Anda di halaman 1dari 84

PERPAJAKAN 1

PERPAJAKAN-1

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan YME. yang telah melimpahkan
rahmat-Nya kepada kita semua sehingga Penyusun dapat menyusun suplemen mata kuliah
“Perpajakan-1” ini. Penyusun ingin mengucapkan terimakasih kepada teman-teman, orang
tua, dan para dosen yang mensupport penyusun dalam penyusunan suplemen ini.
Tentunya penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
suplemen ini, oleh karena itu penyusun berharap kritik dan saran yang membangun dari
teman-teman sekalian.

Materi suplemen perpajakan ini diambil dari berbagai sumber, seperti PPT dosen,
internet, dan berbagai buku pendukung. Selain materi, juga terdapat soal-soal dan
pembahasan yang mudah-mudahan dapat membantu teman-teman memahami materi
Perpajakan-1 ini. Namun, penyusun berharap agar teman-teman sekalian tidak terpaku
pada materi yang ada pada suplemen ini sebagai media pembelajaran. Teman-teman
disarankan untuk membaca materi dari sumber-sumber pendukung lainnya agar
menambah referensi teman-teman sekalin.

Terakhir, selamat belajar. Semoga berhasil! 

Penyusun

Ahmad Sultan Fauzi


Daniel Halomoan Bonaparte
Safanisa Cattleya Apriani

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 1


PERPAJAKAN 1

PERTEMUAN-1

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

Syarat Pemungutan
Defenisi dan unsur
Fungsi Pajak dan Teori
pajak
Pemungutan Pajak

Hukum Pajak Tata cara dan Timbul dan


Materiil dan hambatan Hapusnya Utang
Formil pemungutan pajak Pajak

Tarif Pajak Pajak Daerah Retribusi

A. Defenisi dan unsur pajak


Defenisi pajak menurut UU KUP (UU No.6 Tahun 1983) pada Pasal 1 ayat 1 adalah
kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan UU, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan defenisi pajak tersebut, dapat kita simpulkan bahwa unsur-unsur pajak
adalah:
1. Iuran dari rakyat kepada Negara/Pemerintah
2. Berdasarkan Undang-undang
3. Tanpa adanya imbalan secara langsung dari negara
4. Digunakan untuk membiaya kebutuhan Negara

B. Fungsi Pajak
1. Fungsi Anggaran (budgetair)
Artinya, pajak digunakan sebagai sumber dana dalam membiayai pengeluaran-
pengeluaran pemerintah
2. Fungsi Mengatur (Cregulerend)
Artinya, pajak sebagai alat untuk mengatur kebijaksanaan pemerintah dalam
bidang social dan ekonomi

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 2


PERPAJAKAN 1

C. Syarat Pemungutan dan Teori Yang Mendukung Pemungutan Pajak


1. Syarat Pemungutan Pajak
a. Syarat Keadilan
Artinya, pelaksanaan perpajakan harus dilakukan secara umum dan merata
b. Syarat YuridiS
Di Indonesia, pajak diatur dalam Pasal 23 ayat 2 UUD 1945. Sehingga,
pelaksanaan perpajakan di Indonesia harus berdasarkan undang-undang dan
peraturan terkait lainnya
c. Syarat Ekonomis
Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi dan
perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuhan perekonomian dalam
masyarakat
d. Syarat Finansiil
Pemungutan pajak harus dilakukan dengan efisien. Artinya, biaya pemungutan
pajak harus lebih rendah daripada hasil pemungutannya
e. Sistem pemungutan yang sederhanA
Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan mendorong masyarakat untuk
memenuhi kewajiban perpajaknnya. Contoh; Tarif PPN yang beragam
disederhanakan menjadi hanya satu tariff, yaitu 10%
2. Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak
a. Teori Asuransi
Berdasarkan teori ini, pajak yang dibayar oleh masyarakat diibaratkan sebagai
suatu premi asuransi karena masyarakat memperoleh jaminan perindungan
dari pemerintah. Namun demikian, kekurangan dari teori ini adalah yang
menanggung kerugian ketika terjadi kerugian adalah Negara. Kemudian, ketika
misalnya terjadi kerugian yang dialami oleh masyarakat, kerugian tersebut tidak
dapat diganti secara langsung oleh pemerintah sebagai pemberi jaminan
(asuransi).
b. Teori Kepentingan
Semakin besar kepentingan seseorang terhadap Negara, maka akan semakin
tinggi pajak yang harus ia bayar
c. Teori Gaya/Daya Pikul
Berdasarkan teori ini, pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-
masing orang. Teori ini menggunakan 2 pendekatan, yaitu:
a) Unsur Objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang
dimiliki oleh seseorang

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 3


PERPAJAKAN 1

b) Unsur Subjektf, dengan memerhatikan besarnya kebutuhan materiil yang


harus dipenuhi. Misalnya, Pak Bowo dan Pak Joko mempunyai
penghasilan 10 Juta/bulan, namun Pak Joko mempunyai 3 orang anak
sedangkan Pak Bowo belum menikah. Apakah secara subjektif PPh mereka
sama? Jawabannya adalah tidak. Karena kebutuhan materil yang harus
dipenuhi oleh Pak Joko lebih besar. Namun secara objektif, besarnya PPh
mereka adalah sama.
d. Teori Mutlak/Bakti
Menurut teori ini, sebagai warga Negara yang berbakti, rakyat harus sadar
bahwa membayar pajak adalah sebuah kewajiban
e. Teori Asas Daya Beli
Menurut teori ini, memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah
tangga masyarakat untuk rumah tangga Negara yang selanjutnya Negara akan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pemeliharaan
kesejahteraan masyarakat.

D. Hukum Pajak Materil dan Hukum Pajak Formil


1. Hukum Pajak Materil
Memuat norma-norma yang menerangkan objek pajak, subjek pajak, tariff pajak,
segala hal yang menyebabkan timbul dan hapusnya hutang pajak, dan hubungan
hokum antara pemerintah dan wajib pajak. Intinya, hukum pajak materil yaitu
memuat aturan-aturannya
Contoh: UU PPh, UU PPn dan PPn BM, PBB, BPHTB, Bea Materai, dan Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD)
2. Hukum Pajak Formil
Memuat tata cara untuk melaksanakan hukum materiil
Contoh: KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakn-UU 28/2007)

E. Tata Cara Pemungutan Pajak


1. Stelsel Pajak
a. Stelsel nyata (Riel stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang sebenarnya,
maksudnya setelah penghasilan yang sebenarnya diketahui. Sehingga,
pemungutannya baru dapat dilakukan di akhir tahun pajak. Kelebihan stelsel
ini adalah pajak yang dikenakan akan lebih realistis. Sedangkan kekurangannya

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 4


PERPAJAKAN 1

adalah memungkinkannya wajib pajak tidak mempunyai uang pada saat akan
membayar pajak tersebut.
b. Stelsel anggapan (fictieve stelsel)
Pengenaan pajak di dasarkan pada suatu anggapan yang diatur dalam
undang-undang. Misalnya, penghasilan Tuan Yoyok dianggap sama dengan
tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun sudah dapat ditetapkan berapa
besarnya pajak terutang Tuan Yoyok untuk tahun pajak berjalan. Instrumennya
adalah timbulnya Pasal 25 UU PPh, dimana pajak dibayar perbulan/angsuran
sehingga di akhir tahun pajak terutang menjadi nihil/nol.
c. Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan.
Pada awal tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan,
kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang
sebenarnya. Bila besarnya pajak lebih besar daripada menurut anggapan, maka
WP harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil, kelebihannya dapat diminta
kembali
2. Asas pemungutan pajak
a. Asas domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak untuk mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib
pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari
dalam maupun luar negeri. Misalnya, Bu Badriah adalah WNI dan mempunyai
penghasilan yang berasal dari Indonesia dan Singapura. Bu Badriah akan
dikenakan pajak oleh Pemerintah Indonesia berdasarkan asas domisili
b. Asas sumber
Negara berhak untuk mengenakan pajak untuk seluruh penghasilan yang
bersumber dari wilayahnya, tanpa memerhatikan tempat tinggal WP.
Misalnya, Alifa mempunyai penghasilan yang berasal dari Brunai Darussalam,
sehingga Negara Brunai Darussalam berhak memungut pajak atas penghasilan
Alifa berdasarkan asas sumber.
c. Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara. Oleh
karena itu, dimana pun warga Negara berada akan tetap dikenakan pajak.
Negara yang menggunakan asas kebangsaan adalah Amerika Serikat. Jadi,
meskipun misalnya Beyonce sedang berada di Bali, ia akan tetap dikenakan
pajak oleh pemerintah Amerika Serikat.
3. Sistem Pemungutan Pajak
a. Official Assessment System (Pemerintah yang aktif)

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 5


PERPAJAKAN 1

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah


(fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh WP. Contonya
adalah PBB. Pemerintah sendiri yang akan menghitung besarnya PBB WP yang
selanjutnya WP akan membayarkan pajak berdasarkan surat pemberitahuan
berupa SPPT (Surat Pembayaran Pajak Terutang) yang dikeluarkan oleh KPP
b. Self Assessment System (WP yang aktif)
Sistem ini mulai digunakan di Indonesia dari tahun 1983 sampai sekarang.
Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada WP untuk
menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang sedangkan fiskus hanya
sebagai pengawas. Sehingga, mulai dari pendaftaran untuk mendapatkan
NPWP sampai dengan penyimpanan dokumen dilakukan secara mandiri oleh
WP. Sistem ini diterapkan dalam penyampaian SPT Tahunan PPh dan SPT Masa
PPN.
c. Withholding System (Sistem Pemotongan dan Pemungutan/POTPUT)
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga
(Selain fiskus dan WP bersangkutan) untuk memotong atau memungut pajak
yang terutang oleh WP. Contohnya adalah pemotongan penghasilan karyawan
yang dilakukan oleh bendahara suatu perusahaan. Dalam sistem ini karyawan
tidak usah pergi ke kantor pajak untuk membayar pajak tersebut.

F. Hambatan Pemungutan Pajak


1. Perlawanan Pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, dapat disebabkan oleh:
a. Perkembangan intelektual/moral masyarakat
b. Sistem perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat
c. Sistem control tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik
2. Perlawanan aktif
Usaha WP untuk menghindari pajak, bentuknya adalah:
a. Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar UU
b. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar UU
(menggelapkan pajak)

G. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak


Timbulnya Utang pajak
1. Ajaran Formil

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 6


PERPAJAKAN 1

Timbulnya utang pajak disebabkan oleh keluarnya surat ketetapan pajak oleh
fiskus. Ajaran ini diterapkan pada Official Assessment System
2. Ajaran Materiil
Timbulnya Utang pajak karena berlakunya undang-undang. Maksudnya, WP
menghitung sendiri besar pajaknya berdasarkan undang-undang. Ajaran ini
diterapkan pada Self Assessment System

Hapusnya utang pajak:

1. Pembayaran
2. Kompensasi
3. Kedaluwarsa
4. Pembebasan dan penghapusan

H. Tarif Pajak
1. Tarif Sebanding/proporsional
Tariff berupa presentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai
pajak. Contoh: untuk penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean akan
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%
2. Tariff tetap
Tariff berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai
pajak. Contoh: besarnya tariff bea materai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai
nominal berapapun adalah Rp.3000,-
3. Tariff progresif
Persentase tariff yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak
semakin besar. Contoh: Pasal 17 UU PPh untuk WP orang pribadi dalam negeri

Lapisan penghasilan kena pajak Tariff pajak

Sampai dengan Rp.50.000.000,- 5%

Diatas Rp.50.000.000,- s.d. Rp.250.000.000,- 15%

Diatas Rp.250.000.000,- s.d. Rp.500.000.000,- 25%

Diatas Rp.500.000.000,- 30%

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 7


PERPAJAKAN 1

Menurut kenaikan presentase tariff nya, tariff progresif dibagi:


a. Tariff progresif progresif: kenaikan presentase nya semakin besar
b. Tariff progresif tetap: kenaikan presentase tetap
c. Tariff progresif degresif: kenaikan persentase semakin kecil

4. Tariff degresiff
Persentase tariff yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai paja
semakin besar

I. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah


Dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah adalah UU No.28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
1. Pajak Daerah
a. Pengertian
Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
b. Jenis pajak dan Objek pajak
Pajak daerah dibagi menajdi 2 bagian:
Pajak Provinsi;
 Pajak Kendaraan bermotor
 Pajak bahan bakar kendaraan bermotor
 Pajak air permukaan
 Pajak rokok
 Bea balik nama kendaraan bermotor

Pajak Kabupaten/Kota

 Pajak hotel  Pajak air tanah


 Pajak restoran  Pajak sarang burung wallet
 Pajak reklame  PBB P2 (Pedesaan dan
 Pajak penerangan jalan perkotan)
 Pajak hiburan  BPHTP (Bea Perlehan Ha
 Pajak parker katas Tanah dan Bangunan

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 8


PERPAJAKAN 1

2. Retribusi Daerah
a. Pengertian
Retribusi daerah adalah Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusu disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah
Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan
b. Objek Retribusi Daerah
 Jasa Umum, pelayanan yang diberikan pemerintah daerah untuk tujuan
kemanfaatan umum. Contoh: Retribusi pelayanan kesehatan, retribusi
pelayanan pendidikan, retribusi pengujian kendaraan bermotor, dll
 Jasa Usaha, pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan
menganut prinsip komersial yang meliputi:
 Pelayanan dengan memanfaatkan kekayaan daerah yang belum
dimanfaatkan secara optimal
 Pelayanan oleh pemerintah daerah sepanjang belum disediakan secara
memadai oleh pihak swasta

Contoh: retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi terminal, retribusi


rumah potong hewan, dll

 Perizinan Tertentu
 Retribusi izin mendirikan bangunan
 Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol
 Retribusi izin gangguan
 Retribusi izin trayek
 Retribusi usaha perikanan
c. Subjek Retribusi Daerah
 Orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa umum
 Orang pribadi atau abdan yang menikmati jasa usaha
 Orang pribadi atau badan yang memeroleh izin tertentu dai pemd

A: Perpajakan itu susah yank..

B: Engga kok yank, yang susah itu


melupakan kamu :V

#salamjomblosampaihalal

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 9


PERPAJAKAN I

PERTEMUAN-2
DASAR-DASAR HUKUM PAJAK

VIII. Upaya
Hukum (Banding, I. Pendaftaran
Gugatan, dan dan Pelaporan
Peninjauan Usaha
Kembali
Siklus Hak dan Kewajiban
Wajib Pajak
VII. Keberatan
dan Upaya II. Pembukuan
Administrasi dan Pencatatan

VI. Ketetapan V. Pemeriksaan IV. Pelaporan III. Pembayaran


Pajak Pajak Pajak Pajak

A. Pengertian dan Terminologi


1. Pajak
Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat
2. Wajib Pajak (Pasal 1 angka 2 UU KUP)

ORANG PRIBADI

PEMBAYAR/
PEMUNGUT/
PEMOTONG PAJAK
TERTENTU

BADAN

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 10


PERPAJAKAN I

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong
pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
3. Badan (Pasal 1 angka 3 KUP)
Sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha, yang meliputi PT, BUMN,
Firma, Koperasi, persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Sosial Politik.
4. Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan
Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai Tahun 1984 dan Perubahannya.
5. Masa Pajak
Dalam Pasal 1 angka 7 UU KUP, masa pajak adalah jangka waktu yang menjadi
dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang
terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam
undang-undang ini (UU KUP).
Lebih lanjut, dalam Pasal 2A UU KUP dijelaskan bahwa masa pajak adalah sama
dengan 1 bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan paling lama 3 bulan kalender.
6. Tahun Pajak
Jangka Waktu 1 tahun Kalender (Januari sampai Desember), kecuali bila Wajib
Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama
7. Bagian Tahun Pajak
Bagian dari jangka waktu 1 Tahun Pajak sama dengan satu tahun kalender.

