NPM : 1402150157
Kelas : AK-39-05
SOAL QUIZ GANJIL 2017
Akun pendapatan akan dibedakan menjadi 2 jenis yaitu pendapatan-LRA yang berbasis kas
yang nantinya akan masuk sebagai komponen LRA dan pendapatan-LO yang berbasis akrual
yang nantinya akan masuk ke laporan operasional.
Untuk akun belanja akan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan LRA yang berbasis
kas sementara untuk laporan operasional akan digunakan terminologi beban.
Sisa penggunaan anggaran di LRA nantinya akan dinamakan sisa anggaran lebih (SAL)
sementara laporan operasional akan menghasilkan surplus/defisit-LO.
Jurnal Korolari
Jurnal korolari muncul karena di satu sisi pengakuan akun-akun LRA menggunakan basis kas
sementara akun neraca menggunakan basis akrual. Undang-undang mengharuskan supaya
semua penerimaan dan pengeluaran kas harus melalui LRA dan dicatat sebagai realisasi
pendapatan dan belanja. Sebagai contoh ketika pemerintah menerima pembayaran pajak
maka akan dicatat (pada SAKUN)
Jurnal di atas sudah barang tentu hanya akan mempengaruhi LRA (pada akun pendapatan)
dan kas pada neraca. Namun masalah akan muncul ketika pemerintah melakukan realisasi
belanja modal dimana di satu sisi pemerintah harus melakukan penjurnalan akun LRA namun
di sisi lain pemerintah harus mengakui penambahan aset di neraca sebagai konsekuensi
penggunaan basis akrual di neraca. Masalah ini diatasi dengan menggunakan jurnal yang
disebut dengan jurnal korolari. Dengan menggunakan jurnal korolari disamping melakukan
penjurnalan realisasi belanja modal, di sisi lain dapat dibuat neraca yang berbasis akrual.
Jurnal korolari dalam kasus ini dilakukan dengan melakukan pendebetan aset dan
pengkreditan akun ekuitas dana.
Pertanyaan yang sekarang timbul apakah jurnal korolari masih diperlukan ketika basis akrual
diterapkan dalam akuntansi pemerintah?
Selama ini jurnal korolari digunakan sebagai jembatan yang menghubungkan antara basis kas
yang digunakan dalam akuntansi LRA dengan basis akrual yang digunakan di neraca. Namun
dengan penggunaan basis akrual untuk menghasilkan laporan operasional maka secara
akuntansi perkiraan riil di neraca sudah terhubung dengan perkiraan nominal di laporan
operasional. Dalam hal ini laporan operasional dapat diibaratkan sebagai laporan laba rugi di
akuntansi konvensional yang terhubung dengan neraca dimana surplus/defisit-LO pada
laporan operasional (laba/rugi pada akuntansi konvensional) nantinya akan terhubung dengan
neraca melalui laporan perubahan ekuitas.
Kondisi bahwa basis akrual mampu menghubungkan transaksi yang melibatkan akun riil dan
nominal membawa konsekuensi jurnal korolari tidak diperlukan lagi dalam akuntansi
pemerintah karena setiap transaksi yang melibatkan akun neraca akan dapat terakomodasi
dalam basis akrual ini. Dengan mengambil contoh pembelian aset di atas maka secara akrual
akan langsung diakui pada debit akun aset dan di kredit pada kas sehingga perkiraan aset
akan langsung muncul di neraca.
Jurnal akrual yang disebutkan pada paragraf sebelumnya hanya bisa menghasilkan LO,
Neraca, LAK dan Laporan Perubahan Ekuitas, sementara PSAP juga mensyaratkan untuk
menghasilkan LRA dan Laporan Perubahan SAL. Permasalahan menjadi kompleks ketika
basis akuntansi yang digunakan untuk menghasilkan kedua kelompok laporan ini berbeda,
LO, Neraca, LAK dan Laporan Perubahan Ekuitas menggunakan basis akrual sementara
sisanya menggunakan basis kas. Sehingga menurut penulis, jurnal yang nantinya akan
digunakan harus mampu untuk menghasilkan kedua laporan yang basisnya berbeda ini.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa diperlukan modifikasi jurnal yang selama ini kita kenal
di basis cash toward accrual ketika kita ingin menggunakan basis akrual tetapi tetap dapat
menghasilkan LRA yang berbasis kas, dan jurnal korolari yang ada di basis cash toward
accrual dihapuskan karena sudah terakomodasi dalam jurnal akrual.
Jawab : PSAK 45, organisasi nirlaba perlu menyusun setidaknya 4 jenis laporan keuangan
sebagai berikut:
1. Laporan posisi keuangan (neraca) pada akhir periode laporan
2. Laporan aktivitas untuk suatu periode pelaporan
3. Laporan arus kas untuk suatu periode pelaporan
4. Catatan atas laporan keuangan
Ruang Lingkup
a) Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapkan
pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber
daya yang diberikan.
b) Menghasilkan barang dan/atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan kalau suatu
entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para
pendiri atau pemilik entitas tersebut.
c) Ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, ju arti bahwa kepemilikan
dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkah, atau ditebus kembali, atau
kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas
pada likuidasi atau pembubaran entitas
Contohnya :
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa PAD merupakan aspek yang dangat
menentukan keberhasilan suatu daerah dalam menyelenggarakan desentralisasi. Semakin
tinggi PAD maka semakin besar kemampuan keuangan daerah untuk membiayai belanja
pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan. Kriteria penilaian tingkat desentralisasi
fiskal dapat dikategorikan seperti tabel 2.1 berikut ini:
TABEL. 1
KRITERIA PENILAIAN TINGKAT DESENTRALISASI FISKAL
Prosentase PAD Tingkat Desentralisasi
terhadap TPD Fiskal
0,00 – 10,00 Sangat Kurang
10,01 – 20,00 Kurang
20,01 – 30,00 Sedang
30,01 – 40,00 Cukup
40,01 – 50,00 Baik
> 50,00 Sangat Baik
Sumber: Tim Litbang Depdagri – Fisipol UGM, 1991 dalam Bisma (2010:78)
Sumber: Tim Litbang Depdagri – Fisipol UGM, 1991 dalam Bisma (2010:77)
Rasio Kemandirian = Pendapatan Asli Daerah / (Transfer Pusat + Propinsi + Pinjaman) X100
%
Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan
keuangan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan
dan pelayanan kepada masyarakat, yang diukur dengan rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terhadap jumlah bantuan pemerintah pusat dan pinjaman (Bisma, 2010:77).
Senada dengan pendapat di atas, Mahmudi (2010: 143) yang mengatakan bahwa:
“Rasio efektivitas PAD dihitung dengan cara membandingkan realisasi penerimaan PAD
dengan target PAD (dianggarkan). Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:
Rasio Efektivitas PAD = Realisasi Penerimaan PAD / Target Penerimaan PAD X 100%
SISTEMATIKA
Standar Pemeriksaan ini disusun menurut sistematika sebagai berikut:
PENDAHULUAN STANDAR PEMERIKSAAN
PSP 01 : STANDAR UMUM
PSP 02 : STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KEUANGAN
PSP 03 : STANDAR PELAPORAN PEMERIKSAAN KEUANGAN
PSP 04 : STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KINERJA
PSP 05 : STANDAR PELAPORAN PEMERIKSAAN KINERJA
PSP 06 : STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU
PSP 07 : STANDAR PELAPORAN PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU