Anda di halaman 1dari 40

Konsep Dasar PPn dan PPn BM

Ruhul Fitrios
Bahan bacaan
 Sukardji, Untung, Pajak Pertambahan Nilai, edisi
revisi 2015, Raja Grafindo
 UU PPN 1983 perubahan terakhir UU 42 tahun 2009
 PP 1 tahun 2012 ttg Pelaksanaan PPN
 PMK dan PerDJP terkait
 Gunakan web ”Ortax” untuk menemukan peraturan2
perpajakan
Tujuan Pembelajaran
Memahami:
1. Konsep Dasar PPN & PPnBM
2. Karakteristik dan Mekanisme PPN dan PPnBM
3. Objek pajak dan yang dikecualikan
4. Pengusaha Kena Pajak
5. Penyerahan dan Bukan Penyerahan Barang dan Jasa Kena
Pajak
6. Daerah Pabean dan Kawasan Berikat
7. Saat dan tempat terutang
Pendahuluan
Pengenaan Pajak
Y=C+S
Y : Penghasilan
C : Konsumsi
S : Saving
Contoh pengenaan pajak
 saat diperoleh penghasilan : PPh
 saat konsumsikan penghasilan : PPN & PPnBM, Pajak
Hotel, Pajak Restoran, dll

1. Pajak dikenakan saat diperoleh dan saat


mengkonsumsikan penghasilan
2. Pajak berganda terjadi apabila pajak
dikenakan > 1 x pada objek yang sama
Pendahuluan

Pendekatan pengenaan pajak konsumsi


 Pendekatan langsung: Pajak atas seluruh pengeluaran
(expenditure tax).
contoh: pajak restoran
 Pendekatan tidak langsung
(pajak dikenakan atas penjualan komoditi yang dipungut
kepada pengusaha yang melakukan penjualan, selanjutnya
dialihkan kepada pembeli selaku pemikul beban pajak,
contoh: PPN
Pendahuluan
Pengenaan Pajak dari Pajak Konsumsi: Produsen
1. Single Stage Tax
Pajak atas konsumsi yang pengenaannya dilakukan
pada salah satu mata rantai jalur produksi atau
jalur distribusi
a) a single stage tax at the manufacturer’s level
b) a single stage tax at the wholesale level Distributor
c) a single stage tax at the retail level
Contoh: Pajak Restoran, PPnBM
2. Multi Stage Tax
Pajak atas konsumsi yang pengenaannya dilakukan pada
setiap mata rantai jalur produksi atau jalur distribusi.
Contoh: PPN Konsumen
Pendahuluan
 Perkembangan PPN & PPnBM di Indonesia
Pajak 1
Pembangunan I
(PPb I)
Pajak 2
Peredaran 1950
(Ppe 1950)
Dialihkan menjadi 3
Pajak Penjualan
Pajak Daerah 1951 (PPn
1951)
4
Pajak PPN 1984
Pembangunan I
(PPb I)

Pajak Restoran
Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai
 PPN termasuk Pajak Tidak Langsung
 PPN termasuk Pajak Objektif, bukan subjek
 Tingkat pengenaan : Multi Stage Tax
 PPN terutang dihitung dgn indirect subtraction
method/credit method/invoice method
 PPN : Pajak atas konsumsi umum dalam negeri
 Bersifat netral
 Tidak menimbulkan pajak berganda
Kelebihan & Kekurangan PPN

 Kelebihan
 Mencegah pajak berganda
 Netral dalam perdagangan dalam dan luar negeri
 PPN Barang modal dapat ditarik kembali
 Pemikul pajak merasa tidak terbebani
 Kekurangan
 Biaya adm tinggi
 Menimbulkan dampak regresif
 Rawan upaya penyelundupan pajak
 Menuntut pengawasan yang tinggi terhadap
kepatuhan WP
Mekanisme Pemungutan PPN
 PPN dipungut pada setiap tingkat mata rantai jalur produksi dan
distribusi.
 Pajak yang telah dibayar oleh PKP dipikulkan kepada mata
rantai berikutnya sampai ke konsumen akhir
 Menggunakan metode penghitungan nilai tambah (value added)
 Addition method / substraction method / credit method
Contoh
Produsen Distributor
Biaya PPN Biaya PPN Konsumen
BBB 1.000 100 BJ 3.000 300
BTK 500 - B.gudang 500 50
BOP 500 - Transport 500 50
BProduksi 2.000 100 BProduksi 4.000 400 Biaya PPN
Laba 1.000 - Laba 1.000 - Harga beli 5.000 500
Harga jual3.000 300 Harga jual5.000 500
Nilai tambah2.000 200 Nilai tambah1.000 100
pungut ppn 300 pungut ppn 500 Total PPN 500 dipikul oleh
Setor ke kas negara 200 Setor ke kas negara 100 Konsumen terakhir
Metode Menghitung Terutang atas
Nilai Tambah