B. Pendaftaran dan Pelaporan Usaha


1. Pendaftaran Wajib Pajak
Untuk menjadi WP, harus memenuhi Persyaratan Subyektif dan Obyektif.
a. Persyaratan Subyektif adalah persyaratan yang sesuai dengan (mengacu
kepada) ketentuan mengenai subjek pajak dalam UU PPh. Berikut Persyaratan
Subyektif ;
1) Dalam Negeri :
a) Orang Pribadi yang lahir di Indonesia
b) Warisan belum terbagi
Misalnya ; kalau seorang bapak meninggalkan warisan berupa usaha
restoran (memberikan penghasilan) maka dikenai pajak, namun apabila
warisan tersebut berupa rumah (tidak memberikan penghasilan), maka
tidak dikenakan pajak
2) Luar Negeri :

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 11


PERPAJAKAN I

a) Orang Pribadi yang tinggal di Indonesia selama 183 hari atau yang
berniat bertempat tinggal di Indonesia (misalnya kontrak kerjanya 10
tahun maka dia wajib tinggal di Indonesia)
b) Badan
b. Persyaratan Obyektif adalah persyaratan penghasilan yang diterima atau
diperoleh subjek pajak yang memenuhi objek pengenaan PPh atau penghasilan
yang diwajibkan dilakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan
UU PPh.

Setelah memenuhi persyaratan tersebut, wajib pajak harus segera mendaftarkan diri
untuk memperoleh NPWP dan/atau NPPKP

Semenda itu apa ya?


Semenda adalah garis keturunan
lurus keatas dan/atau kebawah
dari istri. Misalnya; Ibu/Ayah
Mertua, adik/kakak ipar.

Berdasarkan asas self assessment, WP orang pribadi yang menjalankan usaha atau
melakukan pekerjaan bebas dan WP badan, wajib untuk mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP paling lama 1 bulan sejak usaha dijalankan. WP dengan
mengajukan permohonan secara elektronik atau tertulis dilampiri dengan dokumen
yang disajikan.
NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) adalah nomor yang diberikan kepada WP sebagai
sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri
atau identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya sehingga
NPWP merupakan kunci administrasi perpajakan.

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 12


PERPAJAKAN I

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuagan Nomor 182/PMK.03/2015, WP yang wajib


mendaftarkan diri adalah ;
 WP orang pribadi yang tidak menjalani usaha atau pekerjaan bebas dan
memperoleh penghasilan melebihi PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak),
termasuk wanita kawin yang menjalankan kewajiban perpajakannya sendiri.
 WP orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
 WP badan yang memiliki kewajiban perpajakan sebagai pembayar pajak,
pemotong dan/atau pemungut pajak
 Bendahara yang ditunjuk sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak
Penghapusan NPWP:
 WP OP berikut ahli waris tidak lagi memenuhi syarat subjektif atau objektif
 WP Badan berada dalam proses likuidasi atau pembubaran
 WP OP wanita menikah dan tidak melaksanakan kewajiban pajak sendiri
 WP BUT menghentikan kegiatannya di Indonesia
 WP yang piutangnya dihapuskan akibat tidak memiliki kekayaan atau
meninggal tanpa warisan
 Dirjen Pajak menganggap perlu, atas WP tertentu
NPPKP (Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak) adalah nomor yang harus dimiliki
setiap pengusaha yang berdasarkan Undang-Undang PPN dikenakan pajak, wajib
melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dikukuhkan
sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak). NPPKP (Nomor pengukuhan pengusaha kena
pajak) adalah setiap wajib pajak sebagai pengusaha yang dikenakan pajak
pertambahan nilai (PPN) berdasrkan undang-undang PPN wajib melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan pengusaha kena pajak (PKP) dan atau pengusaha yang dikukuhkan
sebagai pengusaha kena pajak memiliki surat pengukuhan kena pajak yang berisi
identitas dan kewajban perpajakan Pengusaha kena pajak.
Wajib pajak yang wajib mendaftarkan diri sebagai PKP, yaitu;
 Pengusaha yang memiliki peredaran bruto melebihi 4.800.000 (batasan
pengusaha kecil)
 Pengusaha kecil yang memilih dikukuhkan
Pencabutan pengukuhan PKP:
 PKP pindah alamat ke naungan KPP lain
 Peredaran bruto PKP tidak melebihi batasan pengusaha kecil
 Kewajiban PPN PKP dipusatkan di tempat lain
 PKP menyalahgunakan pengukuhan
Tempat pendaftaran (NPWP) dan pelaporan usaha (PPKP):

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 13


PERPAJAKAN I

 KPP tempat kedudukan usaha, bagi WP Badan atau WP Orang Pribadi yang tak
berkegiatan usaha di tempat tinggal
 KPP tempat kedudukan usaha dan KPP tempat tinggal, bagi WP Orang Pribadi
yang berkegiatan usaha di tempat tinggal
 KPP tertentu bagi WP dan PKP tertentu

C. Pembukuan dan Pencatatan


1. Pembukuan (Pasal 2 angka (29) UU KUP)
Suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan
data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan
dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang
ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi
untuk periode Tahun Pajak tersebut.

Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan


1) Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan
keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
2) Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab,
satuan mata uang Rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam
bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
3) Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel
kas.
4) Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah
dapat diselenggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
5) Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian
sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
WP yang wajib menyelenggarakan Pembukuan :
 WP Orang Pribadi yang telah melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
yang melebihi PTKP
 WP Badan yang melebihi PTKP
WP yang dikecualikan dari kewajiban Pembukuan namun diperbolehkan
melakukan Pencatatan :
 WP yang tidak melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas.
 WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas yang
diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma
perhitungan penghasila neto

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 14


PERPAJAKAN I

2. Pencatatan
Pengumpulan data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau
penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung
jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak
dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pencatatan
a. Pencatatan harus menggambarkan antara lain :
1) Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto yang
diterima dan/atau diperoleh;
2) Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan
pajaknya bersifat final.
b. Bagi WP yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha,
pencatatan harus menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha
dan/atau tempat usaha yang bersangkutan.
c. Selain kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan, WP orang pribadi harus
menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban.
d. Jangka waktu Pencatatan meliputi Jangka waktu 12 bulan, mulai tangga 1
Januari sampai dengan 31 Desember.

D. Pembayaran Pajak
1. Cara membayar pajak:
a) Membayar sendiri pajak yang terutang (PPh pasal 25 dan Pasal 29)
b) Melalui pemotongan/pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal
23, Pasal 4 ayat (2))
c) Melalui pembayaran pajak di luar negeri (PPh Pasal 24)
d) Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau pihak yang ditunjuk pemerintah
e) Pembayaran pajak-pajak lainnya: PBB, BPHTB, dan lain-lain

2. Tempat dan sarana pembayaran:


a) Bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan atau Kantor Pos menggunakan
sarana yang disebut Surat Setoran Pajak (SSP)
b) Secara elektronik melalui ATM, internet banking, mobile banking dengan
terlebih dahulu membuat kode billing
c) Kantor Pos

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 15


PERPAJAKAN I

3. Batas Waktu Pembayaran Pajak

E. Pelaporan Pajak
Setelah tahap pertama pemenuhan kewajiban perpajakan terpenuhi, yakni
mendaftarkan diri menjadi WP dan/atau PKP, maka langkah berikutnya adalah mengisi
dan melaporkan pajak terutang sesuai sistem self assessment kepada DJP dengan
menggunakan SPT yang format dan tata cara pengisiannya diatur oleh DJP.
1. Pengertian SPT
SPT (Surat Pemberitahuan) adalah surat yang digunakan WP untuk melaporkan
perhitungan dan/atau pembayaran pajak , objek pajak dan/atau harta dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan Perpajakan

2. Jenis-jenis SPT
a) SPT Tahunan adalah SPT untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
b) SPT Masa adalah SPT untuk suatu Masa Pajak. Masa Pajak adalah jangka waktu
yang menjadi dasar bagi WP untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan
pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu. Masa Pajak sama
dengan 1 bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan paling lama 3 bulan kalender

3. Fungsi SPT
1) SPT PPh bagi WP PPh
Sebagai Sarana pelaporan dan pertanggungjawaban PPh terutang yang berisi
tentang :
 penghasilan sebagai objek pajak dan bukan objek pajak

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 16


PERPAJAKAN I

 pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri


dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 tahun
pajak atau bagian Tahun Pajak
 harta dan kewajiban
 pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan pajak
orang pribadi atau badan lain dalam 1 Masa Pajak sesuai dengan
ketentuan perpajakan
2) SPT PPN bagi PKP:
Sarana pelaporan dan pertanggungjawaban penghitungan PPN dan PPnBM
tentang :
 pengkreditan PPN Masukan terhadap PPN Keluaran
 pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh
PKP atau melalui pihak lain;

Bagi Pemotong/pemungut Pajak SPT berfungsi sebagai sarana untuk melaporkan


dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan
disetorkannya.
4. Batas waktu Pelaporan
 SPT Masa PPh: tanggal 20 bulan berikutnya
 SPT Masa PPN: akhir bulan berikutnya
 SPT Tahunan PPh Wajib pajak OP: maksimal 3 bulan setelah akhir tahun
pajak
 SPT Tahunan PPh Wajib pajak badan: maksimal 4 bulan setelah akhir
tahun pajak

5. Cara dan tempat Pelaporan


 Secara manual disampaikan ke KPP langsung atau melalui ekspedisi atau
dropbox
 Secara electronic melalui e-filing

6. Sanksi Administrasi atas keterlambatan atau tidak menyampaikan SPT

SPT PPN = Rp. 500.000


 SPT Masa
SPT lainnya = Rp. 100.000
SPT PPh Orang Pribadi = Rp. 100.000
 SPT Tahunan
SPT PPh Badan = Rp. 1.000.000

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 17


PERPAJAKAN I

F. Pemeriksaan Pajak
1. Pengertian
Pemeriksaan Pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah
data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional
berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan.

2. Tujuan Pemeriksaan Pajak


a) Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, meliputi:
1) SPT lebih bayar, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan
pajak.
2) SPT rugi.
3) SPT terlambat, yaitu melampaui jangka waktu Surat Teguran yang
disampaikan.
4) Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran,
atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
5) Menyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil
analisis yang mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan WP yang
tidak dipenuhi.

b) Tujuan tambahan yang lainnya, yaitu:


1) Pemberian NPWP secara jabatan.
2) Penghapusan NPWP.
3) Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan pencabutan PKP.
4) WP mengajukan keberatan atau banding
5) Pengumpulan bahan untuk penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto.
6) Pencocokan data dan atau alat keterangan.
7) Penentuan WP berlokasi di daerah terpencil.
8) Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
9) Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.
10) Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan.
11) Pemenuhan informasi negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda.

3. Ruang Lingkup Pemeriksaan


1) Pemeriksaan Lapangan
Pemeriksaan lapangan dilakukan di tempat baik itu tempat tinggal, tempat
usaha atau tempat bekerja wajib pajak

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 18


PERPAJAKAN I

2) Pemeriksaan Kantor
Pemeriksaan ini dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak atau Kantor
Pelayanan Pajak, dan saat pelaksanaan pemeriksaan kantor

4. Kewajiban WP yang diperiksa


1) Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku/ catatan/ dokumen
2) Memberikan kesempatan memasuki tempat atau ruangan yang dipandang
perlu
3) Memberikan keterangan yang diperlukan

G. Ketetapan Pajak
1. Jenis-jenis Penetapan Pajak
a) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah Surat Ketetapan Pajak
yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah
kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan
jumlah pajak yang masih harus dibayar.
b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah
ditetapkan.
c) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak
lebih besar dari pada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
d) Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak
atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
e) Surat Tagihan Pajak (ST) adalah Surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau
sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Berdasarkan pengertian STP
sebagaimana diatur pada Pasal 14, Dirjen pajak dapat menerbitkan STP dalam
hal-hal sebagai berikut :
1) Pajak penghasilan dalam satu tahun berjalan tidak/kurang bayar,
dikenakan denda bunga 2% sebulan maksimal 24 bulan
2) Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan
pembayaran pajak sebagaimana salah tulis dan atau salah hitung,
dikenakan sanksi bunga 2% sebulan maksimal 24 bulan.
3) Denda administrasi berupa denda atau bunga
4) Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak
Pertambahan Nilai tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), 2% x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 19


PERPAJAKAN I

5) Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP, tetapi membuat faktur


pajak, denda 2% x DPP
6) Pengusaha yang dikukuhkan sebagai PKP tidak membuat atau membuat
faktur pajak tetapi tepat waktu atau tidak mengisi lengkap faktru pajak,
denda 2% x DPP

H. Keberatan dan Upaya Administrasi (Pasal 36 ayat (1))


1. Keberatan
a) Ruang Lingkup Keberatan
Keberatan yang diajukan adalah mengenai materi atau isi dari ketetapan
pajak, yaitu jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau pemotongan atau
pemungutan pajak.
Keberatan dapat diajukan atas :
1) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
3) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
4) Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) atau
5) Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
b) Syarat –syarat Pengajuan Keberatan
Pengajuan keberatan yang dituangkan dalam bentuk surat keberatan harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
2) mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang
dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib
Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan;
3) 1 (satu) surat keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan
pajak, untuk 1 (satu) pemotongan Pajak, atau untuk 1 (satu)
pemungutan pajak.
4) Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit
sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan;
5) diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat
ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak
oleh pihak ketiga kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka
waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan
wajib Pajak (force majeur);dan

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 20


PERPAJAKAN I

6) surat keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan harus dilampiri


dengan surat kuasa khusus.
7) wajib pajak tidak mengajukan permohonan pengurangan sanksi atau
pengurangan atau pembatalan SKP
Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan,
Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal
yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, atau pemotongan
atau pemungutan pajak. Direktur Jenderal Pajak wajib memberi keterangan
yang diminta oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh)
hari kerja sejak surat permintaan Wajib Pajak diterima. Wajib Pajak dapat
menyampaikan perbaikan surat keberatan dengan melengkapi persyaratan
yang belum dipenuhi sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan terlampaui. Dalam
hal wajib Pajak menyampaikan perbaikan surat keberatan tanggal
penyampaian perbaikan surat keberatan merupakan tanggal surat keberatan
diterima. Surat keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) UU KUP bukan merupakan surat keberatan
sehingga tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan Surat Keputusan
Keberatan.
c) Jangka Waktu Keputusan Keberatan
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas)
bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas
keberatan yang diajukan. Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak
dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis. Keputusan
Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya
atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih
harus dibayar. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud tersebut telah
terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan
Keberatan, keberatan yang diajukan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan
Direktur Jenderal Pajak wajib menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai
dengan keberatan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan
sejak jangka waktu 12 (dua belas) bulan tersebut berakhir.

2. Pasal 36 ayat (1) UU KUP


Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
a) mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa
bunga,Mdenda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut
dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
b) mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 21


PERPAJAKAN I

c) mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana


d) dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar; atau
e) membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil
f) pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
1. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau
2. pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.
Dalam praktik dapat ditemukan sanksi administrasi yang dikenakan
kepada Wajib Pajak tidak tepat karena ketidaktelitian petugas pajak yang dapat
membebani Wajib Pajakyang tidak bersalah atau tidak memahami peraturan
perpajakan. Dalam hal demikian, sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan
kenaikan yang telah ditetapkan dapat dihapuskan atau dikurangkan oleh
Direktur Jenderal Pajak. Selain itu, Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya
atau atas permohonan Wajib Pajak dan berlandaskan unsur keadilan dapat
mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar,
misalnya Wajib Pajak yang ditolak pengajuan keberatannya karena tidak
memenuhi persyaratan formal (memasukkan surat keberatan tidak pada
waktunya) meskipun persyaratan material terpenuhi.
Demikian juga, atas Surat Tagihan Pajak yang tidak benar dapat
dilakukan pengurangan atau pembatalan oleh Direktur Jenderal Pajak karena
jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak. Dalam rangka memberikan
keadilan dan melindungi hak Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak atas
kewenangannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat membatalkan hasil
pemeriksaan pajak yang dilaksanakan tanpa penyampaian surat pemberitahuan
hasil pemeriksaan atau tanpa dilakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan
dengan Wajib Pajak. Namun, dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam
pembahasan akhir hasil pemeriksaan sesuai dengan batas waktu yang
ditentukan, permohonan Wajib Pajak tidak dapat dipertimbangkan.

