Anda di halaman 1dari 13

R E VA L UA S I A K T I VA T E TA P

Tarif PPh Penilaian Kembali Aktiva Tetap

• Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva adalah merupakan objek


pajak penghasilan (Pasal 4m UU PPh No. 36 tahun 2008).

• Atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas, nilai
sisa buku fiskal semula di kenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final
sebesar 10%
Contoh :
PT. ABC pada awal tahun 2006 membeli aktiva tetap berupa mesin seharga Rp
920 juta. Dari data pembukuan diinformasikan perusahaan menggunakan
metode penyusutan garis lurus dan di golongkan dalam aktiva tetap kelompok
2 (masa manfaat 8 tahun). Pada awal tahun 2010, perusahaan jasa penilai
(appraiser) yang diakui pemerintah melaporkan nilai wajar mesin saat ini
sebesar Rp 700 juta.
Pertanyaan :
Apakah perusahaan PT ABC sebaiknya melakukan revaluasi, bila :
a. PT ABC tidak mengalami rugi fiskal
b. PT ABC mengalami rugi fiskal tahun 2006 sebesar Rp 800 juta dan hingga
tahun 2010 baru dilakukan kompensasi kerugian sebesar Rp 500 juta,
sedangkan laba tahun berjalan tahun 2011 diprediksi sebesar Rp 500 juta.
Jawab :
A. Bila perusahaan tidak mengalami rugi fiskal (s/d tahun 2010)

Harga perolean Mesin Rp 920 juta


Akumulasi Penyusutan (2006-2010) Rp 575 juta (5/8x920jt)
Nilai buku mesin Rp 345 juta
Nilai revaluasi Rp 700 juta
Selisih lebih penilaian kembali Rp 355 juta

Selisih lebih penilaian kembali tersebut bukanlah perkiaraan pendapatan bagi


perusahaan, tetapi terwujud dalam penambahan atau penurunan nilai aktiva tetap akibat
revaluasi, serta perkiraan lawannya (contra account) dibukukan dalam akun modal
(ekuitas) dengan nama “selisih penilaian kembali aktiva tetap”, sehingga penyusutan di
tahun berikutnya didasarkan atas nilai baru setelah revaluasi. Atas selisih lebih penilaian
kembali tersebut dikenakan PPh Final 10% atau sebesar 35,5 juta.
Karena perusahaan tidak mengalami rugi fiskal, maka pertimbangannya adalah
dengan cara membandingkan nilai tunai (present value) dari kenaikan biaya penyusutan
setelah revaluasi dengan cash flow perusahaan yang keluarkan untuk membayar PPh Final.
Bila nilai tunai penyusutan tersebut lebih besar dari PPh Final 10%, maka tindakan revaluasi
tersebut dapat dijalankan.
Jawab :
B. Bila perusahaan mengalami rugi fiskal
Rugi Fiskal tahun 2006 Rp 800 juta
Kompensasi kerugian terhadap laba 2011 Rp 500 juta
Kompensasi kerugian yang hangus
Bila perusahaan tidak melakukan revaluasi Rp 300 juta

Sesuai Pasal 6 ayat (2) UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak


Penghasilan, kompensasi kerugian ditetapkan selama 5 tahun.

Kompensasi kerugian terhadap laba perusahaan telah dilaksanakan dari tahun 2006 s.d
2010 (4 tahun) tinggal sisa 1 tahun. Perusahaan dapat melakukan revaluasi pada awal
tahun 2011, karena “Selisih lebih penilaian kembali” tersebut harus di kompensasi dulu
terhadap rugi fiscal, sehingga tidak dikenakan PPh Final.
Jawab :

Bila tidak dilakukan revaluasi, maka perusahaan akan rugi karena kompensasi
kerugian yang hangus Rp. 300 juta.

Bagaimana bila perusahaan mealkukan revaluasi, apa dampaknya terhadap PPh Final?

Selisih lebih penilaian kembali Rp 355 juta (kredit)


Rugi fiscal tahun 2011 Rp 800 juta (debit)
Selisih lebih penilaian kembali (net)
setelah kompensasi Rp 445 juta (debit)

Bila perusahaan melakukan revaluasi, maka perusahaan tidak perlu membayar PPh
Final 10% karena akun “selisih lebih penilaian kembali (net) setelah kompensasi
masih negatif.
Tambahan biaya yang timbul dari “selisih lebih penilaian kembali” sebesar Rp. 355
juta tersebut dapat dibiayakan secara bertahap melalui penyusutan sesuai dengan
umur aktiva yang bersangkutan setelah revaluasi.
SURPLUS REVALUASI
BAGAIMANA PERLAKUAN AKUNTANSINYA?

• Dalam PSAK No.16 paragraph 39 diatur: Jika jumlah asset tercatat


meningkat akibat revaluasi, kenaikan tersebut langsung di kredit ke
ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Namun kenaikan tersebut harus
diakui dalam laporan laba rugi hingga sebesar jumlah penurunan nilai
asset akibat revaluasi yang pernah diakui sebelumnya dalam laporan
laba rugi.

