Anda di halaman 1dari 31

Pertemuan ke-13, Tanggal: 1 Desember 2016

MATERI SAP 13

KELOMPOK 10

NAMA KELOMPOK 10 :
Komang Desi Adi Pertiwi

(06)

I Gede Ambara Cita

(19)

Chrismendo H C Paath

(44)

DENPASAR, BALI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2016

PEMBAHASAN
1.1
1.1.1

PENGERTIAN PBB, BPHTB & BEA MATERAI


Pengertian PBB
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan

oleh keadaan objek yaitu bumi dan atau bangunan. Keadaan subjek tidak ikut menentukan
besarnya pajak.
PBB pada awalnya merupakan pajak pusat yang alokasi penerimaannya dialokasikan ke
daerah-daerah dengan proporsi tertentu, namun demikian dalam perkembangannya berdasarkan
Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang PDRD pajak ini khususnya sektor perkotaan dan
pedesaan menjadi sepenuhnya pajak daerah.
PBB dikenakan terhadap objek pajak berupa tanah dan atau bangunan yang didasarkan
pada azas kenikmatan dan manfaat, dan dibayar setiap tahun. PBB pengenaannya didasarkan
padaUndang-undang No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang No.12 tahun 1994. Namun demikian dalam perkembangannya
PBB sektor pedesaan dan perkotaan menjadi pajak daerah yang diatur dalam UndangUndang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Pasal 77 sampai
dengan Pasal 84 mulai tahun 2010.
Dalam bab I diatur tentang Ketentuan Umum yang memberikan penjelasaan tentang istilahistilah teknis atau definisi-definisi PBB seperti pengertian
1. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Pengertian ini
berarti bukan hanya tanah permukaan bumi saja tetapi betul-betul tubuh bumi dari
permukaan sampai dengan magma, hasil tambang, gas material yang lainnya.
2. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan/atau perairan.
Dalam pasal 77 ayat (2) Undang-Undang PDRD, disebutkan bahwa termasuk dalam pengertian
bangunan adalah :
a) jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)

emplasemennya dan lain-lain yang satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut,
jalan TOL,
kolam renang,
pagar mewah,
tempat olah raga,
galangan kapal, dermaga,
taman mewah,
tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak,
fasilitas lain yang memberikan manfaat.
Objek PBB adalah bumi dan/atau bangunan, dimana pengertian bumi dan/atau bangunan

adalah sebagai berikut :

Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah
Indonesia, dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Bangunan, adalah kontruksi teknik yang di
tanam atau di lekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.
Tidak semua objek bumi dan bangunan akan dikenakan PBB, ada juga objek yang di
kecualikan dari pengenaan PBB adalah apabila sebagai berikut :
1. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksud-kan untuk
memperoleh keuntungan,
2. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu,
3. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum di bebani suatu
hak,
4. digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik,
5. digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan.
Objek pajak yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan,
penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi,
dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh
manfaat atas bangunan. Melihat pengertian subjek pajak tersebut, tidak jarang ada objek pajak
yang diakui oleh lebih dari satu orang subjek pajak, yang berarti ada satu objek pajak tetapi
memiliki beberapa wajib pajak.
1.1.2

Pengertian BPHTB
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas

perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan
adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan
atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.
Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan
diatasnya sebagaimana dalam undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan
atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban membayar BPHTB menurut
perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.
Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas
tanah dan atau bangunan adalah perbuatan (disengaja) atau peristiwa hukum (otomatis / tidak
disengaja) yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang
pribadi atau badan. Contoh peristiwa hukum adalah warisan karena pemilik meninggal dunia.

Yang menjadi objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan,
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, meliputi :
Pemindahan hak karena :
1) jual beli;
2) tukar-menukar;
3) hibah;
4) hibah waris;
5) waris;
6) pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
7) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
8) penunjukan pembeli dalam lelang;
9) pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
10) penggabungan usaha;
11) peleburan usaha;
12) pemekaran usaha;
13) hadiah;
Objek Pajak yang Tidak Dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh :
a) perwakilan diplomatic, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbale balik;
b) Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaanpembangunan
guna kepentingan umum;
c) badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri dengan
syarat tidak menjalankan usaha atau menjalankan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas
badan atau perwakilan organisasi;
d) orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak
adanya perubahan nama;
e) orang pribadi atau badan karena wakaf;
f) orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
1.1.3

Pengertian Bea Materai


Bea meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen yang bersifat perdata dan

dokumen untuk digunakan di pengadilan. Nilai bea meterai yang berlaku saat ini Rp. 3.000,00
dan Rp. 6.000,00 yang disesuaikan dengan nilai dokumen dan penggunaan dokumen.
Karakteristik Bea Materai :
a) Bea meterai tidak diperlukan nomor identitas baik untuk wajib pajak maupun objek pajak
b) Pembayaran bea meterai terjadi terlebih dahulu daripada saat terutang
c) Waktu pembayaran dapat dilakukan secara isidentil dan tidak terikat waktu
Bea meterai dikenakan terhadap dokumen yang berbentuk:
1) Surat perjanjian dan surat-surat lain yang dibuat dengan tujuan sebagai pembuktian
2)
3)
4)
5)
6)
1.2
1.2.1

mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata


Akta-akta notaris beserta salinan-salinannya
Akta-akta pejabat pembuat akta tanah beserta rangkap-rangkapnya
Surat berharga
Efek
Dokumen yang digunakan untuk pembuktian di pengadilan.
DASAR HUKUM PBB, BPHTB, DAN BEA MATERAI
Dasar Hukum PBB
3

Dalam pelaksanaan Pemungutannya adalah Undang-undang No.12 tahun 1985, sebagaimana


telah diubah dengan undang-undang No.12 Tahun 1994.
Peraturan dan keputusan yang mengatur pemungutan PBB adalah:
1) Peraturan Pemerintah No.46 tahun1985 tentang Persentase Nilai Jual Kena Pajak pada
Pajak Bumi dan Bangunan.
2) Peraturan Pemerintah No. 104 tentang Penerimaan Negara dari PBB.
3) Peraturan pemerintah No. 47 tahun 1985 tentang pembagian hasil PBB antara Pemerintah
pusat dan daerah.
4) Keputusan Menteri Keuangan No.83/KMK.04/1994.
5) Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.KEP-04 / PJ.6 /1998 tentang petunjuk pelaksanaan
pendaftaran, pendataan dan penilaian Objek Pajak dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan
dalam rangka Pembentukan dan atau pemeliharaan Basis Sistem Manajemen Informasi
Objek Pajak (SISMIOP).
1.2.2

Dasar Hukum BPHTB


mengenai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau BPHTB diatur dalam UU

No. 21 Tahun 1997 dan telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2000 (selanjutnya hanya disebut
UU BPHTB). Disebutkan bahwa BPHTB adalah bea yang dikenakan atas perolehan hak atas
tanah dan atau bangunan.
Setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan, warga negara diwajibkan membayar
BPHTB. Dalam bahasa sehari-hari BPHTB juga dikenal sebagai bea pembeli, jika perolehan
berdasarkan proses jual beli. Tetapi dalam UU BPHTB, BPHTB dikenakan tidak hanya dalam
perolehan berupa jual beli. Semua jenis perolehan hak tanah dan bangunan dikenakan BPHTB.
Sesuai bunyi pasal 2 Undang-undang BPHTB, yang menjadi objek BPHTB adalah
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Adapun, perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan tersebut meliputi:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)
l)
m)

Jual beli;
Tukar-menukar;
Hibah;
Hibah wasit;
Waris;
Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain;
Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
Penunjukan pembeli dalam lelang;
Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
Penggabungan usaha;
Peleburan Usaha;
Pemekaran Usaha; dan
Hadiah.

