Anda di halaman 1dari 12

Bea Perolehan Hak atas

Tanah dan Bangunan

Disusun oleh:
Kelompok 8
Muhammad Abdul Ghofar Nurfajri (
Risma Yanti Ronauli (1902113944)
Ulil Amri (

Dosen Pembimbing: Rezi Abdurrahman, S.E., Sy, M.Ak


S1 Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Riau
2020
Kata Pengantar

Puji syukur alhamdulillah saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya dengan segala
rahmat-Nyalah akhirnya penulis bisa menyelesaikan tugas ini yang berjudul “Bea Bea Perolehan
Hak atas Tanah Dan Bangunan” tepat pada waktunya. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Rezi Abdurrahman, SE., Sy., M.Ak dan Drs. Zirman, MM.Ak selaku dosen yang
telah memberikan tugas ini kepada penulis sehingga mendapatkan banyak tambahan
pengetahuan khususnya dalam materi BPTTB.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan, sehingga kita
mempunyai bahan kajian sesuai dengan materi yang disampaikan. Penulis berharap makalah ini
mampu menambah ilmu dan wawasan bagi siapapun yang membacanya.

Akhir kata Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan
yang membutuhkan perbaikan, sehingga penulis sangat mengharapkan masukan serta kritikan
dari para pembaca.

Pekanbaru, November 2020


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian BPHTB

2.2 Dasar Hukum

2.3 Objek Pajak

2.4 Tidak temasuk Objek Pajak

2.5 Subjek Pajak dan wajib Pajak

2.6 Dasar Pengenaan Pajak, NPOPTKP, dan Tarif Pajak

2.7 Cara Menghitung BPHTB

2.8 Saat Terutangnya Pajak

2.9 Tempat Pajak Terutang

2.10 Ketentuan Bagi Pejabat

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

BAB IV DAFTAR PUSTAKA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sesuai dengan pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, bumi,air, dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tanah sebagai
bagian dari bumi yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, di samping
memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha, juga merupakan
investasi yang sangat menguntungkan. Di samping itu, bangunan juga memberi
manfaat ekonomi bagi pemiliknya.oleh karena itu, bagi mereka yang
memperoleh ha katas tanah dan/atau bangunan, wajar menyerahkan sebagian
nilai ekonomi yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran pajak,
yang dalam hal ini adalah Bea Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan
(BPTHB).
Prinsip yang dianut dalam Undang-undang BPTHB adalah:
a) Pemenuhan kewajiban BPHTB adalah berdasarkan system self
assessment, yaitu Wajib Pajak menghitung dan membayar sendiri
utang pajaknya.
b) Besarnya tariff ditetapkan sebesar 5% dari nilai perolehan Objek
Pajak Kena Pajak
c) Agar pelaksanaan Undang-Undang BPHTB dapat berlaku secara
efektif, maka baik kepada wajib pajak maupun kepada pejabat-pejabat
umum yang melanggar ketentuan atau tidak melaksanakan
kewajibannya, dikenakan sanksi menurut peraturan perundang-
undangan.
d) Hasil penerimaan BPHTB merupakan penerimaan negar yang
sebagian besar diserahkan kepada pemerintah daerah, untuk
meningkatkan pendapatan daerah guna membiayai pembangunan
daerah dan dalam rangka memantapkan otonomi daerah
e) Semua pungutan atas perolehan a katas tanah dan/atau bangunan
diluar ketentuan ini tidak diperkenankan.

