Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Ketentuan mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB)diatur dalam UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan Bangunan sebagaimana terakhir diubah dengan UU no. 20 tahun 2000.Undang-
undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 28 tahun 2007.Pajak
adalah iuran atau pungutan wajib yang dupungut oleh pemerintah dari masyarakat untuk
menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat
ditunjuk secara langsung. Namun secara logika pajak yang dibayar oleh masyarakat
tersebut mempunyai dampak secara langsung terhadap kesejahteraan masyarakat seperti
pembangunan jalan, jembatan, dan tempat-tempat umum lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan BPHTB ?
2. Apa subjek dan objek dalam BPHTB ?
3. Bagaimana dasar pengenaan BPHTB ?
4. Bagaimana cara perhitungan dalam BPHTB ?
C. Tujuan Penulisan
Dengan adanya makalah ini maka pembaca dapat mengetahui:
1. Pengertian BPHTB,
2. Subjek dan Objek BPHTB,
3. Pengenaan BPHTB,
4. cara perhitungan BPHTB.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah bea yang dikenakan pada
setiap pemindahan hak atau hibah wasiat atas harta tetap dan hak-hak kebendaan atas
tanah yang pemindahan haknya dilakukan dengan akta. Menurut peraturan Undang-
Undang BPHTB bahwa Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang
dikenakan atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut dengan pajak,
sedangkan pengertian perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan
atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan bangunan
oleh orang pribadi atau badan. Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak
pengelolaan, beserta bangunan di atasnya sebagimana dalam Undang-Undang No. 5
tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang No. 16
tentang Rumah Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya.
B. Subjek dan Objek BPHTB
Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan
atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajibah wajib membayar BPHTB
yang menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.Objek BPHTB
adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan adalah perbuatan (disengaja) atau peristiwa hukum (otomatis/tidak disengaja)
yang mengakibatkan perolehannya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi
atau badan.
C. Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB (bukan objek BPHTB)
Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh :
1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
2. Objek pajak yang diperoleh Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau
untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum. Yaitu tanah dan atau
bangunan yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintah baik Pemerintah Pusat
maupun oleh Pemerintah Daerah dan kegiatan yang semata-mata tidak ditunjukan
untuk mencari keuntungan, misalnya: tanah dan atau bangunan yang digunakan
untuk instalasi pemerintah , rumah sakit, dan jalan umun.
3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan syarat tidak
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau
perwakilan organisasi tersebut.
4. Orang pribadi atau badan atau karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan
tidak adanya perubahan nama.
5. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena wakaf. Yaitu
perbuatan hukum orang pribadi atau badan yang memisahkan sebagian dari
kekayaannya yang berupa hak milik tanah dan bangunan dan untuk
melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau
kepentingan umum lainnya tanpa imbalan apapun.
6. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan yang digunakan untuk
kepentingan ibadah.
D. Dasar Pengenaan BPHTB
Sesuai dengan pasal 5 UU BPHTB, tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
merupakan tarif tunggal sebesar 5%. Penentuan tarif tunggal ini dimaksudkan
untuk keserhanaan kemudahan penghitungan. Dasar pengenaan BPHTB adalah
Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), yaitu :
a) Jual Beli adalah harga transaksi
b) Tukar Menukar adalah nilai pasar
c) Hibah adalah nilai pasar
d) Hibah Wasiat adalah nilai pasar
e) Waris adalah nilai pasar
f) Pemasukan dalam perseroan atau Badan Hukum lainnya adalah nilai pasaar
g) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar
h) Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum
adalah nilai pasar
i) Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai
pasar
j) Pemberian hak baru atas tanah dalam pelepasan hak adalah nilai pasar
k) Penggabungan Usaha adalah nilai pasar
l) Peleburan Usaha adalah nilai pasar
m) Pemekaran Usaha adalah nilai pasar
n) Hadiah adalah nilai pasar
o) Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam
Risalah Lelang

Dalam hal NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP) PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan BPHTB yang
dipakai adalah NJOP PBB. Yang dimaksud dengan harga transaksi adalah harga yang
terjadi dan telah disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam hal NJOP PBB
pada tahun terjadinya perolehan belum ditetapkan, besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh
Menteri Keuangan.

