Anda di halaman 1dari 27

SEMINAR PERPAJAKAN

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN


(BPHTB)

Oleh :
Kevin Agustinus 1451110
Muhammad Fauzi Siregar 1551195

Kelas AK-B

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BANDUNG
2018
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................................ i

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar belakang ........................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 2

2.1 Pengertian Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) ...... 2

2.1.1 Filosofi Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) ... 2

2.2 Dasar Hukum BPHTB .............................................................................. 3

2.3 Subjek dan Objek BPHTB ........................................................................ 3

2.3.1 Subjek BPHTB ................................................................................... 3

2.3.2 OBJEK BPHTB ................................................................................. 4

2.3.2.1 Yang menjadi objek pajak BPHTB ............................................. 4

2.3.2.1 Objek Pajak yang Tidak Dikenakan BPHTB .............................. 5

2.4 Jenis - Jenis Hak dan Tanah ...................................................................... 5

2.5 Dasar Pengenaan, Tarif Dan Cara Perhitungan BPHTB ........................... 6

2.5.1 Dasar Pengenaan BPHTB .................................................................. 6

2.5.2 Tarif BPHTB ...................................................................................... 7

2.5.2 Cara Perhitungan BPHTB .................................................................. 8

2.6 Saat Dan Tempat BPHTB Terutang.......................................................... 9

2.7 Tata Cara Pembayaran,Penetapan,Dan Penagihan BPHTB .................... 10

2.7.1 Pembayaran BPHTB ........................................................................ 10

2.7.2 Penetapan BPHTB ........................................................................... 10

2.7.3 Penagihan BPHTB ........................................................................... 11

2.8 Tata Cara Dan Keberatan Banding ......................................................... 11

i
2.8.1 Keberatan BPHTB ........................................................................... 11

2.8.2 Banding BPHTB .............................................................................. 13

2.9 Pengurangan BPHTB .............................................................................. 13

BAB III KASUS ................................................................................................... 20

3.1 Contoh Menghitung BPHTB................................................................... 20

3.2 Berita BPHTB ......................................................................................... 21

BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 23

4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pajak adalah iuran kas rakyat kepada kas negara berdasarkna undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum. Pajak merupakan kontribusi wajib warga negara
berdasarkan PP 46 tahun 2013 artinya setiap orang memiliki kewajiban untuk
membayar pajak.
Pajak juga memiliki fungsi diantaranya yaitu fungsi budgetair (sumber
keuangan negara) dan fungsi regularend (pengatur) (Buku Siti resmi Perpajakan
teori dan kasus, salemba empat halaman 3). Pajak memiliki jenis diantaranya
menurut golongan yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung lalu kemudian
menurut sifat yaitu pajak subjektif dan pajak objektif, kemudian yang terakhir
menurut lembaga pemungut yaitu pajak negara (pajak pusat), pajak daerah dan
retribusi daerah (siti resmi perpajakan teori dan kasus halaman 7-8).
Ketentuan mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB) diatur dalam UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan sebagaimana terakhir diubah dengan UU no. 20 tahun 2000.
Undang-undang no. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali perubahan, Pertama : UU No. 7 tahun 1991, ke-dua : UU No. 10
tahun 1994, Ke-tiga : UU No. 17 tahun 2000, ke-empat UU Pajak Pengahasilan
No. 32 tahun 2008 dan diubah menjadi PP No. 34 Tahun 2016 Tentang Tarif Baru
PPh Final atas Pengalihan Hak Atas Tanah/Bangunan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang
dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.Perolehan Hak atas
Tanah dan atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang
mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi
atau badan.
Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, beserta
bangunan diatasnya sebagaimana dalam undang-undang nomor 5 tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku

2.1.1 Filosofi Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan


(BPHTB)

