Anda di halaman 1dari 6

ALIRAN RATEX (RATIONAL EXPECTATION)

A. Tokoh tokoh dalam aliran Ratex.


Tokoh tokoh Ratex cukup banyak, antara lain Robert Lucas dari University of Chicago,
Thomas Sargeant, Neil Wallace dari University of Minnesota, Robert Barro dari Universityof
Rochester, Leonard Rapping, Edward Prescott, David Begg, Steven Sheffrin, John Muth, dan
banyak lah=gi yang lainnya, ysng tidak mungkin didaftarkan satu satu di sini. Dari tokoh tokoh
di atas, Robert Lucas dianggap sebagai tokoh utama. Pada kenyataannya, Lucas tidak dapat
dikatakan sebagai orang pertama, sebab ide tentang ekspektasi rasional ini sudah dikembangkan
oleh John Muth sejak tahun1961, yang dapat diikuti dari tulisannnya: Rational Exspectation and
The Theoryof Price Movement. Premis utama yang dikemukakan Muth dalam tulisannya tersebut
adalah, bahwa ekspektasi setiap orang bersifat rasional bila ekspektasi tersebut identic dengan
prediksi model. Pemikiran ini kemudian dikembangkan oleh Robert Lucas dan Leonard Rapping
tahun 1969, sehingga ide tentang ekspektasi rasional menjadi lebih popular.
Dalam pengembangan model model ekonomi, pakar pakar aliran ratex ini menggunakan
beberapa preposisi, antara lain: bahwa orang atau unit unit ekonomi akan membuat perkiraan
(ekspektasi); orang menggunakan informasi yang ada padanya secara efisien; orang tidak
membuat kesalahan secara sistematis dalam ekspektasi mereka; dan orang akan bereaksi secara
rasional terhadap kebijaksanaan- kebijaksanaan yang dilakukan demi kepentingan pribadi
masing masing.
Tokoh-tokoh dan para simpatisan ratex telah menulis banyak karya sehubungan dengan
teori-teori dan gagasan-gagasan mereka. Untuk mengetahui teori-teori dan pandangan aliran ini
lebih jauh dapat dilihat pada tulisan tulisan: Thomas Sargeant dan Neil Wallace, Rational
Exspectation and the Theory of Economic policy (1976); Robert Lucas (ed), Studies in Bussiness
Cycle Theory (1981); Steven Sheffrin, The Rational Expectation (1983); David Begg, The
Rational Expectations Revolution in Macro-economics (1983); dan lain lain.
B. Unsur Ekspektasi dalam Perekonomian
Selama periode 1970-an setrktur berfikir neo-keynesian,moneteris dan aliran sisi
penawaran mendonminasi teori-teori, pemikiran-pemikiran dan kebijakan-kebijakan ekonomi
makro. Jika di perhatikan, ketiga pendekatan tersebut mempunnyai kelemahan, yaitu tidak
memperhatikan unsur ekspektasi dan kebijakan kebijakan ekonomi (fiskal dan moneter) yang di
ambil. Padahal menurut pendapat dari pakar-pakar ratex, unsur ekspektasi memegang peran
cukup penting dalam penentuan aktivitas aktivitas ekonomi.
Karena adanya unsur ekspektasi dari pelaku-pelaku ekonomi, Robert lucas dan leonard
rapping mendukung Sifat netral uang dan ketidak efektifan kebijakan pemerintah sebagaimana
yang pernah di lansir oleh Milton friedman dari aliran moneteris. Menurut mereka, kita tidak bias
mengetahui secara pasti apa yang akan terjadi kalau pemerintah mengubah-ubah kebijakannya.
Ada kebijaksanaan yang di perkirakan akan di keluarkan oleh pemerintah dan masyarakat sudah
mendapatkan gambaran tentang dampak kebijaksanaan yang akan di jalankan bagi kesejahteraan
mereka. Akibatnya, dengan memperhatikan kendala-kendala yang ada serta biaya-biaya yang
harus di keluarkan, masing –masing mereka akan bertindak dengan cara yang sebaik-baiknya
agar dapat mengambil manfaat yang sebesar-besarnya,atau menghindari kerugian-kerugian yang
mungkin timbul sebagai dampak dari kebijaksanaan yang akan di ambil tersebut.