• Dalam PSAK No.16 paragraph 40 diatur: Jika jumlah asset tercatat


turun akibat revaluasi, penurunan tersebut diakui dalam laporan laba
rugi. Namun penurunan nilai akibat revaluasi tersebut langsung didebit
ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi selama penurunan tersebut
tidak melebihi saldo kredit surplus revaluasi untuk asset tersebut.
Contoh :
Pada awal tahun 2009, PT Abx yang bergerak di bidang usaha perkebunan
kelapa sawit membeli traktor dengan harga perolehan sebesar Rp 600 juta.
Mesin traktor tersebut masuk dalam kelompok II dalam UU Pajak
Penghasilan dengan masa manfaat 8 tahun, dan untuk penyusutan aktiva
tetapnya menggunakan metode garis lurus. Diasumsikan tidak ada nilai residu.

Pengakuan awal di PT Abx :


Harga perolehan mesin traktor yang dibeli
tgl. 2 Jan 2009 Rp 600 juta
Akum penyusutan mesin traktor s/d 31 Des 2010 Rp 150 juta
Nilai buku (book value) per 31 Des 2010 Rp 450 juta

Sehingga jurnal penyesuaiannya tahun 2009 dan 2010 sebagai berikut :


Tgl 31 Des 2009
D. Beban penyusutan mesin traktor Rp 75 juta
K.Akum.penyusutan mesin traktor Rp 75 juta
Tgl 31 Des 2010
D. Beban penyusutan mesin traktor Rp 75 juta
K.Akum.penyusutan mesin traktor Rp 75 juta

Dalam rangka pengukuran asset tetapnya setelah pengakuan awal, Direksi PT


ABx memutuskan untuk menggunakan model revaluasi terhitung awal
tahun 2011. Berdasarkan revaluasi asset tetap per 31 Des 2010 diketahui nilai
wajar mesin tractor tersebut Rp. 550 juta. Oleh sebab itu untuk pengukuran
asset tetap-nya dibukukan sbb:

Jurnal penyesuaian per 31/12/2010 sbb:


Alternatif I: D.Akum. Penyusutan mesin traktorRp. 100 juta
K. Surplus revaluasi Rp. 100 juta

Alternatif II: D.Akum. Penyusutan mesin traktorRp. 150 juta


K. Mesin Traktor (600 juta-550 juta) Rp. 50 juta
K. Surplus revaluasi Rp. 100 juta
Pada pasal 5 PMK Nomor 79/PMK.03/2008 mengenai pengenaan PPH
yang bersifat final sebesar 10% atas selisih lebih revaluasi aktiva tetap.

Jurnal adjustment Tgl 31 Desember 2011 :


Alternatif 1 : D.Akumulasi Penyusutan Mesin Traktor 100.000.000
K.Surplus revaluasi 90.000.000
K.Utang PPH Final 10.000.000

Alternatif 2 : D.Akumulasi Penyusutan Mesin Traktor 150.000.000


K.Mesin Traktor 50.000.000
K.Surplus Revaluasi 90.000.000
K.Utang PPh final (10% x 100 juta) 10.000.000
CONTOH KASUS
PT. Melati pada tahun 2005 membeli aktiva tetap berupa mesin dengan
harga perolehan Rp. 4.000.000.000. Mesin tersebut termasuk dalam aktiva
Kelompok I (masa manfaatnya 4 tahun) dan selama ini perusahaan
menggunakan metode penyusutan garis lurus. Pada awal tahun 2008
berdasarkan penilaian dari perusahaan jasa penilai yang diakui pemerintah,
nilai wajar dari mesin sebesar Rp. 6000.000.000. Apakah perusahaan
sebaiknya melakukan revaluasi? Jika kondisi perusahaan diasumsikan
sebagai berikut:
a. Perusahaan tidak mempunyai rugi fiskal.
b. Tahun 2003 perusahaan mengalami rugi fiskal sebesar Rp.
10.000.000.000 dan sampai tahun 2007 baru sebesar Rp. 5000.000.000
yang telah dikompensasi dan laba tahun berjalan diprediksi Rp.
2000.000.000.
JAWABAN
A. Bila perusahaan tidak mengalami rugi fiskal
Jika dilakukan revaluasi:
• Harga perolehan mesin Rp. 400.000.000
• Akumulasi penyusutan Rp. 150.000.000
• Nilai buku mesin Rp. 250.000.000
• Nilai revaluasi Rp. 600.000.000
• Selisih lebih penilaian kembali Rp. 350.000.000

Atas selisih lebih penilaian kembali tersebut dikenakan PPh Final 10%
10% x Rp. 350.000.000 = Rp. 35.000.000

B. Bila perusahaan mengalami rugi fiskal


Rugi Fiskal tahun 2003 Rp 500 juta
Kompensasi kerugian terhadap laba 2011 Rp 200 juta
Kompensasi kerugian yang hangus
Bila perusahaan tidak melakukan revaluasi Rp 300 juta
Jawab :

Bila tidak dilakukan revaluasi, maka perusahaan akan rugi karena kompensasi
kerugian yang hangus Rp. 300 juta.

Bagaimana bila perusahaan melakukan revaluasi, apa dampaknya terhadap PPh Final?

Selisih lebih penilaian kembali Rp 350 juta (kredit)


Rugi fiskal Rp 500 juta (debit)
Selisih lebih penilaian kembali (net)
setelah kompensasi Rp 150 juta (debit)

Anda mungkin juga menyukai