Anda di halaman 1dari 40

1

PENAGIHAN PAJAK MELALUI SURAT PAKSA DAN PENYITAAN

TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN

PAJAK (KPP) MAKASSAR SELATAN

OLEH:

WINDA ANWARYA.S
17 501 047

JURUSAN MANAJEMEN
BIDANG PEMINATAN MANAJEMEN PERPAJAKAN
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA
MAKASSAR
2021
ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................................. ii

DAFTAR ISI......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1

A. Latar belakang........................................................................................... 1

B. Masalah pokok........................................................................................... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian............................................................... 5

1. Tujuan Penelitian................................................................................. 5

2. Kegunaan Penelitian............................................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 7

A. Tinjauan teoritis......................................................................................... 7

1. Pengertian pajak.................................................................................. 7

2. Pengertian efektivitas.......................................................................... 9

3. Penagihan pajak...................................................................................11

4. Surat perintah melaksanakan penyitaan..............................................19

B. Penelitian terdahulu...................................................................................23

C. Kerangka pikir...........................................................................................25

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................27

A. Lokasi dan waktu penelitian......................................................................27

B. Metode pengumpulan data........................................................................27

C. Jenis dan sumber data................................................................................28

D. Metode analisis..........................................................................................28

iii
iv

E. Defenisi operasional..................................................................................31

F. Sistematika penulisan................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................35
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak merupakan salah satu perwujudan dan kewajiban kenegaraan

yang merupakan sarana peran serta masyarakat dalam pembiayaan negara

dan Pembangunan nasional. Pajak dipungut oleh negara dan digunakan

untuk menjalankan roda pemerintahan demi menjamin kelangsungan

hidup serta meningkatkan mutu kehidupan bangsa Indonesia yang tercantum

dalam pembukaan UUD 1945 yang bertujuan memajukan kesejahteraan

umum, mencerdaskan Kehidupan bangsa dan turut serta melaksanakan

ketertiban dunia.

Definisi penagihan pajak menurut Soemitro (1996:17), yaitu

Penagihan pajak adalah perbuatan yang dilakukan Direktorat Jendral Pajak

karena Wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-undang pajak,

khususnya mengenai pembayaran pajak yang terutang. Sedangkan penyitaan

menurut Hadi (2001:4), yaitu serangkaian tindakan dari juru sita pajak yang

dibantu oleh 2 orang saksi untuk menguasai barang-barang dari Wajib Pajak,

guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak sesuai dengan perundang-

undangan

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, terdapat salah

satu kewenangan Direktorat Jenderal Pajak untuk mengatasi kendala

tersebut yaitu tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang

memaksa. Tindakan penagihan meliputi pemberitahuan, penagihan seketika

1
2

dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, melaksanakan penyitaan,

melaksanakan penyanderaan serta menjual barang yang telah disita. Tindakan

penagihan merupakan wujud upaya untuk mencairkan tunggakan pajak,

namun dalam pelaksanaan penagihan haruslah memperhatikan prinsip

keseimbangan antara biaya penagihan dengan penerimaan yang didapatkan

karena pelaksanaan penagihan dalam rangka pencairan tunggakan pajak

mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Beberapa upaya penagihan pajak

yang telah ditetapkan oleh pemerintah, diharapkan ada satu tahapan yang tidak

perlu mengeluarkan lebih banyak biaya dan lebih banyak waktu untuk

memprosesnya. Untuk itu penulis tertarik untuk mengangkat kedalam

penelitian mengenai Penagihan Pajak Melalui Surat Paksa Serta Penyitaan

Terhadap Penerimaan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Makassar Selatan.

Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana efektivitas penagihan pajak

dengan surat paksa dan efektivitas penagihan pajak dengan penyitaan dalam

upaya optimalisasi penerimaan pajak, karena pada hal ini didasarkan pada

banyaknya masyarakat yang menunggak pajak.

Pemerintah telah melakukan reformasi perpajakan untuk

meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak. Reformasi perpajakan

tahun 1983, sistem pemungutan pajak telah mengalami perubahan yang

cukup signifikan yaitu official assement system dan self assesment system.

Self assesment system, wajib pajak diberikan kepercayan penuh untuk

menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri pajaknya.

Namun, dalam kenyataannya masih dijumpai adanya tunggakan pajak


3

sebagai akibat tidak dilunasinya utang pajak sebagaimana mestinya,

sehingga perlu dilaksanakan tindakan penagihan yang mempunyai

kekuatan hukum yang memaksa.

Penelitian tentang surat paksa telah banyak dilakukan oleh peneliti

terdahulu. Beberapa peneliti terdahulu yang berkaitan dengan surat paksa

diantaranya dikutip dari beberapa sumber penelitian, antara lain:

Hasil penelitian Erwis (2012) menyimpulkan bahwa jumlah surat

teguran surat paksa yang diterbitkan tidak efektif baik ditinjau dari segi

jumlah lembar maupun nominal yang tertera pada surat teguran dan surat

paksa.

Artani (2013) menunjukkan hasil penagihan pajak dengan surat paksa

terhadap pelunasan tunggakan pajak di kantor pelayanan pajak tergolong tidak

efektif, jadi upaya yang dilakukan yaitu meningkatkan penyuluhan maupun

sosialisasi perpajakan terhadap penagihan pajak dengan surat paksa semakin

efektif dan adanya sanksi yang tegas bagi para penanggung pajak yang tidak

mau melunasi utang pajaknya atau menghindar dari kewajiban perpajakannya.