 Addition Method
PPN terutang = seluruh unsur nilai tambah x tarif PPN
 Subtraction Method
PPN terutang = (harga penjualan – harga pembelian) x
tarif
 Credit Method
Subtraction method dan
PPN terutang = PPN yang dipungut saat penjualan – PPN
yang dibayar saat pembelian
Konsep Dasar PPN & PPnBM
Pengenaan PPN & PPn BM
impor

UU PPN

Ekspor Barang/jasa
pengusaha

D a e r a h p a b e a n

Pengusaha kena pajak Barang/Jasa Kena Pajak


Keberlakuan PPN
 PPN berlaku di dalam daerah Pabean
 Dasar prinsip PPN dikenakan berdasarkan prinsip destinasi
(dimana barang dikonsumsi) didaerah pabean Indonesia.
 Daerah Pabean adalah wilayah RI yang meliputi wilayah
darat, perairan, dan ruang udara serta tempat-tempat
tertentu di ZEE dan Landas Kontinen yang di dalamnya
berlaku UU ke Pabeanan.
Beberapa Pengertian Penting
 Pengusaha adalah OP atau badan yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor
barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak
berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa atau
memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
 Menghasilkan adalah kegiatan mengolah melalui proses mengubah
bentuk atau sifat suatu barang dari bentuk aslinya menjadi barang baru
atau mempunyai daya guna baru, atau kegiatan mengolah sumber daya
alam termasuk menyuruh orang pribadi atau badan lain melakukan
kegiatan itu.
 Penjelasan UU PPN pasal 5 disebutkan bahwa termasuk ke dalam
pengertian menghasilan adalah merakit, memasak, mencampur,
mengemas, membotolkan, menambang, menyediakan makanan dan
minuman yang dilaksanakan oleh usaha katering.
Beberapa pengertian
 Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan
penyerahan BKP dan atau JKP yang dikenakan pajak menurut
undang-undang PPN, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang
batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan,
kecuali Pengusaha Kecil yang memilih menjadi PKP.
 Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud, yang menurut
sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau tidak
bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan PPN.
Subjek PPN
1. Pengusaha Kena Pajak (PKP) 3. Orang Pribadi atau Badan yang
 Pengusaha yang melakukan melakukan Pembangunan
penyerahan Barang Kena Pajak Rumah sendiri dengan
(BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP). Persyaratan Tertentu.
 Pembangunan dilakukan tidak
 Pengusaha yang melakukan
dalam lingkungan usaha atau
ekspor Barang Kena pajak; pekerjaan oleh orang pribadi,
 Pengusaha yang menyerahkan yang hasilnya digunakan sendiri
aktiva yang semula tidak untuk atau pihak lain;
diperjualbelikan;  Peruntukkan bangunan untuk
2. Pengusaha yang memilih tempat tinggal atau tempat
usaha;
menjadi PKP (PMPKP)
 Luas bangunan minimal 300 m2 .
Pengusaha kecil yang melakukan  Bangunan bersifat permanen;
penyerahan BKP/JKP, dan memilih
 Tidak dibangun dalam
untuk dikukuhkan menjadi PKP, lingkungan real estate.
misal: Eksoprtir & Pedagang yang
menjualkan BKP kepada PKP (rekanan).
Bukan Subjek PPN
 PMK No. 197/KMK.03/2013,
Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang
selama satu tahun buku melakukan
penyerahan BKP dan atau JKP dengan
jumlah peredaran bruto dan atau
penerimaan bruto tidak lebih dari Rp
4.800.000.000.
Kewajiban PKP
 Kewajiban PKP diatur dalam psl 3A UU No.8
tahun 83 jo UU NO. 42 tahun 2009, sbb :
 Melaporkan usahanya (mendaftarkan usahanya) untuk
dikukuhkan menjadi PKP
 Memungut PPN/PPnBM yang terutang.
 Menyetor PPN yang masih harus dibayar apabila dalam suatu
masa pajak, pajak keluaran lebih besar dari pada pajak
masukan yang dapat dikreditka, serta PPnBM yang terutang.
 Melaporkan penghitungan PPn PPnBM (menyampaikan dalam
SPT Masa PPN PPnBM.
Kewajiban Pengusaha Kecil
 Kewajiban Pengusaha kecil adalah :
 Pengusaha Kecil yang menyerahkan BKP & JKP tidak wajib
menjadi PKP tetapi boleh memilih menjadi PKP.
 Apabila sampai dengan suatu bulan dalam satu tahun buku,
peredaran bruto (omset) Pengusaha Kecil telah melewati
batasan sebagaimana di atas, pengusaha kecil tesebut wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP, selambat-
lambatnya akhit bulan berikutnya.
 Apabila dalam satu tahun buku peredaran bruto PKP tidak
melebihi batasan Pengusaha Kecil, maka PKP yang bersangkutan
dapat mengajukan permohonan pencabutan sebagai PKP
Kewajiban Pengusaha Kecil
 Orang pribadi X adalah pengusaha kecil,  Berdasarkan di atas:
melakukan penyerahan BKP dlm 2019 :
 S.d. bulan Oktober PB sebesar 4,2M
 Nopember sudah melebihi 4,8M
Bulan Peredaran bruto  Desember mendaftarkan diri untuk
(Rp)
Januari 300.000.000 dikukuhkan sebagai PKP.
Pebruari 600.000.000  Jika tidak dilakukan:
Maret 400.000.000
April 500.000.000  Dikenakan sanksi psl 14 (1) U PPN 28 th
Mei 400.000.000 2007
Juni 300.000.000
Juli 500.000.000
Agustus 500.000.000
September 500.000.000
Oktober 500.000.000
Nopember 700.000.000
Desember 500.000.000
Pencabutan PKP
Proses Pencabutan PKP adalah :
 Dirjen Pajak akan melakukan pemeriksaan terlebih
dahulu.
 Keputusan akan diberikan dalam jangka waktu 2
bulan sejak permohonan diterima.
 Jika Dirjen Pajak tidak memberikan keputusan dalam
jangka waktu 2 bulan, maka permohoanan tersebut
dianggap dikabulkan dan keputusan pencabutan akan
diberikan selambat-lambatnya 1 bulan setelah jangka
2 bulan tersebut berakhir.
Sanksi tidak mendaftarkan diri untuk
dikukuhkan sebagai PKP
 Diatur pada pasal 14 ayat 1 UU NO. 6 tahun 1983 jo UU No.
28 tahun 2007, yaitu :
 harus menyetorkan PPN terutang dan tidak diperkenankan
menghitung pajak masukannya
 ditambah sanksi 2 % dari DPP yang timbul sebelum
pengusaha tersebut dikukuhkan menjadi PKP.
Termasuk Pengertian Penyerahan
BKP
Objek PPN  Penyerahan BKP karena suatu perjanjian;
adalah perjanjian jual beli, tukar menukar, jual beli
penyerahan dengan angsuran, atau perjanjian lain yang
mengakibatkan penyerahan hak atas barang;
barang atau
 Pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa
jasa kena beli atau perjanjian leasing (perjanjian sewa guna
pajak di usaha (leasing) dengan hak opsi);
dalam  Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau
daerah melalui juru lelang;
pabean  Pemakaian sendiri dan atau pemberian Cuma-
Cuma atas BKP;
 Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau
sebaliknya dan penyerahan BKP antar cabang;
 Penyerahan BKP secara konsinyasi
Tidak termasuk Pengertian
Penyerahan BKP
Objek PPN  penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana
adalah dimaksud UU Hukum Dagang;
penyerahan  penyerahan BKP untuk jaminan utang piutang;