Namun dari Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang sering terjadi dalam masyarakat
adalah:
1) Jual beli;
2) Tukar-menukar;
4

3) Hibah (Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan dari pemberi hibah, namun pemberi
hibah masih hidup);
4) Hibah wasit (Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan kepada penerima hibah namun
belaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia); dan
5) Waris.
1.2.3

Dasar Hukum Bea Materai


Peraturan mengenai Bea Meterai yang berlaku di Indonesia saat ini adalah Undang-

undang No.13 tahun 1985 tertanggal 27 Desember 1985 tentang Bea Meterai (UUBM) untuk
menggantikan Aturan Bea Meterai 1921 (zegelverordening 1921).
Sedangkan pelaksanaan UUBM diatur dalam:
1) Peraturan Pemerintah No.24 tahun 2000 tertanggal 20 April 2000 tentang Perubahan tarif
Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang dikenakan Bea Meterai
dan mulai berlaku tanggal 1 Mei 2000 (PP No.24/2000).
2) Keputusan Menteri Keuangan No.133b/KMK.04/2000 tertanggal 28 April 2000 tentang
pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan cara lain (Kep No.133b/2000).
3) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.SE-29/PJ.5/2000 tertanggal 20 Oktober 2000
tentang Dokumen Perbankan yang dikenakan Bea Meterai.
1.3
1.3.1

SUBYEK DAN OBYEK PBB, BPHTB, DAN BEA MATERAI


Subyek dan Obyek PBB
Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi,

dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh
manfaat atas bangunan. Melihat pengertian subjek pajak tersebut, tidak jarang ada objek pajak
yang diakui oleh lebih dari satu orang subjek pajak, yang berarti ada satu objek pajak tetapi
memiliki beberapa wajib pajak. Bagaimana kalau hal ini terjadi, apakah semua menjadi terhutang
PBB?
Apabila terjadi statu kejadian dimana satu objek pajak dimiliki/dikuasai oleh beberapa
subjek pajak atau satu objek pajak belum diketahui dengan jelas siapa Wajib Pajaknya, maka hal
pertama yang perlu dilakukan adalah melihat perjanjian (agreement) antara para pihak yang
berkepentingan terhadap objek pajak tersebut. Dalam perjanjian tersebut salah satu pasalnya
biasanya membahas siapa yang akan melakukan kewajiban pembayaran pajak termasuk pajak
Bumi dan Bangunan. Apabila dalam perjanjian tidak disebutkan atau memang terjadi lebih dari
satu yang memanfaatkan objek pajak sehingga belum diketahui siapa yang menjadi wajib pajak
Direktorat Jenderal Pajak dapat menetapkan subjek pajaknya (UU No 12 tahun 1994 Pasal 4 ayat
3).
Pertanyaan berikutnya yang muncul adalah, apakah setiap yang membayar PBB adalah
pemilik atas objek pajak tersebut? Surat tanda pemberitahuan atau dikenal dengan sebutan SPPT
(Surat Pembayaran Pajak Terhutang) atau bukti pelunasan bukanlah bukti pemilikan hak. Surat
Tagihan Pajak atau bukti pembayaran PBB adalah semata mata untuk kepentingan perpajakan
dan tidak ada kaitannya dengan status atau hak pemilikan atas tanah dan/atau bangunan.
5

Objek PBB adalah bumi dan/atau bangunan, dimana pengertian bumi dan/atau bangunan
adalah sebagai berikut :
Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah
Indonesia, dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Bangunan, adalah kontruksi teknik yang di
tanam atau di lekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.
Tidak semua objek bumi dan bangunan akan dikenakan PBB, ada juga objek yang di kecualikan
dari pengenaan PBB adalah apabila sebagai berikut :
1) digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksud-kan untuk
memperoleh keuntungan,
2) digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu,
3) merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum di bebani suatu
hak,
4) digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik,
5) digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan.
6) Objek pajak yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan,
penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
1.3.2

Subyek dan Obyek BPHTB


Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan

atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban membayar BPHTB menurut
perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.
Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas
tanah dan atau bangunan adalah perbuatan (disengaja) atau peristiwa hukum (otomatis / tidak
disengaja) yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang
pribadi atau badan. Contoh peristiwa hukum adalah warisan karena pemilik meninggal dunia.
Yang menjadi objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan,
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, meliputi :
Pemindahan hak karena :
1) jual beli;
2) tukar-menukar;
3) hibah;
4) hibah waris;
5) waris;
6) pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
7) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
8) penunjukan pembeli dalam lelang;
9) pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
10) penggabungan usaha;
11) peleburan usaha;
12) pemekaran usaha;
13) hadiah;
6

1.3.3

Subyek dan Obyek Bea Materai

Bea meterai dikenakan terhadap dokumen yang berbentuk:


1) Surat perjanjian dan surat-surat lain yang dibuat dengan tujuan sebagai pembuktian
2)
3)
4)
5)
6)
1.4
1.4.1

mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata


Akta-akta notaris beserta salinan-salinannya
Akta-akta pejabat pembuat akta tanah beserta rangkap-rangkapnya
Surat berharga
Efek
Dokumen yang digunakan untuk pembuktian di pengadilan.
TARIF DAN TATA CARA PERHITUNGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN
Tarif PBB, BPHTB dan Bea Materai

PBB
Tarif Pajak Bumi dan Bangunan yang dikenakan atas Obyek Pajak Bumi dan
Bangunan sebesar 0,5 % ( lima persepuluh persen ).
BPHTB
Tarif pajak yang dikenakan atas objek BPHTB adalah 5 (lima persen).
TARIF BEA METERAI
Besarnya tarif bea meterai dapat dilihat pada tabel berikut ini.
DOKUMEN
TARIF
Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan Rp6.000,00
tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai
perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata
Akta-akta Notaris termasuk salinannya
Rp6.000,00
Surat berharga seperti wesel, promes dan aksep
Rp6.000,00
Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di Rp6.000,00
muka Pengadilan, yaitu:
Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan
Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai
berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau
digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula.
Surat yang memuat jumlah uang, yang menyebutkan
penerimaan uang:
1) Yang mempunyai harga nominal sampai dengan Tidak dikenakan
Rp250.000,00
2) Yang mempunyai

harga

nominal

lebih

dari

Rp250.000,00 sampai dengan Rp1.000.000


3) Yang mempunyai harga nominal lebih

dari
Rp6.000,00

Rp1.000.000,00
Surat yang memuat jumlah uang, yang

Rp3.000,00

menyatakan

pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di


7

Bank:
1) Yang mempunyai harga nominal sampai dengan Tidak dikenakan
Rp250.000,00
2) Yang mempunyai

harga

nominal

lebih

dari

Rp250.000,00 sampai dengan Rp1.000.000


3) Yang mempunyai harga nominal lebih

dari

Rp1.000.000,00
Surat yang memuat jumlah uang, yang berisi pemberitahuan

Rp3.000,00
Rp6.000,00

saldo rekening di Bank:


1) Yang mempunyai harga nominal sampai dengan Tidak dikenakan
Rp250.000,00
2) Yang mempunyai

harga

nominal

lebih

dari

Rp250.000,00 sampai dengan Rp1.000.000


3) Yang mempunyai harga nominal lebih

dari

Rp1.000.000,00
Surat yang memuat jumlah uang, yang berisi pengakuan

Rp3.000,00
Rp6.000,00

bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah


dilunasi atau diperhitungkan:
1) Yang mempunyai harga nominal sampai dengan Tidak dikenakan
Rp250.000,00
2) Yang mempunyai

harga

nominal

lebih

dari

Rp250.000,00 sampai dengan Rp1.000.000


3) Yang mempunyai harga nominal lebih

dari

Rp3.000,00
Rp6.000,00

Rp1.000.000,00
1) Surat berharga seperti wesel, promes dan aksep:Yang
mempunyai

harga

Rp250.000,00
2) Yang mempunyai

nominal
harga

sampai

nominal

dengan Tidak dikenakan

lebih

dari

Rp250.000,00 sampai dengan Rp1.000.000


3) Yang mempunyai harga nominal lebih

dari

Rp3.000,00

Rp6.000,00
Rp1.000.000,00
Cek dan Bilyet Giro dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp3.000,00
sebesar Rp3.000,00 tanpa batas pengenaan besarnya harga
nominal
Efek dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang:
1) Mempunyai

harga

nominal

sampai

dengan Rp3.000,00

Rp1.000.000,00
2) Mempunyai harga nominal lebih dari Rp1.000.000,00

Rp6.000,00

Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apa pun


yang tercantum dalam surat kolektif yang:
1) Mempunyai

harga

nominal

sampai

dengan Rp3.000,00

Rp1.000.000,00
2) Mempunyai harga nominal lebih dari Rp1.000.000,00

Rp6.000,00

Jumlah uang ataupun harga nominal yang disebut di atas termasuk juga jumlah uang
ataupun harga nominal yang dinyatakan dalam mata uang asing.Untuk menentukan nilai
rupiahnya maka jumlah uang atau harga nominal tersebut dikalikan dengan nilai tukar yang
ditetapkan oleh Menteri keuangan yang berlaku pada saat dokumen itu dibuat, sehingga dapat
diketahui apakah dokumen tersebut dikenakan atau tidak dikenakan Bea Meterai.
Pihak-pihak yang memegang surat perjanjian atau surat-surat lainnya, seperti surat kuasa,
surat hibah, dan surat pernyataan, dibebani kewajiban untuk membayar Bea Meterai atas surat
perjanjian atau surat-surat yang dipegangnya.
1.4.2

Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan PBB & BPHTB dan Bea Materai

Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan PBB


a. Tata Cara Perhitungan PBB
PBB = Tarif pajak x NJKP
= 0,5 % x [ persentase NJKP x (NJOP NJOPTKP) ]

Rumus perhitungan di atas dapat dibuat dengan urutan perhitungan sebagai berikut :
Nilai jual Objek Pajak bumi/tanah: luas x NJOP per m2

xxx

Nilai jual Objek Pajak bangunan: luas x NJOP per m2

xxx (+)

Nilai jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan PBB

xxx

Nilai jual Objek Pajak Tidak Kenai Pajak

xxx (-)

Nilai jual Objek Pajak sebagai dasar perhitungan PBB

xxx

Nilai jual kena Pajak persentase (%) x NJOP

xxx

PBB : 0,5 % x NJKP

xxx

Contoh 1
Wajib Pajak CV Perdana mempunyai objek pajak berupa :

Tanah seluas 800 m2 dengan NJOP Rp 335.000 per m2


Bangunan (rumah) seluas 400 m2 dengan NJOP Rp 505.000 per m2
Taman mewah seluas 200 m2 dengan NJOP Rp 98.000 per m2
Pagar mewah sepanjang 100 m dan tinggi rata-rata 150 cm dengan NJOP Rp 1.200.000
per m2
Persentase Nilai Jual Kena Pajak (assessment value) sebesar 20 % dan NJOPTKP
ditetapkan sebesar Rp 10.000.000

Besarnya PBB yang terutang dihitung sebagai berikut :


- NJOP tanah (800 m2 x Rp 335.000)

Rp 268.000.000

NJOP bangunan :
9

- Rumah (400 m2 x Rp 505.000)

Rp 202.000.000

- Taman mewah(200 m2 x Rp 98.000)

Rp 19.600.000

- Pagar mewah(100 x 1,50 m2 x Rp 1.200.000)

Rp 180.000.000 (+)

- NJOP sebagai dasar perhitungan PBB

Rp 669.600.000

- NJOPTKP (diketahui)

Rp 10.000.000 (-)

-NJOP sebagai dasar perhitungan PBB

Rp 659.600.000

- NJKP (20% x Rp 659.600.000)

Rp 131.920.000

- jadi PBB yang terutang :


0,5% x Rp 131.920.000 = Rp 659.600
Contoh 2
Tuan Bonco seorang mahasiswa DIII perpajakan Unibraw pada tahun 2007 hanya
memiliki sebuah objek pajak berupa bumi di kawasan Soekarno-Hatta, Malang dan diketahui
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bumi tersebut sebesar Rp. 10.000.000. Berapakah Besar PBB
yang terhutang pada tahun 2007 milik Tuan Bonco !
Jawab :
Karena besarnya NJOP kurang dari Rp. 12.000.000,- maka objek pajak tidak dikenakan Pajak
Bumi dan Bangunan.
Contoh 3
Tuan Ponco seorang pengusaha terkenal memiliki 2 buah rumah pada tahun 2007, objek
pertama terletak di desa Wlingi, Blitar dan Objek kedua terletak di desa Bendo, Blitar. Diketahui
bahwa untuk objek pertama NJOP Bumi sebesar Rp. 8.000.000,- dam NJOP Bangunan sebesar
Rp. 7.500.000,-. Untuk Objek yang kedua diketahui NJOP bumi sebesar Rp. 9.000.000,- dan
NJOP Bangunan sebesar Rp. 6.000.000,Hitung PBB terhutang tahun 2007 Tuan Ponco atas kedua objek tersebut !
Jawab:
PBB Terhutang = Tarif (0,5%) x NJKP
NJKP = NJOP NJOPTKP
Dimana NJOP = NJOP Bumi + NJOP Bangunan

NJOP Di desa Wlingi


NJOP Bumi

= Rp.

8.000.000,10

NJOP Bangunan = Rp.


Total

7.500.000,-

Rp. 15.500.000,-

Merupakan NJOP terbesar

NJOP di desa Bendo


NJOP Bumi

= Rp. 9.000.000,-

NJOP Bangunan = Rp. 6.000.000,Total

Rp. 15.000.000,-

Desa Wlingi :
NJOP Bumi

Rp.

8.000.000,-

NJOP Bangunan =

Rp.

7.500.000,-

NJOP sbg dasar pengenaan PBB

Rp. 15.500.000,- (NJOP Terbesar)

NJOPTK

Rp. 12.000.000

NJOP utk
Perhitungan PBB

Rp. 3.500.000,-

Desa Bendo :
NJOP Bumi

= Rp. 9.000.000,-

NJOP Bangunan

= Rp. 6.000.000,-

NJOP sbg dasar pengenaan PBB

Rp. 15.000.000,-

NJOPTK

Rp.

0,- (-)

NJOP utk
Perhitungan PBB

Rp. 15.000.000,-

PBB Terhutang = Tarif x NJKP


= 0,5% x 20% x Rp. 18.500.000,= Rp. 18.500
Contoh 4

11

Tuan Poneng adalah seorang pengusaha terkenal memiliki 2 buah rumah yang terletak di
Blitar. Objek pertama terletak di jalan semeru dan objek kedua terletak di jalan raya rinjani.
Diketahui objek pertama NJOP bumi sebesar Rp. 1.000.000.000,- (1 M) dan NJOP bangunan Rp.
3.500.000,- (3,5 M) sedangkan untuk yang kedua diketahui NJOP bumi sebesar Rp.
1.000.000.000,- (1 M) dan NJOP Bangunan sebesar Rp. 4.500.000.000,- (4,5 M). Hitunglah PBB
terhutang Tuan Poneng atas kedua objek tersebut.
Jawab :
NJOP terbesar adalah terletak pada NJOP di Jalan Raya Rinjani dengan :
NJOP Bumi

= Rp. 1. 000.000.000,-

NJOP Bangunan

= Rp. 4.500.000.000,- +

NJOP sbg dasar


Pengenaan PBB

= Rp. 5.500.000.000,-

NJOPTKP

= Rp.

12.000.000,- (-)

NJOP utk
Perhitungan PBB

Rp. 5.488.000.000,-

Jl. Semeru :
NJOP Bumi

= Rp. 1.000.000.000,-

NJOP bangunan

= Rp. 3.500.000.000,- +

NJOP sbg dasar


Pengenaan PBB

= Rp. 4.500.000.000,-

NJOPTKP

= Rp.

0,- (-)

NJOP utk
Perhitungan PBB

= Rp. 4.500.000.000,-

NJOP = NJOP Bumi + NJOP Bangunan = Rp. 5.488.000.000 + Rp. 4.500.000.000,=

Rp.9.988.000.000.