Nana (2015) menunjukkan hasil penelitian yakni jumlah surat teguran

yang diterbitkan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pencairan

tunggakan pajak, dimana jika jumlah surat teguran dan surat paksa penyitaan

yang diterbitkan mengalami peningkatan maka pencairan tunggakan pajak di

KPP Makassar Selatan akan meningkat juga.

Adapun penyitaan yang dilakukan oleh juru sita pajak yang telah

disumpah terlebih dahulu dengan didampingi oleh 2 orang saksi, penduduk


4

Indonesia yang telah dewasa, yang dikenal juru sita pajak dan dapat dipercaya

(undang-undang No 19 tahun 2000 tentang Penagihan dengan Surat Paksa).

Tujuan dilakukannya penyitaan adalah untuk memperoleh jaminan pelunasan

utang pajak dari penanggung pajak. Setiap pelaksanaan penyitaan, juru sita

pajak membuat berita acara pelaksanaan sita yang ditandatangani oleh juru

sita pajak, penanggung pajak dan saksi-saksi.Jika penanggung pajak adalah

badan maka berita acara pelaksanaan sita ditandatangani oleh pengurus,

kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung pajak, pemilik modal atau

pegawai tetap perusahaan.Salinan berita acara pelaksanaan sita dapat

ditempelkan di tempat umum dan berlaku sebagai pemberitahuan maksud

tindakan juru sita pajak pada penanggung pajak atas barang yang disita atau

diberi segel sita. Penyitaan dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang

disita diperkirakan cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya

penagihan pajak. Hal lainnya yang dapat disita diatur dengan peraturan

pemerintah.Pencabutan sita dilaksanakan apabila penanggung pajak telah

melunasi biaya penagihan dan utang pajak atau berdasarkan putusan

pengadilan atau putusan Badan Peradilan Pajak atau ditetapkan lain dengan

Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Kepala Daerah.

Efektivitas penagihan pajak dengan surat paksa dan penyitaan maka

dapat meningkatkan penerimaan pajak, yang diharapkan dapat memberikan

kontribusi terhadap pembangunan nasional. Oleh karena itu penagihan pajak

dengan surat paksa dan penyitaan terhadapat wajib pajak yang tidak patuh

sangat diperlukan untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak,


5

berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk membahas penagihan

pajak melalui surat paksa dan penyitaan terhadap penerimaan pajak pada

kantor pelayanan pajak Makassar Selatan.

B. Masalah Pokok

1. Bagaimana efektivitas penagihan pajak dengan surat paksa dalam upaya

optimalisasi penerimaan pajak?

2. Bagaimana efektivitas penagihan pajak dengan penyitaan dalam upaya

optimalisasi penerimaan pajak?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui efektivitas penagihan pajak dengan surat paksa

dalam upaya optimalisasi penerimaan pajak.

b. Untuk mengetahui efektivitas penagihan pajak dengan penyitaan dalam

upaya optimalisasi penerimaan pajak.

2. Kegunaan Penelitian

Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah:

a. Bagi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Makassar

Sebagai bahan penelitian bagi mahasiswa di masa yang akan datang

dengan kasus yang sama.

b. Bagi kantor pelayanan pajak


6

Sebagai bahan masukan dan pertimbangan kepada kantor pelayanan

pajak berupa saran, untuk perbaikan dalam melakukan penagihan pajak

dengan surat perintah melaksanakan penyitaan.

c. Bagi pembaca

Sebagai bahan pertimbangan dan refrensi untuk penelitian selanjutnya

dengan pokok permasalahan yang sama.

d. Bagi penulis

Menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis baik secara teori

maupun aplikasi dilapangan tentang perpajakan khususnya dibidang

penagihan pajak dengan surat perintah melaksanakan penyitaan.


7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan teoritis

1. Pengertian Pajak

Pajak menurut Soeparman Soemahamidjaja (dalam mardiasmo

2013:1) adalah iuran wajib berupa uang atau barang, yang dipungut oleh

penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi

barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.

Untuk lebih jelasnya dan untuk memahami pengertian tentang apa

yang dimaksud dengan pajak, maka dikemukakan beberapa defenisi pajak

sebagai berikut:

Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas

undang-undang No. 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara

perpajak (KUP) bahwa: “pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada

negara terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat”.

Menurut Safri Nurmantu (1994:19) beberapa unsur pajak adalah

sebagai berikut:

a. Iuran dan pungutan

Dilihat dari segi arah dana pajak, jika datangnya berasal dari WP

(wajib pajak), maka pajak disebut iuran sedangkan jika arah datanya

7
8

kegiatan untuk mewujudkan pajak tersebut berasal dari pemerintah,

maka pajak itu disebut sebagai pungutan.

b. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang

Salah satu karakteristik pokok dari pajak adalah bahwa

pemungutannya harus berdasarkan undang-undang. Hal ini disebabkan

karena pada hakekatnya pajak adalah beban yang dipikul oleh rakyat

banyak, sehingga dalam perumusan macam,jenis dan berat ringannya

tariff pajak itu, rakyat harus ikut serta menentukan dan menyetujui,

melalui wakil-wakilnya diparlemen atau dewan perwakilan rakyat

(DPR).

c. Pajak dapat dipaksakan

Fiskus mendapat wewenang dari undang-undang untuk membuka

WP supaya mematuhi kewajiban perpajakannya. Wewenang tersebut

dapat dilihat dengan adanya ketentuan saksi-saksi administrative

maupun saksi pidana fiscal dalam undang-undang perpajakan,

khussnya dalam UU KUP.