barang atau  penyerahan BKP dalam hal PKP memperoleh izin

jasa kena pemusatan tempat pajak terutang.


pajak di
dalam
daerah
pabean,
kecuali:
Objek PPN
1. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha dgn syarat-syarat:
 Barang berwujud atau tidak berwujud yang diserahkan merupakan
BKP.
 Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan
 Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau
pekerjaannya.
Contoh:
 PT. Jaya Riau (perusahaan indutri lem) berkedudukan di Pekanbaru
melakukan penyerahan Lem pada PT. Perkasa Raya berkedudukan di
Jakarta.
 Penyerahan demikian menjadi objek PPN
 PT JR (perusahaan indutri lem) melakukan penyerahan barang bekas
pembungkus bahan baku. Apakah penyerahan tsb objek PPN?
Objek PPN
2. Impor BKP.
 Syarat atas impor untuk dikenakan PPN:
 Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP.
 Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan
 Penyerahan tidak memperhatikan apakah dilakukan dalam rangka
kegiatan usaha dan pekerjaannya atau tidak.
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang
dilakukan oleh Pengusaha, dgn syarat:
 Jasa yang diserahkan merupakan JKP.
 Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan
 Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya,
termasuk JKP yang dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri atau yang
diberikan secara cuma-Cuma.
Objek PPN
4. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di
dalam Daerah pabean
Contoh :
 Pengusaha A yang berkedudukan di Jakarta memperoleh hak untuk
menggunakan merek yang dimiliki Pengusaha B yang berkedudukan di
Hongkong. Maka pemanfaatan merek tersebut oleh pengusaha A
merupakan objek PPN.
5. Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah
pabean;
Contoh :
 PKP di Surabaya memanfaatkan JKP dari Pengusaha B yang
berkedudukan di Singapura. Maka pemanfaatan JKP tersebut objek
PPN.
Objek PPN
6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak;
 Pengusaha yang berhak melakukan ekspor BKP hanya pengusaha yang
telah dikukuhkan menjadi PKP.
7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya oleh pribadi atau badan
yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
Pasal 16 C UU PPN
 Syarat-syarat :
 Bangunan yang didirikan merupakan bangunan untuk tempat tinggal atau
tempat usaha;
 Luas bangunan 200 m2 atau lebih dan bersifat permanent.
Objek PPN
8. Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula aktiva
tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang
dibayar pada saat perolehan dapat dikreditkan. Pasal 16 D UU
PPN
Contoh :
 Pada bulan januari 2019 PT. SDI menjual sebuah mesin produksi yang
semula di impor dari Korea pada tahun 2015. Meskipun mesin tersebut
merupakan aktiva tetap.
 Karena pada saat perolehan PPNnya dapat dikreditkan maka pada saat
penjualan terutang PPN.
 Namun apabila PT SDI menjual kendaraan kategori mewah “Sedan”,
penjualan tersebut tidak terutang PPn, karena pada saat diperoleh PPN
sedan tidak dapat dikreditkan.
Bukan Objek PPN