PBB Terhutang = Tarif x NJKP = Tarif x (NJOP-NJOPTKP)


= 0,5% x 40% x 9.988.000.000.
12

= Rp. 19.970.000,b. Tata Cara Pembayaran dan PelaporanPBB


1) Pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Teruatang (SPPT) harus
dilunasi selambat-lambatnya 6 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.
2) Pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) harus dilunasi selambatlambatnya 1 bulan sejak tanggal diterimanya SKP oleh wajib pajak.
3) Pajak yang terutang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang dibayar,
dikenakan denda administrasi sebesar 2 % per bulan dari jumlah yang tidak atau kurang
dibayar, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk
jangka waktu paling lama 24bulan, bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
4) Denda administrasi ditambah urang pajak yang belum atau kurang dibayar ditagih dengan
Surat Tagihan Pajak (STP) dan harus dilunasi selambat-lambatnya 1 bulan sejak tanggal
diterimanya STP oleh WP.
5) Jumlah pajak yang terutang berdasarkan STP yang tidak dibayar pada waktunya ditagih
dengan Surat Paksa.
6) MenKeu dapat melimpahkan kewenangan penagihan pajak kepada Gubernur Kepala
Daerah Tk. I dan/atau Bupati dan/atau Walikota Kepala Daerah Tk. II.
Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan BPHTB
a.

Tata Cara Perhitungan


BPHTB = Tarif paja x NPOPKP
= 5 % x ( NPOP NPOPTKP )
Perhitungan di atas dapat dibuat dengan urutan sebagai berikut :
Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP)

xxx

Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)

xxx (-)

Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP)

xxx

BPHTB yang terutang/dibayar:


( 5 % x NPOPKP )

xxx

Jika perolehan hak atas tanah dan bangunan tersebut karena waris/hibah
wasiat/pemberian hak pengelolaan, maka BPTHB yang harus dibayar adalah :
BPHTB = 50 % x BPHTB yang terutang
Contoh :
Tuan Akbar membeli tanah dan bangunan dengan nilai perolehan objek pajak Rp 500.000.000.
Besarnya BPHTB yang terutang dihitung sebagai berikut :
NPOP

Rp 500.000.000

NPOPTKP

Rp 60.000.000 (-)
13

NPOPKP

Rp 440.000.000

Pajak BPHTB yang terutang :


5% x Rp 440.000.000 = Rp 22.000.000
b. Tata Cara Peyetoran dan PelaporanBPHTB
1) BPHTB yang terutang harus dibayar/dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak,
yaitu sama dengan saat terutangnya BPHTB.
2) Wajib pajak wajib membayar BPHTB yang terutang dengan tidak mendasarkan pada
adanya surat ketetapan pajak. Sistem pemungutan BPHTB adalah self assessment.
3) BPHTB yang terutang dibayar ke kas negara melalui Kantor Pos dan/atau Bank
BUMN atau Bank BUMD atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh MenKeu
dengan menggunakan Surat Setoran BPHTB.
4) Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur Jenderal
Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Kurang Bayar (SKBKB) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain
ternyata jumlah BPHTB yang terutang kurang dibayar.
5) Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur Jenderal
Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Kuramg Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila ditemukan data baru dan/atau data yang
semula Belem terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah BPHTB yang
teritang diterbitkannya SKBKBT.
6) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan BPHTB dan WP dikenakan

sanksi berupa denda dan/atau bunga apabila:


BPHTB yang terutang tidak atau kurang bayar
Dari hasil pemeriksaan Surat Setoran BPHTB terdapat kekurangan pembayaran
BPHTB sebagai akibat salah tulis atau salah hitung.

Pada saat WP memperoleh Surat Tagihan BPHTB jumlah yang harus dibayar oleh WP adalah
sebesar BPHTB terutang yang tidak atau kurang bayar dalam Surat Tagihan BPHTB ditambah
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebukan untuk jangka waktu paling lama 24
bulan Sejas saat terutangnya BPHTB.
Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan Bea Materai
a. contoh dokumen perbankan yang dikenakan bea meterai
JENIS DOKUMEN
Perjanjian pembukaan rekening giro
Rekening Koran bulanan khusus giro

TARIF
Rp6.000,00
Berdasarkan harga

Surat Kuasa
Sertifikat Deposito

nominal*
Rp6.000,00
Berdasarkan harga

Deposito Berjangka

nominal*
Berdasarkan harga

Bukti pencairan deposito (baik tunai ataupun

nominal*
Berdasarkan harga

pemindahbukuan)
Deposito on call (dalam bentuk sertifikat)

nominal*
Berdasarkan harga
14

Pencairan kiriman uang masuk untuk nasabah

nominal*
Berdasarkan harga

Stop Payment Order (baik atas cek/bilyet giro atau bentuk

nominal*
Rp6.000,00

perintah pembayaran lainnya oleh nasabah)


Cek/bilyet giro
Penarikan kuitansi (selain untuk tabungan)

Rp3.000,00
Berdasarkan harga

Bank Draft yang dibayarkan di dalam negeri


Penegasan pemenang SBI
Sertifikat Bank Indonesia (SBI)

nominal*
Rp6.000,00
Rp6.000,00
Berdasarkan harga

Bukti pelunasan SBI

nominal*
Berdasarkan harga

Pencairan deposito antar bank

nominal*
Berdasarkan harga

Kontrak jual/beli forward


Kuitansi penarikan Giro Valas

nominal*
Rp6.000,00
Berdasarkan harga

Aplikasi pembelian Devisa Umum


Surat Pengikatan perjanjian transaksi derivative
Aplikasi pembelian Traveller check
Draft (ekspor, negosiasi L/C, dan Bank Garansi
Indemnity/pelunasan pakai copy airway Bill (surat pernyataan

nominal*
Rp6.000,00
Rp6.000,00
Rp6.000,00
Rp6.000,00
Rp6.000,00

guarantee)
Jaminan (counter guarantee)
Perjanjian permohonan plafon untuk pengeluaran Bank

Rp6.000,00
Rp6.000,00

Garansi
Aplikasi permohonan pengeluaran/perubahan Bank Garansi

Rp6.000,00

(yang disertakan dengan suatu perjanjian)


Garansi Bank

Berdasarkan harga

Penerbitan Shipping Guarantee


Perjanjian Kredit
Tanda terima pencairan kredit secara tunai

nominal*
Rp6.000,00
Rp6.000,00
Berdasarkan harga

Pengakuan hutang

nominal*
Berdasarkan harga

Surat sanggup bayar (promes)

nominal*
Berdasarkan harga

Cessie di bawah tangan


FEO/Fidusia di bawah tangan
Laporan stock dari debitur
Borgtocht di bawah tangan
Akta pemberian tanggungan (personal guarantee)
Surat pernyataan tidak menyewakan barang jaminan
Perjanjian Risk Sharing
Surat perjanjian electronic banking
Perjanjian pembukaan sewa deposit box

nominal*
Rp6.000,00
Rp6.000,00
Rp6.000,00
Rp6.000,00
Rp6.000,00
Rp6.000,00
Rp6.000,00
Rp6.000,00
Rp6.000,00

Catatan:
15

* Yang dimaksud dengan berdasarkan harga nominal adalah:


a) Nilai saldo akhir sampai dengan Rp250.000,00 tidak dikenakan Bea Meterai.
b) Nilai saldo akhir lebih dari Rp250.000,00 sampai dengan Rp1.000.000,00 dikenakan Bea
Meterai dengan tarif sebesar Rp3.000,00.
c) Nilai saldo akhir lebih dari Rp1.000.000,00 dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar
Rp6.000,00.
b. Tata Cara Peyetoran dan Pelaporan Bea Materai
Saat Terutang Bea Meterai
Saat terutangnya Bea Meterai dirangkum dalam tabel berikut ini.
DOKUMEN
Dokumen yang dibuat oleh satu

SAAT TERUTANGNYA BEA METERAI


Saat dokumen itu diserahkan

pihak
Dokumen yang dibuat oleh lebih

Saat selesainya dokumen itu dibuat, yang ditutup

dari salah satu pihak

dengan pembubuhan tanda tangan dari yang


bersangkutan.
Sebagai contoh surat perjanjian jual beli. Bea
meterai terhutang pada saat ditandatanganinya

Dokumen yang dibuat di luar

perjanjian tersebut.
Saat akan digunakan di Indonesia, dengan cara

negeri

pemeteraian-kemudian tanda denda.


Namun apabila dokumen tersebut baru dilunasi
bea meterainya sesudah digunakan, maka
pemeteraian-kemudian dilakukan berikut dendanya
sebesar 200%.

Bea Meterai terutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari

dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.