d. Tidak menerima atau memperoleh kontraprestasi

Ciri utama pajak adalah WP (tax payer) yang membayar pajak

tidak menerima atau memperoleh jasa timbul atau kontrasprestasi dari

pemerintah. Misalnya jika WP membayar penghasilan (PPh), maka

fiskus (otoritas pajak) dan pemerintah tidak akan memberikan apapun

kepadanya sebagai jasa timbal. Sistem PPh di Indonesia berdasarkan

undang-undang nomor 36 tahun 2008 yang merupakan perubahan


9

keempat atau undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak

penghasilan (UU PPh) sama sekali tidak mengenal adanya

kontraprestasi, tetapi jika WP membayar bea materai terhadap tanda

terima uang atau kwitansi, maka disini akan terlihat adanya

kontraprestasi dimana pihak yang menyimpan kwitansi dapat

menggunakan kwitansi tersebut sebagai alat bukti.

e. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara

Yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat

luas.

2. Pengertian Efektivitas

Kata efektivitas berasal dari bahasa inggris yaitu effective yang berarti

berhasil, atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Menurut

kamus besar bahasa Indonesia, kata efektif mempunyai arti efek,

pengaruh,akibat, atau dapat membawa hasil. Jadi efektivitas adalah

keaktifan, daya guna, adanya kesesuaian dalam suatu kegiatan orang yang

melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju.

Efektivitas pada dasarnya menunjukkan pada taraf tercapainya hasil,

sering atau senantiasa dikaitkan dengan pengertian efisien, meskipun ada

perbedaan diantara keduanya. Efektivitas menekankan pada hasil yang

dicapai, sedangkan efisien lebih melihat bagaimana cara mencapai hasil

yang dicapai itu dengan membandingkan antara input dan outputnya.

Sedangkan keefektivitasan menurut kamus bahasa Indonesia adalah

keadaan yang berpengaruh, keberhasilan tentang usaha atau tindakan.


10

Berikut adalah beberapa pengertian efektivitas menurut beberapa ahli,

antara lain sebagai berikut:

a. Menurut Hidayat, efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan

seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai,

makin tinggi efektivitasnya.

b. Menurut Mardiasno, efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu

organisasi mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan telah

berjalan dengan efektif.

Dari beberapa pendapat diatas mengenai efektivitas, dipahami bahwa

efektivitas dalam proses suatu program yang tidak dapat mengabaikan

target sasaran yang telah ditetapkan agar operasionalisasi untuk mencapai

keberhasilan dari program yang dilaksanakan dapat tercapai dengan tetap

mempehatikan dari segi kualitas yang diinginkan oleh program. Pengertian

efektivitas secara umum menunjukkan sampai seberapa jauh terapainya

suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan.

Hal yang terpenting yang perlu dicatat bahwa efektivitas tidak

menyatakan tentang berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk

mencapai tujuan tersebut, efektivitas hanya melihat apakah satu program

atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Formula untuk

mengukur efektivitas yang tekait dengan perpajakan adalah perbandingan

antara realisasi penerimaan pajak dan dengan potensi pajak.

Efektivitas penagihan pajak merupakan suatu tolak ukur sejauh mana

keberhasilan suatu pajak dalam memaksimalkan penagihan pajak apakah


11

penagihan pajak tersebut berjalan efektif atau tidak. Dalam hal ini peneliti

ingin meneliti seberapa besar efektivitas penagihan pajak melalui surat

paksa dan penyitaan terhadap penerimaan pajak.

3. Penagihan Pajak

a. Pengertian penagihan pajak

Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung

pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan

menegur atau memperingatkan, melaksanakan pelaksanaan penagihan

seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan

pecegahan, melaksanakan penyitaan, melakukan penyanderaan, dan

menjual barang yang telah disita.

Penagihan pajak menurut Diana Sari (2013:264) mendefenisikan

penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak

melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau

memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus

memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan

penyitaan, melaksanakan penyanderaan dan menjual barang yang telah

disita.

Sedangkan menurut Rochmat soemitro yang ditulis oleh Ely

Suhayati dan Siti Kurnia Rahayu dalam bukunya yang berjudul

Perpajakan, Teori dan Teknis Perhitungan (2010:68) menyatakan

bahwa penagihan yaitu perbuatan yang dilakukan oleh Direktur


12

Jenderal Pajak, karena wajib pajak tidak mematuhi ketentuan undang-

undang, khususnya mengenai pembayaran pajak.

Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen

diharapkan akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan

wajib pajak dalam membayarkan hutang pajaknya. Hal ini merupakan

posisi strategis dalam meningkatkan penerimaan negara dari sektor

pajak sehingga tindakan penagihan pajak tersebut dapat pajak yang

tertunda.

Kegiatan penagihan pajak merupakan ujung tombak dalam

menyelamatkan penerimaan negara yang tertunda, oleh sebab itu seksi

penagihan merupakan seksi produksi yang paling dibanggakan oleh

Direktorat Jenderal Pajak. Dalam pelaksanaannya penagihan pajak

haruslah dilandaskan pada peraturan perundang-undangan yang

berlaku, sehingga mempunyai kekuatan hukukm baik bagi wajib pajak

maupun aparatur pajaknya. Menurut Anang Mury Kurniawan

penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak

melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau

memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika atau sekaligus,

memberitahukan surat paksa, menyusulkan pencegahan, melaksanakan

penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang

telah disita.

Efektivitas penagihan pajak adalah formula untuk mengukur atau

melihat apakah kegiatan dalam penagihan pajak telah mencapai tujuan


13

atau tidaknya dari rencana yang telah ditetapkan sebelumnya . kita

dapat melihat sampai seberapa jauh tercapainya tujuan dari penagihan

pajak yang telah ditetapkan sebelumnya dengan membandingkan

antara realisasi penerimaan pajak yang di peroleh dengan target yang

telah ditetapkan.

b. Dasar penagihan pajak

Sesuai dengan self assessment system yang berlaku, wajib pajak

diwajibkan menghitung, membayar dan melaporkan sendiri utang

pajaknya. Apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan dalam

melakukan perhitungan pajak yang terutang atau wajib pajak

melanggar ketentuan UU perpajakan barulah Direktorat Jenderal Pajak

menerbitkan surat paksa ketetapan pajak. Dasar penagihan pajak dalam

buku KUP pasal 18 ayat (1) UU KUP, terdiri dari:

1) Surat tagihan pajak (STP)

Surat tagihan pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak

dan sanksi administrasi berupa bunga atau denda.

2) Surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB)

Surat ketetapan pajak kurang bayar adalah surat yang

diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan atau ada keterangan lain

yang menyatakan jumlah pajak yang terutang dalam surat

pemberitahuan kurang atau tidak membayar atau surat

pemberitahuan disampaikan dalam waktu 3 bulan setelah akhir

tahun pajak meskipun telah ditegur secara tertulis.


14

3) Surat keputusan pembetulan

Surat keputusan pembetulan adalah surat keputusan yang

membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan kekeliruan

penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan

perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, surat tagihan

pajak, surat keputusan keberatan, surat keputusan kurang sanksi

administrasi, surat keputusan penghapusan sanksi administrasi,

surat keputusan pengurangan ketetapan pajak, surat keputusan

pembatalan ketetapan pajak, surat keputusan pengembalian

pendahuluan kelebihan pajak, atau surat keputusan pemberian

imalan bunga.

4) Surat keputusan keberatan

Surat keputusan keberatan adalah surat keputusan atas

keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan

atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh wajib pajak.

5) Surat keputusan banding

Surat keputusan banding adalah putusan badan peradilan pajak atas

banding terhadap surat keputusan keberatan yang diajukan oleh

wajib pajak.

c. Sistem pemungutan pajak

Sistem pemungutan pajak di Indonesia menggunakan tiga sistem

pemungutan yang harus diketahui oleh wajib pajak diseluruh

Indonesia, dibagi menjadi tiga yaitu:


15

1) Official assessment system

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya

pajak yang terutang.

Contohnya: pajak bumi dan bangunan (PBB)

Ciri-cirinya: wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang

berada pada fiskus, wajib pajak bersifat pasif, utang pajak timbul

setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

2) Self assessment system

Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberikan

wewenang kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk

menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri

besarnya pajak yang harus dibayar.

Contohnya: pajak penghasilan (PPh)

Ciri-ciri: wewenang untuk menentukan besarnya pajak ada pada

wajib pajak sendiri, wajib pajak bersifat aktif, fiskus tidak ikut

campur dan hanya mengawasi.

3) Withholding system

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang

memberikan wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan

bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk memotong atau

memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

Contohnya: pajak pertambahan nilai (PPN)


16

Ciri-ciri: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada

pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.

d. Tindakan penagihan pajak

Sesuai dengan sistem perpajakan yang dianut di Indonesia, maka

tindakan penagihan pajak dilakukan setelah adanya pemeriksaan pajak

dan setelah diterbitkan surat ketetapan dan surat keputusan pajak (STP,

SKPKB, SKPKBT, SK pembetulan, SK keberatan, putusan banding

yang menyebabkan pajak harus dibayar setelah jatuh tempo

pembayaran yang bersangkutan). Penagihan pajak dapat

dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

1) Penagihan pajak pasif

Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan STP,

SKPKB, SKPKBT, SK pembetulan, SK keberatan, putusan

banding yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar.

Jika dalam waktu jangka 30 hari belum dilunasi makan 7 hari

setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara

aktif yang dimulai dengan menerbitan surat teguran.

2) Penagihan pajak aktif

Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan

pajak pasif, dimana dalam upaya penagihan ini fiskus lebih

berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim STP atau SKP

tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan

pelaksanaan lelang. Pelaksanaan penagihan aktif dijadwalkan


17

berlangsung selama 58 hari dimulai dengan penyampaian surat

teguran, surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan dan

pemungutan lelang.

e. Tahapan dan waktu pelaksanaan penagihan pajak

Berdasarkan peraturan Mentri Keuangan No. 24/PMK.03/2008

tentang tata cara pelaksanaan penagihan dengan surat paksa dan

pelaksanaan surat penagihan seketika dan sekaligus, tahapan dan

jadwal waktu pelaksanaan penagihan pajak. Kegiatan penagihan pajak

sejak tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan pengajuan

permintaan penetapan tanggal dan tempat pelelangan meliputi jangka

waktu 58 hari. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 2.1

Urutan Tahapan Kegiatan Waktu Pelaksanaan Dasar Hukum


Penagihan Kegiatan
1 Penerbitan surat te- 7 hari sejak saat jatuh Pasal 8 s.d 11
guran atau surat pe- tempo utang pajak pena- permenkeu No.
ringatan atau surat nggung pajak tidak me- 24/PMK.03/2008
lain yang sejenis, lunasi utang pajaknya.
2 Perbitan surat paksa Sudah lewat 21 hari Pasal 7 UU No.
sejak ditebitkannya surat 19/2000 dan pasal
teguran/ surat peringatan 15 s.d 23 peraturan
dan penanggung pajak menteri keuangan
tidak melunasi utang No.
pajak. 24/PMK.03/2008
3 Penerbitan surat Setelah lewat 2x24 jam Pasal 12 UU No.
perintah surat paksa pemberita- 19/2000.
melaksanakan huan kepada penang-
18