Ekspektasi atau ramalan tentang masa depan di buat bedasarkan segala informasi yang
ada padanya, apakah itu dari informasi pasar, kebijaksanaan pemerintah, perkembangan
internasionl, dan sebagainya. Dalam masyarakat modern di era globalisasi ini, arus informasi
semakin banyak. Alat alat yang di gunakan pun semakin canggih sehingga informasi dapat lebih
mudah di peroleh. Dalam hal ini, pakar-pakar ratex mengakui bahwa untuk memasukan faktor
ekspektasi tentang masa depan mungkin tidak mudah. Akan tetapi, dengan semakin banyak
informasi dan semakin canggih tehnik dan sasaran analisis, makin mudah menyusun ekspektasi
tersebut.
Setelah ekspektasi di susun, unit-unit ekonomi akan menggunakan informasi yang
mereka peroleh untuk mengantisipasi setiap perubahan kebijaksanaan demi menyelamatkan
kepentingan mereka masing-masing. Dalam hal ini tidak mudah bagi pemerintah menduga reaksi
masyarakat terhadap suatu perubahan kebijaksanaan. Miasalnya pemerintah menaikkan kurs
dolarnya. Kalau masyarakat memperkirakan kurs dolar akan naik lagi, mereka akan menambah
pembelian dolarnya. Ibarat permainan catur, setiap langkah yang ambil oleh pemain yang satu
akan di imbangi oleh pemain lain setelah menduga langkah berikut yang akan di jalankan
lawannya. Setiap langkah tentu di lakukan demi meraih kemenangan dalam “permainan”, bukan
untuk kalah.
Tentu tidak semua langkah- langkah yang akan di ambil pemerintah dapat di antisipasi
secara tepat oleh pelaku-pelaku ekonomi. Dalam beberapa kasus, mungkin ada langkah-langkah
yang tidak terduga sama sekali oleh masyarakat, sehingga dampak kebijaksanaan tersebut cukup
berarti terhadap rencana pemerintah. akan tetapi, perlu di jelaskan bahwa langkah-langkah
rahasia seperti itu hanya efektif untuk sekali duakali saja, tetapi tidak akan efektif secara
berkepanjangan.
Pelaku-pelaku ekonomi yang rasional selalu akan mennyesuaikan ekspektasi mereka
dengan pengalaman-pengalaman masa lalu. Orang belajar dari kesalahan-kesalahan masa lalu.
Selanjutnya, akan mennyesuaikan atau mengubah ekspektasi mereka berdasarkan kesalahan
terakhir yang dilakukan di masa lalu. Pada umumnya, orang hanna melakukan kesalahan secara
acak, tetapi tidak secar sistematis dalam jangka panjang,. Ibarat pepatah orang buta saja tidak
akan terperosok dua kali ke dalam lubang yang sama. Begitu pula para pelaku ekonomi yang
selalu bersikap rasional, tidak melakukan jenis kesalahan yang sama terus-menerus dalam jangka
panjang.
Contoh konkrit untuk hal seperti ini pernah terjadi di Indonesia. Pada tahun 1983, saat
harga minyak turun dari $34 menjadi $29 per barel, pemerintah mendevaluasikan rupiah untuk
menutupi kekurangan anggaran. Pada saat terjadi situasi serupa pada ahun 1986, masyarakat
memperkirakan pemerintah akan mengambil tindakan yang sama seperti pada tahun 1983, yaitu
akan mendevaluasi rupiah. Dalam ekspektasi seperti ini, selama berminggu-minggu oreng
berbondong-bondong menukarkan rupiahnya. Hal ini di sebabkan tidak ada orang yang mau rugi
oleh tindakan devaluasi dari pemerintah, betapapun ia mencintai negaranya. Masalahnya di sini
memang bukan antara cinta atau tidak cinta, tetapi bagaimana mengamankan kepentingan diri
sendiri dari keadaan-keadaan yang diperkirakan akan merugikannya di kemudian hari.
C. Implikasi Kebijaksanaan dalam Aliran Ratex
Kalau pemerintah terlalu sering menggunakan “jurus-jurus rahasia” yang tidak terduga-
duga, dampak negatifnya ialah runtuhnya kredibilitas perekonomian di mata masyarakat. Dalam
kasus seperti ini rasanya akan lebih baik bagi pelaku-pelaku ekonomi tersebut untuk melakukan
bisnis di Negara-ngara yang lebih transparan kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonominya, dari
pada menghadapi resiko di keluarkannya jurus-jurus rahasia oleh pemerintah di negaranya
sendiri. Hal seperti ini jelas tidak di inginkan oleh pemerintah manapun di negeri ini.