I. Upaya Hukum (Banding, Gugatan dan Peninjauan Kembali)


1. Banding
Berdasarkan Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP),
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan
peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan. Dengan demikian, proses
pengajuan banding hanya dapat dilakukan apabila telah melalui proses keberatan.
Badan peradilan pajak yang dimaksud adalah Pengadilan Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002.Permohonan banding
diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas
paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri
dengan salinan Surat Keputusan Keberatan.

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 22


PERPAJAKAN I

Syarat Pengajuan Surat Banding:


a) Harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima
Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-
undangan perpajakan.
b) Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.
c) Banding diajukan dengan disertai alas an-alasan yang jelas, dan dicantumkan
tanggal tanggal terima surat keputusan yang dibanding.
d) Pada Surat Banding dilampirkan Salinan Keputusan yang disbanding.
e) Banding hanya dapat diajukan apabila besarnya jumlah pajak yang terutang
dimaksud telah dibayar sebesar 50% lima puluh persen) dengan
melampirkan Surat Setoran Pajak (SSP) atau Pemindah Bukuan (Pbk).
2. Gugatan
Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan kepada Peradilan
Pajak terhadap :
a) Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau
Pengumuman Lelang;
b) Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
c) Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain
yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP; atau
d) Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang
dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Jangka Waktu Pengajuan Gugatan
a) Gugatan terhadap angka 1 diajukan paling lambat 14 hari sejak pelaksanaan
Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau Pengumuman Lelang;
b) Gugatan terhadap angka 2, 3, dan 4 diajukan paling lambat 30 hari sejak
tanggal diterima Keputusan yang digugat.

3. Peninjauan Kembali
Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan
Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung. Permohonan Peninjauan Kembali
hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan
Pajak. Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan
pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak.
Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan :
a) Apabila Putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau
tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 23


PERPAJAKAN I

didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan


palsu;
b) Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan
yang apabila diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan
menghasilkan putusan yang berbeda.
c) Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada,
yang dituntut, kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 (1) b dan c UU
Pengadilan Pajak;
d) Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya;
e) Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 24


PERPAJAKAN I

PERTEMUAN-3
PEMOTONGAN DAN PEMUNGUTAN PPH SERTA MENGHITUNG PPH
PASAL 21 UNTUK PEGAWAI TETAP
Apa saja sih yang dipelajari?
1. Definisi dan jenis pemotongan dan pemungutan
2. Pemotongan PPh pasal 21
3. Penghasilan yang dikenakan PPh pasal 21
4. Perhitungan PPh pasal 21 pegawai tetap

A. Definisi dan Jenis Pemotongan dan Pemungutan


Pemotongan pajak adalah kegiatan memotong sebesar pajak yang terutang dari
keseluruhan pembayaran yang dilakukannya. Pemotongan dilakukan oleh pihak-pihak
yang melakukan pembayaran terhadap penerima penghasilan. Pihak pembayar
bertanggungjawab atas pemotongan dan penyetoran serta pelaporannya.
Contoh : PPh Pasal 4 (2), 21/26, dan 23/26
Pemungutan pajak adalah kegiatan memungut sejumlah pajak yang terutang atas suatu
transaksi. Pemungutan pajak akan menambah besarnya jumlah pembayaran atas
perolehan barang. Namun demikian ada juga pemungutan yang dilakukan oleh pihak
pembayar dengan mekanisme yang sama dengan pemotongan
Contoh : PPh Pasal 22, dan PPN.
1. Pemotong PPh Pasal 21/26
a. Pemberi kerja (orang pribadi dan badan) kepada pegawai / bukan pegawai
b. Bendahara atau pemegang kas pemerintah
c. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja dan badan-badan
lain
d. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan
e. Penyelenggara kegiatan
2. Pemungut PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 merupakan cara pelunasan pembayaran pajak dalam tahun berjalan oleh
Wajib Pajak atas penghasilan antara lain sehubungan dengan impor barang/jasa,
pembelian barang dengan mengggunakan dana APBN/APBD dan non APBN/APBD dan
penjualan barang sangat mewah.
3. Pemotong PPh Pasal 23/26
a. WP Badan
1) Badan pemerintah

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 25


PERPAJAKAN I

2) Subjek pajak badan dalam negeri


3) Penyelenggara kegiatan
4) Bentuk usaha tetap (BUT)
5) perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
b. WP Orang Pribadi (dengan SK penunjukan)
1) Akuntan, arsitek, dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali
PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan
pekerjaan bebas;
2) Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan;
4. Pemotong PPh Pasal 4 (2)
PPh Pasal 4 ayat (2) merupakan cara pelunasan pembayaran pajak dalam tahun
berjalan melalui pemotongan pajak yang bersifat final atas penghasilan tertentu yang
diatur oleh Peraturan Pemerintah
5. Pemotong PPh Pasal 15
Pemotong PPh Pasal 15 adalah badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya atas penghasilan imbalan jasa pelayaran dan/atau penerbangan yang dilakukan
melalui perjanjian sewa/charter.

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 26


PERPAJAKAN I

B. PPh Pasal 21/26

PPh Pasal 21/26

Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan/jabatan, jasa, atau kegiatan


yang dilakukan subjek pajak orang pribadi

Atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan


pembayaran lain dengan nama/bentuk apapun

Subjek Pajak Subjek Pajak


Dalam Negeri Luar Negeri

PPh Pasal 21 PPh Pasal 26

1. Pemotong PPh Pasal 21/26


a. Pemberi kerja (orang pribadi dan badan) kepada pegawai / bukan pegawai
b. Bendahara atau pemegang kas pemerintah
c. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja dan badan-badan
lain
d. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan
e. Penyelenggara kegiatan
2. Tidak Termasuk Pemberi Kerja sebagai Pemotong PPh Pasal 21/26
a. Kantor perwakilan negara asing
b. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan Menteri Keuangan (UNICEF,
UNESCO, WHO, World Bank, dan lain-lain)
c. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas yang semata-mata memperkerjakan orang pribadi untuk melakukan
pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas
3. Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21/26
a. Pegawai

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 27


PERPAJAKAN I

b. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, THT (Tunjangan
Hari Tua), JHT (Jaminan Hari Tua), termasuk ahli warisnya
c. Bukan pegawai : tenaga ahli, seniman/pekerja seni, pembawa acara, olahragawan,
penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, moderator, pengarang,
peneliti, penerjemah dan lain-lain
d. Peserta kegiatan : peserta perlombaan; peserta rapat, konferensi, sidang,
pertemuan, kunjungan kerja; peserta/anggota kepanitiaan; peserta pendidikan,
pelatihan dan magang; dan peserta kegiatan lainnya

C. Penghasilan yang Dikenakan PPh Pasal 21


1. Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21
a. Penghasilan pegawai tetap baik teratur maupun tidak teratur
b. Penghasilan penerima pensiun secara teratur
c. Uang pesangon, pensiun, THT atau JHT yang dibayarkan sekaligus, yang
pembayarannya melewati jangka waktu 2 tahun
d. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas
e. Imbalan kepada Bukan Pegawai
f. Imbalan kepada Peserta Kegiatan
g. Imbalan kepada Dewan Komisaris/Pengawas yang bukan merupakan Pegawai
tetap pada perusahaan yang sama
h. Imbalan kepada Mantan Pegawai
i. Penarikan Dana Pensiun oleh Pegawai
j. Termasuk natura/kenikmatan yang diberikan oleh:
1) WP yang dikenakan PPh Final
2) WP yang penghasilannya dihitung menggunakan norma perhitungan Khusus
2. Penghasilan yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21
a. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna
dan bea siswa
b. Natura/kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah
c. Iuran pensiun kepada dana pensiun yang telah disahkan Menkeu, iuran THT/JHT
yang dibayar pemberi kerja
d. Zakat/sumbangan wajib keagamaan dari badan/lembaga yang dibentuk/disahkan
pemerintah
e. Bea siswa tertentu

D. Perhitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap


1. Ketentuan-Ketentuan
a. Dasar Pengenaan dan Pemotongan
1) Penghasilan kena pajak (PKP) , yang berlaku bagi :
 Pegawai tetap;

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 28


PERPAJAKAN I

 Penerima pensiun berkala;


 Pegawai tidak tetap yang penghasilannya di bayar secara bulanan atau
jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan
kalender telah melebihi Rp 4.500.000,00
 Bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat
berkesinambungan.
2) Jumlah penghasilan yang melebihi Rp.450.000,00 sehari, yang berlaku bagi
pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan
atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1
(satu) bulan kalender belum melebihi Rp .4.500.000,
3) 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi
bukan pegawai yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan;
4) Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain
penerima penghasilan sebagaimana di maksud pada huruf a, b dan huruf c.

b. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)


1) Diri WP : Rp54.000.000 Penerapan PTKP
2) Tambahan untuk WP kawin : Rp4.500.000
ditentukan oleh
3) Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah
keadaan pada kalender
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak
angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya atau awal bulan dari
maksimal 3 orang. Setiap Orang Rp.4.500.000 bagian tahun kalender
c. Tarif Pajak (Pasal 17)
1) Sampai dengan Rp50jt, tarifnya 5%
2) Diatas Rp50jt s.d. Rp250jt, tarifnya 15%
3) Diatas Rp250jt s.d. Rp500jt, tarifnya 25%
4) Diatas Rp500jt, tarifnya 30%

PTKP Karyawati

1. Kawin  Hanya untuk diri sendiri


2. Kawin, suami tanpa penghasilan  diri sendiri, status kawin, dan tanggungan
maksimal 3 orang
3. Tidak Kawin  diri sendiri, dan tanggungan maksimal 3 orang

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 29


PERPAJAKAN I

d. Premi Asuransi
Uraian Pemberi Kerja Karyawan (Orang Pribadi)
JKK, JKM, JPK Biaya Penghasilan (termasuk penghasilan
bruto/penambah penghasilan bruto)
yang dibayar perusahaan
JKK, JKM, JPK - Bukan pengurang
yang dibayar karyawan
Iuran JHT / Pensiun/THT Biaya Bukan menambah penghasilan bruto
yang dibayar perusahaan
Iuran JHT / Pensiun/THT - Biaya (pengurang penghasilan bruto)
Yang dibayar karyawan

JKK : Jaminan Keselamatan Kerja


JKM : Jaminan Kematian
JPK : Jaminan Pelayanan Kesehatan
JHT : Jaminan Hari Tua
THT : Tunjangan Hari Tua

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 30


PERPAJAKAN I

KERTAS KERJA PPH 21 PEG. TETAP;

GAJI POKOK XXX


T. KINERJA XXX
THR -
T. LEMBUR XXX
T. MAKAN XXX
T. TRANPOR XXX
JKK/JKM/JPK XXX (+)
TOTAL PH BRUTO XXX
PENGUR:
1. BY. JABATAN XXX 5% MAK 500RB/BL, 6JT/THN
2. JHT/THT/PEN. XXX
TOTAL PENGUR. XXX (-)
PH. NETO SE-BLN XXX
PH. NETO SE-TH/DISE-THKAN XXX x12
PTKP XXX
PH. KENA PAJAK (PKP) XXX 1.025.900
PKP - PEMBULATAN XXX 1.025.000
PPH TERUTANG (PS. 17)
5% X SD. 50JT XXX
15% X SD. 250JT XXX
25% X SD. 500JT XXX
30% X > SISANYA XXX XXX
PPH 21 TERUT. SE-BL XXX : 12

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 31


PERPAJAKAN I

2. Perhitungan-Perhitungan
a. PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur

Penghasilan Bruto

PEGAWAI Gaji, Tunjangan, Premi PENERIMA


Asuransi Dibayar Uang Pensiun Berkala
TETAP PENSIUN
Pemberi Kerja

DIKURANGI dengan:

1. Biaya jabatan, 5%
dari Penghasilan Bruto
Biaya Pensiun, 5% dari
maks.
PEGAWAI Penghasilan Bruto
Rp6.000.000/tahun PENERIMA
maks.
TETAP atau Rp500.000/bulan PENSIUN
Rp2.400.000/tahun
2. Iuran Pensiun, atau Rp200.000/bulan
THT/JHT yang dibayar
sendiri

PENGHASILAN NETO (setahun/disetahunkan)

DIKURANGI PTKP

PENGHASILAN KENA PAJAK

DIKENAKAN Tarif Pasal 17

Contoh Soal 1a :
Lika Hapsari adalah karyawati bekerja pada PT Sinar Unggul dengan status
menikah dan mempunyai dua anak kandung dan satu anak angkat. Suami Lika tidak
mempunyai penghasilan apapun. Lika menerima gaji Rp5.000.000,00 sebulan. PT
Sinar Unggul mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan. Perusahaan
membayar iuran pensiun kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan, sebesar Rp60.000,00 sebulan. Lika juga membayar iuran
pensiun sebesar Rp200.000,00 sebulan, disamping itu perusahaan membayarkan

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 32


PERPAJAKAN I

iuran Jaminan Hari Tua (JHT) karyawannya setiap bulan sebesar Rp150.000,00,
sedangkan Lika membayar iuran JHT setiap bulan sebesar Rp100.000,00.
Pada bulan Januari-Juni 2016 disamping menerima pembayaran gaji Lika juga
menerima uang lembur (overtime) sebesar Rp2.000.000,00. Penghitungan PPh
Pasal 21 bulan Januari 2016 adalah sebagai berikut:
Gaji Rp 5.000.000,00
Lembur (overtime) Rp 2.000.000,00
Penghasilan bruto Rp 7.000.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan (5% Ph bruto) Rp 350.000,00
2. Iuran Pensiun Rp 200.000,00
3. Iuran JHT Rp 100.000,00
Rp 650.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 6.350.000,00
Penghasilan neto setahun (x12) Rp 76.200.000,00
PTKP setahun (K/3)
Suami tidak
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00 berpenghasilan

- Status Kawin Rp.4.500.000,00


- Tanggungan 3 Rp 13.500.000,00
(Rp72.000.000,00)
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Setahun Rp 4.200.000,00

PPh Pasal 21 Terutang


5% X Rp 4.200.000,00 Rp 210.000,00
PPh Pasal 21 bulan Januari (: 12) Rp 17.500,00

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 33


PERPAJAKAN I

Contoh Soal 2a :
Ziyad pada Januari 2016 bekerja sebagai
Apabila tidak
pegawai tetap pada perusahaan PT Rejo Indonusa
dengan memperoleh gaji yang dibayar harian didasarkan pada masa
sebesar Rp250.000,00. Ziyad kawin dan gaji sebulan, maka:
mempunyai seorang anak. PT Rejo Indonusa
mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan. Gaji untuk seminggu
Perusahaan membayar iuran pensiun kepada dana dikalikan 4 atau Gaji
pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh harian dikalikan 26
Menteri Keuangan, sebesar Rp60.000,00 sebulan.
Ziyad juga membayar iuran pensiun sebesar
Rp35.000,00 sebulan, disamping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari
Tua (JHT) karyawannya 3,70% dari gaji setiap bulan, sedangkan Ziyad membayar
iuran JHT sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan.
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan premi Jaminan Kematian (JKM)
dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing setiap bulan sebesar
1,00% dan 0,30% dari gaji. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:
Penghasilan sebulan (26 X Rp 250.000,00) Rp 6.500.000,00
Premi JKK (1% Gaji) Rp 65.000,00
Premi JKM (0,3% Gaji) Rp 19.500,00
Penghasilan bruto Rp 6.584.500,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan (5% Ph bruto) Rp 329.225,00
2. Iuran Pensiun Rp 35.000,00
3. Iuran JHT (2% Gaji) Rp 130.000,00
(Rp 494.225,00)
Penghasilan neto sebulan Rp 6.090.275,00
Penghasilan neto setahun (X12) Rp 73.083.300,00
PTKP setahun(K/1)
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- Tanggungan satu orang Rp 4.500.000,00
- Status Kawin Rp 4.500.000,00
Rp 63.000.000,00
PKP Setahun Rp 10.083.300,00

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 34


PERPAJAKAN I

PKP Setahun-Pembulatan Rp 10.083.000,00

Dibulatkan ke ribuan kebawah


PPh Pasal 21 Terutang
5% X Rp 10.083.000,00 Rp 504.150,00
PPh Pasal 21 sebulan (: 12) Rp 42.012,50
PPh Pasal 21 sehari (: 26) Rp1.615,865

b. PPh Pasal 21 atas Uang Rapel


Rapel adalah bagian gaji atau imbalan berupa uang yang diterimakan sekaligus
di kemudian hari karena adanya kelebihan yang belum diberikan.