penyitaan gung pajak dan utang


pajak belum dilunasi.
4 Pengumuman lelang Setelah lewat waktu 14 Pasal 26 peraturan
hari sejak tanggal pelak- menteri keuangan
sanaan penyitaan dan No. 24/PMK.03.
penanggung pajak tidak 2008
melunasi utang pajak.
5 Penjualan atau Setelah lewat waktu 14 Pasal 26 UU No.
pelelangan barang hari sejak pengumuman 19/2000 dan pasal
sitaan lelang dan penanggung 28 peraturan men-
pajak tidak melunasi teri keuangan No.
utang pajaknya. 24/PMK.03.2008
Sumber: Direktorat pemeriksaan dan penagihan tahun 2009

4. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

a. Pengertian penyitaan

Menurut undang-undang no. 19 tahun 2000 tentang penagihan

dengan surat perintah melaksanakan penyitaan adalah tindakan jurusita

pajak untuk menguasai barang dengan penanggungan pajak, guna

dijadikan sebagai jaminan untuk melunasi utang pajak menurut

peraturan perundang-undangan.

Surat penyitaan diterbitkan apabila utang pajak belum dilunasi

dalam jangka waktu 2x24 jam setelah surat paksa diberitahukan, untuk

itu maka dapat dilakukan tindakan penyitaan ata barang-barang wajib

pajak. Dalam penagihan pajak dengan surat perintah melakukan

penyitaan, jurusita pajak berwenang melakukan penyitaan terhadap

harta kekayaan wajib pajak. Untuk melaksanakan penyitaan barang

milik penanggung pajak tersebut diperlukan suatu prosedur yang


19

mengatur secara rinci, jelas dan tegas yang meliputi status, nilai serta

tempat penyimpanan atau penitipan barang sitaan milik penanggung

pajak dengan tetap memberikan perlindungan kepentingan pihak

ketiga maupun masyarakat wajib pajak.

Undang-undang no. 19 tahun 2000 pasal 14 ayat 1 menjelaskan

bahwa penyitaan dapat dilaksanakan terhadap milik wajib pajak yang

berada ditempat tinggalditempat usaha, ditempat kedudukan atau

ditempat lain termasuk penguasanya yang berada ditangan pihak lain

yang dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan

utang tertentu, berupa:

1) Barang yang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan dan kapal

dengan isi kotor tertentu.

2) Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, deposito

berjangka, tabungan, saldo rekening koran ataupun bentuk lainnya.

3) Barang bergerak yang dikecualikan dari penyitaan adalah:

a) Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang

digunakan oleh penanggung pajak dan keluarga yang menjadi

tanggungannya.

b) Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan

beserta peralatan memasak yang berada dirumah.

c) Perlengkapan penanggung pajak yang bersifat dinas yang

diperbolehkan oleh negara.


20

d) Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan

penanggung pajak dan alat-alat yang digunakan untuk

pendidikan, kebudayaan dan keilmuan.

e) Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk

melaksanakan pekerjaan atau usaha hari-hari dengan jumlah

seluruhnya tidak lebih dari Rp.20.000.000 (dua puluh juta

rpiah0. Besarnya nilai peralatan ditetapkan dengan keputusan

menteri keuangan dan keputusan kepala daerah.

f) Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh penanggung

pajak dan keluarga yang menjadi tanggungan.

b. Ketentuan umum pelaksanaan penyitaan

Pada pasal 3 dan pasal 4 PP no. 135 tahun 2000 menyebutkan:

1) Dalam melaksanakan penyitaan juru pajak

a) Memperlihatkan kartu tanda pengenal jurusita pajak

b) Memperlihatkan surat perintah melaksanakan penyitaan

c) Memberitahukan tentang maksud dan tujuan penyitaan

2) Barang milik penanggung pajak yang dapat disita adalah barang

yang berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan

atau tempat lain, termaksud yang penguasanya berada di tangan

pihak lain atau yang dibebani dengan hak tanggungan sebagai

jaminan pelunasan utang tertentu.


21

3) Penyitaan dilaksanakan dengan mendahulukan barang bergerak,

kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilaksanakan langsung

terhadap barang yang tidak bergerak.

4) Pelaksanaan penyitaan dilaksanakan oleh jurusita pajak yang

disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah

dewasa, penduduk Indonesia, dikenal jurusita pajak dan dapat

dipercaya.

5) Setiap pelaksanaan penyitaan jurusita harus membuat berita acara

pelaksanaan sita yang ditandatangani oleh jurusita, penanggung

dan saksi-saksi.

6) Dalam hal penanggung pajak menolak untuk menandatangani

berita acara pelaksanaan sita, jurusita harus mencantumkan

penolakan tersebut dalam berita acara pelaksanaan sita yang

selanjutnya ditandatangani oleh jurusita dan saksi-saksi sehingga

berita acara yang dimaksud tetap sah dan memiliki kekuatan

mengikat.

7) Penyitaan tetap dapat dilaksanakan sekali penanggung pajak tidak

hadir, sepanjang terdapat seorang saksi berasal dari pemda

setempat, sekurang-kurangnya setingkat kepala kelurahan atau

kepala desa.