Dari uraian di atas mudah di pahami bahwa sikap rasional dari para pelaku ekonomi
secara agresif dapat membentuk suatau kekuatan “kontra kebijaksanaan”.
Berbagai kebijaksanaan yang akan di ambil akan menjadi tumpul seandainya
kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut sudah di antisipasi secara tepat oleh mereka. Apa implikasi
semua ini bagi kebijaksanaan pemerintah? Oleh karena itu, kita tidak pernah tahu pasti siasat apa
yang akan di ambil oleh unit-unit pelaku ekonomi. Sebaiknya pemerintah tidak menjalankan
kebijaksanan yang rumit dan terbelit-belit, sebab hasil dari suatu kebijaksanaan yang kurang di
perhitungkan dengan baik bisa menghasilkan suatu yang bertentangan dengan maksud semula.
Dengan pola pandangan seperti di sebutkan di atas, maka pakar-pakar ratex pada
umumnya meragukan bahwa para ahli ekonomi cukup tahu bagaimana masyarakat akan bereaksi
terhadap perubahan-perubahan kebijaksanaan yang dilakukan. Hal ini karena reaksi masyarakat
akan sangat tergantung pada ekspektasi mereka. Sebagaimana pernah di ucapkan oleh lucas: “as
an advice-giving profession we are in way over our heads”. Kaum ratex, seperti halnya kaum
klasik, percaya bahwa perekonomian secara terus-menerus berada pada posisi keseimbangan.
Dengan anggapan seperti ini, maka pakar-pakar ratex percaya bahwa teori-teori atau
kebijaksanaan-kebijaksanaaan apapun untuk menghadapi masalah-masaah ekonomi tidak pernah
komplit.
Untuk itu, sebaiknya pemerintah tidak terlalu sering mengeluarkan kebijaksanaan yang
macam-macam, sebab dampaknya akan di counter oleh para pelaku ekonomi yang dampaknya
justru bias merugikan. Kebijaksanaan pemeritah lebih tidak efektif karena, adanya factor lag,
misalnya, kebijaksanaan pembatasan stok uang waktu menghadapi inflasi yang tinggi padatahu
1979 sebagai akibat naiknya harga-harga minyak dan meningkatnya permintaan akan kridit.
Akibat inflasi yang tinggi ini, perekonoian anjlok dan angka pengangguran naik tajam. Menurut
badan national bureau of economic research, resesi sudah terjadi pada bulan januari tahun 1980.
Sementara itu, kebijaksanaan pembatasan jumlah uang di lansir bulan maret (terlambat dua
bulan). Kebijaksanaan pengontrolan stok uang yang datangnya sudah terlambat ini terbukti tidak
berhasil memperbaiki keadaan, justru makin menghancurkan perekonomian amerika srikat.
Perekonomian sudah memasuki resesi waktu kebijaksanaan untuk mengontrol inflasi dan jumlah
uang dilaksanakan.
Apa yang bias di pelajari dari kisah kebijaksanaan yang dilakukan terlambat tersebut?
Dalam kennyataan para pengambil keputusan sering kliru tentang situasi yang di hadapi.sering
kali berbagai kebijaksanaan di keluarkan pada saat sudah terlambat. Kebijaksanaan yang
datangnya terlambat ini bukan memperbaiki, melainkan justru lebih sering memperburuk
keadaan. Oleh sebab itu, kubu ratex menganjurkan agar pemerintah tidak terlalu sering
mengeluarkan kebijaksanaan ini itu seperti kebijaksanaan finetunning yang popular pada era
keynesian.
Dalam memformulasi kebijaksanaan, sebaiknya pemerintah telah mengansumsikan
bahwa orang mengetahui bagaimana bekerjanya suatu kebijaksanaan. Jika pemerintah sudah
sadar akan hal ini, ia tidak akan mengeluarkan kebijaksanaan yang terlalu bermacam-macam.
Adapun kebijaksanaan terbaik yang mungkin dilakukan adalah kebijaksanaan sederhana tentang
hal yang pokok” saja, yang di keluarkan secara transparan, sehingga orang mau ikut aktif
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi.
D. Pro dan Kontra dalam Aliran Ratex
Robert lucas dalam tulisannya: some international evidence on output-inflation trade–offs
(1973) menjelaskan tentang hubungan antar jumlah uang dengan siklus ekonomi. Untuk
menjelaskan hubungan tersebut, ia menelaah dan meninjau kembali teori trade-offs antara
pengeluaran dan inflasi yang di kembangkan oleh Philips. Dari hasil studi tersebut, lucas
menyimpulkan bahwa hannya prubahan-perubahan yang tidak terantisipasi saja yang dapat
mempengaruhi output rill. Akan tetapi, jika perubahan-perubahan tersebut dapat diantisipasi
dengan baik oleh pelaku-pelaku ekonomi, dampaknya terhadap output rill menjadi nihil.