E. Pengenaan BPHTB
Ada beberapa kondisi dimana seorang wajib pajak harus dikenakan BPHTB diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Pengenaan BPHTB karena waris dan hibah wasiat BPHTB yang terutama atas
perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% dariBPHTB yang
seharusnya terutang.
2. Pengenaan BPHTB karena pemberian Hal Pengelolaan. Besarnya BPHTB karena
pemberian Hak Pengelolaan adalah sebagai berikut :
a) 0% (Nol Persen) dan BPHTB yang seharusnya terhutang dalam hal penerimaan
Hak Pengelolaan adalah Departemen, Pemerintah Daerah Provinsi,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Lembaga Pemerintahan Nasional (Perum
Perumnas).
b) 50% (lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang dalam hal
penerimaan Hak Pengelolaan selain dimaksudkan di atas.
F. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) Ditetapkan Secara
Regional Paling Banyak
Berikut ini adalah beberapa perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP) yang
dapat mengurangi NPOP suatu objek pajak tertentu sebagai berikut :
1. Rp. 49.000.000 (empat puluh sembilan juta rupiah) dalam hal perolehan hak Rumah
Sederhana Sehat (RSH) dan Rumah Susun Sederhana.
2. Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) dalam hal perolehan hak baru melalui program
pemerintah yang diterima pelaku usaha kecil atau mikro dalamrangka
program peningkatan sertifikasi tanah untuk memperkuat penjaminan kredit bagi
usaha mikro dan kecil.
3. Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dalam hal perolehan hak karena waris,
atau hibah wasiat yang diterima orang pribadiyang masih dalam hubungan
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus atau sederajat keatas atau satu derajat
ke bawah dengan pemberi hibah termasuk istri/suami.
4. Paling banyak Rp. 60.000.000n (enam puluh juta rupiah) dalam hal selain yang
disebutkan di atas.
G. Saat, Tempat Pajak Terutang
Saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan untuk :
1) Jual beli adalah sejak tanggal di buat dan ditandatanganinya akta, yaitu
tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta pemindahan hak di hadapan
Pejabat Pembuatan Akta Tanah/Notaris
2) Tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
3) Hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
4) Waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke
Kantor Pertanahan
5) Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainya adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta
6) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta
7) Lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang, yaitu tanggal
ditandatanganinya Risalah Lelang oleh Kepala Kantor Lelang Negara ataukantor
lelang lainya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
memuat antara lain nama pemegang lelang
8) Putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilanyang mempunyai kekuatan
hukum yang tetap
9) Hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya
ke Kanto Pertanahan
10) Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak
tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak
11) Penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
12) Peleburan usaha adlah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
13) Pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan dtandatanganinya akta
14) Hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta

Tempat BPHTB terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Profinsi yang
meliputi letak tanah dan atau bangunan. BPHTB yang terutang dibayar ke kas Negara
melalui Bank/Kantor Pos Persepsi BPHTB, yaitu Kantor Pos dan atau Bank Badan Uaha
Milik Negara atau tempat pembayaran lain yang di tunjuk oleh Mentri
Keuanganmenggunakan Surat Setoran Bea Peroleha Hak atas Tanah atau Bangunan
(SSB). Hasil penerimaan BPHTB dibagi dengan pertimbangan sebagai berikut :