Langkah 1 Langkah 3
PPh pasal 21 yang Selisih langkah 1 dan
sudah dipotong 2 adalah PPh pasal
(tidak ada rapel) 21 atas Uang Rapel

Langkah 2
PPh pasal 21 yang
seharusnya (ada
uang rapel)

Contoh Soal 1b :
Lika Hapsari sebagaimana tersebut dalam contoh nomor 1a pada bulan Juni
2016 menerima kenaikan gaji, menjadi Rp6.000.000,00 sebulan dan berlaku surut
sejak 1 Januari 2016. Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut
maka Lika menerima rapel sejumlah Rp5.000.000,00 (selisih gaji yang seharusnya
diterima untuk masa Januari s.d. Mei 2016). Dengan demikian penghitungan PPh
Pasal 21 atas uang rapel adalah sebagai berikut:
 PPh Pasal 21 yang Seharusnya
Gaji Rp 6.000.000,00
Lembur (overtime) Rp 2.000.000,00
Penghasilan bruto Rp 8.000.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan (5% Ph bruto) Rp 400.000,00

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 35


PERPAJAKAN I

2. Iuran Pensiun Rp 200.000,00


3. Iuran JHT Rp100.000,00
Rp700.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp7.300.000,00
Penghasilan neto setahun (x12) Rp87.600.000,00
PTKP setahun (K/3)
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- Status Kawin Rp.4.500.000,00
- Tanggungan 3 Rp 13.500.000,00
(Rp72.000.000,00)
PKP Setahun Rp15.600.000,00

PPh Pasal 21 Terutang


5% X Rp15.600.000,00 Rp780.000,00
PPh Pasal 21 sebulan (: 12) Rp65.000,00

 PPh Pasal 21 atas Uang Rapel


PPh Pasal 21 Januari s.d Mei 2016 seharusnya adalah
5 X Rp65.000,00 Rp 325.000,00
PPh Pasal 21 yang sudah dipotong Januari s.d. Mei 2016
5 X Rp17.500 (perhitungan contoh 1a) Rp87.500
PPh Pasal 21 untuk uang rapel Rp 237.500,00

c. PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tidak Teratur


Penghasilan Tidak Teratur adalah penghasilan bagi Pegawai Tetap selain yang
bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya, antara
lain berupa bonus, Tunjangan Hari Raya (THR), jasa produksi, tantiem, gratifikasi
atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun.

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 36


PERPAJAKAN I

Langkah 1 Langkah 3
PPh pasal 21 Selisih langkah 1 dan 2
adalah PPh pasal 21
penghasilan teratur penghasilan tidak teratur
dalam setahun (bonus)

Langkah 2
PPh pasal 21
penghasilan teratur +
tidak teratur (bonus)
dalam setahun

Contoh Soal 1c :
Arni adalah seorang karyawati yang bekerja pada PT Qolbu Jaya dengan
memperoleh gaji sebesar Rp11.000.000,00 sebulan. Arni menikah dengan Ardi
yang juga bekerja pada perusahaan tersebut dan mereka dikaruniai dua anak
kembar. Pada bulan Maret 2016 Arni memperoleh bonus sebesar
Rp12.000.000,00, sehingga pada bulan Maret 2016 Arni memperoleh penghasilan
berupa gaji sebesar Rp11.000.000,00 dan bonus sebesar Rp8.000.000,00. Setiap
bulannya Arni membayar iuran pensiun ke dana Pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp80.000,00. Cara menghitung PPh Pasal
21 atas bonus adalah:
 PPh Pasal 21 atas Gaji setahun
Penghasilan setahun (X 12) Rp132.000.000,00
Penghasilan bruto setahun Rp132.000.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan (maksimal) setahun Rp 6.000.000,00
2. Iuran Pensiun setahun (X 12) Rp 960.000,00
Rp 6.960.000,00
Penghasilan neto setahun Rp 125.040.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
PKP Setahun PTKP Karyawati yang Rp 71.040.000,00
suami berpenghasilan
PPh Pasal 21 terutang
5% X Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% X Rp 21.040.000,00 Rp 3.156.000,00
Rp 5.656.000,00

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 37


PERPAJAKAN I

 PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus (penghasilan setahun):


Penghasilan setahun (X 12) Rp 132.000.000,00
Bonus Rp 12.000.000,00
Penghasilan bruto setahun Rp 144.000.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan (maksimal) setahun Rp 6.000.000,00
2. Iuran Pensiun setahun (X 12) Rp 960.000,00
Rp 6.960.000,00
Penghasilan neto setahun Rp 137.040.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp54.000.000,00
PKP Setahun Rp83.040.000,00

PPh Pasal 21 terutang


5% X Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% X Rp 33.040.000,00 Rp 4.956.000,00
Rp 7.456.000,00

 PPh Pasal 21 atas Bonus


PPh Pasal 21 atas Bonus adalah
Rp 7.456.000,00 – Rp 5.656.000,00 Rp 1.800.000,00

d. PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai yang Berhenti Bekerja atau Mulai
Bekerja dalam Tahun Berjalan
Masa perolehan penghasilan kurang dari 12 bulan
1) Disetahunkan
 Wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang meninggal dunia atau
meninggalkan indonesia selamanya;
 Orang asing yang mulai bekerja di Indonesia pada tahun berjalan
untuk jangka waktu lebih dari 6 bulan;
 Karyawan yang pindah cabang
2) Tidak Disetahunkan
 Wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang mulai bekerja pada
tahun berjalan;
 Wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang pindah kerja ke
pemberi kerja yang lain

Contoh Soal 1d (mulai bekerja ditengah tahun) :


Fakhri Ahmad baru diterima dan mulai bekerja pada PT Xiang Malam sebagai
pegawai tetap sejak 1 September 2016. Fakhri menikah dan mempunyai seorang

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 38


PERPAJAKAN I

anak yang lahir pada tanggal 20 September 2016. Gaji sebulan adalah sebesar Rp
15.500.000,00 dan iuran pensiun yang dibayar tiap bulan sebesar Rp 150.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan September 2016 dalam hal Fakhri hanya
memperoleh penghasilan berupa gaji adalah:
Gaji sebulan Rp 15.500.000,00
Penghasilan bruto Rp 15.500.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan (maksimal) sebulan Rp 500.000,00
2. Iuran Pensiun Rp 150.000,00
(Rp 650.000,00)
Penghasilan neto sebulan Rp 14.850.000,00
Penghasilan neto setahun (4 bulan saja) (X 4) Rp 59.400.000,00
PTKP setahun(K/0)
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- Status menikah Rp 4.500.000,00
(Rp 58.500.000,00)
PKP Setahun Anak Fakhri dihitung Rp 900.000,00
PTKP pada 2017

PPh Pasal 21 Terutang


5% X Rp 900.000,00 Rp 45.000,00
PPh Pasal 21 bulan September
Rp 45.000,00 : 4 Rp 11.250,00

Contoh Soal 2d (Berhenti Bekerja di tengah tahun):


Sulistiyo Wibowo yang berstatus belum menikah adalah pegawai pada PT
Mahakam Utama di Yogyakarta - DIY. Sejak 1 Oktober 2016, yang bersangkutan
berhenti bekerja di PT Mahakam Utama. Sulistiyo Wibowo setiap bulan
memperoleh gaji sebesar Rp6.500.000,00 dan yang bersangkutan membayar iuran
pensiun kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah mendapat persetujuan
Menteri Keuangan sejumlah Rp 100.000,00 setiap bulan. Selama bekerja di PT
Mahakam Utama Sulistiyo Wibowo hanya menerima penghasilan berupa gaji saja.
 Penghitungan PPh Pasal 21 yang dipotong setiap bulan:
Gaji sebulan Rp 6.500.000,00
Penghasilan bruto Rp 6.500.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan (5% Ph bruto) Rp 325.000,00
2. Iuran Pensiun Rp 100.000,00
(Rp 425.000,00)
Penghasilan neto sebulan Rp 6.075.000,00
Penghasilan neto setahun (X 12) Rp 72.900.000,00

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 39


PERPAJAKAN I

PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri (Rp 54.000.000,00)
PKP Setahun Rp 18.900.000,00

PPh Pasal 21 Terutang


5% X Rp 18.900.000,00 Rp 945.000,00
PPh Pasal 21 bulan September
Rp 945.000,00 : 12 Rp 78.750,00

 Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang selama bekerja pada PT Mahakam


Utama dalam tahun kalender 2016 (s.d. bulan September 2016) dilakukan
pada saat berhenti bekerja:
Gaji (Januari s.d. September 2016)
9 X Rp 6.500.000,00 Rp 58.500.000,00
Penghasilan bruto Rp 58.500.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan (5% Ph bruto) Rp 2.925.000,00
2. Iuran Pensiun
9 X Rp 100.000,00 Rp 900.000,00
( Rp 3.825.000,00)
Penghasilan neto 9 bulan Rp 54.675.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
PKP Setahun Rp 675.000,00

PPh Pasal 21 terutang setahun


5% X Rp 675.000,00 Rp 33.750,00

PPh Pasal 21 terutang untuk masa Januari s.d.


September 2016 Rp 33.750,00
PPh Pasal 21 yang sudah dipotong sampai dengan bulan
Agustus 2016
8 X Rp 78.750,00 Rp 630.000,00
PPh Pasal 21 yang lebih dipotong Rp 596.250,00

Catatan :
Kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 sebesar Rp596.250,00 dikembalikan oleh PT
Mahakam Utama kepada yang bersangkutan pada saat pemberian bukti
pemotongan PPh Pasal 21.

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 40


PERPAJAKAN I

Contoh Soal 3d :
Rasyad (K/3) mulai bekerja Mei 2014 dan berhenti bekerja sejak 1 Juni 2016 dan
meninggalkan Indonesia ke negara asalnya (kehilangan kewajiban pajak subjektif).
Selama tahun 2016 menerima gaji perbulan sebesar Rp15.000.000,00 dan pada
bulan April 2016 menerima bonus sebesar Rp20.0000.000,00.
 Penghitungan PPh Pasal 21 atas gaji adalah:
Gaji sebulan Rp 15.000.000,00
Penghasilan bruto Rp 15.000.000,00
Pengurangan:
Biaya Jabatan (maksimal) per bulan Rp 500.000,00
Penghasilan neto atas gaji sebulan Rp 14.500.000,00
Penghasilan neto setahun adalah (X 12) Rp 174.000.000,00
PTKP setahun (K/3)
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- Menikah Rp 4.500.000,00
- Tanggungan 3 orang Rp13.500.000,00
(Rp 72.000.000,00)
PKP Setahun Rp 102.000.000,00

PPh Pasal 21 Terutang


5% X Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% X Rp 52.000.000,00 Rp 7.800.000,00
Rp 10.300.000,00
PPh Pasal 21 atas gaji sebulan (: 12) Rp 858.333,00
 Penghitungan PPh Pasal 21 atas gaji dan bonus:
Gaji Setahun (x 12) Rp 180.000.000,00
Bonus Rp 20.000.000,00
Penghasilan bruto Rp 200.000.000,00
Pengurangan:
Biaya Jabatan (maksimal) setahun Rp 6.000.000,00
Rp 194.000.000,00
PTKP setahun (K/3)
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- Menikah Rp 4.500.000,00
- Tanggungan 3 orang Rp13.500.000,00
Rp 72.000.000,00
PKP Setahun Rp 122.000.000,00

PPh Pasal 21 Terutang


5% X Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 41


PERPAJAKAN I

15% X Rp 72.000.000,00 Rp 10.800.000,00


Rp 13.300.000,00
 Penghitungan PPh Pasal 21 atas Bonus
Rp 13.300.000,00 - Rp 10.300.000,00 = Rp 3.000.000,00
 Penghitungan kembali PPh Pasal 21 terutang pada saat pegawai yang
bersangkutan berhenti dan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya:

Gaji selama 5 bulan


5 X Rp 15.000.000,00 Rp 75.000.000,00
Bonus Rp 20.000.000,00
Penghasilan bruto Rp 95.000.000,00
Pengurangan:
Biaya Jabatan (maksimal) sebulan Rp 500.000,00
Rp 5 X Rp 500.000,00 Rp 2.500.000,00
Penghasilan neto selama 5 bulan Rp 92.500.000,00
Penghasilan neto disetahunkan
12/5 X Rp 92.500.000,00 Rp 222.000.000,00
PTKP setahun (K/3)
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- Menikah Rp 4.500.000,00
- Tanggungan 3 orang Rp13.500.000,00
Rp 72.000.000,00
PKP Setahun Rp 150.000.000,00

PPh Pasal 21 Terutang


5% X Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% X Rp 100.000.000,00 Rp 15.000.000,00
Rp 17.500.000,00

PPh Pasal 21 terutang


5/12 X Rp 17.500.000,00 Rp 7.291.666,00
PPh Pasal 21 telah dipotong sampai dengan
bulan April 2016 atas gaji dan bonus
(4 X Rp 858.333,00) + Rp 3.000.000,00 Rp 6.433.332,00
PPh Pasal 21 terutang dan harus dipotong untuk bulan Mei Rp 858.333,00

Catatan :
Cara penghitungan tersebut berlaku juga bagi pegawai yang kehilangan kewajiban
subjektifnya pada tahun berjalan karena meninggal dunia.

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 42


PERPAJAKAN I

Beasiswa ini (LPDP) dari hasil pajak Indonesia yang kita


collect rupiah demi rupiah dengan susah payah. Bukan uang
yang datang dari langit, tapi dengan senang hati kita berikan
ke anak-anak Indonesia yang punya cita-citaa dan ambisi
membangun Indonesia ke depan

- Sri Mulyani Indrawati -

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 43


PERPAJAKAN I

PERTEMUAN-4

PPH PASAL 21 PEGAWAI TIDAK TETAP, BUKAN PEGAWAI, DAN YANG


BERSIFAT FINAL

Pegawai Tetap Pegawai Tidak


Bukan Pegawai Final
(Pertemuan 3) Tetap

A. PPh Pasal 21 Pegawai Tidak Tetap


Menurut Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-16/PJ/2016, karyawan tidak tetap atau
karyawan lepas adalah karyawan yang hanya menerima penghasilan apabila karyawan
tersebut bekerja, dengan besar penghasilan dihitung berdasarkan jumlah hari bekerja,
jumlah unit pekerjaan yang dihasilkan, dan penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang
diminta oleh pemberi kerja (borongan).
Dalam peraturan tersebut pada Pasal 12 ayat 3 disebutkan bahwa karyawan tidak
tetap yang memperoleh penghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender melebihi
Rp 4.500.000 (PTKP 2016), maka perhitungan PPh 21 yang digunakan sama dengan
perhitungan PPh 21 karyawan tetap. Berikut adalah jenis-jenis upah yang didapatkan
oleh karyawan tidak tetap
1. Upah harian adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang
terutang atau dibayarkan secara harian.
2. Upah mingguan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai
yang terutang atau dibayarkan secara mingguan.
3. Upah satuan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang
terutang atau dibayarkan berdasarkan jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan.
4. Upah borongan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai
yang terutang atau dibayarkan berdasarkan penyelesaian suatu jenis pekerjaan
tertentu
Cara Menghitung PPh 21 untuk Karyawan Tidak Tetap atau Karyawan Lepas
Harian/Borongan:

1. Menentukan jumlah upah harian atau rata-rata upah yang diterima dalam sehari
a. Untuk upah mingguan, dibagi dengan jumlah hari bekerja dalam seminggu
b. Untuk upah satuan, dikalikan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari
c. Untuk upah borongan, dibagi dengan jumlah hari dalam menyelesaikan perkerjaan
borongan