Barang Bukan Jasa Bukan Kena


Kena Pajak Pajak
Psl 4(2) UUPPN Psl 4(3) UUPPN
Bukan Objek PPN
1. Kelompok Barang Tidak Kena Pajak didasarkan pada pasal 4
ayat 2 UU PPN dan PP No. 1 tahun 2012 adalah :
 Barang hasil pertambangan, atau hasil pengeboran yang diambil
langsung dari sumbernya, misalnya : minyak mentah, gas bumi, pasir
dan kerikil, bijih besi, bijih timah, bijih emas dsb.
 Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat
banyak, misalnya : beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, dan garam
beryodium/tidak.
 makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,
warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang
dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman
yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan.
 Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
Bukan Objek PPN
 Jenis jasa yang tidak dikenai PPN adalah jasa tertentu dalam
kelompok jasa psl 4(3) UUPPN:
 jasa pelayanan kesehatan medik; jasa pelayanan sosial; jasa
pengiriman surat dengan perangko; jasa keuangan; jasa asuransi;
jasa keagamaan; jasa pendidikan; jasa kesenian dan hiburan; jasa
penyiaran yang tidak bersifat iklan; jasa angkutan umum di darat
dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
jasa tenaga kerja; jasa perhotelan; jasa yang disediakan oleh
pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum;
Jasa penyediaan tempat parkir; Jasa telepon umum dengan
menggunakan uang logam; Jasa pengiriman uang dengan wesel
pos; dan Jasa boga atau katering
Daerah Pabean dan Kawasan
Berikat
 Daerah Pabean adalah wilayah Republik
Indonesia yang meliputi wilayah darat,
perairan dan ruang udara di atasnya, serta
tempat–tempat tertentu di Zona Ekonomi
Eksklusif dan landas kontinen yang di
dalamnya berlaku Undang-Undang
Kepabeanan.
Kawasan Berikat
 Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat (bangunan,
tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu)
yang digunakan untuk menimbun barang impor dan/atau barang
yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah
atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai
dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea
Masuk.
 Penyelenggara Kawasan Berikat adalah badan hukum yang
melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk
kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat.
Kawasan Berikat
 Pengusaha di Kawasan Berikat merangkap Penyelenggara di
Kawasan Berikat yang selanjutnya disebut PDKB adalah badan
hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan kawasan
berikat yang berada di dalam Kawasan Berikat milik
Penyelenggara Kawasan Berikat yang berstatus sebagai
badan hukum yang berbeda.
 Kegiatan Pengolahan adalah kegiatan:
 mengolah barang dan/atau bahan dengan atau tanpa bahan penolong
menjadi barang hasil produksi dengan nilai tambah yang lebih tinggi,
termasuk perubahan sifat dan fungsinya; dan/atau
 budidaya flora dan fauna.
Kawasan Berikat
PPN dan PPnBM tidak dikenakan pada beberapa aktivitas pemasukan di Kawasan
Berikat, antara lain:
 Pemasukan barang dari dalam  Pemasukan hasil produksi kawasan berikat lain
daerah pabean ke kawasan atau perusahaan lain yang masih di dalam
berikat untuk diolah. lingkup daerah pabean, yang menggunakan
 Pemasukan barang hasil
bahan baku yang berasal dari dalam daerah
produksi kawasan berikat, yang pabean untuk kemudian diolah dalam kawasan
bersifat kerja subkontrak dari berikat.
kawasan berikat lain atau  Pemasukan hasil produksi dari kawasan berikat
perusahaan industri di tempat lain atau perusahaan lain yang masih di dalam
lain dalam daerah pabean ke lingkup daerah pabean, dengan menggunakan
Kawasan Berikat. bahan baku dari tempat lain dalam daerah
 Pemasukan kembali mesin atau pabean, yang kemudian digabungkan dengan
moulding, dengan sifat barang hasil produksi kawasan berikat untuk
peminjaman dari kawasan diekspor.
berikat lain atau dari perusahaan  Pemasukan pengemas dan alat bantu
lain yang masih di dalam lingkup pengemas dari tempat lain dalam daerah
daerah pabean. pabean ke kawasan berikat, yang kemudian
menjadi satu dengan hasil produksi di kawasan
Kawasan Berikat
 Pengeluaran hasil produk kawasan berikat yang menggunakan bahan
baku dari tempat lain dalam daerah pabean dan dikirim ke kawasan
berikat lain.
 Pengeluaran atas bahan baku dan bahan penolong, moulding
dan/atau mesin, dengan sifat pekerjaan subkontrak dari suatu
kawasan berikat ke kawasan berikat lain atau ke perusahaan industri
di tempat lain di dalam daerah pabean.
 Pengeluaran atas batang yang rusak atau apkir, yang berasal dari
tempat lain di dalam daerah pabean, yang tidak diproses di kawasan
berikat lain. PPN dan PPnBM tidak dikenakan sepanjang barang
tersebut dikembalikan ke perusahaan tempat asal barang.
 Pengeluaran atas mesin atau moulding, yang dipinjamkan ke
perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean dan
kawasan berikat lain. PPN dan PPnBM tidak dikenakan sepanjang
barang hasil produksi akhirnya diserahkan ke pemberi pinjaman di
Saat dan Tempat Pajak Terutang
 Terutangnya pajak terjadi pada saat:
 penyerahan BKP/JKP;
 impor Barang Kena Pajak;
 pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean;
 pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean;
 ekspor BKP Berwujud/ Tidak Berwujud; atau ekspor JKP.
 Terutang saat pembayaran, apabila pembayaran diterima
sebelum penyerahan BKP/JKP atau dalam hal pembayaran
dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan BKP/JKP dari luar
Daerah Pabean. .
 DJP dapat menetapkan saat lain sebagai saat
terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak
sukar ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang
dapat menimbulkan ketidakadilan.
Saat dan Tempat Pajak Terutang
 Atas penyerahan BKP dan atau JKP adalah ditempat Pengusaha dikukuhkan
atau seharusnya dikukuhkan sebagai PKP.
 Atas Impor Barang adalah tempat dimasukkannya BKP ke dalam Daerah
Pabean.
 Atas Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan atau JKP dari luar Daerah
Pabean adalah di tempat tinggal (orang pribadi) atau tempat kedudukan
(badan).
 Atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan
usaha atau pekerjaannya oleh bukan PKP adalah di tempat bangunan
didirikan.
 Atas Ekspor BKP dan atau JKP adalah di tempat Pengusaha dikukuhkan
atau seharusnya dikukuhkan sebagai PKP.
 Dirjen Pajak dapat menentukan tempat lain selain tempat di atas sebagai
tempat pajak terutang atas ekspor, baik atas permohonan tertulis dari PKP
atau jabatan.
Pemusatan Tempat Pajak
Terutang
 Apabila PKP memiliki tempat kegiatan usaha satu atau lebih
tempat kegiatan usaha di luar tempat tinggal atau tempat
kedudukan, maka setiap tempat tersebut merupakan tempat
terutangnya pajak, dan wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP.
 Pemusatan Tempat Pajak terutang
PKP yang memiliki terutang pajak pada lebih dari satu tempat
kegiatan usaha, dalam pemenuhan kewajiban perpajakan
dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada DJP
untuk memilih satu tempat atau lebih sebagai tepat
terutangnya pajak

Anda mungkin juga menyukai