Anda di halaman 1dari 3

Modul Perpajakan 2

PERTEMUAN 5:
Perhitungan PPN dengan DPP lain
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai penerapan perhitungan Pajak
Pertambahan Nilai dengan DPP Lain Anda harus mampu:
1.1 Memahami pengertian dari DPP Lain
1.2 Memahami perhitungan PPN dengan DPP Lain

B. URAIAN MATERI
Tujuan Pembelajaran 1.1:
Definisi DPP Nilai Lain

Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai dasar pengenaan
pajak yang diatur oleh menteri kuangan. Sampai saat ini menteri keuangan
mengatur nilai lain dalam peraturan menteri keuangan no. 75/PMK.03/2010 yang
telah diubah terakhir dengan peraturan no. 38/PMK.011/2013
• Nilai lain tersebut ditetapkan antara lain:
1. Harga Pokok Penjualan yaitu harga jual atau penggantian dikurangi laba
kotor untuk pemakaian sendiri dan untuk pemberian cuma-cuma
BKP/JKP.
2. Perkiraan harga jual rata-rata untuk penyerahan media rekaman suara
atau gambar.
3. Perkiraan hasil rata-rata per judul film untuk penyerahan film cerita
(tidak termasuk penetapan Nilai Lain untuk film cerita impor).
4. berupa uang yang ditetapkan sebesar Rp 12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah) per copy Film Cerita Impor untuk pemanfaaatan BKP tidak
berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean berupa film
cerita impor (PMK no. 102/PMK.011/2011)
5. Harga jual eceran untuk penyerahan produk hasil tembakau.
6. Harga pasar wajar untuk BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang
menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang masih tersisa
pada saat pembubaran perusahaan.
7. Harga perolehan atau harga pokok penjualan untuk penyerahan BKP
dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BKP antar
cabang.
8. harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan
pembeli untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui pedagang
perantara
9. Harga lelang untuk penyerahan BKP melalui juru lelang
10. Sebesar 20% dari harga jual emas perhiasan atau nilai
penggantian untuk penyerahan emas perhiasan termasuk penyerahan
jasa perbaikan dan modifikasi emas perhiasan serta jasa-jasa lain yang
berkaitan dengan emas perhiasan, yang dilakukan oleh pabrikan emas
perhiasan.
11. Sebesar 10% dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih untuk;
1) penyerahan jasa pengiriman paket; 2) penyerahan jasa biro
perjalanan atau jasa biro pariwisata; 3) penyerahan Jasa Pengurusan
Transportasi (freight forwarding) yang didalam tagihan jasa
pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight
charges).

Tujuan Pembelajaran 1.2:


Cara menghitung PPN dengan DPP Nilai Lain

Pengusaha Kena Pajak “D” menyerahkan Barang Kena Pajak secara Cuma-Cuma
untuk membantu korban bencana merapi Yogyakarta senilai Rp. 330.000.000
termasuk laba 10%. Berapa PPN yang terutang atas penyerahan BKP tersebut
! DPP ​= 100 x harga jual termasuk laba
​ 100 + %laba
= 100 x Rp. 330.000.000
110
= Rp. 300.000.000
PPN = 10% x Rp. 300.000.000
​ = Rp. 30.000.000

! PKP "A" bulan Januari 2015 menjual tunai kepada PKP "B"
100 pasang sepatu @ Rp.100.000,00 = Rp.10.000.000,00 PPN
terutang yang dipungut oleh PKP"A"
10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00
Jumlah yang harus dibayar PKP "B" = Rp.11.000.000,00
! PKP "B" dalam bulan Januari 2016 : Menjual 80 pasang sepatu @
Rp.120.000,00 = Rp. 9.600.000,00 Memakai sendiri 5 pasang sepatu
untuk pemakaian sendiri
Atas penjualan 80 pasang sepatu
10% x Rp.9.600.000,00 = Rp 960.000,00
Atas pemakai sendiri
10% x Rp.500.000,00 = Rp 50.000,00
Jumlah PPN terutang = Rp 1.010.000,0