8) Salinan berita acara pelaksanaan sita ditempelkan pada barang

bergerak atau barang yang tidak bergerak yang disita berada atau

ditempat-tempat umum.
22

9) Jurusita tidak dapat melaksanakan penyitaan terhadap orang-orang

penanggung pajak yang terlebih dahulu disita oleh pengadilan

negeri, kejaksaan, kepolisian atau instansi lain yang telah lebih

dahulu melakukan penyitaan. Surat perintah melaksanakan

penyitaan disampaikan kepada instansi yang bersangkutan dan

instansi tersebut menjadikan barang sitaan menjadi jaminan

pelunasan utang pajak. Pengadilan negeri atau instansi lain yang

berwenang menentukan pembagian hasil penjualan barang tersebut

berdasarkan ketentuan hak mendahului negara atau tagihan pajak.

Hak mendahului untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahului

lainnya, kecuali terhadap:

1) Biaya perkara yang semata-mata disebabkan sesuatu penghukuman

untuk melelang suatu barang bergerak atau barang tidak bergerak.

2) Biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang

tersebut.

3) Biaya perkara yang semata-mata disebabkan pelelangan dan

penyelesaian suatu warisan penyitaan tambahandapat dilaksanakan

apabila:

a) Nilai barang yang disita tidak cukup untuk melunasi biaya

penagihan pajak dan utang pajak

b) Hasil pelelangan barang yang telah disita tidak cukup untuk

melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak.


23

B. Penelitian Terdahulu

Adapun beberapa kajian yang relevan dengan penelitian ini

diantaranya dapat dilihat pada beberapa penelitian berikut:

Tabel 2.2

Judul Variable
Penulis Hasil penelitian Perbedaan
penelitian penelitian
Erwis Efektivitas X1: surat Teknik analisis Metode pene-
(2012) penagihan teguran rasio (rasio efek- litian yang dil-
pajak dengan X2: surat tivitas dan rasi akukan untuk
surat teguran paksa kontribusi).Hasil menganalisis
dan surat Y: penelitian yang data adalah
paksa penerimaan dilakukan meny- metode des-
terhadap pajak impulkan bahwa kriptif kompa-
penerimaan jumlah surat te- ratif. Sedang-
pajak pada guran surat pak- kan penelitian
kantor sa yang diterbit- ini mengguna-
pelayanan kan tidak efektif kan deskriptif
pajak Pratama baik ditinjau da- kantitatif.
Makassar ri segi jumlah
Selatan lembar maupun
nominal yang
tertera pada su-
rat teguran dan
surat paksa.
Artani Efektivitas X1: menunjukkan Penulis ingin
(2013) penagihan penagihan hasil penagihan melihat
pajak dengan pajak pajak dengan seberapa besar
surat paksa X2: surat paksa ter- tingkat
terhadap penerimaan hadap pelunasan efektiitas dan
penerimaan pajak tunggakan pajak kontribusi
pajak di di kantor pelaya- penagihan
kantor nan pajak pada pajak dengan
pelanan pajak tahun 2011 dan surat teguran
Pratama 2012 tergolong dan surat paksa
Medan Timur tidak efektif, ka- dikantor
rena presentasi pelayanan
pelunasan<60%. pajak Pratama
24

Dimana tingkat Medan Timur.


efektivitas pena-
gihan pajak de-
ngan surat paksa
2012 sebesar
19,85%. Kontri-
busi penagihan
pajak dengan
surat paksa ter-
hadap penerima-
an pajak yaitu
hanya sebesar
0,8% tahun
2011 dan sebe-
sar 0,9% tahun
2012. Dari hasil
tersebut KPP
Pratama Medan
Timur harus
meningkatkan
penyuluhan
maupun sosiali-
sasi perpajakan
terhadap pena-
gihan pajak de-
ngan surat paksa
semakin efektif
dan adanya san-
ksi yang tegas
bagi para pena-
nggung pajak
yang tidak mau
melunasi utang
pajaknya atau
menghindar dari
kewajiban
perpajakannya.
Nana Pengaruh X1: surat hasil penelitian Metode peneli-
(2015) penagihan teguran yakni jumlah su- tian yang digu-
pajak dengan X2: surat rat teguran yang nakan untuk
25

surat teguran paksa diterbitkan ber- menganalisis


dan surat untuk pengaruh secara data adalah uji
paksa untuk penyitaan positif dan signi- asumsi klasik,
penyitaan Y: fikan terhadap yaitu melalui uji
terhadap pencairan pencairan tungg- normalitas, uji
pencairan tunggakan akan pajak, di- multikolinierita,
tunggakan pajak mana jika jum- uji heteroske-
pajak dikantor lah surat teguran dastisitas dan
pelayanan dan surat paksa uji autokorelasi
pajak Pratama untuk penyitaan serta analisis re-
Makassar yang diterbitkan gresi linear ber-
Barat mengalamipenin- ganda. Sedang-
gkatan maka pe- kan pada peneli-
ncairan tungga- tian ini menggu-
kan pajak di KPP nakan metode
Pratama Makas- analisis statistic
sar Barat akan deskriptif.
meningkat juga.

C. Kerangka Pikir

Penagihan pajak
melalui surat
paksa (X1)

Penerimaan pajak
(Y)

Penagihan pajak
melalui
penyitaan (X2)
26

Berdasarkan kerangka pikiran diatas bahwa wajib pajak memiliki

kewajiban untuk membayar pajak namun masih banyak masyarakat yang

tidak patuh akan pajak sehingga menyebabkan timbulnya utang pajak.