Dalam hal dokumen dibuat sepihak, misalnya kuitansi, Bea Meterai terutang oleh

penerima kuitansi.
Dalam hal dokumen dibuat oleh 2 pihak atau lebih, misalnya surat Perjanjian di bawah
tangan, maka masing-masing pihak terutang Bea Meterai atas dokumen yang

diterimanya.
Jika surat perjanjian dibuat dengan akta Notaris, maka Bea Meterai yang terutang baik
atas asli sahih yang disimpan oleh Notaris maupun salinnya yang diperuntukkan pihakpihak yang bersangkutan terutang oleh pihak-pihak yan mendapat manfaat dari dokumen

tersebut, yang dalam contoh ini adalah pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Jika pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain, maka Bea Meterai
terutang oleh pihak atau pihak-pihak yang ditentukan dalam dokumen tersebut.

Benda Meterai Dan Cara Pelunasannya


Bentuk, ukuran, warna meterai tempel, dan kertas meterai, maupun percetakan, pengurusan,
penjualan serta penelitian keabsahannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
16

Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain (Membubuhkan Tanda Bea Meterai
Lunas)
Pelunasan Bea meterai dengan cara lain sebagaimana yang ditetapkan dalam KMK133b/KMK.04/2000 tentang pelunasan bea meteraidengan menggunakan cara lain, ditetapkan
cara pelunasan bea meterai dengan cara lain, yakni
1)
2)
3)
4)

Menggunakan mesin teraan meterai,


Menggunakan teknologi percetakan,
Menggunakan system komputerisasi, dan
Menggunakan alat lain dengan teknologi tertentu.

A. Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Meterai


Tempel
Cara mempergunakan meterai tempel :
- Meterai Tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan
tidak rusak di atas dokumen yang dikenakan Bea Meterai.
- Meterai Tempel direkatkan di tempat dimana tanda tangan
akan dibubuhkan.
- Pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman
tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang
sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan di atas
kertas dan sebagian lagi di atas Meterai Tempel.
- Jika digunakan lebih dan satu Meterai Tempel, tanda tangan
harus dibubuhkan sebagian di atas semua Meterai Tempel
dan sebagian di atas kertas.
- Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan Meterai
Tempel tetapi tidak memenuhi ketentuan di atas, dokumen
yang bersangkutan dianggap tidak bermeterai.

B. Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Kertas


Meterai
Cara mempergunakan kertas meterai :
- Sehelai Kertas Meterai hanya dapat digunakan untuk sekali
pemakaian.
- Kertas Meterai yang sudah digunakan, tidak boleh
digunakan lagi.
- Jika isi dokumen yang dikenakan Bea Meterai terlalu
panjang untuk dimuat seluruhnya di atas Kertas Meterai
yang digunakan, maka untuk bagian isi yang masih
tertinggal dapat digunakan kertas tidak bermeterai.
- Jika sehelai Kertas Meterai karena sesuatu hal tidak jadi
digunakan dan dalam hal ini belum ditandatangani oleh
yang berkepentingan, sedangkan dalam Kertas Meterai
telah terlanjur ditulis dengan beberapa kata/kalimat yang
17

belum merupakan suatu dokumen yang selesai dan


kemudian tulisan yang ada pada Kertas Meterai tersebut
dicoret dan dimuat tulisan atau keterangan baru, maka
Kertas Meterai yang demikian dapat digunakan dan tidak
Perlu dibubuhi meterai lagi.
- Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud di atas tidak
dipenuhi, dokumen yang bersangkutan dianggap tidak
bermeterai.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, selain menggunakan benda meterai, bea meterai atas
dokumen dapat dilunasi dengan menggunakan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Salah satu alat pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan cara lain yang digunakan untuk
membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas adalah Mesin Teraan Meterai.
Mesin Teraan ada 2 jenis, yaitu:
1.

Mesin Teraan Meterai Manual

2.

Mesin Teraan Meterai Digital

Mesin Teraan Meterai Manual adalah Mesin Teraan Meterai yang cara pengisian depositnya
dilakukan dengan system mekanik yaitu dengan membuka memasang segel timah.
Mesin Teraan Meterai Digital adalah Mesin Teraan Meterai yang cara pengisian depositnya
dilakukan dengan system elektronik.
Misalnya: Mesin Teraan Meterai system Deposit Code Recrediting (DCR) atau system sejenis
lainnya.
Deposit Code Recrediting (DCR) adalah suatu metode pengisian deposit dengan menggunakan
aplikasi kode deposit. Aplikasi kode Deposit adalah suatu aplikasi yang membangkitkan dan
mengatur kode deposit Mesin Teraan Meterai digital, yang diinstal dalam server yang diletakkan
di Derektorat Teknologi Informasi Perpajakan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.
Deposit adalah Penyetoran Bea Meterai dimuka oleh penerbit dokumen yang akan melakukan
pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan Mesin Teraan Meterai.
Wajib Pajak yang akan menggunakan Mesin Teraan Meterai Digitalharus melakukan hal-hal
sebagai berikut:
a) mendaftarkan Mesin Teraan Meterai Digital dengan melampirkan surat keterangan layak
pakai yang diterbitkan oleh Distributor Mesin Teraan Meterai Digital ke Kantor
Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi domisili atau tempat tinggal wajib Pajak
b) setelah mendapat izin penggunaan Mesin Teraan Meterai Digital dari kantor Pelayanan
Pajak, Wajib Pajak membayar deposit ke Kantor Penerimaan Pembayaran yang sudah
online

18

c) mengisi kode deposit yang dihasilkam oleh system Deposit Code Recrediting (DCR) ke
dalam Mesin Teraan Meterai Digital yang akan digunakannya.
Kantor Pelayanan Pajak setelah meneliti permohonan pendaftaran dari wajib pajak akan:
a) menerbitkan izin penggunaan Mesin Teraan Meterai Digital paling lambat 7 hari sejak
surat permohonan diterima lengkap
b) memasukkan informasi mengenai identitas Wajib pajak, dan identitas/nomor seri Mesin
Teraan Digital ke dalam Server e-Meterai. Server e-Meterai adalah server milik
Direktorat Jenderal Pajak yang berfungsi melakukan verifikasi pembayaran deposit dan
melayani Aplikasi Kode Deposit.
Modul Penerimaan Negara (MPN) yang berada di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak setelah
menerima deposit pembayaran secara otomatis memberitahukan adanya pembayaran tersebut
kepada Server e-Meterai. Selanjutnya, server Aplikasi Kode Deposit setelah menerima informasi
pembayaran deposit dari Server e-Meterai:
a) Secara otomatis membangkitkan kode deposit yang diperuntukkan khusus bagi mesin
yang akan diiisi depositnya
b) Secara otomatis menginformasikan kode deposit tersebut kepada Wajib pajak melalui
faksimili, e-mail, sms, terminal data, atau cara lain.

C.

Pelunasan dengan membubuhkan tanda Bea Meterai


Lunas dengan Mesin Teraan
Pelunasan dengan cara membubuhkan tanda Bea Meterai
Lunas dengan Mesin Teraan memerlukan beberapa syarat
sebagai berikut:
1. Pelunasan Bea Meterai dengan mesin teraan meterai
hanya diperkenankan kepada penerbit dokumen yang
melakukan pemeteraian dengan jumlah rata-rata setiap
hari minimal sebanyak 50 dokumen.
2. Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea
Meterai dengan mesin teraan meterai harus melakukan
prosedur sebagai berikut:
- mengajukan permohonan ijin secara tertulis kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat dengan
mencantumkan jenis/merk dan tahun pembuatan mesin
teraan meterai yang akan digunakan, serta
melampirkan surat pernyataan tentang jumlah rata-rata
dokumen yang harus dilunasi Bea Meterai setiap hari.
- melakukan penyetoran Bea Meterai di muka minimal
sebesar Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah)
19

dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Ke Kas


Negara melalui Bank Persepsi.
- Menyampaikan laporan bulanan penggunaan mesin
teraan meterai kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak
setempat paling lambat tanggal 15 setiap bulan.
- Ijin penggunaan mesin teraan meterai berlaku selama 2
(dua) tahun sejak tanggal ditetapkannya, dan dapat
diperpanjang selama memenuhi persyaratan.

D.

