Anda di halaman 1dari 7

TEORI KONSUMSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

A. LATAR BELAKANG

Di era globalisasi saat ini yang semakin berkembang, persaingan menjadi sangat ketat
dan ketidakpastian sangat tinggi. Kegiatan ekonomi di dunia menjadi semakin tumbuh pesat
dengan adanya kemudahan teknologi dan pengetahuan manusia yang semakin canggih.
Dengan adanya aktivitas ekspor-impor di berbagai negara, kebutuhan dan keinginan manusia
semakin mudah terpenuhi. Konsumsi atas barang semakin tidak terbatas. Berbicara mengenai
konsumsi dalam ekonomi, manusia tentu saja akan mencari kepuasan sebanyak-banyaknya.
Karena itu merupakan tujuannnya mengkonsumsi barang tersebut. Hal ini mengacu pada teori
konsumsi konvensional, dimana konsumen selalu menginginkan tingkat kepuasan (utility)
yang tinggi. Berbeda dengan teori dalam islam, konsumen tidak hanya kepuasan semata yang
ingin diraih, namun juga maslahah yang di utamakan.

Islam tidak melarang pemeluknya untuk memenuhi kebutuhan ataupun keinginannya


selama hal tersebut tidak menurunkan martabat dan kemanusiaannya. Islam memerintahkan
umatnya untuk mengkonsumsi produk yang halal dan baik secara wajar dan tidak berlebihan
serta hal itu dapat menambah mashlahah atau tidak mendatangkan madhorot. Bagi umat
islam mengkonsumsi yang halal dan baik merupakan perwujudan dari ketaatan dan
ketaqwaan pada Allah SWT. Oleh karena itu tuntutan terhadap produk halal semakin gencar
di suarakan oleh konsumen muslim diseluruh dunia. Seperti yang tertulis dalam surat Al-
Maidah ayat 88:“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah
dirizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman kepadaNya”.Oleh
karena itu menghindari yang haram merupakan sebuah upaya yang harus mengalahkan
godaan syaitan yang menginginkan umat islam untuk mengkonsumsi barang haram.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang di maksud dengan teori konsumsi dalam konvensional dan islam?
2. Bagaimanakah konsep mashlahah dalam konsumsi islam?
3. Bagaimanakah hukum utilitas dan mashlahah?
4. Bagaimanakah pengaruh Konsumsi barang halal dan haram bagi konsumen?
5. Bagaimana apresiasi konsumen dan sikap pemerintah Indonesia terhadap produk halal
dari China?
C. LANDASAN TEORI

1. Mashlahah adalah segala bentuk keadaan, baik material maupun non material, yang
mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling mulia. (P3EI
UII, 2013)

2. Utilitas adalah kegunaan barang yang dirasakan oleh seorang konsumen ketika
mengkonsumsi sebuah barang. (P3EI UII, 2013)

3. Produk halal adalah segala sesuatu yang diperbolehkan oleh syari’at untuk di
konsumsi, terutama dalam hal makanan dan minuman. (Muhammad, Bams 2012)

4. Produk Haram adalah segala sesuatu yang di larang oleh syariat untuk dikonsumsi, dan
apabila tetap dikonsumsi akan mendapatkan dosa kecuali dalam keadaan terpaksa,
serta banyak sekali madharatnya dari pada hikmahnya. (Muhammad, Bams 2012)

5. Konsumsi dalam ekonomi Islam adalah Upaya memenuhi kebutuhan baik jasmani
maupun rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai
hamba Allah SWT untuk mendapatkan kesejahteraan atau kebahagiaan di dunia dan
akhirat (falah). (Amir, Amri 2013).

D. PEMBAHASAN

Teori Konsumsi Konvensional

Dalam teori konvensional, konsumen di asumsikan selalu menginginkan tingkat


kepuasan yang tertinggi. Konsumen akan memilih barang A atau B tergantung pada tingkat
kepuasan yang di berikan oleh kedua barang tersebut.