Filosofi utama yang melandasi pajak ialah peran serta masyarakat


dalam pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan serta kemakmuran
rakyat melalui peningkatan penerimaan Negara dengan cara pengenaan
pajak. Mengapa BPHTB dinamai Bea, bukan Pajak ?Tidak banyak yang
tahu mengapa BPHTB dinamai dengan bea dan bukan pajak. Ternyata ada
beberapa ciri khusus yang membuatnya dinamai bea.
 Ciri pertama, saat pembayaran pajak terjadi lebih dahulu daripada saat
terutang. Contohnya, pembeli tanah bersertifikat sudah diharuskan
membayar BPHTB sebelum terjadi transaksi (sebelum akta dibuat dan
ditandatangani). Hal ini terjadi juga dalam Bea Meterai. Siapapun
pihak yang membeli meterai tempel berarti ia sudah membayar Bea
Meterai, walaupun belum terjadi saat terutang pajak.
 Ciri kedua adalah frekuensi pembayaran bea terutang dapat dilakukan
secara insidentil ataupun berkali-kali dan tidak terikat dengan waktu.
Misalnya membeli (membayar) meterai tempel dapat dilakukan kapan

2
saja, demikian pula membayar BPHTB terutang. Hal ini tentunya
berbeda dengan pajak, yang harus dibayar sesuai dengan waktu yang
sudah ditentukan.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan dikenakan terhadap
orang atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
Perolehan atas suatu hak atas tanah dan atau bangunan ini bisa diartikan
bahwa orang atau badan tersebut mempunya nilai lebih atas tambahan atau
perolehan hak tersebut. Dimana tidak semua orang mempunyai
kemampuan lebih untuk mendapatkan tanah dan atau bangunan.

2.2 Dasar Hukum BPHTB


Dasar hukum BPHTB adalah Undang-Undang Nomor 21 tahun 1997 jo.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Kemudian pajak ini masuk dalam UU No. 28 Tahun 2009 tentang PDRD Pasal 85
sampai dengan Pasal 93. Peraturan terkait lainnya antara lain:
 Peraturan Pemerintah Nomor 111 s.d. 114 tahun 2000
 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2004 tentang
Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 91/PMK.03/2006
 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 tentang Tata
Cara Penentuan Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana terakhir diubah
dengan PMK Nomor 14/PMK.03/2009.

2.3 Subjek dan Objek BPHTB

2.3.1 Subjek BPHTB


Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak
atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban

3
membayar BPHTB menurut perundang-undangan perpajakan yang
menjadi Wajib Pajak.

2.3.2 OBJEK BPHTB


Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan (disengaja)
atau peristiwa hukum (otomatis / tidak disengaja) yang mengakibatkan
diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau
badan. Contoh peristiwa hukum adalah warisan karena pemilik meninggal
dunia.

2.3.2.1 Yang menjadi objek pajak BPHTB


Yang menjadi objek pajak BPHTB adalah perolehan hak
atas tanah dan atau bangunan, perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan, meliputi :
1. Pemindahan hak karena :
a. jual beli;
b. tukar-menukar;
c. hibah;
d. hibah waris;
e. waris;
f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
h. penunjukan pembeli dalam lelang;
i. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan
hukum tetap;
j. penggabungan usaha;
k. peleburan usaha;
l. pemekaran usaha;
m. hadiah;

4
2. Pemberian hak baru karena :
a. pelanjutan pelepasan hak;
b. diluar pelepasan hak

Hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun atau hak
pengelolaan.

2.3.2.1 Objek Pajak yang Tidak Dikenakan BPHTB


Objek Pajak yang Tidak Dikenakan BPHTB adalah objek
pajak yang diperoleh :
1. Perwakilan diplomatic, konsulat berdasarkan asas perlakuan
timbale balik;
2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk
pelaksanaanpembangunan guna kepentingan umum;
3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditetapkan oleh Menteri dengan syarat tidak menjalankan
usaha atau menjalankan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas
badan atau perwakilan organisasi;
4. Orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan
hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
5. Orang pribadi atau badan karena wakaf;
6. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan
ibadah.

2.4 Jenis - Jenis Hak dan Tanah


1. Diatur dalam UU Pokok Agraria (UU No. 5 / 1960):
 Hak milik, yaitu hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang pribadi atau badan hukum tertentu yang ditetapkan
oleh pemerintah,

5
 Hak guna usaha , yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai
langsung oleh negara dalam jangka waktu sebagaimana yang
ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku,
 Hak guna bangunan, adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka
waktu yang ditetapkan dalam undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria,
 Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil
dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang
lain sesuai dengan perjanjian, yang bukan perjanjian sewa menyewa
atau perjanjian pengolahan tanah sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku,
2. Diatur dalam UU Rumah Susun (UU No. 16 / 1985):
Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas satuan yang
bersifat bagian bersama benda bersama, tanah bersama yang semuanya
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang
bersangkutan,Diatur dalam PP No. 8 Tahun 1953:
3. Hak pengelolaan yaitu hak menguasai dari negara yang kewenangan
pelaksanaanya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara
lain berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan
tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian dari tanah
tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.

2.5 Dasar Pengenaan, Tarif Dan Cara Perhitungan BPHTB

2.5.1 Dasar Pengenaan BPHTB


Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP).

JENIS TRANSAKSI NPOP


1. Jual beli Harga transaksi
2. Tukar menukar Nilai pasar
3. Hibah Nilai pasar
4. Hibah wasiat Nilai pasar

6
5. Pemasukan dalam perseroan atau Nilai pasar
badan hokum lainnya
6. Pemberian atas hak baru atas tanah Nilai pasar
sebagai kelanjutan dari pelepasan
hak
7. Pemberian hak baru atas tanah Nilai pasar
diluar pelepasan hak
8. Penggabungan,peleburan,dan Nilai pasar
pemekaran usaha
9. Hadiah Nilai pasar
10. Penunjukan pembeli dalam lelang Harga transaksi yang
tercantum dalam risalah
lelang

Jika NPOP sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan 9 tidak


diketahui atau lebih rendah dari NJOP yang digunakan dalam pengenaan
PBB pada tahun terjadinya perolehan maka DPP yang dipakai adalah
NJOP.

2.5.2 Tarif BPHTB

Tarif pajak yang dikenakan atas objek BPHTB adalah paling tinggi
5% (lima persen). Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
selanjutnya ditetapkan dengan peraturan daerah.
Pemerintah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun
2016 Tentang Tarif Baru PPh Final atas Pengalihan Hak atas Tanah
dan Bangunan. Dimana PP ini akan berlaku 30 hari sejak tanggal 8
Agustus 2016. Dengan demikian PP No. 34 Tahun 2016 ini akan berlaku
mulai tanggal 8 September 2016.
Peraturan Pemerintah ini mengatur bahwa penghasilan atas transaksi
tanah/bangunan baik dengan Akta Jual Beli (AJB) atau akta pengalihan
hak lainnya seperti Akta Pengoperan Hak ataupun peralihan hak yang

7
masih dalam bentuk Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) akan
diberlakukan tarif baru, sebagai berikut:
a. Untuk obyek Non Rusun dan Rumah Sederhana Sehat (RSH), Rumah
Sederhana Tapak (RST) oleh Developer, PPh Penjual adalah 2.5%
dari nilai transaksi.
b. Untuk obyek Rusun dan Rumah Sederhana Sehat (RSH), Rumah
Sederhana Tapak (RST) oleh Developer besarnya PPh final adalah 1%
dari nilai transaksi.
c. Transaksi kepada pemerintah tarif PPh 0%
Tentu saja peraturan ini disambut positif oleh developer karena akan
membuat harga jual properti menjadi lebih rendah, dengan demikian
diharapkan semakin banyak masyarakat yang sanggup membeli rumah.
Dan pada gilirannya membuat dagangan developer laris manis.
Apa hubungannya dengan harga jual properti? Kan yang dikenakan
pajak adalah developer? Memang secara kewajiban PPh adalah kewajiban
developer, tapi sebenarnya uangnya sudah diperhitungkan dalam harga
jual properti. Untuk diketahui bahwa biaya-biaya yang timbul karena jual
beli properti yang menjadi kewajiban developer semuanya sudah
diperhitungkan dalam harga jual properti tersebut, seperti PPh final, biaya
AJB dan Notaris dan biaya lainnya.
Ada juga developer yang memasukkan kewajiban pembeli ke dalam
harga properti, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan biaya-biaya yang timbul karena
pembelian dengan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Ini tergantung
kreatifitas dan style developer saja dalam menerapkan marketing gimmick.
Jadi ujung-ujungnya semakin besar pajak yang harus ditanggung oleh
developer maka semakin mahallah harga properti tersebut, berlaku
sebaliknya jika pajaknya ringan maka harga jual properti bisa ditekan.