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 44


PERPAJAKAN I

2. Tidak ada PPh 21 yang dipotong, jika:


Upah harian atau rata-rata upah harian kurang dari Rp 450.000 dan jumlah kumulatif
dalam satu bulan belum melebihi Rp 4.500.000.
3. PPh 21 harus dipotong sebesar upah harian atau rata-rata upah harian dikurangi Rp
450.000, lalu dikalikan 5%, jika:
Upah harian atau rata-rata upah harian sudah lebih dari Rp.450.000 tetapi jumlah
kumulatif dalam satu bulan kalender belum melebihi Rp 4.500.000.
4. PPh 21 harus dipotong sebesar upah harian atau rata-rata upah dikurangi PTKP sehari
lalu dikalikan 5%, jika:
Jumlah kumulatif dalam satu bulan kalender sudah lebih dari Rp.4.500.000, tetapi
kurang dari Rp.10.200.000.
5. Berlaku Tarif pada Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 17 ayat (1) huruf (a), jika:
Jumlah kumulatif dalam satu bulan kalender sudah lebih dari Rp 10.200.000.
Untuk lebih jelasnya, berikut tabel tarif dan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang
dikenakan pada karyawan tidak tetap atau karyawan lepas harian/borongan

CARCEP-Cara Cepat

Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tidak tetap

1. Tukimin (belum menikah), pada bulan Maret 2016 bekerja sebagai buruh harian di PT
Maju Mundur. Ia bekerja selama 20 hari dengan upah harian sebesar Rp450.000.
Hitunglah PPh Pasal 21 atas penghasilan Tukimin!
Pembahasan:

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 45


PERPAJAKAN I

Upah Harian Rp 450.000


Batas Upah Harian Rp 450.000
PKP sehari Rp -

Upah kumulatif dalam sebulan


20xRp450.000 Rp 9.000.000
Batas upah kumulatif Rp 4.500.000

Perhitungan PPh s.d. hari ke-11


upah s.d. hari ke-11 (Rp450.000*11) Rp 4.950.000
PTKP sehari
(Rp54.000.000/360) Rp 150.000
PTKP Sebenarnya (s.d hari ke-11) Rp 1.650.000
PKP Rp 3.300.000
PPh terutang s.d hari ke-11 (5%XPKP) Rp 165.000
Upah bersih s.d hari ke-11 (Rp450.000-165.000) Rp 285.000

Perhitungan PPh hari ke-12 s.d. hari ke-20


Upah harian Rp 450.000
PTKP harian Rp 150.000
PKP (Rp450.000-Rp150.000) Rp 300.000
PPh Pasal 21 (5%XPKP) Rp 15.000
Upah bersih hari ke-12 s.d hari ke-20 Rp 435.000
(Rp450.000-Rp15.000)

2. Alifah (belum menikah), pada bulan Maret 2016 bekerja sebagai buruh harian PT Kerja
Nyata. Ia bekerja selama 20 hari dengan upah harian sebesar Rp500.000 Hitunglah PPh
Pasal 21 atas penghasilan Alifah!
Pembahasan:

Upah harian Rp 500.000


Batas upah harian Rp 450.000
PKP sehari Rp 50.000

PPh pasal 21 (5%*PKP) Rp 2.500


Upah harian bersih Rp 497.500
(Rp500.000-Rp2.500)

Penghasilan 20 hari Rp 10.000.000


Syarat kumulatif Rp 4.500.000

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 46


PERPAJAKAN I

Penghasilan s.d. hari ke-10 Rp 5.000.000


PTKP sehari
(Rp54.000000/360) Rp 150.000
PTKP sebenarnya (Rp150.000*10) Rp 1.500.000
PKP Rp 3.500.000
PPh terutang (5%*PKP) Rp 175.000
Upah bersih s.d. hari ke-10 Rp 325.000
(Rp500.000-Rp175.000)
Penghasilan hari ke-11 s.d. hari ke-20
Upah hari ke-11 Rp 500.000
PTKP Harian (Rp54.000000/360) Rp 150.000
PKP sehari Rp 350.000
PPh 21 yang terutang
(PKP*5%) Rp 17.500
Upah bersih hari ke-11 s.d. hari ke-20 Rp 482.500
(Rp500.000-Rp17.500)

3. Sela Purnama (menikah dan memiliki 1 orang anak), bekerja di Sultan Taylor sebagai
penjahit. Untuk satu baju yang dihasilkannya, Sela Purnama memperoleh upah sebesar
Rp75.000, dan upah tersebut dibayarkan 2 minggu sekali (1 minggu=6 hari kerja). Pada
bulan April 2018, Sela Purnama berhasil memproduksi 10 baju per hari. Hitunglah PPh 21
atas penghasilan Sela Purnama!
Pembahasan:

Upah per baju Rp 75.000


Jumlah Produksi sehari 10 baju
Upah per hari Rp 750.000
Batas Upah harian Rp 450.000
PKP Harian Rp 300.000
PKP Per dua minggu
(Rp300.000*12) Rp 3.600.000
PPh pasal 21 (2 mingguan) Rp 180.000
(Rp3.600.000*5%)

4. Krisdayanti, belum menikah, mendapatkan pekerjaan untuk membereskan taman, dengan


upah borongan sebesar Rp2.000.000. Krisdayanti menyelesaikan tugas tersebut dalam
waktu 3 hari.

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 47


PERPAJAKAN I

Pembahasan:

Upah borongan Rp 2.000.000


Waktu pengerjaan 3 hari
Upah per hari Rp 666.667
Batas upah harian Rp 450.000
PKP sehari Rp 216.667
PKP 3 hari
(Rp216.667*3) Rp 650.000
PPh 21 borongan Rp 32.500
(Rp650.000*5%)

5. Joko bekerja pada perusahaan alat olahraga dngan upah harian sebesar Rp400.000.
Perusahaan membayar upah Joko secara bulanan. Pada bulan Maret 2016, Joko bekerja
selama 22 hari. Joko menikah, memiliki satu orang anak, tinggal bersama ibu dan adiknya
yang tidak punya penghasilan. Hitunglah PPh 21 atas penghasilan Joko!
Pembahasan:

Upah Harian Rp 400.000


Upah bulanan
(Rp400.000*22) Rp 8.800.000
Penghasilan Neto Setahun Rp 105.600.000
(Rp400.000*22)*12
PTKP (K/2)
Pribadi Rp 54.000.000
Menikah Rp 4.500.000
Tanggungan 2 orang Rp 9.000.000 Rp 67.500.000
PKP Rp 38.100.000

PPh terutang
5% x Rp38.100.000 Rp 1.905.000
PPh terutang setahun Rp 1.905.000
PPh terutang sebulan Rp 158.750

B. PPh Pasal 21 Bukan Pegawai


Penerima penghasilan Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain Pegawai Tetap dan
Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama
dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai
imbalan jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi
penghasilan.

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 48


PERPAJAKAN I

Perhitungan PPh Pasal 21 bagi penerima penghasilan bukan pegawai dikelompokkan


menjadi 3 (tiga), yaitu :
1. Pajak Bukan Pegawai Berkesinambungan yang Memperoleh PTKP
Bukan Pegawai Berkesinambungan adalah orang pribadi selain Pegawai Tetap dan
Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas yang memperoleh penghasilan dengan
nama dan dalam bentuk apapun yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam
satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
Bukan Pegawai yang menerima penghasilan secara berkesinambungan dapat
memperoleh pengurangan berupa PTKP sepanjang yang bersangkutan :
a. Memiliki NPWP
b. Penghasilan berasal dari hubungan kerja dengan satu pemotong PPh Pasal 21
c. Tidak memperoleh penghasilan lainnya, dan
d. Menyerahkan fotokopi kartu NPWP suami (bagi wanita kawin ditambah surat
nikah dan Kartu Keluarga)
Jika salah satu syarat diatas tidak terpenuhi maka Bukan Pegawai tidak berhak
memperoleh pengurang PTKP.

Cara menghitung PPh Pasal 21 Bukan Pegawai Berkesinambungan Memperoleh PTKP:

PPh 21 sebulan =((50% x Penghasilan Bruto)-PTKP Sebulan) x Tarif Pasal


17 Dihitung secara kumulatif

2. Pajak Bukan Pegawai Berkesinambungan yang Tidak Memperoleh PTKP


Pajak yang dikenakan bagi wajib pajak orang pribadi yang tidak memenuhi ketentuan
pengurangan PPh diatas.
Cara menghitung PPh Pasal 21 Bukan Pegawai Berkesinambungan Tidak Memperoleh
PTKP :

PPh 21 sebulan = (50% x Penghasilan Bruto) x Tarif Pasal 17


Dihitung secara kumulatif

3. Pajak Bukan Pegawai Tidak Berkesinambungan


Bukan Pegawai Tidak Berkesinambungan adalah orang pribadi selain Pegawai
Tetap dan Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas yang memperoleh penghasilan
dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayar atau terutang hanya satu
kali dalam satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 49


PERPAJAKAN I

Cara menghitung PPh Pasal 21 Bukan Pegawai Tidak Berkesinambungan:

PPh 21 sebulan = (50% x Penghasilan Bruto) x Tarif Pasal 17

Dalam hal DOKTER yang praktik di RS/Klinik, Jumlah


penghasilan bruto adalah sebesar Jasa Dokter yang
telah dibayarkan pasien melalui RS/Klinik sebelum
dipotong biaya-biaya atau bagi hasil RS/Klinik

Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Bukan Pegawai

1. dr. Wardiman, Sp.M merupakan dokter yang melakukan praktik di RS Muara Kasih
Bunda, dengan perjanjian bahwa atas setiap jasa dokter yang dibayarkan oleh pasien akan
dipotong 20% oleh pihak RS sebagai bagian penghasilan RS, dan sisanya sebesar 80%
dari jasa dokter akan dibayarkan kepada dr. Wardiman setiap akhir bulan. Selain praktik
di RS, dr. Wardiman juga membuka praktik di rumah pribadinya. Jasa dokter yang
dibayarkan pasien kepada RS Muara Kasih Bunda selama tahun 2017 adalah sebagai
berikut:
Bulan Jasa Dokter yang dibayar
pasien (Rupiah)

Januari Rp47.000.000

Februari Rp49.000.000

Maret Rp54.000.000

April Rp55.000.000

Mei Rp59.000.000

Juni Rp45.000.000

Juli Rp55.000.000

Agustus Rp56.500.000

Sepetember Rp58.000.000

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 50


PERPAJAKAN I

Oktober Rp50.000.000

November Rp48.500.000

Desember Rp49.500.000

Jumlah Rp626.500.000

Hitunglah PPh pasal 21 yang dipotong RS Muara Kasih Bunda Tahun 2017!

Pembahasan:

Jasa Dokter
DPP PPh
yang dibayar DPP PPh 21 Tarif Pasal PPh 21
Bulan kumulatif
pasien (Rupiah) 17 (Rupiah)
(Rupiah)
(Rupiah)
Januari Rp47.000.000 Rp23.500.000 Rp23.500.000 5% Rp1.175.000
Februari Rp49.000.000 Rp24.500.000 Rp48.000.000 5% Rp1.225.000
Maret Rp54.000.000 Rp2.000.000 Rp50.000.000 5% Rp100.000
Rp25.000.000 Rp75.000.000 15% Rp3.750.000
April Rp55.000.000 Rp27.500.000 Rp102.500.000 15% Rp4.125.000
Mei Rp49.000.000 Rp24.500.000 Rp127.000.000 15% Rp3.675.000
Juni Rp45.000.000 Rp22.500.000 Rp149.500.000 15% Rp3.375.000
Juli Rp55.000.000 Rp27.500.000 Rp177.000.000 15% Rp4.125.000
Agustus Rp56.500.000 Rp28.250.000 Rp205.250.000 15% Rp4.237.500
Sepetember Rp58.000.000 Rp29.000.000 Rp234.250.000 15% Rp4.350.000
Oktober Rp50.000.000 Rp15.750.000 Rp250.000.000 15% Rp2.362.500
Rp9.250.000 Rp259.250.000 25% Rp2.312.500
November Rp48.500.000 Rp24.250.000 Rp283.500.000 25% Rp6.062.500
Desember Rp49.500.000 Rp24.750.000 Rp308.250.000 25% Rp6.187.500
Total Rp616.500.000 Rp308.250.000 Rp47.062.500

2. Isyana Sarasvati (NPWP 24.222.333.4-601.000), adalah seorang petugas dinas luar


asuransi yang bukan merupakan pegawai tetap di PT Asuransi mantap jiwa. Isyana adalah
seorang janda, dengan 2 orang anak kandung, dan 1 orang anak tiri. Isyana tidak memiliki
penghasilan lain selain dari PT Asuransi mantap Jiwa. Penghasilan Isyana pada tahun 2017
adalah sebagai berikut:

Bulan Komisi PDL Asuransi (Rupiah)


Januari Rp50.000.000
Februari Rp55.000.000

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 51


PERPAJAKAN I

Maret Rp46.000.000
April Rp60.000.000
Mei Rp65.000.000
Juni Rp49.000.000
Juli Rp52.000.000
Agustus Rp30.000.000
Sepetember Rp43.000.000
Oktober Rp51.000.000
November Rp60.000.000
Desember Rp70.000.000
Jumlah Rp631.000.000
Hitunglah PPh Pasal 21 yang dipotong oleh PT Asuransi Jiwa Kita setiap bulan atas
penghasilan Diana, dan buatlah bukti potongnya!

Pembahasan:

3. Setyo Budi Purnomo alias Yoyok, menikah dan memiliki 1 orang anak, adalah seorang
tukang servis AC. Pada bulan Agustus 2018, Yoyok memberikan jasa service AC sebagai
berikut:
a. Kepada PT Cinta Mati dengan imbalan sebesar Rp500.000.

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 52


PERPAJAKAN I

b. Kepada PT Cinta Monyet, dengan imbalan sebesar Rp10.000.000. Yoyok


mempekerjakan 4 orang pegawai dengan upah harian masing-masing
Rp250.000.Total upah yang dibayarkan adalah sebesar Rp5.000.000. Yoyok juga
membeli spare part AC sebesar Rp2.000.000 Hitunglah PPh 21 yang dipotong oleh
PT Cinta Mati dan PT Cinta Monyet

Pembahasan:
a. Perhitungan PPh 21 yang dipotong PT Cinta Mati

Penghasilan Bruto Rp500.000


DPP (50%XPh Bruto) Rp250.000
Tarif Pasal 21 UU PPh
(5%*DPP) Rp12.500
PPh 21 Terutang Yoyok Rp12.500

b. Perhitungan PPh 21 yang dipotong PT Cinta Monyet

Penghasilan Bruto Rp10.000.000


Upah Pegawai -Rp5.000.000
Beli Spare Part Ac -Rp2.000.000
Penghasilan bruto yang
diterima Yoyok Rp3.000.000
DPP (50% X Ph Bruto) Rp1.500.000
Tarif Pasal 17
5%*DPP Rp75.000
PPh 21 terutang Yoyok Rp75.000

4. Dalam rangka perayaan ulang tahun perusahaan, PT Selamat Sentosa mengundang Caca,
seorang penyanyi. Caca, belum memiliki NPWP dan mendapat imbalan sebesar
Rp150.000.000. Hitunglah PPh 21 Terutang non NPWP Caca!
Pembahasan:

Penghasilan Bruto Rp150.000.000


DPP (50%*Ph Bruto) Rp75.000.000
Tarif Pasal 17
5%*DPP(Rp50.000.000) Rp2.500.000
15%*DPP(Rp25.000.000) Rp3.750.000
PPh 21 terutang Rp6.250.000

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 53


PERPAJAKAN I

PPh 21 terutang Non NPWP


(Rp6.250.000*20%)+Rp6.250.000 Rp7.500.000

C. PPh Pasal 21 yang Bersifat Final


Menghitung besarnya PPh Pasal 21 yang bersifat final

PPh 21 Final = Tarif x Penghasilan Bruto

PPh Pasal 21 yang bersifat final dikenakan kepada:

1. Penghasilan atas beban APBN/APBD yang diterima oleh Pejabat Negara, PNS,
Anggota TNI/Polri, dan pensiunannya
a. Objek PPh Pasal 21 yang bersifat final:
Honorarium/imbalan lain (tidak termasuk biaya perjalanan dinas) selainGaji dan
Tunjangan yg bersifat teratur, termasuk gaji dantunjangan ke-13
b. Tarif PPh Pasal 21 yang bersifat final

No. Uraian Tarif

1. PNS gol. I dan II, TNI/POLRI Gol. Pangkat Tamtama dan 0%


Bintara, dan Pensiunannya
2. PNS gol. III, TNI/POLRI Gol. Pangkat Perwira Pertama, 5%
dan Pensiunannya
3. PNS gol. IV, TNI/POLRI Gol. Pangkat Perwira Menengah 15%
dan Perwira Tinggi, dan Pensiunannya

Contoh Soal:

Vegga, seorang pejabat eselon 3, golongan IV/b, menerima honorarium sebagai


pembicara dalam kuliah umum di PKNSTAN. Honorarium yang diterima sebesar
Rp6.000.000. Besarnya PPh Final Vegga adalah….