Teori perilaku konsumsi dalam ekonomi konvensional didasari pada prinsip-prinsip


dasar utilitarianisme. Betham mengatakan, bahwa secara umum tidak ada orang yang mampu
mengetahui apa yang baik untuk kepentingan dirinya kecuali orang itu sendiri. Kemudian
Mill berpendapat setiap orang dalam masyarakat harus bebas untuk mengejar kepentingannya
dengan cara yang dipilihnya sendiri, namun kebebasan seseorang untuk bertindak itu dibatasi
oleh kebebasan orang lain, artinya kebebasan untuk bertindak itu tidak boleh mendatangkan
kerugian bagi orang lain. Prinsip dasar dalam analisa konsumen konvensional adalah:

1. Kelangkaan dan terbatasnya pendapatan


2. Konsumen mampu membandingkan biaya dan manfaat
3. Tidak selamanya konsumen dapat memperkirakan manfaat dengan tepat
4. Setiap barang dapat di subtitusikan dengan barang lain
5. Konsumen tunduk kepada hukum berkurangnya tambahan kepuasan (The Law of
Diminishing Marginal Utility).
Teori Konsumsi dalam Islam

Konsumsi yang islami selalu berpedoman pada ajaran Islam. Di antara ajaran yang
penting berkaitan dengan konsumsi, yakni memperhatikan orang lain, kemudian diharamkan
bagi umat Islam hidup secara berlebih-lebihan. Karena tujuan konsumsi dalam islam sendiri
adalah agar setiap umat Islam mempertimbangkan mashlahah daripada utilitas. Pencapaian
mashlalah merupakan tujuan dari syarat islam yang menjadi tujuan dari kegiatan konsumsi.
Ada tiga nilai dasar yang menjadi pondasi bagi perilaku konsumsi masyarakat muslim:

1. Keyakinan akan adanya hari kiamat dan kehidupan akhirat.


2. Konsep sukses dalam kehidupan seorang muslim di ukur dengan moral agama islam, dan
bukan dengan jumlah kekayaan yang dimiliki.
3. Kedudukan harta merupakan anugerah Allah SWT dan bukan sesuatu yang dengan
sendirinya bersifat buruk (sehingga harus di jauhi secara berlebihan).

Menurut Manan, ada lima prinsip konsumsi :

1. Prinsip Keadilan, prinsip ini mengandung arti ganda mengenai mencari rizki yang
halal dan tidak dilarang hukum.
2. Prinsip Kebersihan, makanan harus baik dan cocok untuk dimakan, tidak kotor
ataupun menjijikkan sehingga merusak selera.
3. Prinsip Kesederhanaan, prinsip ini mengatur perilaku manusia mengenai makan
dan minuman yang tidak berlebihan.
4. Prinsip kemurahan hati, dengan mentaati perintah Islam tidak ada bahaya maupun
dosa ketika kita memakan dan meminum makanan halal yang disediakan Tuhannya.
5. Prinsip moralitas, seorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum
makan dan menyatakan terima kasih kepadanya setelah makan.

Konsep Mashlahah Dalam Konsumsi Islam

Dalam konsumsi islam, konsumen cenderung untuk memilih barang dan jasa yang
memberikan mashlahah maksimum. Hal ini sesuai dengan konsep rasionalitas islam bahwa
setiap pelaku ekonomi selalu ingin meningkatkan mashlahah yang diperolehnya. Kandungan
mashlahah terdiri dari manfaat dan berkah. Demikian dalam hal perilaku konsumsi, seorang
konsumen akan mempertimbangkan manfaat dan berkah yang dihasilkan dari kegiatan
konsumsinya. Tujuan dari mashlahah bukan hanya untuk mencapai kepuasan di dunia tapi
juga kesejahteraan diakhirat.

Jika berbicara tentang perbedaan mashlahah dengan kepuasan, maka disini kepuasan
yang dimaksud adalah suatu akibat dari terpenuhinya suatu keinginan. Dimana hal tersebut
hanya menghasilkan utilitas atau kepuasan semata. Sedangkan mashlahah merupakan suatu
akibat atas terpenuhinya suatu kebutuhan. Dimana hal tersebut bukan hanya menghadirkan
kepuasan saja namun juga mendatangkan berkah atau mashlahah.
Hukum Utilitas Dan Mashlahah

Perbandingan Utilitas dan Mashlahah

1. Hukum Penurunan Utilitas Marginal

Dalam konsep ilmu ekonomi konvensional dikenal adanya hukum mengenai


penurunan utilitas marginal (law of diminishing marginal utility). Hukum ini mengatakan
bahwa jika seseorang mengkonsumsi suatu barang dengan frekuensi yang diulang-ulang,
maka nilai tambahan dari konsumsi berikutnya akan semakin menurun.