• Perhitungan PPN untuk barang yang digunakan sendiri/dikirim ke cabang


(PPN tidak terpusat)
Pemakaian sendiri mengandung pengertian bahwa Barang Kena Pajak yang
merupakan barang dagangan atau hasil produksi digunakan untuk kepentingan
Pengusaha Kena Pajak atau digunakan untuk kepentingan pengurus atau
karyawannya. Atas pemakaian sendiri Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena
Pajak atau untuk pengurus dan karyawannya, terutang PPN dan harus dibuatkan
Faktur Pajak dengan menggunakan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sebesar harga
jual Barang Kena Pajak tersebut, tidak termasuk aba kotor
! Dilihat dari tujuan pemakaian sendiri atas hasil produksi sendiri,
Contoh Pemakaian Sendiri untuk Tujuan Konsumtif. Pabrik minimum ringan
menggunakan sebagian dari hasil produksinya untuk konsumsi karyawan. Atas
pemakaian sendiri oleh PKP untuk tujuan konsumtif yang berasal dari
produksinya sendiri tentang PPN. Pajak Keluaran harus dibayar sendiri oleh
pengusaha yang bersangkutan. PPN yang dibayar tersebut merupakan Pajak
Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
Contoh Pemakaian Sendiri untuk Tujuan Produktif. Pabrik mobil/truk
mempergunakan sendiri truk yang diproduksinya untuk kegiatan usaha
mengangkut bahan baku spare parts dari satu tempat ke pabriknya. Atas
pemakaian sendiri ini terutang PPN. Pajak Keluaran harus dibayar sendiri oleh
pengusaha yang bersangkutan. PPN yang dibayar tersebut merupakan Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan.
Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerhan BKP
antarcabang dikenakan pajak. Karena menganut prinsip desentralisasi Pengusaha
Kena pajak, maka baik kantor pusat maupun kantor cabang dengan nama dan
bentuk apa pun masing-masing dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak oleh
KKP setempat. Akhirnya penyerahan BKP dari kantor pusat ke kantor cabang
atau sebaliknya dan penyerahan antarcabang dikenakan pajak

C. SOAL LATIHAN/TUGAS
1. Pengusaha Kena Pajak “A” menyerahkan Barang Kena Pajak secara
Cuma-Cuma untuk membantu korban bencana merapi Yogyakarta
senilai Rp.350.000.000 termasuk laba 25%. Berapa PPN yang terutang
atas penyerahan BKP tersebut
2. PKP "A" bulan Januari 2015 menjual tunai kepada PKP "B"
250 pasang sepatu @ Rp.150.000 PKP "B" dalam bulan Januari 2016 :
Menjual 200 pasang sepatu @ Rp.190.000,00 dan Memakai sendiri 15
pasang sepatu untuk pemakaian sendiri, berapakah PPN terutangnya?

D. DAFTAR PUSTAKA
Anastasia Diana, ​Lislis Setiawati, 2009, Perpajakan Indonesia, Konsep,
Aplikasi dan Penuntun Praktis, Andi, Yogyakarta.

BFI, 2014, Pajak Terapan Brevet A & B, Modul-


1, ​Bina ​Fiskal ​Indonesia, Tangerang Selatan.

BFI, 2014, Pajak Terapan Brevet A & B, Modul-


2, ​Bina ​Fiskal ​Indonesia, Tangerang Selatan.
Jeni susyanti, Ahmad Dahlan, 2015, Perpajakan untuk praktisi dan akademisi,
Empat Dua Media, Malang Jawa Timur
Mardiasmo, 2011, Perpajakan Edisi revisi, Andi, Yogyakarta
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 46 Tahun 2009, tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang No. 8 Tahun 1983, tentang “Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang
Mewah”

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 19 Tahun 2000, tentang Perubahan


atas Undang-Undang No. 19 Tahun 1997, tentang “Penagihan Pajak
Dengan Surat Paksa”

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 12 Tahun 1994, tentang Perubahan


atas Undang-Undang No. 12 Tahun 1985, tentang “Pajak Bumi dan
Bangunan”

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 21 Tahun 1997, tentang “Bea


Perolehan Hak Atas Tanah Pajak Bumi dan Bangunan”

Siti Resmi, Perpajakan teori dan kasus, Salemba Empat

Waluyo, Perpajakan Indonesia Edisi 10 , Salemba Empat


S1 Manajemen Universitas Pamulang
1

Anda mungkin juga menyukai