Pelunasan dengan membubuhkan tanda Bea Meterai


Lunas dengan Sistem Komputerisasi
1. Pelunasan Bea Meterai dengan sistem komputerisasi hanya
diperkenankan untuk dokumen yang berbentuk surat yang
memuat jumlah uang dalam Pasal 1 huruf d PP No. 24
Tahun 2000 dengan jumlah rata-rata pemeteraian setiap
hari minimal sebanyak 100 dokumen.
- mengajukan permohonan ijin secara tertulis kepada
Direktur Jenderal Pajak dengan mencantumkan jenis
dokumen dan perkiraan jumlah rata-rata dokumen yang
akan dilunasi Bea Meterai setiap hari.
- pembayaran Bea Meterai di muka minimal sebesar
perkiraan jumlah dokumen yang harus dilunasi Bea
Meterai setiap bulan, dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak (ke Kas Negara melalui Bank Pensepsi).
- menyampaikan laporan bulanan tentang realisasi
penggunaan dan saldo Bea Meterai kepada Direktur
Jenderal Pajak paling lambat tanggal 15 setiap bulan.
2. Ijin pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda
Bea Meterai Lunas dengan sistem komputerisasi berlaku
selama saldo Bea Meterai yang telah dibayar pada saat
mengajukan ijin masih mencukupi kebutuhan pemeteraian
1 (satu) bulan berikutnya.

E.

Tata Cara Pelunasan Bea Meterai Dengan Teknologi Percetakan


1. Pelunasan Bea Meterai dengan teknologi pencetakan hanya diperkenankan untuk
dokumen yang berbentuk cek, bilyet giro, dan efek dengan nama dan dalam
bentuk apapun.
2. Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Meterai dengan teknologi
pencetakan harus melakukan prosedur sebagai berikut:
20

- pembayaran Bea Meterai di muka sebesar jumlah dokumen yang harus dilunasi
Bea Meterai, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke Kas Negara melalui
Bank Persepsi.
- mengajukan permohonan ijin secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak
dengan mencantumkan jenis dokumen yang akan dilunasi Bea Meterai dan
jumlah Bea Meterai yang telah dibayar.
3. Perum Peruri dan perusahaan sekuriti yang melakukan pembubuhan tanda Bea
Meterai Lunas pada cek, bilyet giro, atau efek dengan nama dan dalam bentuk
apapun, harus menyampaikan laponan bulanan kepada Direktur Jenderal Pajak
paling lambat tanggal 10 setiap bulan.
4. Pelunasan Bea Meterai bagi dokumen yang dibuat di Luar Negeri
Dokumen yang dibuat di luar negeri tidak dikenakan Bea Meterai sepanjang tidak
digunakan di Indonesia.

F. Pelunasan Bea Meterai yang Terutang di Luar Negeri


Dokumen yang dibuat di luar negeri tidak dikenakan bea meterai sepanjang tidak digunakan di
Indonesia.
Saat dokumen yang dibuat di luar negeri itu akan digunakan di Indonesia, maka bea meterai yang
terutang harus dilunasi terlebih dahulu yang besarnnya sesuai dengan tarif yang berlaku dengan
cara pemeteraian, kemudian oleh pejabat pos tanpa dikenakan denda. Apabilah dokumen yang
dibuat di luar negeri, dimeteraikan sesudah dokumen tersebut digunakan, maka dikenakan denda
sebesar 200% yang pelunasannya juga dengan cara pemeteraian kemudian yang dilakukan
pejabat pos.
G. Pemeteraian Kemudian
Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan
denda administrasi sebesar 200% dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar. Pemegang
dokumen atas tersebut harus melunasi Bea Meterai yang terutang berikut dendanya dengan cara
pemeteraian-kemudian.
Dokumen yang harus dilunasi dengan cara pemeteraian kemudian adalah:
a) dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat
pembuktian di muka pengadilan
b) Dokumen yang tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestiny
c) Dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia.
Pemeteraian

kemudian

wajib

dilakukan

oleh

pemegang

dokumen-dokumen

dengan

menggunakan:
a. Meterai Tempel atau
b. Surat Setoran Pajak
21

Pemetarain kemudian dengan menggunakan Meterai Tempel atau Surat Setoran Pajak harus
disahkan oleh Pejabat Pos
Lembar kesatu dan lembar ketiga Surat Setoran Pajak yang digunkan untuk pemeteraian
kemudian harus dilampirkan dengan daftar dokumen yang dimeteraikan kemudian dan daftar
dokumen tesebut merupakan lampiran dari lembar dan lembar ketiga Surat Setoran Pajak yang
tak terpisahkan.
Pengesahan atas pemeteraian kemudian dapat dilakukan setelah pemegang dokumen membayar
denda.
Besarnya Bea Meterai yang harus dilunasi dengan cara pemeteraian kemudian adalah:
a. Atas dokumen yang semula tidak terutang bea Meterai namun akan digunakan sebagai
alat pembuktian di muka pengadilan adalah sebesar Bea Meterai yang terutang sesuai
denga peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian kemudian dilakukan
b. Atas dokumen yang tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya adalah sebesar Bea
Meterai yang terutang
c. Atas dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia adalah
sebesar Bea Meterai yang terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat
pemeteraian kemudian dilakukan
1.5

MENENTUKAN BESARNYA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB), BPHTB

DAN BEA MATERAI


Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB)
Tuan Bonco seorang mahasiswa DIII perpajakan Unibraw pada tahun 2007 hanya
memiliki sebuah objek pajak berupa bumi di kawasan Soekarno-Hatta, Malang dan diketahui
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bumi tersebut sebesar Rp. 10.000.000 dengan NJOPTKP sebesar
Rp 12.000.000. Berapakah Besar PBB yang terhutang pada tahun 2007 milik Tuan Bonco !
Jawab :
Karena besarnya NJOP kurang dari atau dibawah batasNJOPTKP yakni Rp. 12.000.000,- maka
objek pajak tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.
Tuan Ponco seorang pengusaha terkenal memiliki 2 buah rumah pada tahun 2007, objek
pertama terletak di desa Wlingi, Blitar dan Objek kedua terletak di desa Bendo, Blitar. Diketahui
bahwa untuk objek pertama NJOP Bumi sebesar Rp. 8.000.000,- dam NJOP Bangunan sebesar
Rp. 7.500.000,-. Untuk Objek yang kedua diketahui NJOP bumi sebesar Rp. 9.000.000,- dan
NJOP Bangunan sebesar Rp. 6.000.000,-dengan NJOPTKP sebesar Rp 12.000.000
Hitung PBB terhutang tahun 2007 Tuan Ponco atas kedua objek tersebut !
Jawab:
PBB Terhutang

= Tarif (0,5%) x NJKP

NJKP

= NJOP NJOPTKP

Dimana NJOP

= NJOP Bumi + NJOP Bangunan

22

NJOP Di desa Wlingi


NJOP Bumi

Rp.

8.000.000,-

NJOP Bangunan =

Rp.

7.500.000,-

Total

Rp. 15.500.000,-

Merupakan NJOP terbesar

NJOP di desa Bendo


NJOP Bumi

Rp. 9.000.000,-

NJOP Bangunan

Rp. 6.000.000,-

Total

Rp. 15.000.000,Desa Wlingi :

NJOP Bumi

Rp.

8.000.000,-

NJOP Bangunan

Rp.

7.500.000,-

NJOP sbg dasar pengenaan PBB

Rp. 15.500.000,- (NJOP Terbesar)

NJOPTKP

Rp. 12.000.000

NJOP utkPerhitungan PBB

Rp. 3.500.000,-

Desa Bendo :
NJOP Bumi

Rp. 9.000.000,-

NJOP Bangunan

Rp. 6.000.000,-

NJOP sbg dasar pengenaan PBB

Rp. 15.000.000,-

NJOPTKP

Rp.