Sehubungan dengan belakunya undang-undang nomor 28 Tahun 2009


tanggal 15 September 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah,
wewenang untuk memungut BPHTB diserahkan ke pemerintah
kabupaten/kota. Penyerahan pengelolaan BPHTB kepada pemerintah
kabupateng/kota mulai 1 januari 2011.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud BPHTB?
2. Apa yang dimaksud dengan objek BPHTB?
3. Apa yang dimaksud dengan subjek BPHTB?
4. Apa yang dimaksud dengan tariff BPHTB?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi BPHTB
2. Untuk mengetahui objekk BPHTB
3. Untuk mengetahui subjek BPHTB
4. Untuk mengetahui tariff BPHTB
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian BPHTB
Dalam pembahasan Bea Perolehan a katas Tanah dan Bangunan, akan dijumpai
beberapa pengertian-pengertian yang sudah baku. Pengertian-pengertian tersebut antara
lain adalah:
 Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan (BHPTB) adalah pajak atas perolehan
hak atass tanah dan/atau bangunan. Dalam pembahasan ini, BPHTB selanjutnya
disebut pajak.
 Perolehan ha katas tanahndan/atau bangunan, perolehan Ha katas tanah atas
Tanah dan/atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa a ka yang
mengakibatkan diperolehnya a katas tanah dan/atau bangunan oleh orang
pribadi/ badan.
 Ha katas tanah dan/atau bangunan, a katas Tanah dan/atau bangunan adalah ha
katas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang di bidang pertahanan dan bangunan.

Untuk pengertian atau istilah-istilah selain tersebut diatas, akan dikaitkan langsung dengan
pembahasan selanjutnya.

2.2 Dasar Hukum


Dasar a ka Bea Perolehan a katas Tanah dan Bangunan adalah:
1. UU Nomor 21 Tahun 1997 sebagai telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun
2000 tentang Bea Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan. UU ini menggantikan
Ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 Nomor 291.
2. UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Derah dan Retribusi Daerah
3.1 Objek Pajak

Objek BPHTB adalah perolehan a katas tanah dan/atau bangunan. Perolehan ha katas tanah
dan/atau bangunan meliputi:

1. Pemindahan Hak karena


a) Jual beli
b) Tukar-menukar
c) Hibah
d) Hibah wasiat
e) Waris
f) Pemasukan dalam perseroan atau badan a ka lainnya
g) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
h) Pertunjukan pembeli dalam lelang
i) Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan a ka tetap
j) Penggabungan usaha
k) Peleburan usaha
l) Pemekaran usaha
m) Hadiah
2. Pemberian hak baru karena
a) Kelanjutan pelepasan hak
b) di luar pelepasan hak
2.4 Tidak termasuk objek pajak
Objek yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh:
1) Perwakilan diplomatic, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
2) Negara, untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum
3) Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan peraturan
Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan usaha atau perwailah organisasi
tersebut.
4) Orang pribadi atau badan karena konversi a katas karena perbuatan hokum lain
dengan tidak adanya perubahan nama
5) 5. Orang pribadi atau karena wakaf
6) Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan Ibadah
2.5 Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh Hak ats tanah
dan/atau bangunan. Wajib pajak BPHTB adalah orang atau pribadi atau badan yang
memperoleh a katas tanah dan/atau bangunan.

2.6 Dasar Pengenaan Pajak, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak kena Pajak (NPOPTKP) dan
tariff pajak
1) Dasar pengenaan Pajak
Yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak
(NPOP). NPOP ditentukan sebesar
a) Harga transaksi, dalam hal jual/beli
b) Nilai pasar objek pajak, dalam hal:
 Tukar-menukar
 Hibah
 Hibah wasiat
 Waris
 Pemasukan dalam perseroan atau badan a ka lainya
 Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan hak
 Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai
kekuatan a ka tetap
 Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan
hak
 Pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak.
 Penggabungan usaha
 Peleburan usaha
 Pemekaran usaha
 Hadiah
c) Harga transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang, dalam hal:
penunjukan pembeli dalam lelang
d) Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (NJOP PBB), apabila
besarnya NPOP sebagimana dimaksud dalam poin 1 dan 2 tidak diketahui
atau NPOP lebih rendah daripada NJOP PBB

Contoh: Tuan Aryo membeli tanah dan bangunan dengan NPOP (harga transaksi)
Rp100.000.000,00. NJOP PBB tersebut yang digunakan dalam pengenaan PBB adalah
Rp.120.000.000,00, maka yang dikenakan sebagai dasar pengenaan BPHTB adalah
Rp.120.000.000,00, dan bukan Rp.100.000.000,00.

2) Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)


Besarnya NPOPTKP ditetapkan secara regonal paling rendah Rp.60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah), kecuali dalam hal perolehan hak karena waris, atau
hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat keatas atau satu derajat kebawah
dengan pemberiannhibah wasiat, termasuk suami/istri, nilai Perolehan Objek
Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional paling rendah
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Besarnya NPOPTKP ditetapkan
dengan peraturan daerah.
3) Tarif Pajak ditetapkan paling tinggi sebesar 5%(lima persen). Tarif Bea Perolehan
a katas Tanah Dan Bangunan ditetapkan dengan peraturan daerah.
2.7 Cara menghitung BPHTB
BPHTB= (NPOP-NPOPTKP) x a kat pajak

Contoh:
Tuan Budi membeli tanah dan bangunan dengan nilai Perolehan Objek Pajak
Rp.70.000.000,00. Sedangkan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang
berlaku di Kabupaten/kota tersebut Rp.60.000.000,00 dan tariff pajaknya 5%.
Nilai perolehan Objek Pajak Rp70.000.000,00
Nilai Perolehan Objek Tidak Kena Pajak Rp60.000.000,00
Rp100.000.000,00
BPHTB yang terutang=Rp10.000.000x 5% Rp500.000.000,00

2.8 Saat terutang Pajak


1. Saat yang menentukan terutangnya pajak ialah:
a) Jual beli
b) Tukar-menukar
c) Hibah
d) Hibah wasiat
e) Pemasukan dalam perseroan atau badan a ka lainnya
f) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
g) Penggabungan usaha
h) Peleburan usaha
i) Pemekaran usaha
j) Hadiah
2. Sejak tanggal penunjukan pemenang lelang, untuk lelang
3. Sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan a ka yang tetap
4. Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke kantor bidang
pertahanan, untuk waris
5. Sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan hak, untuk
a. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak
b. Pemberian hak baru diluar pelepasan hak
BPHTB yang terutang harus dilunasi pada saat terjadi perolehan hak
2.9 Tempat Pajak Terutang
Bea Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan yang terutang dipungut diwilayah daerah
tempat/tanah dan/atau bangunan berada,
2.10 Ketentuan bagi Pejabat
Yang termasuk dalam pengertian pejabat adalah:
a. Pejabat pembuat akta tanah (PPAT) /Notaris
b. Kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara
c. Kepala kantor bidang pertahanan
Untuk pejabat-pejabat tersebut berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. PPAT/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan ha katas Tanah
dan/atau bangunan setelah wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.
PPAT/Notarisi yang melanggar ketenuan ini akan di kenakan sanksi
administrative berupa denda sebesar Rp7.5000.000,00 (tujuh juta lima ratus
rupiah)
2. Kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara hanya dapat
menandatangani risalah lelang perolehan a katas tanah dan/atau bangunan setelah
wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. Bagi pejabat yang melanggar
ketentuan ini dikenakan sanksi a katas ative berupa denda sebesar
Rp7.500.000,00/ pelanggaran
3. Kepala kantor bidang pertahanan hanya dapat melakukan pendaftaran a katas
tanah atau penaftaran peralihan ha katas tanah setelah wajib pajak menyerahkan
bukti pembayaran pajak. Setiap pelanggaran ketentuan ini dikenakan sanksi
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentan peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil
4. PPAT/Notaris dan Kepalaa kantor yang membidangi pelayanan lelang negara
melaporkan pembuatan akta atau risalah lelang Perolehan Ha katas Tanah
dan/atau Bangunan kepada Kepala Daerah paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya. Atas pelanggaran ketentuan ini dikenakan sanksi administrative dan
denda sebesar Rp250.000,00 untuk setiap laporan.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Republika Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan


Retribusi Daerah

Republika Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997, Undang-Undang


Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

http://jurnal.unpad.ac.id/adbispreneur/article/view/19205

https://www.google.com/search?q=www.+seputar+tax+bphtb&oq=www.
+seputar+tax+bphtb&aqs=chrome..69i57.10412j0j4&sourceid=chrome&ie=UTF-8

Anda mungkin juga menyukai