SEMESTER 3
KELOMPOK 9
1
Kata Pengantar
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segalarahmatNya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
Ketentuan mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) diatur
dalam UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
sebagaimana terakhir diubah dengan UU no. 20 tahun 2000.
Undang – Undang No. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali perubahan, Pertama : UU No. 7 tahun 1991, ke dua : UU No. 10 tahun
1994, Ke tiga : UU No. 17 tahun 2000 dan diubah terakhir dengan UU Pajak
Pengahasilan No. 32 tahun 2008.
Undang – Undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU N0. 28 tahun
2007.
Pajak adalah iuran atau pungutan wajib yang dupungut oleh pemerintah dari
masyarakat untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa
balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. Namun secara logika pajak yang
dibayar oleh masyarakat tersebut mempunyai dampak secara langsung terhadap
kesejahteraan masyarakat seperti pembangunan jalan, jembatan, dan tempat-tempat
umum lainnya.
4
I.2 Rumusan Masalah
Dengan adanya makalah ini maka pembaca dapat mengetahui Pengertian BPHTB,
Subjek dan Objek BPHTB, Pengenaan BPHTB, cara perhitungan BPHTB dan semua
yg menyangkut tentang BPHTB.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
Objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan BPHTB dikenakan
kepada peristiwa hukum atau perbuatan hukum atas transaksi atau peralihan haknya
yang meliputi pemindahan hak dan pemberian hak baru.
Pemindahan hak dapat terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat,
waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya. Pemisahan hak yang
mengakibatkan peralihan, penunjukkan pembeli dalam lelang usaha, peleburan usaha,
pemekaran usaha, dan hadiah.
7
Objek yang tidak dikenakan pajak :
1. Perwakilan diplomatik
2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintah dan pelaksaan pembangunan guna
kepentingan umum.
3. Badan untuk perwakilan organisasi internasional baik pemerintah maupun non
pemerintah
4. Orang pribadi atau badan
5. Orang pribadi atau badan karena wakaf
6. Orang pribadi atau badan yang digunakkan untuk ibadah.
8
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah Nilai Perolehan
Objek Pajak (NPOP) dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NPOPTKP). Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)
ditetapkan oleh Menteri Keuangan melalui Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak setempat paling lambat satu bulan sebelum tahun pajak dimulai.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan,
menetapkan besarnya NPOP secara regional dengan ketentuan :
a) Perolehan hak waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih
dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat keatas
atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri. Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling tinggi Rp
300.000.000,-.
b) Untuk perolehan lainnya NPOP – TKP paling tinggi Rp 60.000.000,- Besarnya
pajak tentang dihitung dengan cara mengalihkan tarif pajak dengan Nilai Perolehan
Objek Pajak Kena Pajak, yaitu :
atau
BPHTB yang terutang atas perolehan karena waris, hibah, hibah wasiat adalah
50% dari yang seharusnya terutang (PP No 111 Tahun 2000) terutang sejak tanggal
pendaftaran peralihan hak ke Kantor Pertahanan Kabupaten atau Kota yang
bersangkutan.
9
II.4 SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG
Saat yang menentukan terutangnya pajak adalah:
1. Sejak tanggal dibuat dan ditanda tanganginya akta, untuk:
a) Jual beli
b) Tukar menukar
c) Hibah
d) Hibah wasiat
e) Pemasukan dalam perseroan atau badan hokum lainya
f) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
g) Penggabungan usaha
h) Peleburan usaha
i) Pemekaran usaha
j) Hadiah
2. Sejak tanggal penunjukan pemenang lelang untuk lelang
3. Sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hokum yang tetap,
untuk putusan hakim
4. Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke kantor
bidang pertahanan, untuk waris
5. Sejak tanggal di terbitkanya surat keputusan pemberian hak, untuk:
a) Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak
b) Pemberian hak baru di luar pelepasan hak
BPHTB yang terutang harus di lunasi pada saat terjadinya perolehan hak
Pajak terutang dibayar ke Kas Negara melalui kantor pos dan atau badan usaha
milik negara atau bank badan usaha milik daerah atau tempat pembayaran lain yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan diwilayah Kabupaten Atau Kota yang meliputi letak
10
tanah dan atau bangunan. BPHTB yang terutang disetor dengan surat setoran BPHTB
(SBB) dan di pindah bukukan saldo penerimaan BPHTB ke Bank Operasional V
BPHTB .
bangunan.