a) 20% (dua puluh persen) untuk pemerintah pusat yang selanjutnya dikembalikan lagi
secara merata ke setiap kabupaten/kota
b) 16% (enam belas persen) untuk provinsi dan
c) 64% (enam puluh empat persen) untuk kabupaten/kota
H. Pengurangan BPHTB
Dalam peraturan Menteri Keuangan No. 91/PMK.03/2006, Atas permohonan
WajibPajak, dapat diberikan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunansebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pajak yang terhutang, dalam hal :
1. wajib Pajak orang pribadi yang memperoleh hak atas tanah dan atau
bangunan Rumah Susun Sederhana (RS), dan Rumah Susun Sederhana (RSH)
serta Rumah Susun Sangat Sederhana (RSS) yang yang diperoleh langsung dari
pengembangan dan dibayar secara angsuran. Atas permohonan Wajib Pajak,
dapat dikenakan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atu
Bangunan sebesar 50% (lima puluhpersen) dari pajak yang terutang
2. Wajib Pajak badan yang memperoleh hak baru selain hak pengelolaan dantelah
menguasai tanah dan atau bangunan secara fisik lebih dari 20 tahun yang dibuktikan
dengan surat pernyataan wajib pajak dan keterangan dari Pejabat Pemerintah Daerah
setempat
3. Wajib Pajak orang pribadi yang menerima hibah dari orang pribadi
yangmempunyai hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat ke atas atau satu derajat ke bawah
4. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari ganti rugi
Pemerintah yg nilai ganti ruginya dibawah Nilai jual Objek Pajak
5. Wajip Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah di
bebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan umum
6. Wajib Pajak yang melakukan Penggabungan Usaha atau Peleburan Usahadengan
atau tanpa terlebih dahulu megadakan Likuidasi dan telah memperoleh
keputusan persetujuan penggunaan Nilai Buku dalam rangka penggabungan atau
peleburan usaha dari Direktur Jendral Pajak
7. Wajib Pajak memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak berfungsi lagi
seperti semula disebabkan bencana alam atau sebab-sebab lainnya
8. Wajib Pajak Badan anak perusahaan dari perusahaan asuransi dan reasuransi yang
memperoleh hak atas tanah atau bangunan yang berasal dari perusahaan induknya
selaku pemegang saham tunggal sebagai kelanjutan dari pelaksanaan Keputusan
Mentri Keuangan tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi
9. Tanah atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang
semata-mata tidak untuk mencari keuntungan antara lain untuk panti asuhan, panti
jompo, rumah yatim piatu, sekolah yang tidak ditujukan untuk mencari
keuntungan,rumah sakit swasta milik institusi pelayan sosial masyarakat
I. Cara Penghitungan BPHTB
Besarnya BPHTB terutang adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dikalikan 5% (lima persen).
Secara metematis adalah:
BPHTB = 5% X (NPOP-NPOPTKP)
Contoh Kasus :
Bu Shinta membeli rumah dengan harga Rp 490.000.000 di Bekasi. Berapa biaya
BPHTB rumah yang harus dibayarkan?
NJOP : Rp 490.000.000
NPOPTKP : Rp 60.000.000
BPHTB = 5% x (NJOP – NPOPTKP)
= 5% x (Rp 490.000.000 – Rp 60.000.000)
= 5 % x Rp 430.000.000
= Rp 21.500.000
Jadi, biaya BPHTB Bekasi yang harus dibayarkan Bu Shinta sebesar Rp 21.500.000.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah bea yang dikenakan pada setiap
pemindahan hak atau hibah wasiat atas harta tetap dan hak-hakkebendaan atas tanah
yang pemindahan haknya dilakukan dengan akta. Subjek BPHTB adalah orang pribadi
atau badan yang memperoleh hak atas tanahdan atau bangunan. Subjek BPHTB yang
dikenakan kewajibah wajib membayar BPHTByang menurut perundang-undangan
perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.
B. Saran
Isi dari makalah ini masih belum lengkap dan jauh dari kodisi sempurna, oleh sebab itu
penulis dengan senang hati mengaharapkan masukan dan kritikan dari pembaca guna
penyempurnaan lebih lanjut.
Daftar Pustaka

Achmad Tjahjono dan M.Fakhri Husein (2009), perpajakan, Edisi Keempat, UPP STIM
YKPN,Yogyakarta.

Mardiasmo (2006), perpajakan, Edisi Revisi, CV Andi Offset,Yogyakarta.

Penjelasan dan Peraturan Pelaksanaan Berkaitan dengan Undang-Undang Perpajakan.

Waluyo (2008), Perpajakan Indonesia, Buku 1 edisi 8, Jakarta: Salemba Empat.

Ikatan Akuntan Indonesia (2007), Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan per


September 2007, Penerbit Salemba Empat.

Sudirman Rismawati, SE.,M.SA dan Amiruddin Antong, SE.,M.Si (2012) , Perpajakan


Pendekatan Teori dan Praktik , Penerbit Empat Dua Media, Malang (jawa timur).

http://mustahidun.blogspot.co.id/2013/06/makalah-bphtb.html

Anda mungkin juga menyukai