2.5.2 Cara Perhitungan BPHTB


1. Bila NPOP digunakan sebagai dasar pengenaan :
NPOP-NPOPTKP = NPOPKP x 5% = Pajak Yang Terutang

8
Jika NPOP lebih rendah dari NJOP atau NPOP tidak diketahui maka
dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP PBB pada tahun
terjadinya perolehan
2. Bila NJOP digunakan sebagai dasar pengenaan :
NJOP-NPOPTKP = NPOPKP x 5% = Pajak Yang Terutang
Besarnya Nilai Perolehan Objek Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)
ditetapkan paling rendah sebesar Rp 60.000.000.
3. Perhitungan BPHTB karena Waris dan Hibah Wasiat :
NPOP-NPOPTKP = NPOPKP x 5% = Pajak Yang Terutang
Besarnya NPOPTKP untuk waris dan hibah wasiat ditetapkan paling
rendah sebesar Rp 300.000.000

2.6 Saat Dan Tempat BPHTB Terutang


Saat terutang Pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan untuk:
a. Jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
b. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.
c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
d. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan
haknya ke Kantor Pertanahan;
e. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak
tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
f. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat
dan ditandatanganinya akta;
g. elang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang;
h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum yang tetap;
i. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan
peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;
j. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak
adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan
pemberian hak;
k. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal
ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;

9
l. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya
akta;
m. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
n. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
o. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
Tempat BPHTB terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang
meliputi letak tanah dan bangunan

2.7 Tata Cara Pembayaran,Penetapan,Dan Penagihan BPHTB

2.7.1 Pembayaran BPHTB


Sistem pemungutan BPHTB pada prinsipnya menganut sistem self
assessment. Artinya Wajib Pajak Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk
menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang dengan tidak
mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak.Pajak yang terutang
dibayarkan ke kas Negara melalui Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha
Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat
pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan
menggunakan Surat Setoran Bea (SSB).

2.7.2 Penetapan BPHTB


Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak,
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan
Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBPHTBKB) apabila
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak
yang terutang kurang dibayar. Jumlah kekurangan pajak yang terutang
dalam SKBKB ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar
2 % (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan,
dihitung mulai saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya
SKBKB.
 Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak,
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan
(SKBKBT) apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula

10
belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak
yang terutang setelah diterbitkannya SKBKB. Jumlah kekurangan
pajak yang terutang dalam SKBKBT ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 100 % (seratus persen) dari
jumlah kekurangan pajak tersebut, kecuali wajib pajak melaporkan
sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

2.7.3 Penagihan BPHTB


Penagihan Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan apabila :
1. pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
2. dari hasil pemeriksaan SSB terdapat kekurangan pembayaran pajak
sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;
3. wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau
bunga.
Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang
Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak
yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak dan
harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak
diterima oleh Wajib Pajak. Dan jika tidak atau kurang dibayar pada
waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.