2. Hukum mengenai Maslahah

Mashlahah dalam konsumsi tidak secara langsung dapat dirasakan, terutama


mashlahah akhirat atau berkah. Adapun mashlahah dunia manfaatnya sudah bisa dirasakan
setelah konsumsi. Dalam hal berkah, dengan meningkatnya frekuensi kegiatan, maka tidak
akan ada penurunan berkah karena pahala yang diberikan tidak pernah menurun.
Sedangkan mashlahah dunia akan meningkat seiring meningkatnya frekuensi kegiatan,
namun pada level tertentu akan mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan tingkat
kebutuhan manusia di dunia adalah terbatas sehingga ketika konsumsi dilakukan secara
berlebihan, maka akan terjadi penurunan mashlahah duniawi.

Fungsi Utilitas dalam Islam

Dalam konsep islam sangat penting membagi jenis barang dan jasa yaitu yang halal
dan yang haram. Dua hal tersebut memiliki perbedaan dimana tingkat kepuasan yang
meningkat sejalan dengan tingkat penggunaan barang dan jasa yang halal dan juga tingkat
kepuasan yang meningkat karena menurunnya tingkat penggunaan barang haram. Jadi
permintaan barang halal akan menaikkan tingkat kepuasan atau menambah utilitas dan
permintaan barang haram akan menurunkan tingkat utilitas.

Utilitas dalam islam atau Mashlahah yang diterima oleh seorang konsumen ketika
mengkonsumsi barang harus memiliki manfaat sebagai berikut :

a) Manfaat material, yaitu diperolehnya tambahan harta bagi konsumen berupa harga yang
murah, diskon, kecilnya biaya, dsb.

b) Manfaat fisik dan psikis, yaitu terpenuhinya kebutuhan, baik fisik maupun psikis dan
terpenuhinya kebutuhan akal manusia.

c) Manfaat intelektual, yaitu terpenuhinya kebutuhan informasi, pengetahuan, keterampilan,


dll.

d) Manfaat lingkungan, yaitu manfaat yang bisa dirasakan selain pembeli misalnya, mobil
mini bus akan dirasakan manfaatnya oleh lebih banyak orang jika dibandingkan dengan
mobil sedan.
e) Manfaat jangka panjang, yaitu terpeliharanya manfaat untuk generasi yang akan datang,
misalnya hutan tidak dirusak habis untuk kepentingan generasi penerus.

Disamping itu kegiatan konsumsi akan membawa berkah bagi konsumen jika:

a) Barang yang dikonsumsi bukan merupakan barang haram.

b) Barang yang dikonsumsi tidak secara berlebihan.

c) Barang yang dikonsumsi didasari oleh niat untuk mendapatkan ridho Allah.

STUDI KASUS:
Meningkatnya Produksi Barang Halal China Yang Masuk Ke Indonesia

Pengaruh Konsumsi Barang Halal Dan Haram Bagi Konsumen

Mengkonsumsi barang halal menurut islam adalah suatu kewajiban. Manusia


diperintahkan untuk mengkonsumsi barang/jasa yang halal dengan baik secara wajar dan
tidak berlebihan. Pemenuhan kebutuhan ataupun keinginan tetap diperbolehkan selama hal
itu dapat menambah mashlahah dan tidak mendatangkan bahaya. Mengkonsumsi barang halal
akan menghasilkan dampak positif yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Sebaliknya mengkonsumsi barang haram akan mendatangkan keburukan bagi


konsumennya. Sebagaimana yang tercantum dalam surat Al Maidah ayat 3: “diharamkan
bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) atas atas nama selain Alloh,
yang tercekik,yang dipukul, yang jatuh di tanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali
kamu sempat menyembelihnya.”

 Sudut Pandang Medis

Mengkonsumsi makanan halal akan mencerminkan jiwa yang bersih, membuat pikiran
dan jasmani menjadi segar. Sebaliknya, setiap makanan yang telah diharamkan oleh islam
mengandung bahaya lahir dan batin.