Sebaliknya, justru hannya akan menimbulkan inflasi belaka.
Pendapat lucas di atas sangat menarik perhatian kalangan pakar pakar ekonomi. Jika
benar demikian, berarti kebijaksanaan moneter tidak ampuh di gunakan sebagai alat untuk
mempengaruhi output dan kesempatan kerja. Sebagai reaksi atas preposisi lucas tersebut, banyak
pakar ekonomi melakukan study empiris. Dari berbagai hasil penelitian yang dilakukan ada yang
mendukung tetapi ada juga yang membantah propersi lucas di atas. Termasuk di antara mereka
yang mendukung pendapat lucas adalah: Thomas j. sergeant dan neil Wallace, ang dengan
tulisan mereka: retional expexctation, the optimal monetary instrument and the optimal money
seupply rulre (1975) menjelaskan bahwa kebijakan moneter tidak efektif, baik untuk jangka
pendek maupun jangka panjang. Begitu juga Robert barro, yang dalam: unan ticipated money,
output, and the price level in the united states (1987) juga mendukung preposisi lucas di atas.
Di pihak lain, ada juga yang meragukan proposisi lucas di atas, antara lain Fredric
mishkin dan Robert gorden. Fredric mishkin mennyangkal preposisi lucas dalam: does
anticipated monetary policy matter? An econometric investigation(1982): sedang Robert gorden
mennyangkal dalam :price inertia and policy ineffectiveness in the united states 1890-1980
(1982).mishkin dan gorden sama sama meragukan preposisi lucas bahwa kebijaksanaan moneter
secara sistematis tidak memberi dampak terhadap output. Pendapat yang agak netral datang dari
Robert king dan Charles plosser. Dalam money, credit dan prices in a real bussinis cycle model
(1984), mereka menjelaskan bahwa ada hubungan antara jumlah stok uang dengan output. Akan
tetapi tidak ada jaminan bahwa jumlah uang yang mempengaruhi output tersebut, dan
sebaliknya.
Dari berbagai penelitian yang pernah dilakukan, dapat di katakana bahwa proposisi lucas
yang mennyatakan bahwa perubahan stok uang yang tidak terantisipasi saja yang dapat
mempenaguhi output, namun teori di atas agak lemah pembuktian empirisnya. Lamahnya bukti-
bukti empiris tersebut mennyebabkan sebagian pakar percaya bahwa perlu di temukan penjelasan
yang lebih baik tentang peran uang dalam siklus ekonomi. Tujuan pendekatan keseimbangan
umum yang di kembangkan pakar-pakar ratek untuk membangun teori-teori makro berdasarkan
teori-teori mikro yang kokoh pada umumnya di setujui oleh para ahli ekonomi. Bagaimanapun,
preposisi mereka bahwa tidak ada peran nyata kebijaksanaan moneter dalam mempengaruhi
output dan kesempatan kerja masih memerlukan penelitian lebih dalam.
Yang agak kontroversial tidak hannya preposisi yang di sebut di atas saja. Bahkan,
preposisi ratek bahwa setiap orang rasional, dan bahwa mereka dalam aktivitas ekonomi tidak
membuat kesalahan-kesalahan secara sistematis, ada yang meragukan. Michael c lovel, misalnya,
dalam: tests of the rational expectations hypothesis (1986) mennyatakan bahwa ada bukti-bukti
cukup kuat bahwa ada orang yang membuat kesalahan kesalahan secara sisitematis. Misalnya,
pada tingkat perencanaan penjualan perusahaan perorangan, beberapa perusahaan cenderung
optimis. Sementara itu, beberapa penjual lain cenderung pesimis, dan ini berlangsung Dalam
waktu lama. Hal ini membuktikan bahwa ada orang yang membuat kesalahan secara sistematis
dalam aktivitas-aktivitas ekonominya dalam jangka panjang.

Referensi :
Deliarnov (2010). Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Edisi Ketiga, Penerbit RajaGrafindo Persada, Jakarta
https://rizafirman.wordpress.com/2016/04/23/sejarah-pemikiran-ekonomi-aliran-ratex/

Anda mungkin juga menyukai