2.8 Tata Cara Dan Keberatan Banding

2.8.1 Keberatan BPHTB


1. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur
Jenderal Pajak atas suatu:
a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Kurang Bayar;
b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Kurang Bayar Tambahan;

11
c. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Lebih Bayar;
d. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Nihil.
2. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan
Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
3. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)
bulan sejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan
atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan Nihil oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka
(1), kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka
waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
4. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada angka (2) dan angka (3) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan
sehingga tidak dipertimbangkan.
5. Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat
Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda
pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti
penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan Wajib Pajak.
6. Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan
keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan
secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak.
7. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan
pelaksanaan penagihan pajak.
8. Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua
belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi
keputusan atas keberatan yang diajukan.

12
9. Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat
menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.
10. Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa
mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah
besarnya jumlah pajak yang terutang.

Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka (8) telah


lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan,
keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

2.8.2 Banding BPHTB


1. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada
Badan Peradilan Pajak terhadap keputusan mengenai kebertannya
yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada angka (1) diajukan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang
jelas dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak keputusan
keberatan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan tersebut.
3. Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar
pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.
4. Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan
sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan
dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan
untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung
sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran
pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau
Putusan Banding.

2.9 Pengurangan BPHTB


Atas permohonan Wajib Pajak, pengurangan pajak yang terutang dapat diberikan
oleh Menteri karena:
1. kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek Pajak,
contoh; a. Wajib Pajak tidak mampu secara ekonomis yang memperoleh
hak baru melalui program pemerintah di bidang pertanahan; b. Wajib

13
Pajak pribadi menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai
hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke
atas atau satu derajat ke bawah.
2. kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu,
contoh;
 Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian
dari hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya di bawah
Nilai Jual Objek Pajak;
 Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti
atas tanah yang dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan
umum yang memerlukan persyaratan khusus;
 Wajib Pajak yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter
yang berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional
sehingga Wajib Pajak harus melakukan restrukturisasi usaha dan
atau utang usaha sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah.
3. Tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau
pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan, contohnya;
Tanah dan atau bangunan yang digunakan, antara lain, untuk panti asuhan,
panti jompo, rumah yatim piatu, pesantren, sekolah yang tidak ditujukan
mencari keuntungan, rumah sakit swasta Institusi Pelayanan Sosial
Masyarakat.

2.10 Pertanyaan :
Kelompok 1 : Apa saja persyaratan untuk melakukan pembayaran BPHTB dan
dimanakah pembayaran BPHTB dilakukan ?
Kelompok 2 : Jelaskan mengenai surat tagihan BPHTB ? Dan kapan surat tagihan
BPHTB diterbitkan ?
Kelompok 3 : Bagaimana cara perusahaan membayar BPHTB apabila perusahaan
tersebut berasal dari 2 penggabungan usaha yang berbeda ?
Kelompok 5 : Bagaimana bila wajib pajak keberatan untuk membayar BPHTB ?
Kelompok 6 : Bagaimana bila hak tanah dihibahkan untuk panti asuhan ? Apakah
tetap kena BPHTB ?

14
Kelompok 7 : Apakah BPHTB bisa dibayar di kantor notaris ?
Kelompok 8 :Kapan BPHTB harus dibayarkan ? Apakah ada jatuh tempo untuk
pembayaran BPHTB ?
Kelompok 9 : Apakah tarif pajak daerah / kota itu sama ?
Kelompok 10 : Apakah BPHTB itu dibayar pada saat akta tanah sudah keluar apa
belum ?
Kelompok 11 : Apabila membeli tanah warisan di luar negeri, apakah
berpengaruh terhadap BPHTB ? Dan apakah status WNA/WNI juga berpengaruh
terhadap BPHTB?
Pertanyaan Tambahan : Apakah perbedaan hibah, hibah wasiat dan waris ? Dan
berikan contoh perhitungan hibah, hibah wasiat dan waris.