Apresiasi Konsumen Terhadap Produk Halal Dari China

Semakin meluasnya pangsa pasar produk halal di seluruh dunia, produk halal tidak
hanya terpaku pada nilai keagamaan tertentu, tetapi juga dipercaya telah melalui proses
pembuatan dengan standar tertentu sehingga lebih aman untuk di konsumsi. Hal tersebut
memperlihatkan peningkatan apresiasi masyarakat terhadap produk halal. Sehingga dapat
diperkirakan produk yang bersertifikat halal memiliki peluang pasar yang besar dan
permintaan terhadap produk halal semakin meningkat.
Sikap Pemerintah Indonesia Terhadap Produk Halal Dari China

Indonesia sebagai pasar halal terbesar di dunia membuat Lembaga Pengkajian


Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) harus betul-
betul serius menyikapi hal ini. Kepedulian masyarakat terhadap kehalalan produk semakin
meningkat. Untuk menyikapi hal tersebut maka perlu mengubah prinsip produk halal dari
sukarela menjadi wajib. Perubahan tersebut akan menstranformasi perdagangan bebas
menjadi perdagangan berkeadilan. Jadi pemerintah perlu melakukan pertimbangan-
pertimbangan terkait status tersebut.

Dalam undangundang negara sendiri terdapat 2 regulasi tentang halal:

1. UU RI No.7 Tahun 1996 (Tentang Pangan)

Dimana dalam Pasal 30 Wajib mencantumkan label. Isi Label mencakup: nama
produk, daftar bahan yang digunakan, berat atau isi bersih, nama dan alamat
produsen, keterangan tentang halal, tanggal dan bulan kadaluarsa.

2. Peraturan Pemerintah No.69 Tahun 1999:

Definisi pangan halal (pasal 1 ayat 5), Pangan halal adalah pangan yang tidak
mengandung unsur atau bahan yang haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat
Islam, baik yang menyangkut bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, bahan
bantu dan bahan penolong lainnya termasuk bahan pangan yang diolah melalui proses
rekayasa genetika dan iradiasi pangan, dan yang pengelolaannya dilakukan sesuai
dengan ketentuan hukum agama Islam.

D. KESIMPULAN

Seperti yang kita pelajari pada pertemuan sebelumnya, bahwa teori konsumsi lahir
karena adanya teori permintaan akan barang dan jasa. Sedangkan permintaan akan barang
dan jasa timbul karena adanya keinginan (want) dan kebutuhan (need) oleh konsumen riil
maupun konsumen potensial. Dalam ekonomi konvensional motor penggerak kegiatan
konsumsi adalah adanya keinginan dan kepuasan. Dalam konsumsi konvensional itu sendiri
juga harus dilakukan sesuai dengan aturan dalam teori konsumsi dalam islam karena yang
seharusnya terjadi adalah ekonomi bagian dari islam bukan islam bagian dari ekonomi.

Setelah mempelajari teori konsumsi dalam islam, keluaran yang diharapkan adalah
pemahaman yang didapat menjadi lebih meningkat, serta dapat menambah pengetahuan
terkait bagaimana islam mengatur segala jenis kegiatan khususnya dalam kegiatan konsumsi.
Islam juga memerintahakan umatnya untuk menjauhi makanan haram dan senantiasa
mengingatkan untuk tetap memikirkan berkah dalam melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi,
terutama dalam konsumsi. Karena semua itu tidak lain hanyalah untuk mencapai
kemashlahatan yang akan berguna bagi masing-masing kelak di akhirat.
DAFTAR PUSTAKA

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII. (2013). Ekonomi Islam.
Yogyakarta, Universitas Islam Indonesia.

Kurnaidi, Eko. (2011). Studi Komparatif Perilaku Konsumen Perspektif Islam dan
Konvensional. Analisis Kasus: Apresiasi Konsumen terhadap Produk Halal-Haram dan
Implikasinya. http://ie-greensolution.blogspot.co.id/2011/12/studi-komparatif-perilaku-
konsumen.html. Di akses tanggal 14 Maret 2017.

Amir, Amri. (2011). Teori Konsumsi Islam. https://amriamir.wordpress.com/2013/11/16/teori-


konsumsi-islam/. Di akses tanggal 18 Maret 2017.

Muhammad, Bams (2012). Pengertian Halal Haram.


http://bams239.blogspot.co.id/2012/03/pengertian-halal-dan-haram.html. Di akses
tanggal 18 Maret 2017

Anda mungkin juga menyukai