Utang pajak inilah jika terus dibiarkan akan menimbulkan tunggakan yang

semakin banyak dan mempengaruhi penerimaan pajak pada kantor

pelayanan pajak. Agar penerimaan pajak pada kantor pelayanan pajak

tetap berjalan maka diberikan surat paksa serta penyitaan pada wajib pajak

yang tidak patuh.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah dimana

penelitian tersebut akan dilakukan. Adapun penelitian yang dilkukan oleh

penulis mengambil lokasi di Kantor Pelayanan Pajak Makassar Selatan di

Gedung Keuangan Negara I, Jl. Urip Sumoharjo No.KM.04, Karuwisi Utara,

Kec. Panakkukang, kota Makassar, Sulawesi Selatan selama 2 bulan yaitu

pada bulan April 2021.

B. Metode Pengumpulan Data

1. Observasi

Metode ini dilakukan untuk mengumpulan data dengan melihat dan

mendengarkan peristiwa atau tindakan yang dilakukan pihak-pihak kantor

pelayanan pajak pada wajib pajak yang tidak patuh kemudian merekam

hasil hasil pengamatan dengan catatan atau alat bantu lainnya.

2. Wawancara

Metode yang dilakukan merupakan metode pengumpulan data primer

yang diperoleh secara langsung dari sumber asli dengan melakukan

wawancara langsung kepada pihak yang berwenang.

3. Dokumentasi

Metode ini dilakukan untuk memperoleh pengumpulan atau dengan

mempelajari atau menggunakan catatan-catatan yang tersusun dalam arsip

27
28

penagihan pada KPP Makassar Selatan berupa data sekunder yang

berkaitan dengan penelitian yang meliputi laporan penagihan aktif berupa

laporan penyampaian surat paksa dan penyitaan pada KPP Makassar

Selatan.

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis data:

1. Data kualitatif adalah data yang diperoleh melalui wawancara secara

langsung pada staf KPP Makassar Selatan.

2. Data kuantitatif adalah data yang diperoleh dari pengamatan secara

langsung, baik berupa skema atau gambar

Sumber data:

1. Data primer data yang diperoleh secara langsung dari sumber asli dengan

melakukan wawancara langsung kepada pihak yang berwenang pada KPP

Pratama Makassar Selatan.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai buku-buku, surat

kabar serta hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian.

D. Metode Analisis

Untuk mengetahui gambaran penagihan pajak di KPP Makassar Selatan,

metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif

rasio efektivitas dan rasio kontribusi (Handayaningrat dalam Purnawardhani,

2015; 4). Dengan metode ini, dapat menggambarkan efektivitas dan kontribusi

penerbitan surat paksa terhadap pencairan tunggakan pajak berdasarkan data


29

yang dikumpulkan berupa data mengenai Surat Paksa, dan Surat Perintah

Melaksanakan Penyitaan.

1. Efektivitas

Hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus

dicapai dalam kegiatan operasional, dikatakan efektif apabila suatu proses

kegiatan mencapai tujuan dan akhir kebijakan (Mardiasmo, 2004:132).

Rasio efektivitas penerbitan Surat Teguran, Surat Paksa, dan Surat

Perintah Melaksanakan Penyitaan dihitung dengan menggunakan rumus:

jumla h penagi h an yang dibayar


Efektivitas = x 100%
jumla h penagi h an yang diterbitkan

Setelah itu barulah diukur dengan skala tingkat efektivitas dengan

indikator sebagai berikut:

a. Persentase < 60% (Tidak Efektif)

b. Persentase 60% - 80% (Kurang Efektif)

c. Persentase 80% - 90% (Cukup efektif)

d. Persentase 90% - 100% (Efektif)

e. Persentase > 100% (Sangat Efektif)

Dalam tabel diatas menunjukkan bahwa apabila presentase yang

dicapai lebih dari 100% berarti sangat efektif dan apabila presentasi

kurang dari 60% berarti tidak efektif. Sedangkan untuk mengukur

besarnya kontribusi pencairan surat paksa melaksanakan penyitaan yang

berasal dari tunggakan pajak yang dilaksanakan oleh KPP Makassar

Selatan, maka digunakan formula berikut:


30

2. Kontribusi

Guna mengukur besarnya kontribusi penerimaan pajak yang berasal

dari penerimaan tunggakan pajak dalam mengoptimalkan penerimaan

pajak di KPP Makassar Selatan, diperlukan sebuah analisis Rasio

Penerimaan Tunggakan Pajak (RPTP). Rumus yang digunakan dalam

menganalisis RPTP menurut Halim dalam Purnawardhani (2015; 3) adalah

sebagai berikut:

Realisasi pen erimaan tunggakan pajak


RPTP = x 100%
penerimaan pajak

Setelah menghitung menggunakan rumus RPTP, maka langkah

selanjutnya adalah menganalisis dan menentukan klasifikasi kriteria

kontribusi. Berikut klasifikasi kriteria kontribusinya:

a. Persentase 0 - 10% (Sangat Kurang)

b. Persentase 10 - 20% (Kurang)

c. Persentase 20 - 30% (Sedang)

d. Persentase 30 - 40% (Cukup Baik)

e. Persentase 40 - 50% (Baik)

f. Persentase diatas 50% (Sangat Baik)

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa apabila persentase yang dicapai

diatas 50% berarti sangat baik dan presentasi yang dicapai kurang dari

10% berarti sangat kurang.

Dengan demikian dari uraian tersebut hasil analisis kualitatif akan di

interpretasikan secara keseluruhan kemudian ditarik suatu kesimpulan


31

sehingga dapat diperoleh suatu penyelesaian atas permasalahan pada objek

yang diteliti.