Pembahasan:

Penghasilan atas beban APBN/APBD Rp6.000.000


Tarif PPh Final
15% x Rp6.000.000 Rp 900.000
PPh 21 Final Rp900.000

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 54


PERPAJAKAN I

2. Penerima Uang Pesagon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan
Hari Tua yang dibayarkan sekaligus
 Uang Pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja
termasuk Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja kepada pegawai, dengan
nama dan dalam bentuk apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa kerja
atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja
dan uang penggantian hak.
 Uang Manfaat Pensiun adalah penghasilan dari manfaat pensiun yang
dibayarkan kepada orang pribadi peserta dana pensiun secara sekaligus sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun oleh Dana
Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
 Tunjangan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan
penyelenggara tunjangan hari tua kepada orang pribadi yang telah mencapai
usia pensiun.
 Jaminan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan
penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja kepada orang pribadi yang berhak
dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau keadaan lain yang ditentukan.

a. Tarif Pajak Penerima Pesangon


Penghasilan Bruto Tarif

Sampai dengan Rp50.000.000 0%

Di atas Rp50.000.000 sampai dengan Rp100.000.000 5%

Di atas Rp100.000.000 sampai dengan Rp500.000.000 15%

Di atas Rp500.000.000 25%

Catatan:
 Tarif PPh 21 Final tersebut diterapkan atas jumlah kumulatif
UangPesangon yang dibayarkan dalam jangka waktu paling lama 2
(dua) tahun kalender
 Apabila tidak berNPWP pemotongan PPh 21 Final menggunakan tarif
diatas dengan 20% lebih besar
 Dalam hal pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara
sekaliguskepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja, Pegawai
dianggap telahmenerima hak atas Uang Pesangon

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 55


PERPAJAKAN I

Contoh soal:

Fauzi adalah pegawai tetap di PT Maju Mundur sejak tahun 2016. Fauzi terkena PHK
dan menerima pembayaran uang pesangon sebesar Rp650.000.000 pada bulan
September 2018. Besarnya PPh 21 Final Fauzi adalah….

Pembahasan:

Uang Pesangon Rp650.000.000

Tarif PPh Final


0% x Rp50.000.000 Rp 0
5% x Rp50.000.000 Rp 2.500.000
15% x Rp400.000.000 Rp 60.000.000
25%x Rp150.000.000 Rp 37.500.000
PPh 21 Final Rp100.000.000

b. Tarif pajak atas uang manfaat pensiun, Tunjangan Hari Tua (THT), dan Jaminan
Hari Tua (JHT)
Penghasilan Bruto Tarif

Sampai dengan Rp50.000.000 0%

Di atas Rp50.000.000 5%

Catatan:

 Tarif PPh 21 Final tersebut diterapkan atas jumlah kumulatif ManfaatPensiun,


Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkandalam jangka waktu
paling lama 2 (dua) tahun kalender
 Apabila tidak berNPWP pemotongan PPh 21 Final menggunakan tariff diatas
dengan 20% lebih besar
 Dalam hal terjadi pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaanasuransi
jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup,Pegawai sebagai
peserta dianggap telah menerima hak atas Uang ManfaatPensiun yang dibayarkan
secara sekaligus

3. Hadiah Undian
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 11/PJ/2015 Tentang
Pengenaan Pajak Penghasilan Atas Hadiah dan Penghargaan,atas hadiah undian
dipotong Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari
jumlah penghasilan bruto dan bersifat final oleh penyelenggara undian. Namun, atas

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 56


PERPAJAKAN I

hadiah atau penghargaan perlombaan, hadiah sehubungan kegiatan, dan


penghargaan dikenakan Pajak Penghasilan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Dalam hal penerima penghasilan adalah orang pribadi Wajib Pajak dalam negeri,
dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar tarif Pasal 17 dari
jumlah penghasilan bruto
b. Dalam hal penerima penghasilan adalah Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk
Usaha Tetap, dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar 20%
(dua puluh persen) dari jumlah bruto dengan memperhatikan ketentuan dalam
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku
c. Dalam hal penerima penghasilan adalah Wajib Pajak badan termasuk Bentuk
Usaha Tetap, dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 23
ayat (1) huruf a angka 4 sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah penghasilan
bruto.

Pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dijelaskan di atas sebelumnya tidak


berlaku untuk hadiah langsung dalam penjualan barang atau jasa sepanjang diberikan
kepada semua pembeli atau konsumen akhir tanpa diundi dan hadiah tersebut
diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang atau jasa.
Namun demikian, hadiah yang dimaksud merupakan objek Pajak Penghasilan yang
wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan Wajib Pajak yang
bersangkutan.

Contoh Soal:

PT Signale Strong, sebuah perusahaan operator seluler, mengadakan program undian


“Telepon Terus Untung Terus” dengan hadiah sebuah rumah senilai
Rp500.000.000,00 dengan ketentuan pajak atas hadiah undian ditanggung oleh
pemenang. Berdasarkan hasil penarikan undian tanggal 16 Januari 2013 yang keluar
sebagai pemenang adalah Iwan Suriwan. Hitunglah PPh Pasal 21 yang dipotong atas
penghasilan tersebut!

Pembahasan:

Penghasilan Bruto Rp5.000.000.000

Tarif PPh 21 Final


25% x Rp5.000.000.000 Rp1.250.000.000
PPh 21 Final Rp1.250.000.000

Orang bijak taat pajak, orang pintar belajar pajak, orang jahat korupsi
pajak, orang gila tak diajak

-sekian

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 57


PERPAJAKAN I

PERTEMUAN-5
PPh PASAL 22
Pengertian PPh Jangka Waktu
Pasal 22 Penyetoran dan
pelaporan
PPh Pasal
22

Pemungut PPh Objek dan tariff


Pasal 22 PPh Pasal 22

A. Pengertian PPh Pasal 22


Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal
22 (PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan
satu pihak terhadap Wajib Pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.
Mengingat sangat bervariasinya obyek, pemungut, dan bahkan tarifnya, ketentuan PPh
Pasal 22 relatif lebih rumit dibandingkan dengan PPh lainnya, seperti PPh 21 atau pun
PPh 23. Pada umumnya, PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang
dianggap ‘menguntungkan’, sehingga baik penjual maupun pembelinya dapat
menerima keuntungan dari perdagangan tersebut. Karena itulah, PPh Pasal 22 dapat
dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian

B. Pemungut PPh Pasal 22


1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas objek PPh Pasal
22 impor barang
2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau
Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang
3. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang
yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP)
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar
yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA),
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang
dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS)

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 58


PERPAJAKAN I

5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN),


yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan, yang meliputi:
a. PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan
Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT
Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk.,
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama
Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero)
b. Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas
pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
6. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang
pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.

7. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang


batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi
pemegang izin usaha pertambangan.
Wajib pajak badan atau perusahaan swasta yang wajib memungut PPh Pasal 22 saat
penjualan adalah:
1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas,
industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil
produksinya kepada distributor di dalam negeri;
2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan
importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di
dalam negeri;
3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang merupakan
industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan industri antara dan
industri hilir.
5. Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
6. mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan
perikanan; dan
7. menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak
dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 59


PERPAJAKAN I

8. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 90/PMK.03/2015, pemerintah


menambahkan pemungut PPh Pasal 22 dengan wajib pajak badan yang
melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

C. Obyek dan Tarif PPh Pasal 22

No. Pemungut Yang Tarif dan dasar Objek


dipungut Pengenaan
1. Bank Devisa dan Importir  2,5% x nilai Impor barang
DJBC impor, jika
importir memiliki
API
 7,5% x nilai
impor, jika tidak
memiliki API
 7,5% x harga jual
lelang, untuk
impor yang tidak
dikuasai
 0,5% x nilai impor
untuk kedelai,
gandum, dan
tepung terigu oleh
importir API
2. Bendahara Rekanan  1,5% x Harga Pembayaran atas
Pemerintah dan Pembelian, tidak pembelian barang
Kuasa Pengguna termasuk PPN
Anggaran
3. Bendahara Rekanan  1,5% x Harga Pembayaran atas
Pengeluaran Pembelian, tidak pembeliaan barang
termasuk PPN yang menggunakan
mekanisme Uang
Persediaan (UP)
4. KPA atau Pejabat Rekanan  1,5% x Harga Pembayaran atas
penerbit SPM yang Pembelian, tidak barang yang
diberi delegasi oleh termasuk PPN dilakukan dengan
KPA mekanisme

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 60


PERPAJAKAN I

pembayaran langsung
(LS)
5. Badan Usaha Rekanan  1,5% x Harga Pembayaran atas
tertentu yang terkait Pembelian, tidak pembelian barang
dengan kepemilikan termasuk PPN dan/atau bahan untuk
negara keperluan kegiatan
usahanya
6. Badan usaha yang Distributor di  Kertas = 0,1% x Penjualan hasil
bergerak dalam dalam negeri DPP PPN (Tidak produksi kepada
industri semen, Final) distributor dalam
industri kertas,  Semen = 0.25% x negeri
industri baja hulu DPP PPN (Tidak
yang terintegrasi Final)
dengan industri  Baja = 0.3% x
antara dan indsutri DPP PPN (Tidak
hilir, industri Final)
otomotif, dan  Otomotif =
industri farmasi 0.45% x DPP PPN
(Tidak Final)

7. Agen Tunggal Pembelian  0,45% x DPP PPN Penjualan Kendaraan


Pemegang Merek kendaraan Bermotor di dalam
(ATPM), Agen bermotor negeri
Pemegang Merek
(APM), dan
importir umum
kendaraan
bermotor
8. Produsen atau SPBU  BBM dan pelumas Penjualan BBM, BBG,
importir bahan = 0,3% x dan Pelumas
bakar minyak, Penjualan tidak
bahan bakar gas, termasuk PPN
dan pelumas,  BBM sebesar :
a. SPBU Pertamina
= 0,25% x
Penjualan tidak
termasuk PPN

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 61


PERPAJAKAN I

b. SPBU bukan
Pertamina dan
Non-SPBU
= 0,3% x
Penjualan tidak
termasuk PPN
9. Industri dan Pedagang  0,25% x Harga Pembelian bahan-
eksportir dalam pengumpul, Pembelian tidak bahan dari pedagang
sektor kehutanan, baik orang termasuk PPN pengumpul untuk
perkebunan, pribadi atau keperluan industrinya
pertanian, badan atau ekspornya
perternakan, dan termasuk
perikanan BUMN
10. Industri atau badan Badan atau  1,5% x Harga Pembeliaan
usaha yang orang pribadi pembelian tidak komoditas tambang
melakukan pemegang izin termasuk PPN batubara, mineral
pembelian usaha logam dan mineral
pertambangan bukan logam.
11. Badan usaha yang Pembeli  0,45% x harga jual Penjulan emas
memproduksi emas emas batangan batangan dalam
batangan termasuk dalam negeri negeri
badan usaha yang
memproduksi emas
batangan melalui
pihak ketiga
12. WP Badan tertentu Pembeli  5% x harga juaL Penjualan barang
tidak termasuk yang tergolong
PPN dan PPnBM mewah

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 62


PERPAJAKAN I

D. Jangka Waktu Penyetoran dan Pelaporan


Penyetoran paling lama tanggal Penyetoran :
10 bulan berikutnya setelah masa a. Oleh KPA/penandatangan
pajak berakhir SPM, disetor pada hal
Pelaporan paling lama 20 hari yang sama dengan
setelah masa pajak berakhir pelaksanaan pembayaran
kepada PKP rekanan
Penyetoran : melalui KPPN
b. Oleh bendahara
Atas impor yang dipungut DJBC pengeluaran, disetor
harus disetor dalam jangka paling lama 7 hari setelah
waktu 1 hari kerja setelah tanggal pelaksananaan
pemungutan pembayaran
Pelaporan : Pelaporan :
Secara mingguan paling Paling lama 14 hari setelah Masa
lamapada hari kerja terakhir Pajak berakhirlamapada hari
minggu berikutnya kerja terakhir minggu berikutnya

Keterangan tambahan
 Bagi WP yang tidak mempunyai NPWP, dikenakan tariff 100% lebih tinggi (untuk
pungutan yang sifatnya tidak final)
 Sejak 1 Maret 2017, PPh yang dipungut dibulatkan dalam ribuan penuh ke bawah

CONTOH SOAL :
1) Pada tanggal 1 Juli 2016, Bendahara Pemerintah Kota Depok melakukan kontrak
dengan CV Tahoe untuk membeli meja kursi kantor seharga Rp500.000.000 ditambah
PPN sebesar Rp50.000.000
Instruksi:
a. Definisikan jenis PPh yang terutang dalam transaksi tersebut
b. Berapa besarnya PPh yang terutang
Analisis Kasus:
Pada transaksi di atas, CV Tahoe merupakan rekanan Pemkot Depok untuk
penyediaan meja kursi kantor. CV Tahoe akan mendapatkan penghasilan dari hasil
penjualan tersebut. CV Tahoe merupakan Wajib Pajak Dalam Negeri dan atas transaksi

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 63


PERPAJAKAN I

tersebut tidak dikecualikan sebagai PPh dan tidak dikenakan PPh bersifat final. Karena
transaksi merupakan transaksi jual beli dengan Bendahara Pemerintah, maka transaksi
tersebut merupakan objek PPh Pasal 22.
PPh Pasal 22 yang terutang = 1,5 % x DPP
= 1,5% x Rp500.000.000,00
= Rp7.500.000,00 (ber-NPWP)

PPh Pasal 22 yang terutang = 200% x1,5% x DPP


= 200% x 1,5% x Rp500.000.000,00
= Rp15.000.000,00 (tidak ber-NPWP)

2) PT Vale adalah perusahaan eksportir bijih titanium (sesuai Lampiran IV PMK Nomor
34/PMK.010/2017). Perusahaan tersebut melakukan ekspor bijih titanium dengan nilai
ekspor sebesar Rp500.000.000
Jawab :
Tarif Pemungutan PPh Pasal 22  2.5% (dengan API) atau 7.5% (tanpa API)

PPh Pasal 22 atas ekspor (API) =2.5% x Rp500.000.000


= Rp12.500.000
PPh Pasal 22 atas ekspor (Non API) = 7.5% x Rp500.000.000
= Rp37.500.000
3) PT Aviasi Tetuko yang merupakan Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional pada
bulan Juni 2016 melakukan impor peralatan simulasi penerbangan pesawat terbarunya
untuk keperluan para pilotnya. Nilai impor (termasuk Bea Masuk dan pungutan
pabean lainnya) peralatan simulasi tersebut sebesar Rp1.200.000.000,00. PT Aviasi
Tetuko telah memiliki Angka Pengenal Impor (API).
Pertanyaan:
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?