Jawaban :
1. Syarat mengurus BPHTB :
Untuk jual beli, persyaratan antara lain sebagai berikut:
1. SSPD BPHTB
2. Fotokopi SPPT PBB untuk tahun yang bersangkutan
3. Fotokopi KTP Wajib Pajak
4. Fotokopi STTS/Struk ATM bukti pembayaran PBB untuk 5 tahun terakhir
5. Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah (Sertifikat, Akta Jual Beli, Letter C/
atau Girik

Jika untuk hibah, waris atau jual beli waris sebagai berikut:
1. SSPD BPHTB
2. Fotokopi SPPT PBB untuk tahun yang bersangkutan
Fungsi : untuk mengecek kebenaran Data NJOP pada SSPD BPHTB
3. Fotokopi KTP Wajib Pajak
4. Fotokopi STTS/Struk ATM bukti pembayaran PBB untuk 5 tahun terakhir
Fungsi : untuk mempermudah melakukan penagihan, jika masih ada
piutang PBB, karena biasanya pembeli tidak mau ditagih pajaknya
sebelum tahun dialihkan.

15
5. Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah (Sertifikat, Akta Jual Beli, Letter C/
atau Girik)
Fungsi : untuk mengecek ukuran luas tanah, luas bangunan, tempat/ lokasi
tanah dan atau bangunan, dan diketahui status tanah yang dialihkan.
6. Fotokopi Surat Keterangan Waris atau Akta Hibah
Fungsi : dibutuhkan untuk memberikan pengurangan pada setiap transaksi.
7. Fotokopi Kartu Keluarga

Pajak yang terutang dibayar ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau Bank
Badan Usaha Milik Negara atau Bank Usaha Milik Daerah atau Tempat
Pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan Surat Setoran
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan (SSB)

2. Menurut Peraturan Bupati Pekalongan No.13, 2012 tentang sistem dan prosedur
pemungutan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan bahwa prosedur
penerapan SSPD BPHTB merupakan proses yang dilakukan Seksi Pelayanan
Umum dalam menetapkan tagihan BPHTB terutang yang disebabkan karena
BPHTB terutang menurut SSPD BPHTB; tidak/kurang dibayar, salah tulis, salah
hitung, dan kena bunga/denda.
Prosedur penetapan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar BPHTB/ Kurang
Bayar Tambahan BPHTB merupakan proses yang dilakukan Seksi Pelayanan
Umum dalam memeriksa BPHTB yang masih kurang dibayar atas SSPD BPHTB
dalam jangka waktu 5 (lima) tahun semenjak dibayar oleh Wajib Pajak atau atas
Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) Kurang Bayar dalam jangka waktu 5
(lima) tahun semenjak diterbitkan.

3. Menurut Chandra Budi, Pegawai Direktorat Jendral Pajak Kementrian


Keuangan konsekuensi dari proses merger, apapun jenis dan metode
pencatatannya adalah adanya perpindahan aktiva yang tentunya terkait dengan
perpajakan. Setidaknya ada transfer tax (PPN, PPh Final 4 ayat 2 dan BPHTB)
dan keuntungan atas selisih aktiva yang merupakan objek Pajak Penghasilan
(PPh). Setiap pengalihan aktiva atau harta berupa tanah dan bangunan akan

16
dikenakan PPh final dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Apabila pengalihan dilakukan dalam rangka merger perusahaan, BPHTB
dikenakan tarif 5% dari nilai jual kena pajak (selisih antara harga jual dengan nilai
jual objek pajak tidak kena pajak).

4. Dalam jangka waktu 3 bulan sejak diterimanya SKP yang dapat dibuktikan
dengan cap pos, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan terhadap :
 Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Kurang Bayar
(SKBKB)
 Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Kurang Bayar
Tambahan (SKBKBT)
 Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Lebih Bayar (SKBLB)
 Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Nihil (SKBN)
Syarat pengajuan keberatan :
 Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
 Mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan
wajib pajak dengan disertai alasan yang jelas dengan
mengemukakan data atau bukti bahwa jumlah pajak yang terutang
atau pajak lebih bayar yang ditetapkan oleh fiskus tidak benar

Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai surat


keberatan sehingga tidak dipertimbangkan. DJP harus memberi keputusan atas
keberatan apakah diterima, ditolak atau bahkan menambah besarnya pajak
terutang dalam jangka waktu
paling lama 12 bulan sejak tanggal surat ketetapan diterima.

