Anda di halaman 1dari 3

Nama: Ailsa Azaria Laksita

NIM: 12030116140183
PERPAJAKAN II
BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan)
Filosofi BPHTB
Filosofin utama yang melandasi pajak ialah peran serta masyarakat dalam suatu pembangunan dan
untuk meningkatkan kesejahteraan serta kemakmuran rakyat melalui peningkatan penerimaan negara
dengan cara pengenaan pajak. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dikenakan terhadap
orang atau badan yang memperoleh ha katas tanah dan atau bangunan. Perolehan atas suatu hak atas
tanah dan atau bangunan ini bisa diartikan bahwa setiap orang atau badan tersebut mempunyai nilai
lebih atas tambahan maupun perolehan hak tersebut, yang dimana tidak semua orang mempunyai
kemampuan lebih untuk mendapatkan tanah dan atau bangunan.
Perbedaan Bea dan Pajak pada BPHTB
Dalam melakukan pungutan, BPHTB termasuk bea bukan pajak. Ada beberapa hal yang
melatarbelakangi hal tersebut:
1. Pembayaran pajak terjadi lebih dulu daripada saat terutang. Ketika pembeli membeli tanah
bersertifikat, mereka diharuskan membayar BPHTB terlebih dahulu sebelum terjadinya
transaksi atau sebelum akta dibuat dan ditandatangani.
2. Frekuensi pembayaran bea terutang dapat dilakukan secara insidensial atau berkali-kali dan
tidak terikat waktu.
Subjek dan Objek BPHTB
Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban membayar BPHTB menurut perundang-undangan
perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.
Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan adalah perbuatan (disengaja) atau peristiwa hukum (otomatis / tidak disengaja) yang
mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Contoh
peristiwa hukum adalah warisan karena pemilik meninggal dunia.
Perolehan hak pada dasarnya ada dua, yaitu:

 Pemindahan Hak
Pemindahan hak berarti sebelum memperoleh hak, hak atas tanah dan atau bangunan tersebut
sebelumnya sudah ada di “orang” lain. Karena perbuatan atau peristiwa tertentu, haknya
berpindah kepada subjek hukum A ke subjek hukum ke B
 Perolehan Hak Baru.
Sedangkan perolehan hak baru biasanya berasal dari tanah negara kemudian diperoleh subjek
pajak. Atau konversi hak, contohnya, dari hak adat menjadi hak milik.
Dasar Hukum BPHTB
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bngunan atau BPHTB sudah diatur dalam UU No. 21 Tahun 1997
dan telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2000 (selanjutnya hanya disebut sebagai UU BPHTB).
Disebutkan bahwa BPHTB adalah bea yang dikenakan atas perolehan ha katas tanah dan juga
bangunan.
Setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan, warga negara diwajibkan membayar BPHTB. Dalam
Bahasa sehari-hari BPHTB dikenal sebagai bea pembeli, yang perolehannya berdasarkan proses jual
beli. Tetapi dalam UU BPHTB, BPTHB dikenakan tidak hanya berasal dari dalam perolehan berupa
jual beli. Sesuai bunyi pasal 2 UU BPHTB, yang menjadi objek BPHTB adalah perolehan hak atas
suatu tanah dan atau bangunan. Adapun, perolehan tersebut yang meliputi:
1. Jual beli
2. Tukar menukar
3. Hibah
4. Hibah wasit
5. Waris
6. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain
7. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
8. Penunjukkan pembeli dalam lelang
9. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
10. Penggabungan usaha
11. Peleburan usaha
12. Pemekaran usaha, dan
13. Hadiah
Namun dari perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang sering terjadi di dalam masyarakat
adalah:
1. Jual beli
2. Tukar menukar
3. Hibah (perolehan hak atas tanah dan atau bangunan dari pemberi hibah, yang pemberinya
tersebut masih hidup)
4. Hibah wasit (perolehan hak atas tanah dan atau bangunan kepada penerima hibah namun juga
yang berlaku setelah adanya pemberi hibah wasiat meninggal dunia), dan
5. Waris
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)
1. Rp.60.000.000,- untuk semua jenis perolehan hak atas tanah dan bangunan.
2. Kecuali untuk karena ahli waris atau hibah wasiat sebesar Rp.300.000.000,-
Dengan catatan NPOPTKP diberikan sekali pada setiap wajib pajak dalam satu tahun.
BPTHB dalam Jual Beli
Untuk peralihan berupa jual beli, pajak akan dikenakan kepada kedua belah pihak baik itu kepada
penjual ataupun pembeli. Kepada penjual akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) atau pembeli akan
dikenakan BPHTB yang besarnya dihitung berdasarkan harga perolehan hak atau pun Nilai Perolehan
Objek Pajak (NPOP).
Dalam prakteknya nilai NPOP ini bisa lebih besar atau kecil dari Nilai Jual Objek Pajaknya (NJOP).
Banyak factor yang dapat mempengaruhi nilai NPOP, seperti adanya perkembangan yang luar biasa
di suatu daerah dalam waktu singkat sehingga harga tanah meningkat dengan sangat cepat. Daerah
yang seperti ini adalah nilai NPOP bisa jauh lebih besar dari NJOP. Sebaliknya, apabila ada daerah
yang nilai NPOP-nya lebih rendah dari nilai NJOP seperti daerah yang direncanakan akan dijadikan
sebagai tempat pembuangan sampah, daerah yang berdekatan dengan area pemakaman, lokasi yang
berada di dekat saluran udara dengan tegangan ekstra tinggi atau sutet, daerah dengan potensi konflik,
atau sengketa di kemudian hari.
Jika nilai NPOP lebih besar dari NJOP, yang dijadikan sebagai dasar pengenaan PPh dan BPHTB
adalah NPOP. Akan tetapi, jika NPOP lebih kecil dari NJOP, yang dijadikan dasar untuk perhitungan
PPh dan BPHTB adalah NJOP.
PPh atas peralihan tanah dan bangunan dihitung sebesar 5% dari NPOP atau NJOP. Sedangkan untuk
perhitungan BPHTB, NPOP dikurangi terlebih dahulu dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak
Kena Pajak (NPOPTKP) kemudian dikali dengan 5%.
Persyaratan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Jika ingin melakukan jual beli, maka persyaratan BPHTB yang harus dipenuhi adalah:
1. SSPD BPHTB.
2. Fotokopi SPPT PBB untuk tahun yang bersangkutan.
3. Fotokopi KTP wajib pajak.
4. Fotokopi STTS/struk ATM bukti pembayaran PBB untuk 5 tahun terakhir.
5. Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah seperti sertifikat, akta jual beli, letter C atau girik.
Jika mendapatkan suatu tanah atau rumah untuk hibah, waris, atau jual beli waris, maka syarat
BPHTB yang diperlukan sebagai berikut:
1. SSPD BPHTB.
2. Fotokopi SPPT PBB untuk tahun yang bersangkutan.
3. Fotokopi KTP wajib pajak.
4. Fotokopi STTS/struk ATM bukti pembayaran PBB untuk 5 tahun terakhir.
5. Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah, seperti sertifikat, akta jual beli, letter C, atau girik.
6. Fotokopi Surat Keterangan Waris atau Akta Hibah.
7. Fotokopi KK.

Anda mungkin juga menyukai