UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2022
KATA PENGANTAR
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
tanah dan/atau bangunan, yang menjadi wajib pajak tentulah pihak yang
memperoleh hak atas tanah dan bangunan sesuai dengan perolehan hak yang
terjadi. Kewajiban pembayaran pajak ini harus dilakukan oleh wajib pajak pada
saat terutangnya pajak sesuai ketentuan Undang-Undang. Bila kewajiban ini
belum terpenuhi, perolehan hak akan tertunda.
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan dengan Undang-undang ini dan
hak-hak tersebut diusahakan hapusnya di dalam waktu yang singkat.
1. Hak Milik
2. Hak Guna Usaha
3. Hak Guna Bangunan
4
4. Hak Pakai
5. Hak Milik atas Satuan Rumah Susun
6. Hak Pengelolaan
5
8. Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai
kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar
9. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan
hak adalah nilai pasar
10. Pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai
pasar
11. Penggabungan usaha adalah nilai pasar
12. Peleburan usaha adalah nilai pasar
13. Pemekaran usaha adalah nilai pasar
14. Hadiah adalah nilai pasar
15. Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang
tercantum dalam Risalah Lelang.
1 Eka Wijaya Silalahi. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas
Warisan, Apakah Warisan (Dalam Garis Keturunan Sedarah) Harus Dikenai BPHTB?. E-
journal Hukum & Pembangunan, 49 (4), 2019, hlm 885
6
bangunan. Subjek pajak BPHTB sesuai dengan ketentuan yang menjadi
wajib pajak BPHTB apabila dikenakan kewajiban membayar pajak. Pasal
5 UU BPHTB menyatakan bahwa tarif BPHTB merupakan tarif tunggal
sebesar 5 %.
2.2.3 Wajib Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
2 Anak Agung Triana Putri, dkk. Pelaksanaan Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas
Tanah Dan Bangunan (BPHTB) di Kota Denpasar. E-journal Konstruksi Hukum, 2(3),
2021, hlm 452
7
2.3 Tarif, Dasar Pengenaan dan Cara Menghitung BPHTB
2.3.1 Tarif BPHTB
Pasal 5 UU BPHTB menyatakan bahwa tarif BPHTB merupakan
tarif tunggal sebesar 5%. Penentuan tarif tunggal ini dimaksudkan untuk
kesederhanaan dan kemudahan perhitungan,
2.3.2 Dasar Pengenaan BPHTB
Dalam hal ini, yang menjadi dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai
Perolehan Objek Pajak atau disingkat NPOP sesuai ketentuan Pasal 6 UU
BPHTB. Berdasarkan jenis perolehan haknya, NPOP tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Jual Beli = Harga Transaksi
2. Tukar Menukar = Nilai Pasar
3. Hibah = Nilai Pasar
4. Hibah Wasiat = Nilai Pasar
5. Waris = Nilai Pasar
6. Pemasukan dalam Perseroan / Badan Hukum lainnya = Nilai Pasar
7. Pemisahan Hak = Nilai Pasar
8. Peralihan Hak karena Putusan Hakim = Nilai Pasar
9. Pemberian Hak Baru = Nilai Pasar
10. Penggabungan Usaha = Nilai Pasar
11. Peleburan Usaha = Nilai Pasar
12. Pemekaran Usaha = Nilai Pasar
13. Hadiah = Nilai Pasar
14. Lelang = yang tercantum dalam Risalah Lelang
Menurut ketentuan Pasal 6 ayat (3), bila NPOP tidak diketahui atau
NPOP lebih rendah dari NJOP PBB maka yang menjadi dasar pengenaan
adalah NJOP PBB dan apabila NJOP PBB belum ditetapkan maka sesuai
dengan ketentuan Pasal 6 ayat (4) besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh
Menteri Keuangan.
8
Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) Ketentuan Pasal 7 ini dijabarkan lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah dan yang terakhir adalah Peraturan
Pemerintah (PP) No. tentang Pen tuan Besarnya NPOPTKP.