NJOP untukPerhitungan PBB

0,- (-)

Rp. 15.000.000,-

PBB Terhutang = Tarif x NJKP


= 0,5% x 20% x Rp. 18.500.000,= Rp. 18.500
Tuan Poneng adalah seorang pengusaha terkenal memiliki 2 buah rumah yang terletak di
Blitar. Objek pertama terletak di jalan semeru dan objek kedua terletak di jalan raya rinjani.
Diketahui objek pertama NJOP bumi sebesar Rp. 1.000.000.000,- (1 M) dan NJOP bangunan Rp.
3.500.000,- (3,5 M) sedangkan untuk yang kedua diketahui NJOP bumi sebesar Rp.
1.000.000.000,- (1 M) dan NJOP Bangunan sebesar Rp. 4.500.000.000,- (4,5 M)dengan
NJOPTKP sebesar Rp 12.000.000. Hitunglah PBB terhutang Tuan Poneng atas kedua objek
tersebut.
Jawab :
NJOP terbesar adalah terletak pada NJOP di Jalan Raya Rinjani dengan :
NJOP Bumi

= Rp. 1. 000.000.000,-

NJOP Bangunan

= Rp. 4.500.000.000,- +

NJOP sbg dasarPengenaan PBB

= Rp. 5.500.000.000,-

NJOPTKP

= Rp.

12.000.000,- (-)
23

NJOP untukPerhitungan PBB

Rp. 5.488.000.000,-

Jl. Semeru :
NJOP Bumi

= Rp. 1.000.000.000,-

NJOP bangunan

= Rp. 3.500.000.000,- +

NJOP sebagai dasarPengenaan PBB = Rp. 4.500.000.000,NJOPTKP

= Rp.

0,- (-)

NJOP untukPerhitungan PBB = Rp. 4.500.000.000,NJOP

= NJOP Bumi + NJOP Bangunan


= Rp. 5.488.000.000 + Rp. 4.500.000.000,= Rp.9.988.000.000.

PBB Terhutang

= Tarif x NJKP
= Tarif x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,5% x 40% x 9.988.000.000.
= Rp. 19.970.000,-

Tuan Boni seorang pegawai negeri yang memiliki 2 buah rumah pada suatu Kawasan
Real Estate bernama Pondok Indah. Objek pertama terletak di Pondok Indah Estate dengan
NJOP sebesar Rp. 28.000.000,- dan NJOP Bangunan sebesar Rp. 23.500.000,- Untuk Objek
kedua terletak di Puncak Dieng dengan NJOP Bumi sebesar Rp. 31,000,000,- dan NJOP
Bangunan sebesar Rp. 10.000.000,-. Hitunglah PBB terhutang pada tahun 2007 dari Tuan Boni !
Jawab :
Rumah di kawasan Pondok Indah :
NJOP Bumi

= Rp. 28.000.000,-

NJOP Bangunan

= Rp. 23.500.000,-

Total NJOP

= Rp. 41. 500.000

Rumah di kawasan Puncak Dieng :


NJOP Bumi

= Rp, 31.000.000,-

NJOP Bangunan

= Rp, 10.000.000,-

Total NJOP

= Rp. 41.000.000,-

NJOP terbesar terletak Pada Rumah Di kawasan Pondok Indah.


NJOP Bumi

= Rp. 28.000.000,-

NJOP Bangunan

= Rp. 23.500.000,-

NJOP sebagai dasarPengenaan PBB

= Rp. 41. 500.000,-

NJOPTKP

= Rp 12. 000.000,- (-)

NJOP untuk Perhitungan PBB

Rp 29.500.000,-.

24

Kemudian untuk Pondok Dieng Estate :


NJOP Bumi

= Rp. 31.000.000,-

NJOP Bangunan

= Rp. 10.000.000,-

NJOP sebagai dasarPengenaan PBB

= Rp. 41.000.000,-

NJOPTKP

= Rp.

NJOP untukPerhitungan PBB


PBB Terhutang

0,- (-)

Rp. 41.000.000,-

= Tarif x NJKP
= Tarif x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,5% x 20% x Rp. 70.500.000,= Rp. 70,500,-

Pak Edo mempunyai tanah yang luasnya 800 m 2 dengan harga jual Rp300.000,00/m2. Di
atas tanah berdiri bangunan yang luasnya sebesar 400 m2 dan mempunyai nilai jual
Rp350.000,00/m2. Selain bangunan, Pak Edo juga mempunyai taman mewah seluas 200 m2
dengan nilai jual Rp50.000,00/m2. Apabila ditetapkan nilai jual kena pajak sebesar 20%,
berapakah besarnya tarif pajak PBB yang ditanggung Pak Edo?
Jawab:
Nilai jual tanah 800 m2 Rp300.000,00/m2
Nilai jual bangunan 400 m2 Rp350.000,00/m2
Nilai jual tanah mewah 200 m2 Rp50.000,00/m2
Nilai jual sebagai dasar pengenaan pajak
- NJOPTKP

= Rp 240.000.000,00
= Rp 140.000.000,00
= Rp 10.000.000,00 +
= Rp 390.000.000,00
= Rp 8.000.000,00 _-

- NJOPKP

= Rp 382.000.000,00

- NJKP = 20% x Rp382.000.000,00

= Rp76.400.000,00

- Pajak PBB yang terutang = 0,5% x Rp76.400.000,00 = Rp382.000,00


Jadi besarnya pajak PBB yang harus dibayar Pak Edo sebesar Rp382.000,00.

Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan


Wajib Pajak A membeli sebidang tanah di Kota Malang seharga Rp. 100 juta, NJOP PBB pada
tahun terjadinya transaksi adalah Rp.95 juta. Jika NJOPTKP kota Malang atas transaksi tersebut
sebesar Rp. 60 juta, maka tentukan BPHTB yang terutang atas perolehan hak Tersebut !
Jawab :
NPOP

= Rp. 100.000.000,-

NPOPTKP

= Rp. 60.000.000,-

NPOPKP

= Rp. 40.000.000,-

BPHTB = (NPOP NPOPTKP) x Tarif


BPHTB = NPOPKP x Tarif
25

BPHTB Terhutang = (100.000.000 60.000.000) x 5%


= Rp. 40.000.000 x 5%
= Rp. 2.000.000,Seorang anak memperoleh warisan dari ayahnya dengan nilai pasar Rp. 500.000.000,- NJOP
yang tercantum dalam SPPT Rp. 800.000.000,-. NPOP TKP Rp. 300.000.000,- Berapa Besarnya
BPHTBnya ?
Jawab :
NPOP

= Rp. 800.000.000,-

NPOP TKP

= Rp. 300.000.000,-

NPOP KP

= Rp. 500.000.000,-

BPHTB yang seharusnya terhutang = 5% x Rp. 500.000.000 = Rp. 25.000.000,BPHTB Terhutang = 50% x Rp. 25.000.000,- = Rp. 12.500.000,Budi menerima hibah wasiat dari ayak kandungnya sebidang tanah dan bangunan dengan
nilai pasar Rp. 500.000.000,-, SPPT NJOP-nya Rp. 450.000.000 Apabila NPOPTKP ditetapkan
Rp. 300.000.000, maka BPHTBnya adalah :
Jawab :
NPOP

= Rp. 500.000.000,-

NPOPTKP

= RP. 300.000.000,-

NPOPKP

= Rp. 200.000.000,-

BPHTB yang seharusnya terhutang = 5% x Rp. 200.000.000 = Rp. 10.000.000,BPHTB Terhutang = 50% x Rp. 10.000.000 = Rp. 5.000.000,Suatu Yayasan Panti Asuhan Anak yatim memperoleh hibah wasiat sebidang Tanah dan
Bangunan dengan nilai pasar Rp. 1.000.000.000,00. SPPT dengan NJOP Rp. 900.000.000.
Apabila NPOP TKP Rp. 300.000.000, maka BPHTB adalah :
Jawab :
NPOP

= Rp. 1.000.000.000,-

NPOPTKP

= Rp. 300.000.000,-

NPOPKP

= Rp. 700.000.000,-

BPHTB seharusnya terhutang = 5% x Rp. 700.000.000,- = Rp. 35.000.000,BPHTB yang terhutang = 50% x Rp. 35.000.000,- = Rp. 17.500.000,-

Seseorang membeli sebuah rumah di Jakarta dengan luas tanah 200 m dan luas bangunan
100 m. Berdasarkan NJOP, harga tanah Rp700.000 per m dan nilai bangunan Rp600.000 per
m. Berapa besaran BPHTB yang harus dikeluarkan oleh pembeli rumah tersebut?
Jawab :
Harga Tanah: 200 m x Rp700.000
Harga Bangunan: 100 m x Rp600.000