Jawab
Analisis Kasus:
 Transaksi Impor
 Impor Perusahaan Angkutan Udara Nasional, yang dikecualikan dari pemungutan:
pesawat udara dan suku cadangnya serta alat keselamatan penerbangan dan
alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan yang
diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, dan
suku cadangnya, serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat
udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara
Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan
reparasi pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 64


PERPAJAKAN I

Bukan merupakan objek yang dikecualikan dari Pemungutan PPh Pasal 22


Tarif Pemungutan PPh Pasal 22  2,5%
PPh Pasal 22 yang dipungut =2.5% x Rp1.200.000.000
= Rp30.000.000

4) PT A yang bergerak di bidang impor mempunyai API meng-impor mesin pabrik


dengan total nilai Impor US$10,000.00, Bea Masuknya 0%. Kurs konversi mata uang
asing untuk menghitung pajak terutang termasuk PPh Pasal 22 yang ditetapkan
Menkeu adalah US$1 = Rp15,000
Hitunglah PPh Pasal 22 impor!

Jawab :
Nilai Impor = US$10,000 x Rp15,000= Rp150.000.000
PPh Pasal 22 = 2,5% x Rp150.000.000 =Rp2.500.000

5) Pada April 2017, sebuah bank BUMN melakukan transaksi berikut ini:
a. Membeli makanan siap saji dari sebuah restoran secara tunai untuk keperluan
rapat seharga Rp5.000.000;
b. Membeli bensin dari SPBU Pertamina untuk keperluan kendaraan dinas seharga
Rp15.000.000,00 dan membeli benda-benda pos Rp3.000.000 di kantor pos
c. Membeli secara tunai alat tulis kantor Rp30.000.000 (belum termasuk PPN)
Hitunglah PPh yang harus dipungut.
Jawab :
a. Nilai pembayaran di bawah Rp10.000.000 sehingga bukan merupakan
objek pemungutan.
b. Pembayaran dilakukan untuk pembelian bensin dan benda pos yang
merupakan objek yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22,
meskipun nilai pembayarannya di atas Rp10.000.000
c. Pembayaran merupakan obyek pemungutan PPh Pasal 22. PPh yang
dipungut adalah sebesar 1,5% x Rp30.000.000= Rp450.000
PPh Pasal 22 yang dipungut wajib disetorkan paling lambat tanggal 10 Mei 2017
PPh Pasal 22 yang dipungut wajib dilaporkan paling lambat tanggal 20 Mei 2017

6) Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah
antara lain apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp5.000.000.000 dan/atau luas bangunan lebih dari 400m2
(empat ratus meter persegi), wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 5% dari harga jual
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 65


PERPAJAKAN I

PT Ageng Padajaya memungut PPh Pasal 22 atas penjualan apartemen tersebut


sebesar:
5% x Rp10.500.000.000 = Rp525.000.000
Kewajiban PT Ageng Padajaya dalam melakukan pemungutan PPh Pasal 22 adalah:
a. memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp525.000.000 pada saat penjualan yaitu
b. tanggal 23 Mei 2013 dan membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22;
c. menyetor PPh Pasal 22 yang telah dipungut atas penjualan apartemen sangat
d. mewah selama bulan Mei 2013 paling lambat 10 Juni 2013;
e. melaporkan PPh Pasal 22 menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22 masa pajak Mei
f. 2013 paling lambat tanggal 20 Juni 2013.

“Ilmu ibarat seperti air. Maka rendahkanlah hatimu dihadapan ilmu. Sebab, air hanya
mengalir ke tempat yang lebih rendah.”
Juman Rofarif

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 66


PERPAJAKAN I

PERTEMUAN-6
PPH PASAL 23 DAN 26
Apa saja sih yang dipelajari?
1. Pengertian PPh pasal 23
2. Pemotongan PPh pasal 23
3. Objek dan tarif PPh pasal 23
4. Pengertian PPh pasal 26
5. Pemotongan PPh pasal 26
6. Objek dan tarif PPh pasal 26

A. PPh Pasal 23
1. Pengertian
Pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari bunga, dividen, royalty,
hadiah, sewa, dan penyerahan jasa selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
SPT Masa PPh Pasal 23/26 wajib dilaporkan oleh Pemotong PPh Pasal 23,
paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir (dalam hal
terdapat pemotongan). PPh Pasal 23 yang dipotong disetorkan paling lama tanggal 10
bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

2. Pemotongan
a. WP Badan
1) Badan pemerintah
2) Subjek pajak badan dalam negeri
3) Penyelenggara kegiatan
4) Bentuk usaha tetap (BUT)
5) perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
b. WP Orang Pribadi (dengan SK penunjukan)
1) Akuntan, arsitek, dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali
PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan
pekerjaan bebas
2) Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 67


PERPAJAKAN I

Dividen (kecuali dividen yang


Sewa dan penghasilan lain
diterima orang pribadi)
sehubungan dengan
Bunga penggunaan harta (selain
Royalti sewa Pasal 4 ayat 2)

Hadiah, penghargaan, bonus, Jasa teknik, manajemen,


dan sejenisnya (selain PPh konstruksi, konsultan, dan
Pasal 21) jasa lain (selain PPh Pasal 21)

15% 2%

Jumlah bruto tidak termasuk PPN

Jika tidak memiliki NPWP, dikenakan tarif 100% lebih tinggi


3. Objek dan Tarif
a. Dividen  kepada badan usaha
Merupakan semua bagian laba yang dibagikan badan kepada pemiliknya tanpa
melihat nama dan bentuknya.
b. Bunga  selain bunga dari bank
Premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang,
termasuk bagi hasil, margin, ujroh yang ada dalam sistem usaha berbasis syariah
yang tidak membolehkan adanya riba berupa bunga sepanjang pembayaran
tersebut merupakan penghasilan yang diterima pihak ketiga atas penyertaan dana
yang tidak termasuk sebagai modal perusahaan.
c. Royalti
Merupakan jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau
perhitungan apapun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak.
d. Hadiah atau penghargaan  selain yang telah dipotong PPh pasal 21
1) Objek Pajak
Hadiah perlombaan, penghargaan dan prestasi tertentu, dan hadiah
sehubungan dengan pekerjaan atau pemberian jasa.

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 68


PERPAJAKAN I

Wajib Pajak Pengenaan PPh Jenis PPh


WP DN OP Tarif Pasal 17 x PhKP PPh pasal 21
WP DN Badan/BUT 15% X Ph Bruto PPh pasal 23
WP LN selain BUT 20% X Ph Bruto (P3B) PPh pasal 26

2) Bukan Objek Pajak


Hadiah yang diberikan kepada semua pembeli/konsumen akhir tanpa diundi.
Hadiah diterima langsung oleh konsumen akhir saat pembelian barang/jasa.
e. Sewa  selain sewa tanah dan/atau bangunan
Merupakan penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan
kesepakatan untuk memberikan hak menggunakan harta selama jangka waktu
tertentu, baik dengan perjanjian tertulis maupun tidak tertulis, sehingga harta
tersebut hanya dapat digunakan oleh penerima hak selama jangka waktu yang
telah disepakati
f. Imbalan jasa teknik, jasa manajemen, dan jasa konsultan
1) Jasa teknik : Pemberian jasa dalam bentuk pemberian informasi yang
berkenaan dengan pengalaman dalam bidang industry, perdagangan, dan ilmu
pengetahuan
2) Jasa manajemen : Pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam
pelaksanaan atau pengelolaan manajemen
3) Jasa konsultan : Pemberian advis (petunjuk, pertimbangan, atau nasihat)
professional dalam suatu bidang usaha, kegiatan, atau pekerjaan yang dilakukan
oleh tenaga ahli atau perkumpulan tenaga ahli, yang tidak disertai dengan
keterlibatan langsung para tenaga ahli tersebut dalam pelaksanaannya
g. Imbalan jasa lainnya (pmk-141/pmk.03/2015)
Termasuk PPh pasal 23 apabila dibayar pemotong PPh pasal 23 dan jenis jasa
terdapat dalam (pmk-141/pmk.03/2015)

Pengecualian Pemotongan PPh Pasal 23


a. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
b. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan leasing dengan hak opsi
c. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f dan dividen yang
diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c)
d. bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf i
e. sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya
f. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan
yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan
4. Contoh Soal PPh Pasal 23
Cara Menjawab

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 69


PERPAJAKAN I

Contoh Transaksi 1 :
PT EFG pada tanggal 1 membayar royalty sehubungan dengan penggunaan
formula pembuatan sampo dari Light Ltd. yang didirikan dan berkedudukan di
Netherlands sebesar Rp100.000.000,00 belum termasuk PPN.
 Menimbulkan penghasilan
 Penghasilan Jasa/Modal
X Dikecualikan dari objek
X Dikenakan PPh Final
X Penerima Penghasilan WP Badan / OP tertentu (DN)
BUKAN OBJEK PEMOTONGAN PPh 23

Contoh Transaksi 2:
PT EFG pada tanggal 2 membayar tagihan sewa mobil kepada PT Rental Jaya
sebesar Rp20.000.000,00 belum termasuk PPN.
 Menimbulkan penghasilan
 Penghasilan Jasa/Modal
X Dikecualikan dari objek
X Dikenakan PPh Final
 Penerima Penghasilan WP Badan / OP tertentu (DN)

OBJEK PEMOTONGAN PPh 23


PPh 23 yang dipotong = 2% x Rp20.000.000,00 = Rp400.000,00

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 70


PERPAJAKAN I

Contoh Transaksi 3:
PT EFG pada tanggal 3 membayar bunga pinjaman kepada PT HIJ sebesar
Rp20.000.000,00 sesuai perjanjian
 Menimbulkan penghasilan
 Penghasilan Jasa/Modal
X Dikecualikan dari objek
X Dikenakan PPh Final
 Penerima Penghasilan WP Badan / OP tertentu (DN)
OBJEK PEMOTONGAN PPh 23
PPh 23 yang dipotong = 15% x Rp20.000.000,00 = Rp3.000.000,00

B. PPh Pasal 26
1. Pengertian
PPh yang dikenakan kepada Wajib Pajak Luar Negeri selain BUT, atas penghasilan
dari modal dan dari usaha jasa apapun yang diperolehnya dari sumber di Indonesia
tanpa melalui BUT.
2. Pemotongan
a. Pemotong Pajak
1) Badan Pemerintah
2) SPDN
3) Penyelenggara kegiatan
4) BUT
5) Perwakilan Perusahaan LN Lainnya
6) Orang Pribadi yg ditunjuk :
 Yang melakukan pekerjaan bebas
 Yang menyelenggarakan pembukuan
b. Sifat Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
1) Sifat Pemotongan : Final atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1) huruf b dan c UU PPh, kecuali atas penghasilan yang diterima
WPLN yang berubah status menjadi WPDN/BUT
2) Penyetoran : Paling lama tgl 10 bulan berikutnya setelah bulan
terjadinya transaksi Disetor a.n. WP. WP yang dipotong memperoleh bukti
potong
3) Pelaporan : Paling lama tgl 20 bulan berikutnya setelah bulan
terjadinya transaksi
c. Tax Treaty
Tax Treaty adalah perjanjian antara dua negara mengenai pihak yang berhak
untuk mengenakan pajak pada suatu objek yang tercakup dalam perjanjian yang
berasal atau bersumber dari suatu negara dan yang diperoleh Wajib Pajak negara

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 71


PERPAJAKAN I

lain (yang tercakup dalam perjanjian) supaya tidak terjadi pengenaan pajak
berganda.
Pasal 32A UU PPh:
Pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara
lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan
pajak.
PER - 61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda s.d.d. PER - 24/PJ/2010:
Pasal 2:
Pemotong/Pemungut Pajak wajib memotong atau memungut pajak yang terutang
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WPLN sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2008.
Pasal 3:
(1) Pemotong/Pemungut Pajak harus melakukan pemotongan atau pemungutan
pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B, dalam hal :
a. Penerima penghasilan bukan Subjek Pajak dalam negeri Indonesia,
b. Persyaratan administratif untuk menerapkan ketentuan yang diatur dalam
P3B telah dipenuhi
c. Tidak terjadi penyalahgunaan P3B oleh WPLN sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan tentang pencegahan penyalahgunaan P3B.
(2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi,
Pemotong/Pemungut Pajak wajib memotong atau memungut pajak yang terutang
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

3. Objek dan Tarif


a. 20% dari Pekiraan Penghasilan Neto
 Dividen
 Bunga
 Royalti, Sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
 Imbalan sehub. jasa, pekerjaan & keg.
 Hadiah & pengharg.
 Pensiun & pemb. Berkala lainnya
 Premi swap & transaksi lindung nilai lainnya
 Keuntungan pembebasan utang

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 72


PERPAJAKAN I

Penghasilan dari penjualan/pengalihan harta di Indonesia, (kecuali yang diatur


dalam Pasal 4 ayat (2)) yaitu perhiasan mewah, berlian, emas, intan, jam tangan
mewah, barang antik, lukisan, mobil, motor, kapal pesiar, dan/atau pesawat
terbang ringan. 25% dari harga jual
Premi Asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan auransi LN
Jenis Penghasilan Perkiraan Keterangan
Penghasilan
Neto
Premi dibayar tertanggung kepada 50% Pemotongan PPh 26
perusahaan asuransi di LN baik secara dilakukan tertanggung
langsung maupun melalui pialang
Premi dibayar oleh perusahaan asuransi di 10% Pemotongan PPh 26
Indonesia kepada perusahaan asuransi di dilakukan perusahaan
LN baik secara langsung maupun melalui asuransi di Indonesia
pialang
Premi dibayar oleh perusahaan reasuransi 5% Pemotongan PPh 26
di Indonesia kepada perusahaan asuransi di dilakukan perusahaan
LN baik secara langsung maupun melalui reasuransi di Indonesia
pialang

b. 20% dari Jumlah Bruto


 Penghasilan dari penjualan/pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatur
dalam Pasal 4 ayat (2)
 Premi Asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi LN
 Penghasilan dari penjualan saham di dalam negeri
 Penghasilan dari penjualan/pengalihan saham sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat (3c)
c. 20% dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak
 Branch Profit Tax
Contoh Soal 1:
Done Preksi adalah pegawai asing yang berada di Indonesia kurang dari 18 hari.
Dia berstatus menikah dan mempunyai 2 orang anak. Ia memperoleh gaji pada bulan
Maret 2016 sebesar US$2,500 sebulan. Kurs Menteri Keuangan pada saat pemotongan
adalah Rp 13.394,00,00 untuk US$ 1.00.
Penghitungan PPh Pasal 26 Penghasilan bruto berupa gaji sebulan adalah:
US$2,500 xRp 13.394,00 = Rp33.485.000,00
PPh Pasal 26 terutang adalah:
20% X Rp33.485.000,00 = Rp6.697.000,00

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 73


PERPAJAKAN I

Contoh Soal 2:
PT XYZ adalah perusahaan tekstil di Surakarta. Perusahaan tersebut membayar
premi asuransi kepada Protection, Ltd. yang berada di Singapura sebesar
Rp360.000.000. Hitunglah berapa besarnya PPh yang terutang atas transaksi tersebut!
Catatatn: Tarif Tax Treaty Indonesia-Singapura adalah 15%, dan Indonesia memiliki
hak untuk memajaki.