9
diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor
7/PERMEN/M/2007 tentang Pengadaan Perumahan dan
Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan
Melalui KPR Sarusun Bersubsidi, ditetapkan sebesar
Rp55.000.000,00 (lima puluh lima juta rupiah);
c. untuk perolehan hak baru melalui program pemerintah yang
diterima pelaku usaha kecil atau mikro dalam rangka Program
Peningkatan Sertifikasi Tanah untuk Memperkuat Penjaminan
Kredit bagi Usaha Mikro dan Kecil, ditetapkan sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);
d. untuk perolehan hak selain perolehan hak sebagaimana dimaksud
pada huruf a huruf b, dan huruf e, ditetapkan paling banyak
Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah);
e. dalam hal Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang
ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf d lebih besar
daripada Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang
ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf b, maka Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak untuk perolehan hak
sebagaimana dimaksud pada huruf b ditetapkan sama dengan Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana ditetapkan
pada huruf d;
f. dalam hal Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang
ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf d lebih besar
daripada Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang
ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf c, maka Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak untuk perolehan hak
sebagaimana dimaksud pada huruf c ditetapkan sama dengan Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana ditetapkan
pada huruf d. Besarnya NPOPTKP ditetapkan secara regional,
maksudnya adalah NPOPTKP tersebut ditetapkan per daerah
tingkat II (Kabupaten/Kota) dengan mempertimbangkan usulan
dari Kepala Daerah yang bersangkutan.
10
2.3.3 Cara Menghitung BPHTB
Untuk menghitung besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Kena
Pajak (NPOPKP) adalah dengan cara mengurangkan NPOP dengan
NPOPTKP. Dengan demikian untuk menghitung besarnya BPHTB
terutang adalah BPHTB terutang-Tarif x NPOPKP atau 5% x (NPOP-
NPOPTKP)
11
Contoh: Wajib Pajak memperoleh tanah dan bangunan pada tanggal
29 Maret 1998.
Nilai perolehan Objek Pajak..............………………… Rp
110.000.000,00
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak......….. Rp
30.000.000,00(-)
------------------------
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak …………….. Rp
80.000.000,00
Pajak yang terutang = 5% x Rp 80.000.000,00 = Rp 4.000.000,00
12
10 x 2% x Rp2.500.000,00 = Rp 500.000,00
Jadi jumlah pajak yang harus dibayar sebesar
Rp 2.500.000,00 + Rp 500.000,00 = Rp 3.000.000,00
13
Pajak yang telah dibayar ............………………….........Rp.
6.500.000,00 (-)
------------------
----------
Pajak yang kurang dibayar……………………….......... Rp.
2.000.000,00
Sanksi administrasi berupa kenaikan =
100% x 2.000.000,00 = Rp
2.000.000,00
Jadi jumlah pajak yang harus dibayar sebesar
Rp 2.000.000,00 + Rp 2.000.000,00 = Rp
4.000.000,00
3 Umaya, Any. Tesis : Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB)
dalam Transaksi Jual Beli Tanah dan/atau Bangunan. ( Surabaya: Universitas Airlangga,
2008), hlm 83.
14
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan
untuk jangka waktu paling lama 24% (dua puluh empat) bulan
sejak saat terutangnya pajak.
3. Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan
pajak.
Selain itu, dalam Pasal 14 UU BPHTB menyebutkan bahwa:
1. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Tagihan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding
yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah,
merupakan sarana administrasi bagi Direktur Jenderal Pajak untuk
melakukan penagihan pajak.
2. Pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar
Tambahan, dan Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah
pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka
waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima oleh Wajib Pajak.
3. Tata cara penagihan pajak diatur dengan Keputusan Menteri
15
Walaupun jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan
BPHTB Kurang Bayar, ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga
2% (dua persen), sebagai penarikan dengan surat paksa sudah diputuskan,
dan Wajib Pajak telah mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan BPHTB
Kurang Bayar, Wajib Pajak tetap harus membayar besarnya Kurang Bayar
BPHTB dimaksud. Jadi apapun yang terjadi BPHTB Kurang Bayar harus
dibayar secara lunas oleh wajib pajak.