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Keputusan Bea Perolehan
Hak atas Tanah Dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB) ditambah dengan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2 % sebulan dalam jangka waktu paling lama 24
11
bulan, dihitung mulai saat terutangnya pajak sampai diterbitkannya Surat Ketetapan
Bea Perolehan Hak atas Tanah Dan Bangunan Kurang Bayar.
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Bea Perolehan
Hak atas Tanah Dan Bangunan Tambahan (SKBHTB) ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 100 % dari jumlah kekurangan pajak tersebut,
kecuali wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STBPHTB)
mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak, sehingga
penagihan dapat dilanjutkan dengan Surat Paksa.
Dasar penagihan pajak meliputi Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah
Dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan
Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembelian, Surat Keputusan
atau Putusan Banding menyebabkan pajak yang harus dibayar bertambah maksimal
satu bulan.
PENGURANGAN PAJAK
Atas permohonan Wajib Pajak, pengurangan yang terutang dapat diberikan oleh
Menteri Keuangan, karena :
a. Kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek Pajak, yaitu :
1. Wajib pajak yang memperoleh hak baru melalui program pemerintah;
2. Wajib pajak pribadi menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai
hubungan keluarga;
3. Wajib pajak memperoleh hak baru selain hak pengelolaan.
b. Kondisi wajib pajak yang ada hubungannya dengan sebab sebab tertentu, yaitu :
1. Wajib pajak memperoleh hak atas tanah melalui dari pembelian ganti rugi.
2. Wajib pajak memperoleh hak atas tanah melalui dari tanah yang dibebaskan
13
3. Wajib pajak memperoleh hak atas tanah melalui dari selain hak pengelolaan.
c. Tanah atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial pendidikan yang semata
– mata tidak untuk mencari keuntungan.
14
dianggap dikabulkan, dan SKPLB diterbitkan dalam waktu paling lambat
1 (satu) bulan setelah jangka waktu berakhir.
Apabila SKPLB terlambat diterbitkan, kepada Wajib Pajak diberikan
imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dihitung sejak
berakhirnya jangka waktu 1 (satu) bulan tersebut sampai dengan saat
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
2. Dalam hal pembayaran pajak yang seharusnya tidak terhutang:
Pajak yang yang seharusnya tidak terutang adalah pajak yang telah dibayar oleh
WP yang bukan merupakan objek pajak yang terutang atau kesalahan
pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau
dipungut lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut
berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan atau bukan merupakan
objek pajak.
a. Wajib Pajak (WP orang pribadi dan badan termasuk orang pribadi yang
belum memiliki NPWP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke kantor
Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat WP terdaftar atau berdomisili,
apabila terjadi kesalahan pembayaran pajak atas pajak yang seharusnya
tidak terutang.
Surat permohonan harus melampirkan :
Asli bukti pembayaran pajak;
Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang; dan
Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya
tidak terutang.
b. WP yang dipotong atau dipungut (PPh, PPN dan PPnBM) dapat mengajukan
permohonan restitusi ke kantor Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat
WP yang dipotong atau yang dipungut terdaftar atau melalui KPP tempat
Pengusaha Kena Pajak yang dipungut dikukuhkan dengan catatan PPh dan
PPN serta PPnBM yang dipotong atau dipungut belum dikreditkan atau
dibiayakan.
Surat permohonan harus melampirkan:
Asli bukti pemotongan/pemungutan pajak;
15
Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang; dan
Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya
tidak terutang.
c. WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan dapat mengajukan
permohonan restitusi ke kantor Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat
WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan terdaftar atau
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan dikukuhkan, apabila
terjadi kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukannya
dan pihak yang dipotong atau dipungut adalah :
Orang pribadi yang belum memiliki NPWP;
Subjek pajak luar negeri; atau
Terdapat kesalahan penerapan ketentuan oleh pemotong atau
pemungutan kecuali WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan
tidak dapat ditemukan yang disebabkan antara lain karena pembubaran
usaha.
BAB III
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah bea yang dikenakan pada
setiap pemindahan hak atau hibah wasiat atas harta tetap dan hak-hak kebendaan
atas tanah yang pemindahan haknya dilakukan dengan akta.
21
Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas
tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajibah wajib membayar
BPHTB yang menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.
IV.2 Saran
Isi dari makalah ini masih belum lengkap dan jauh dari kodisi sempurna, oleh
sebab itu penulis dengan senang hati mengaharapkan masukan dan kritikan dari
pembaca guna penyempurnaan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
22