E. Defenisi operasional

Defenisi operasional adalah konsep yang sudah dikaji didalam teori

dan dijelaskan dengan kerangka pikir. Agar konsep yang digunakan dapat

diukur dan menghindari penafsiran yang berbeda maka dalam sub bab ini akan

diuraikan terkait dengan defenisi operasional dari variable bebas yaitu

penagihan pajak melalui surat paksa dan penyitaan dan variable terikat yaitu

penerimaan pajak.

1. Penagihan pajak

Variable ini diukur dari banyaknya surat paksa dan penyitaan yang

dilunasi oleh wajib pajak (dapat ditagih oleh fiskus) (Wijoyanti,2010)

dalam pasal 1 angka 10 (UU penagihan pajak) menyebutkan bahwa surat

paksa adalah surat yang diterbitkankan oleh pejabat untuk

memperingatkan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya.

Menurut pasal 1 angka 12 (UU penagihan pajak) menyatakan bahwa surat

paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan

pajak. apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi

oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 21 hari sejak diterbitkan surat

teguran maka pejabat segera menerbitkan surat paksa.

2. Penerimaan Pajak

Dalam hal ini penerimaan yang bersumber dari ansuran pajak dalam

tahun berjalan yang telah dibayar oleh wajib pajak dan dilaksanakan setiap
32

bulan. Dimensi dan indicator yang digunakan untuk mengukur bariabel

penerimaan pajak adalah dari sumber penerimaan pajak yaitu:

a. Pajak penghasilan

Menurut undang-undang nomor 36 tahun 2008 pajak penghasilan

adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau

diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari

luar Indonesia. Yang dapat dipakai untuk komsumsi atau menambah

kekayaan wajib pajak penghasilan juga merupakan pungutan resmi

oleh pemerintah yang ditunjukkan kepada masyarakat yang

berpenghasilan untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

b. Ukuran penerimaan pajak

Adapun yang menjadi indicator dalam penerimaan pajak

penghasilan tersebut adalah jumlah pajak penghasilan yang disetor,

tercapainya target pajak penghasilan, kekurangan atau kelebihan

pembayarn pajak penghasilan.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini diuraikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian ini berisikan latar belakang, masalah pokok, tujuan dan

kegunaan penelitian.
33

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian ini berisikan uraian mengenai teori-teori yang mendukung

dasar permasalahan penelitian,rincian penelitian sebelumnya,kerangka pikir.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bagian ini berisikan uraian mengenai lokasi dan waktu penelitian,

narasumber atau informan, metode pengumpulan data, jenis dan sumber data,

metode analisis, serta defenisi operasional.

BAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN

Pada bagian ini berisikan tentang gambaran umum lokasi KPP

Makassar Selatan, sejarah berdirinya KPP Pratama Makassar Selatan, visi dan

misi, strusktur organisasi serta tugasnya masing-masing bagian pada KPP

Makassar Selatan.

BAB V HASIL PENELITIAN

Pada bagian ini akan disajikan gambaran deskripsi tentang penagihan

pajak melalui surat paksa dan penyitaan terhadap penerimaan pajak.

Setelah data disajikan dalam bentuk diskriptif selanjutnya data tersebut

dianalisis untuk mengatur tingkat efektivitas penerbitan surat paksa

melaksanakan penyitaan sehingga dapat diketahui besarnya jumlah pajak yang

dapat dipungut (realisasi) dengan menerbitkan surat paksa melaksanakan

penyitaan. Sedangkan untuk mengukur besarnya kontribusi pencairan surat

paksa maka digunakan formula pencairan tunggakan pajak. Dari hasil

perhitungan tersebut, akan diketahui seberapa besar kontribusi pencairan surat


34

paksa melaksanakan penyitaan terhadap pencairan tunggakan pajak dikantor

pelayanan pajak Makassar Selatan.

BAB VI PENUTUP

Pada bagian ini berisikan tentang kesimpulan, saran serta lampiran

tentang penagihan pajak melaui surat paksa dan penyitaan terhadap

penerimaan pajak pada KPP Makassar Selatan.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2020.Pedoman penyusunan laporan KKLP,proposal penelitian dan


skripsi.
Agustinus Paseleng (2013). “ Efektivitas Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran
Dan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Manado” Jurnal Emba Vol. 1 No. 4 ISSN :
2303- 1174
Direktorat pemeriksaan dan penagihan 2009. Peraturan dan kebijakan dibidang
penagihan.
Pamela I. Lasut, 2014 “Efektivitas Penerimaan Pajak Pengambilan dan
Pengolahan Mineral Bukan Logam danBatuan Sebagai Sumber
Pendapatan Asli Daerah Kota Tomohon”, Jurnal EMBA Vol. 2. No. 4.
ISSN:2303-1174. Hal.732-742.
Rizqianyah (2014).Analisis Efektititas dan Kontribusi Penagihan Pajak Aktif
Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak. Vol 15 No. 1
Rochmat Soemitro.SH. Dasar-dasar hukum pajak dan pajak pendapatan
1994, Bandung, Eresco,cetakan ke IX, 1979.
Sugiono, 2016. Memahami penelitian kualitatif, cetakan kedua belas. Penerbit
CV.Alfabeta, Bandung
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Masih Rendah (online) http://www.jpnn.com
(10 maret 2013)
widyaningsih, A (2011). Hukum pajak dan perpajakan. Bandung: alfabeta.
www.pajak.go.id. Diakses 14 september 2013

35

Anda mungkin juga menyukai