1. SSPD BPHTB
2. Fotokopi SPPT PBB untuk tahun yang bersangkutan
3. Fotokopi KTP Wajib Pajak
4. Fotokopi STTS/ Struk ATM bukti pembayaran PBB untuk 5 tahun terakhir
(untuk tahun 2013 hanya 3 tahun terakhir yaitu tahun 2011, 2012, dan
2013)
5. Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah (Sertifikat, Akta Jual Beli, Letter C/
atau Girik)
Untuk hibah, waris, atau jual beli waris, persyaratannya sebagai berikut:
1. SSPD BPHTB
2. Fotokopi SPPT PBB untuk tahun yang bersangkutan (fungsinya untuk
mengecek kebenaran Data NJOP pada SSPD BPHTB
3. Fotokopi KTP Wajib Pajak
4. Fotokopi STTS/Struk ATM Bukti pembayaran PBB untuk 5 tahun
terakhir, untuk tahun 2013 hanya 3 tahun terakhir yaitu tahun 2011, 2012,
dan 2013 (fungsinya untuk mempermudah melakukan penagihan jika
masih ada piutang PBB, karena biasanya pembeli tidak mau ditagih
pajaknya sebelum tahun dialihkan)
5. Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah (Sertifikat, Akta Jual Beli, Letter C/
atau Girik) Yang fungsinya untuk mengecek ukuran luas tanah, luas
bangunan, tempat/ lokasi tanah dan atau bangunan, dan diketahui status
tanah yang akan dialihkan
16
6. Fotokopi Surat Keterangan Waris atau Akta Hibah (fungsinya dibutuhkan
untuk memberikan pengurangan pada setiap transaksi)
7. Fotokopi Kartu Keluarga
17
1) SKBLB apabila jumlah pajak yang telah dibayar oleh WP
ternyata lebih besar dari jumlah pajak yang terutang;
2) SKBN apabila jumlah pajak yang dibayar oleh WP sama
besarnya dengan jumlah pajak yang terutang;
3) SKBKB apabila jumlah pajak yang telah dibayar oleh WP lebih
kecil dari jumlah pajak terutang.
c. Keputusan dalam waktu 12 bulan sejak terima permohonan apabila
waktu 12 bulan tersebut terlampaui, maka permohonan tersebut
dianggap diterima dan paling lambat 1 bulan setelah 12 bulan harus
terbit SKBLB dan apabila penerbitan SKBLB lewat waktu maka
WP mendapat bunga 2% per bulan dihitung sejak lewat waktu
sampai dengan terbit SKBLB;
d. Berdasarkan SKBLB harus diterbitkan Surat Keputusan
Pengembalian Kelebihan Pembayaran BPHTB (SKPKPB) yang
dikirim ke : WP, BO, KPKN dan Kanwil DJP;
Dalam waktu 2 bulan setelah SKBLB harus diterbitkan Surat
Perintah Membayar Kelebihan Pembayaran BPHTB (SPMKPB),
lewat dari waktu yang ditentukan tersebut WP dapat bunga 2% per
bulan; dan
e. Atas imbalan bunga diterbitkan Surat Ketetapan Imbalan Bunga
(SKIB) dan Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga (SPMIB).
2.6.2 Pembagian Hasil Penerimaan PHTB
18
2. Pemerintah Daerah mendapat bagian sebesar 80% yang dibagi sebagai
berikut:
a. 16% untuk Daerah Propinsi; dan
b. 64% untuk Daerah Kabupaten/Kota.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau BPHTB, diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu dengan UU No. 21
Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No. 21
Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Menurut UU
No. 21 Tahun 1997, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak
yang dikenakan atas perolehan hak katas tanah dan/atau bangunan. Dengan kata
lain, BPHTB merupakan Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Adapun Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah hak atas tanah,
termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud
dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU
No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya. Pasal 16 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960 tersebut menyebutkan
bahwa hak-hak atas tanah yang dimaksud ialah: hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil
hutan dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang
akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara.
Dalam perolehan ini terdapat subjek, objek dan wajib BPHTB, Tarif, Dasar
Pengenaan dan Cara Menghitung BPHTB, Tata Cara Penetapan dan Penagihan
BPHTB, Syarat-Syarat Mengurus BPHTB, Restitusi dan Pembagian Hasil
Penerimaan BPHTB. Hal ini menjadi pembahasan dalam makalah ini untuk
melengkapi materi tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
20
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal
Anak Agung Triana Putri, dkk. (2021). Pelaksanaan Pemungutan Bea Perolehan
Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) di Kota Denpasar. E-journal
Konstruksi Hukum, 2(3).
Silalahi, E. W. (2019). Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
atas Warisan, Apakah Warisan (Dalam Garis Keturunan Sedarah) Harus
Dikenai BPHTB? E-journal Hukum & Pembangunan.
Umaya, A. (2008). Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB)
dalam Transaksi Jual Beli Tanah dan/atau Bangunan. Universitas
Airlangga.
Undang-Undang
Indonesia. (2000). Peraturan Pemerintah No. 111 Tahun 2000 tentang Pengenaan
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Karena Waris dan Hibah
Wasiat. Jakarta.
21
Indonesia. (2000). Peraturan Pemerintah No. 112 Tahun 2000 tentang Pengenaan
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan karena Pemberian Hak
Pengelolaan. Jakarta.
Indonesia. (2000). Peraturan Pemerintah No. 113 Tahun 2000 tentang Penentuan
Besarnya NPOPTKP BPHTB. Jakarta.
22
23