xxxx

Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)   xxxx  (-)

Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP)                xxxx

Besarnya BPHTB terutang = 5% x NPOPKP

BAB III
22 |BEA PEROLEHAN ATAS HAK TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pajak BPHTB adalah sumber penting dalam pendapatan negara

terutama untuk daerah. Karena hanya sebagian kecil yaitu 20 persen

untuk pusat dan 80 persennya merupakan bagian dari daerah. Sehingga

dibutuhkan sinergi antara pemerintah dengan masyarakat dalam

menjaga konsistensi dalam pembangunan. Demi mendapatkan hasil

yang maksimal atas pajak BPHTB. Memberikan konsekuensi kepada

pemerintah untuk memberikan stimulan dan insentif kepada

pengembang perumahan maupun masyarakat miskin agar program

pembangunan perumahan bisa terwujud. Sebagai salah satu upaya

dalam pembanguna atas pajak BPHTB. Sedangkan di bidang hak atas

tanah maka perizinan atas tanah serta pembangunan semestinya tidak

melalui administrasi yang berbelit-belit agar tidak mejadi maslah baru

dalam penyelesaian masalah BPHTB saat ini. Terjadinya pengurangan

bantuan dari pemerintah pusat kedaerah juga tidak sepenuhnya menjadi

masalah dan pugas pemerinth dalam penyelesaiannya. Masyarakat juga

memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikannya.

Daftar Pustaka

23 |BEA PEROLEHAN ATAS HAK TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)


 Keputusan Menteri Keuangan No. 519/KMK.04/2000 tentang Pembagian
Hasil PenerimaanBPHTB.
 Keputusan Menteri Keuangan No. 561/KMK.03/2004 tentang Pemberian
Pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
 Keputusan Menteri Keuangan No. 516/KMK.04/2000 tentang Tata Cara
Penentuan Besarnya NPOPTKP BPHTB
 http://www.pajak.go.id
 http://www.badankebijakanfiskal.Penjelasan_Umum_BPHTB.html.m=1

24 |BEA PEROLEHAN ATAS HAK TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)


25 |BEA PEROLEHAN ATAS HAK TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)

Anda mungkin juga menyukai