UU No. 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
Dosen Pembimbing
Christine Sada Meyranda Marpaung
Disusun Oleh :
Nurdilla (1920001)
Kaleb Sianipar (2020006)
Bernadetha Y.A Samon (2120003)
Widya A. Theodora Panjaitan (2020012)
Jessika Jamaica Wanggay (2020011)
Popy Nelce Nauw (2120010)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmatNya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun tenaganya
Kami penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
kepada teman-teman dan pembaca lainnya. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Sorong, 03, Maret, 2022
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. iii
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Masalah ........................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 2
2.1 Pengertian..................................................................................................................... 2
2.2 Subjek Dan Objek BPHTB........................................................................................... 2
2.3 Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan BPHTB (Bukan Objek BPHTB)........................ 2
2.4 Dasar Pengenaan BPHTB ............................................................................................3
2.5 Pengenaan BPHTB ...................................................................................................... 4
2.6 Nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP) ditetapkan secara regional
paling banyak ............................................................................................................... 4
2.7 Saat, Tepat Pajak Terutang........................................................................................... 5
2.8 Pengurangan BPHTB................................................................................................... 6
2.9 Cara Menghitung BPHTB ........................................................................................... 8
BAB III PENUTUP........................................................................................................... 9
3.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 9
3.2 Saran............................................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 10
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah bea yang dikenakan pada setiap
pemindahan hak atau hibah wasiat atas harta tetap dan hak-hak kebendaan atas tanah yang
pemindahan haknya dilakukan dengan akta. Menurut peraturan Undang-Undang BPHTB
bahwa Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas
tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut dengan pajak, sedangkan pengertian
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa huku yang
mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan bangunan oleh orang pribadi atau badan.
Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk ha pengelolaan, beserta bangunan di atasnya
sebagimana dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, Undang-Undang No. 16 tentang Rumah Susun dan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang lainnya.
2.3 Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB (bukan objek BPHTB)
Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh :
1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
2. Objek pajak yang diperoleh Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk
pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum. Yaitu tanah dan atau bangunan yang
digunakan untuk penyelenggaraan pemerintah baik Pemerintah Pusa maupun oleh
2
Pemerintah Daerah dan kegiatan yang semata-mata tidak ditunjukan untuk mencari
keuntungan, misalnya : tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk instalasi
pemerintah , rumah sakit, dan jalan umum.
3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan syarat tidak
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau
perwakilan organisasi tersebut.
4. Orang pribadi atau badan atau karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan
tidak adanya perubahan nama.
5. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena wakaf. Yaitu perbuatan
hukum orang pribadi atau badan yang memisahkan sebagian dari kekayaannya yang
berupa hak milik tanah dan bangunan dan untuk melembagakannya untuk selama-
lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa imbalan
apapun.
6. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan
ibadah.
3
j) Pemberian hak baru atas tanah dalam pelepasan hak adalah nilai pasar.
k) Penggabungan Usaha adalah nilai pasar.
l) Peleburan Usaha adalah nilai pasar.
m) Pemekaran Usaha adalah nilai pasar.
n) Hadiah adalah nilai pasar.
o) Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam Risalah
Lelang,
Dalam hal NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
PBB pada tahn terjadinya perolehan, dasar pengenaan BPHTB yang dipakai adalah NJOP
PBB. Yang dimaksud dengan harga transaksi adalah harga yang terjadi dan telah disepakati
oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam hal NJOP PBB pada tahun terjadinya perolehan
belum ditetapkan, besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh Mentri Keuangan.
2.6 Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) Ditetapkan Secara
Regional Paling Banyak.
Berikut ini adalah beberapa perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP) yang
dapat mengurangi NPOP suatu objek pajak tertentu sebagai berikut :
4
1. Rp. 49.000.000 (empat puluh sembilan juta rupiah) dalam hal perolehan hak Rumah
Sederhana Sehat (RSH) dan Rumah Susun Sederhana.
2. Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) dalam hal perolehan hak baru melalui program
pemerintah yang diterima pelaku usaha kecil atau mikro dalam rangka program
peningkatan sertifikasi tanah untuk memperkuat penjaminan kredit bagi usaha mikro
dan kecil.
3. Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dalam hal perolehan hak karena waris, atau
hibah wasiat yang diterima orang pribadiyang masih dalam hubungan keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus atau sederajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan
pemberi hibah termasuk istri/suami.
4. Paling banyak Rp. 60.000.000n (enam puluh juta rupiah) dalam hal selain yang
disebutkan di atas.
5
8) Putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilanyang mempunyai kekuatan
hukum yang tetap
9) Hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke
Kanto Pertanahan.
10) Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak
tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak.
11) Penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
12) Peleburan usaha adlah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
13) Pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan dtandatanganinya akta
14) Hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
Tempat BPHTB terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Profinsi yang meliputi
letak tanah dan atau bangunan. BPHTB yang terutang dibayar ke kas negara melalui
Bank/Kantor Pos Persepsi BPHTB, yaitu Kantor Pos dan atau Bank Badan Uaha Milik
Negara atau tempat pembayaran lain yang di tunjuk oleh Mentri Keuangan menggunakan
Surat Setoran Bea Peroleha Hak atas Tanah atau Bangunan (SSB). Hasil penerimaan
BPHTB dibagi dengan pertimbangan sebagai berikut :
a) 20% (dua puluh persen) untuk pemerintah pusat yang selanjutnya dikembalikan lagi
secara merata ke setiap kabupaten/kota.
b) 16% (enam belas persen) untuk provinsi dan
c) 64% (enam puluh empat persen) untuk kabupaten/kota
6
Atas permohonan Wajib Pajak, dapat dikenakan pengurangan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan atu Bangunan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang terutang.
2. Wajib Pajak badan yang memperoleh hak baru selain hak pengelolaan dan telah
menguasai tanah dan atau bangunan secara fisik lebih dari 20 tahun yang dibuktikan
dengan surat pernyataan wajib pajak dan keterangan dari Pejabat Pemerintah Daerah
setempat.
3. Wajib Pajak orang pribadi yang menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai
hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu serajat ke atas atau satu
derajat ke bawah
4. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari ganti rugi
Pemerintah yg nilai ganti ruginya dibawah Nilai jual Objek Pajak.
5. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah di bebaskan
oleh pemerintah untuk kepentingan umum.
6. Wajib Pajak yang melakukan Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha dengan atau
tanpa terlebih dahulu megadakan Likuidasi dan telah memperoleh keputusan
persetujuan penggunaan Nilai Buku dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha
dari Direktur Jendral Pajak.
7. Wajib Pajak memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak berfungsi lagi
seperti semula disebabkan bencana alam atau sebab-sebab lainnya.
8. Wajib Pajak Badan anak perusahaan dari perusahaan asuransi dan reasuransi yang
memperoleh hak atas tanah atau bangunan yang berasal dari perusahaan induknya
selaku pemegang saham tunggal sebagai kelanjutan dari pelaksanaan Keputusan Mentri
Keuangan tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi.
9. Tanah atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-
mata tidak untuk mencari keuntungan antara lain untuk panti asuhan, panti jompo,
rumah yatim piatu, sekolah yang tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, rumah
sakit swasta milik institusi pelayan sosial masyarakat.
7
2.9 Cara Penghitungan BPHTB
Besarnya BPHTB terutang adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dikalikan 5% (lima persen). Secara
metematis adalah:
BPHTB = 5% X (NPOP-NPOPTKP)
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah bea yang dikenakan pada setiap
pemindahan hak atau hibah wasiat atas harta tetap dan hak-hak kebendaan atas tanah yang
pemindahan haknya dilakukan dengan akta.
Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan
atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajibah wajib membayar BPHTB yang
menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.
3.2 Saran
Isi dari makalah ini masih belum lengkap dan jauh dari kodisi sempurna, oleh sebab itu
penulis dengan senang hati mengaharapkan masukan dan kritikan dari pembaca guna
penyempurnaan lebih lanjut.
9
DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Akuntan Indonesia (2007), Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan per September
2007, Penerbit Salemba Empat.
http://mustahidun.blogspot.co.id/2013/06/makalah-bphtb.html
10