PPh yang terutang adalah PPh Pasal 26


PPh Pasal 26 = 15% x (50% x Rp360.000.000) = Rp27.000.000
PT Scamander menyetorkan PPh Pasal 26 yang dipotong, membuat bukti pemotongan
PPh Pasal 26, dan melaporkan pemotongan tersebut ke KPP.
Contoh Soal 3:
PT ABC terdaftar di KPP DEF XXX. Pemegang saham perusahaan tersebut
adalah Wo Ai Ni, Ltd. (100%) dan berdomisili di Singapura. Perusahaan menjual
kepemilikannya kepada Hang Hang Hanger, Ltd. Sebesar 100% pada tanggal 6
Oktober 2015 dengan nilai penjualan sebesar Rp500.000.000.000,00. Wo Ai Ni, Ltd.
membeli saham tersebut tahun 2011 dengan harga perolehan Rp350.000.000,00.
Hitung PPh yang terutang atas transaksi tersebut!
Catatan: Tarif Tax Treaty Indonesia-Singapura adalah 15%, dan Indonesia memiliki
hak untuk memajaki.
Terutang PPh Pasal 26 atas penghasilan dari penjualan saham di DN yang
diterima WPLN. PPh Pasal 26 = 15% x 25% x Rp500.000.000.000 =
Rp1.875.000.000

Bayar pajak bukti cinta


tanah air <3

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 74


PERPAJAKAN I

PERTEMUAN-7
PPH PASAL 4 AYAT (2) DAN PPH PASAL 15

Objek dan Tarif


Pengertian PPh Pemotong PPh
PPh Pasal 4 Ayat
Pasal 4 Ayat (2) Pasal 4 Ayat (2)
(2)

Pengertian PPh Pemotong PPh Objek dan Tarif


Pasal 15 Pasal 15 PPh Pasal 15

A. Pengertian PPh Pasal 4 Ayat (2)


PPh Pasal 4 Ayat (2) atau disebut juga dengan PPh Final adalah pajak yang
dikenakan pada wajib pajak badan maupun wajib pajak pribadi atas beberapa jenis
penghasilan yang mereka dapatkan dan pemotongan pajaknya bersifat final.
Karakteristik PPh Final adalah:
Semua usaha dianggap memiliki laba
Laba kotor/margin laba sudah ditentukan
Umumnya tidak menggunakan tarif progresif (kecuali PPh Ps. 21)
Pengenaannya diatur dengan atau berdasarkan PP

B. Pemotong PPh Pasal 4 Ayat (2)


Pemotong PPh Final adalah:
C. Koperasi
D. Penyelenggara kegiatan
E. Otoritas bursa, dan
F. Bendaharawan

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 75


PERPAJAKAN I

C. Objek dan Tarif PPh Pasal 4 Ayat (2)


1. Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI
Pengecualian:
a. Jumlah deposito, tabungan, diskonto SBI tidak melebihi Rp7.500.00,-
b. Diterima Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank LN di Indonesia
c. Diterima Dana Pensiun yang pendiriannya disahkan Menkeu
d. Bunga tabungan pada bank yg ditunjuk pemerintah dlm rangka pemilikan
RS dan RSS, kavling siap bangun untuk RS dan RSS atau Rumah Susun
Sederhana sesuai ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri
Tarif Pajak: 20%

Contoh perhitungan:

Reza Rahardian menempatkan dananya dalam tabungan mudharabah di Bank


Muamalah Syariah sebesar Rp150.000.000,00. Nisbah/bagi hasil yang disepakati
adalah 60% untuk bank dan 40% untuk nasabah. Pada bulan September 2018,
Bank Amal Syariah memperoleh keuntungan sebesar Rp150.000.000.000,00 dari
total dana nasabah yang dikelola Rp2,5 triliun. Pada tanggal 8 Oktober 2018 Bank
Muamalah Syariah membayarkan bagi hasil sebesar Rp1.500.000,00 kepada Reza.
Bagaimana perlakuan PPh atas pembayaran bagi hasil tersebut?

Pembahasan:

PPh Psal 4 (2) = 20% x Rp1.500.000,- =Rp300.000,-

2. Surat Perbendaharaan Negara


SUN (Surat Utang Negara) adalah surat berharga yang berupa pengakuan utang,
baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing, yang dijamin pembayaran
pokok dan bunganya oleh negara sesuai dengan masa berlakunya
Pengecualian:
a. Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia
b. Dana pension yang pendirian/pembentukannya telah disahkan oleh menteri
keuangan
c. Raksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan lembaga,
selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin
usaha
Tarif Pajak: 20%

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 76


PERPAJAKAN I

3. Penghasilan berupa bunga obligasi


Obligasi adalah surat utang dan surat utang negara, yang berjangka waktu lebih
dari 12 (dua belas bulan).
Pengecualian:
a. Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia
b. Dana pension yang pendirian/pembentukannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan
Contoh soal:

Pada tanggal 1 Juli 2013, PT Mekar Sejahtera menerbitkan obligasi dengan kupon
(interest bearing debt securities) sebagai berikut:

• Nilai nominal Rp10.000.000,00 per lembar.

• Jangka waktu obligasi 5 tahun (jatuh tempo tanggal 30 Juni 2018).

• Bunga tetap (fixed rate) sebesar 18% per tahun, jatuh tempo bunga setiap tanggal
30 Juni dan 31 Desember.

Penerbitan perdana tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). PT Bank Koes & Dian
merupakan kustodian yang ditunjuk sebagai agen pembayaran. PT Batavia Sentosa
pada saat penerbitan perdana membeli 20 lembar obligasi dengan harga di bawah
nilai nominal (at discount) yaitu sebesar Rp9.000.000,00 per lembar. Bagaimana
kewajiban pemotongan dan pemungutan PPh pada saat jatuh tempo bunga tanggal
31 Desember 2013?

Pembahasan:

Bunga Obligasi = (6/12 x 18% x Rp10.000.000) x 20 lembar = Rp18.000.000

PPh Pasal 4 (2) = 15% x Rp18.000.000 = Rp2.700.000

4. Hadiah Undian
Hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan melalui undian.
Nilai hadiah adalah nilai uang/nilai pasar apabila hadiah tersebut diserahkan
dalam bentuk natura

Tarif pajak: 25%

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 77


PERPAJAKAN I

Natura adalah imbalan berupa barang (tangible


asset) seperti beras, gula, parsel, dll.
Kenikmatan merupakan imbalan berupa fasilitas
atau manfaat langsung yang tidak berupa
barang, seperti perumahan, kesehatan,
pendidikan, pajak yang ditanggung atau
dibayarkan perusahaan

Contoh soal:

PT.Kopi Susu adalah sebuah perusahaan kopi yang mengadakan program undian di
salah satu stasiun TV swasta dengan hadiah sebuah sepada motoh seharga
Rp20.000.000,- dengan ketentuan pajak atas hadiah undian tersebut ditanggung
oleh pemenang. Kebetulan yang keluar sebagai pemenang pada undian tersebut
adalah Lucinta Luna. Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh atas
hadiah undian berupa rumah tersebut?

Pembahasan:

PPh Pasal 4 ayat (2) = 25% x Rp20.000.000 = Rp5.000.000

5. Jasa Konstruksi
a. Perencanaan Konstruksi, Mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen
perencanaan pembangunan fisik lain
b. Pelaksanaan Konstruksi, Mewujudkan hasil perencanaan menjadi bentuk
bangunan atau bentuk fisik lain
c. Pengawasan Konstruksi, Pengawasan sejak awal sampai berakhirnya
pelaksanaan pekerjaan konstruksi

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 78


PERPAJAKAN I

Contoh Soal:

PT Kembar Stan merupakan perusahaan yang mempunyai Sertifikat Badan Usaha


Jasa Pelaksanaan Konstruksi yang diterbitkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa
Konstruksi (LPJK) sebagai Badan Usaha Jasa Pelaksanaan Konstruksi Bidang Sipil Sub
Bidang Bangunan-bangunan non perumahan lainnya dengan kualifikasi besar

PT Kembar Stan pada tahun 2017 ditunjuk oleh CV Kakiku selaku pemilik Rumah
Sakit Premier Jurangmangu untuk membangun gedung baru yang akan digunakan
sebagai unit kesehatan ibu dan anak dengan nilai kontrak sebesar
Rp25.000.000.000,00 tidak termasuk PPN. PT Kembar Stan menerima uang muka
kontrak pada saat dimulai pembangunan yaitu pada tanggal 5 Juli 2017 sebesar
Rp5.000.000.000,00.

Termin pembayaran akan dilakukan sesuai dengan tingkat penyelesaian, yaitu:

p5.000.000.000,00 akan dibayarkan setelah pekerjaan dan masa


pemeliharaan selesai.

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 79


PERPAJAKAN I

Pembangunan rumah sakit tersebut harus diselesaikan oleh PT Kembar Stan paling
lama tanggal 31 Desember 2019 dengan masa pemeliharaan selama 6 bulan.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh yang dilakukan oleh CV
Kakiku terkait pembayaran:

1. uang muka kontrak; dan

2. termin pertama apabila dilakukan pada tanggal 31 Desember 2019?

Pembahasan:

Tarif PPh Final yang digunakan adalah sebesar 3% karena terkait dengan
pelaksanaan kontruksi dengan kualifikasi besar. PPh Final yang dipotong atau
dipungut oleh CV Lukulo dilakukan per pembayaran

Untuk uang muka, Rp.5M x 3% = Rp150.000.000

Termin pertama, Rp.5M x 3% = Rp150.000.000

Termin kedua, Rp.5M x 3% = Rp150.000.000

Termin ketiga, Rp.5M x 3% = Rp150.000.000

Sisa, Rp.5M x 3%= Rp150.000.000

6. Persewaan Tanah dan/atau Bangunan


Sewa atas tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun,
apartemen, kondominium, gedung perkantoran, gedung pertokoan, atau
gedung pertemuan termasuk bagiannya, rumah, kantor, toko, rumah toko,
gudang, dan bangunan industry
Jumlah bruto nilai persediaan adalah Semua jumlah yang dibayarkan atau
terutang oleh pihak yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun
yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa, termasuk biaya
perawatan, biaya pemeliharaan, biaya kemanan, dan “service charge”, baik yang
perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan dengan perjanjian
persewaan yang bersangkutan
Tarif Pajak: 10%

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 80


PERPAJAKAN I

7. Selisih Lebih Revaluasi Aset Tetap


Apabila total nilai aktiva tetap di neraca lebih kecil daripada Total nilai aktiva
tetap setelah penilaian kembali maka akan dikenakan PPh Final dengan tariff
10%
8. Penghasilan dari Usaha yang diterima/diperoleh WP dengan peredaran bruto
tertentu
Peredaran bruto yang tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 dalam satu tahun
pajak, Tidak termasuk:
 Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas
 Penghasilan yang ditema atau diperoleh dari LN
 Usaha yang atas penghasilannya telah dikenakan PPh Final
 Penghasilan yang dikecualikan
Tarif = 1% x jumlah peredaran bruto setiap bulan, untuk setiap tempat kegiatan
usaha

 Disetor sendiri paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya


 Setor=lapor sepanjang terdapat NTPN
Contoh soal:

PT Merpati Arum Perkasa bergerak di bidang penjualan alat tulis kantor sejak tahun
2008. Peredaran bruto berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Badan Tahun 2012 sebesar Rp3.600.000.000,00. Penghasilan yang
diterima atau diperoleh PT Merpati Arum Perkasa hanya dari penjualan alat tulis
kantor. Total peredaran bruto atas penjualan alat tulis kantor pada bulan Oktober
2013 sebesar Rp500.000.000,00. Pada tanggal 1 Oktober 2013 PT Merpati Arum
Perkasa mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau
pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan alat tulis kantor kepada
bendahara Pemerintah Kota Wates sebesar Rp40.000.000,00. Pada tanggal 7
Oktober 2013, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PT Merpati Arum Perkasa
menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan telah menerbitkan
Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan Pasal 22 karena PT Merpati Arum
Perkasa telah memenuhi persyaratan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER32/PJ/2013. Bagaimana perlakuan PPh atas transaksi di atas?

Pembahasan:

Penghasilan yang diterima atau diperoleh PT Merpati Arum Perkasa dari penjualan
alat tulis kantor termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha dan

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 81


PERPAJAKAN I

kriteria jumlah peredaran bruto yang diterima atau diperoleh pada tahun pajak
sebelumnya tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 maka PT Merpati Arum Perkasa
memenuhi kriteria yang diatur dalam berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2013

 PPh Pasal 4 (2) atas penjualan alat tulis = 1% x Rp40.000.000 =Rp400.000


 PPh Pasal 4 (2) bulan Oktober = 1% x (Rp500.000.000 - Rp40.000.000)
=Rp4.600.000
 PPh Pasal 22 tidak dipungut Ada SKB

9. Penghasilan Kontraktor usaha hulu migas berupa uplift/imbalan sejenis dan


Penghasilan Kontraktor dari pengalihan participating interest
Badan usaha atau bentuk usaha tetap yang ditetapkan untuk melakukan
eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja berdasarkan kontrak kerja
sama dengan Badan Pelaksana
 Penghasilan Dalam Rangka Kontrak Bagi Hasil
 Penghasilan Dalam Rangka Kontrak Jasa
 Penghasilan Lain di Luar Kontrak
- Uplift atau imbalan lain yang sejenis
- Penghasilan yang berasal dari pengalihan participating interest

10. Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (PP No.34 Tahun 2016)
11. Penjualan Saham di Bursa Efek
12. Dividen yang diterima OP

D. Pengertian PPh Pasal 15


PPh pasal 15 adalah jenis pajak penghasilan yang dikenakan atau dipungut
dari wajib pajak yang bergerak pada industri pelayaran, penerbangan international
dan perusahaan asuransi asing. Bisnis lain yang juga terkena PPh pasal 15 adalah
perusahaan pengeboran minyak dan perusahaan yang berinvestasi dalam bentuk
bangun-guna-serah (build-operate-transfer) yang biasanya terkait dengan proyek-
proyek infrastruktur seperti pembangunan jalan tol, kereta bawah tanah dan lain
sebagainya.

E. Pemotong PPh Pasal 15


1. Badan Pemerintah
2. Subjek Pajak Badan dalam negeri
3. Penyelenggara kegiatan

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 82


PERPAJAKAN I

4. Bentuk usaha tetap


5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya atas penghasilan imbalan jasa
pelayaran dan/atasu penerbangan yang dilakukan melalui perjanjian
sewa/charter

F. Objek dan Tarif PPh Pasal 15


1. Perusahaan pelayaran
 Laba bersih = 6% x Omzet Bruto
 Pajak penghasilan = 1,8% x Omzet Bruto
2. Perusahaan pelayaran dalam negeri
 Laba bersih = 4% x Omzet Bruto
 Pajak penghasilan = 1,2% x Omzet Bruto
3. Pelayaran asing dan/atau perusahaan maskapai penerbangan
 Laba bersih = 6% x Omzet Bruto
 Pajak penghasilan = 2.64% x Omzet Bruto
4. Wajib pajak internasional (WPLN) yang memiliki kantor perdagangan
perwakilan di Indonesia namun tidak memiliki perjanjian bilateral di bawah
perjanjian pajak Indonesia (P3B)
 Laba bersih = 1% x Nilai Ekspor Bruto
 Pajak penghasilan = 0.44% x Nilai Ekspor Bruto
5. Pihak yang melakukan kemitraan dalam bentuk perjanjian bangun-guna-
serah/'build-operate-transfer' (BOT)
 Pajak penghasilan = 5% x bruto nilai tertinggi nilai pasar dengan Nilai Jual
Obyek Pajak (NJOP)

Pembayaran dan Penyampaian Laporan Pajak Penghasilan Pasal
15 (PPh Pasal 15)

Laporan harus diserahkan pada tanggal 20, di bulan di mana pembayaran


pajakdilakukan. Namun, tanggal jatuh tempo pembayaran pajak itu sendiri
bervariasi.

Perusahaan pelayaran, Dibayar paling lambat pada tanggal 10, di bulan setelah
faktur dibuat.

Perusahaan pelayaran dalam negeri; dan pengiriman asing dan / atau perusahaan
penerbangan

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 83


PERPAJAKAN I

 Dibayar pemungut cukai paling lambat pada tanggal 10, di bulan setelah
faktur dibuat; atau
 Dibayar oleh wajib pajak paling lambat pada tanggal 15, di bulan setelah
faktur dibuat.
Wajib pajak internasional (WPLN) yang memiliki kantor perdagangan perwakilan
di Indonesia, namun tidak memiliki perjanjian bilateral di bawah perjanjian pajak
Indonesia (P3B)

 Dibayar oleh wajib pajak paling lambat pada tanggal 15, di bulan setelah
wajib pajak telah menerima pendapatan.
Pihak yang melakukan kemitraan dalam bentuk perjanjian bangun-guna-
serah/'build-operate-transfer' (BOT)

 Dibayar oleh wajib pajak paling lambat pada tanggal 15, di bulan setelah
masa BOT berakhir.

Fakta riset tentang dampak SKS Pada kesehatan:

1. Otak menjadi kekurangan protein


2. Otak panic/lelah
3. Memproduksi hormone kortisol secara berlebih
4. Menyebabkan konsentrasi menurun
Sumber: health.detik.com

TIM SUPLEMEN PANDA 2018 84

Anda mungkin juga menyukai