=
=

Rp
Rp

140.000.000
60.000.000 +
26

Jumlah Harga Pembelian Rumah:


Nilai Tidak Kena Pajak *)

=
=

Rp
Rp

200.000.000
60.000.000 -

* Nilai untuk penghitungan BPHTB

Rp

140.000.000

* BPHTB yang harus dibayar


5% : 5% x Rp140.000.000

= Rp

7.000.000

*) untuk wilayah Jakarta Rp60.000.000, Bogor Rp40.000.000, Tangerang Rp30.000.000


dan sebagainya. Besaran ini dapat berubah sesuai peraturan pemerintah setempat.
Bea Materai
Belanja Barang
Taufik Hidayat merupakan bendahara satker Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Purbalingga yang
beralamat di Jl. Letnan Jenderal S. Parman Kabupaten Purbalingga dengan NPWP 00.321.675.3529.000 melakukan transaksi-transaksi sebagai berikut:
a. Pada tanggal 1 Oktober 2013, membeli secara tunai makanan siap saji dari sebuah
restoran untuk keperluan rapat seharga Rp800.000,00.
b. Pada tanggal 4 Oktober 2013, membeli secara tunai alat-alat tulis kantor Rp1.100.000,00
dan buku pelajaran umum Rp1.500.000,00 dari toko buku PERWIRA yang beralamat di
Jalan Jenderal Sudirman Nomor 90 Purbalingga milik Tuan Joko dengan Nomor Pokok
Wajib Pajak / Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak 06.325.456.3-529.000. Tuan
Joko menerbitkan Faktur Pajak dengan kode nomor seri 020.000-13.00000101 pada
tanggal 4 Oktober 2013 dengan nilai PPN Rp110.000,00.
c. Pada tanggal 16 Oktober 2013, membeli bensin dari SPBU Pertamina untuk keperluan
kendaraan dinas seharga Rp500.000,00, membayar tagihan rekening listrik sebesar
Rp1.000.000,00 kepada PLN, serta membeli benda-benda pos sebesar Rp500.000,00 di
sebuah kantor pos.
d. Pada tanggal 18 Oktober 2013, membeli secara tunai buku pelajaran umum seharga
Rp2.500.000,00, pakaian seragam jadi seharga Rp3.000.000,00 serta pengadaan formulir
dan kertas untuk ujian sekolah sebesar Rp2.000.000,00 dari sebuah toko pedagang eceran
atas nama tuan Bagus yang beralamat di Jalan Jenderal Katamso Nomor 1 Purbalingga
dengan Nomor Pokok Wajib Pajak / Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
06.456.321-2-529.000. Pembelian tersebut dananya bersumber dari Bantuan Operasional
Sekolah. Tuan Bagus menerbitkan Faktur Pajak dengan kode nomor seri 020.00013.00000501 pada tanggal 18 Oktober 2013 dengan nilai PPN sebesar Rp500.000,00.
Perhitungan :
Pengeluaran atas pembelian secara tunai makanan siap saji dari restoran untuk keperluan rapat
sebesar Rp800.000,00, sehingga atas pengeluaran tersebut dikenakan bea meterai sebesar
Rp3.000,00, berdasarkan:

27

Apabila setiap pembuatan bukti pembayaran, bendahara sebagai pihak penerima kuitansi
terutang bea meterai sebesar:
a. Rp3.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya di atas Rp250.000,00 s.d.
Rp1.000.000,00;
b. Rp6.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya di atas Rp1.000.000,00

Belanja Modal
a. Bendahara satker Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Purbalingga melakukan pembelian 4
(empat) buah printer seharga Rp20.000.000,00 dari CV Susanto
b. Taufik Hidayat yang merupakan bendahara satker Madrasah Aliyah Negeri (MAN)
Purbalingga melakukan pembelian komputer kepada CV Wijaya dengan harga pembelian
Rp11.000.000,00, (sudah termasuk PPN).
c. Inspektorat Provinsi Jambi akan melakukan pembangunan gedung kantor Inspektorat
Provinsi. Adapun yg menjadi pemenang tender adalah PT Jaya Karya sebagai pelaksana
konstruksi dan Tuan Zaky, seorang PKP, sebagai perencana konstruksi. PT Jaya Karya
adalah perusahaan konstruksi yang memiliki kualifikasi usaha menengah (dibuktikan
dengan sertifikasi pelaksana konstruksi dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi),
sedangkan Tuan Zaky adalah konsultan sipil yang memiliki sertifikasi untuk perencanaan
konstruksi dengan kualifikasi usaha kecil. Nilai proyek berdasarkan Kontrak adalah
sebesar Rp5.000.000.000,00 (tidak termasuk PPN).
d. Bendahara Dinas Perhubungan Kabupaten Hulu Sungai Tengah (00.695.754.0-721.000)
akan membangun gedung kantor yang baru. Untuk keperluan gedung tersebut, kantor
Dinas Perhubungan Kabupaten Hulu Sungai Tengah akan melakukan pembebasan tanah
seluas 2.000 m2 yang dimiliki oleh Bapak Nasrun (14.495.723.0-721.000) seluas 800 m2
(NOP 63.07.040.005.451.0010.0) dan Ibu Mega (08.614.284.0-721.000) seluas 1200 m2
(NOP 63.07.040.005.451.0054.0). NJOP Tahun 2013 atas tanah tersebut adalah
Rp400.000,00/m2 untuk tanah Bapak Nasrun dan Ibu Mega. Atas pembebasan lahan
tersebut Dinas Perhubungan Kabupaten Hulu Sungai Tengah menetapkan ganti rugi
sebesar Rp400.000,00/m2. Bendahara Pemda Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Wahyono,
mengajukan SPM kepada KPPN untuk membayar ganti rugi pembebasan lahan kepada
Bapak Nasrun dan Ibu Mega. SP2D diterbitkan KPPN pada tanggal 25 Maret 2013.
e. Dinas Pekerjaan Umum akan melakukan pembayaran ganti rugi pembebasan tanah untuk
pembuatan saluran irigasi kepada Tuan Moelyana sebesar Rp75.000.000,00.
f. Untuk acara rapat koordinasi daerah, Bendahara Pemda Kota Gorontalo (00.875.469.0822.000) menunjuk CV Sedap (02.425.743.2-822.000) beralamat di Jalan Inspeksi
Kalimalang Nomor 40-42 Gorontolo yang bergerak di bidang jasa catering untuk
menyediakan konsumsi rapat tersebut. Kontrak yang disepakati untuk jasa katering
28

tersebut adalah Rp3.500.000,00. Bendahara Pemda Kota Gorontalo, Bagus, membayar


tagihan katering tersebut pada tanggal 25 Februari 2013.
Perhitungan :
Pengeluaran atas pembelian secara tunai makanan siap saji dari restoran untuk keperluan
rapat sebesar Rp800.000,00, sehingga atas pengeluaran tersebut dikenakan bea meterai sebesar
Rp3.000,00, berdasarkan:
Apabila setiap pembuatan bukti pembayaran, bendahara sebagai pihak penerima kuitansi
terutang bea meterai sebesar:
a. Rp3.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya di atas Rp250.000,00 s.d.
Rp1.000.000,00;
b. Rp6.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya di atas Rp1.000.000,00

DAFTAR PUSTAKA
Mardiasmo. 2016. Perpajakan Edisi Terbaru 2016. Yogyakarta: Andi
http://www.organisasi.org/1970/01/pengertian-bea-perolehan-hak-atas-tanah-dan-bangunanbphtb-penjelasan-arti-definisi-pembayaran-sanksi-perhitungan-dsb.html
29

(diakses pada tanggal 29 november 2016)


http://saripanjaitan.blogspot.co.id/2012/06/bea-meterai.html
(diakses pada tanggal 29 November 2016)
http://www.blogkeuangan.com/2012/03/contoh-latihan-soal-perhitungan-pajak.html
(diakses pada tanggal 29 November 2016)
http://www.berpendidikan.com/2015/09/cara-menghitung-pajak-bumi-dan-bangunan.html
(diakses pada tanggal 29 November 2016)
http://www.pajak.go.id/content/3517-contoh-penghitungan-bea-meterai
(diakses pada tanggal 29 November 2016)

30

Anda mungkin juga menyukai