5. Untuk hibah ke panti asuhan tetap di kenakan BPHTB jika hibahkan untuk
kegiatan sosial maka akan di atur lagi oleh pemerintahan setempat.

17
6. Pejabat pembuat Akta Tanah / Notaris hanya dapat menandatangani akta
pemindahan hak atas tanah atau bangunan pada saat Wajib Pajak menyerahkan
bukti pembayaran berupa SSB. Kewajiban PPAT/Notaris yaitu melaporkan
pembuatan akta pemindahan hak atas tanah dan bangunan kepada Direktorat
Jenderal Pajak selambat-lambatnya pada tanggal 10 bulan berikutnya. Jadi
pembayaran BPHTB tetap dilakukan di Bank ataupun Kantor Pos.

7. Menurut ketentuan pasal 9 ayat (1) UU BPHTB No. 20 tahun 2000 menyatakan
bahwa saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah
sebagai berikut : Pajak terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak,
dengan kata lain saat terutang pajak BPHTB adalah merupakan saat untuk wajib
membayar pajak.

8. Menurut kelompok kami tarif yang dikenakan pada wilayah daerah (provinsi)
dan kabupaten/kota itu berbeda-beda dan tergantung pajak yang dikenakannya.

9. Menurut Sekretaris Jenderal Kementrian ATR/BPN, M. Noor Marzuki


menuturkan untuk BPHTB yang menjadi tanggungan masyarakat dalam membuat
sertifikat, Marzuki menjelaskan pihakna telah menyiapkan sistem BPHTB
Terutang dimana masyarakat tetap bisa mendapatkan sertifikat walaupun belum
membayar BPHTB.

10. Menurut (“KUHPerdata”), pada prinsipnya semua ahli waris berhak atas
warisan untuk bagian yang sama besarnya, tanpa membedakan jenis kelamin
(laki-laki atau perempuan), maupun kewarganegaraan dari ahli waris. Dasar
hukumnya: bahwa larangan pemilikan tanah oleh warga negara asing (“WNA”)
bukan menyebabkan hak waris dari si WNA tersebut gugur. Biasanya solusinya
adalah ahli waris yang WNA tersebut memperoleh ganti dalam bentuk uang tunai
atau hasil penjualan atas tanah dan bangunan dimaksud (jika dijual).

18
11. Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya,
dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu
benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.

Hibah wasiat ialah suatu penetapan khusus, di mana pewaris memberikan kepada
satu atau beberapa orang barang-barang tertentu, atau semua barang-barang dan
macam tertentu; misalnya, semua barang-barang bergerak atau barang-barang
tetap, atau hak pakai hasil atas sebagian atau semua barangnya.

Warisan merupakan segala sesuatu peninggalan (bisa asset dan bisa utang) yang
ditinggalkan oleh pewaris (orang yang meninggal) dan diwasiatkann kepada Ahli
waris.

19
BAB III
KASUS

3.1 Contoh Menghitung BPHTB


Contoh 1
Tuan Akbar membeli tanah dan bangunan dengan nilai perolehan objek pajak
sebesar Rp500.000.000.
Jawaban :
Besarnya BPHTB yang terhutang dihitung sebagai beriikut :
NPOP Rp500.000.000
NPOPTKP Rp 60.000.000 (-)
NPOPKP RP440.000.000
Pajak BPHTB yang tehutang :
5% x Rp440.000.000 = Rp22.000.000

Contoh 2
PT Perdana membeli sebidang tanah dan bangunan dengan nilai transaksi sebesar
Rp950.000.000. Sesuai SPPT PBB, tanah seluas 1.000 meter persegi mempunyai
NJOP Rp537.000 per meter persegi dan bangunan seluas 500 meter persegi
mempunyai NJOP Rp700.000 per meter persegi. NPOPTKP diketahui sebesar
Rp50.000.000. Besarnya BPHTB yang terhutang dihitung sebagai berikut :
NJOP tanah 1.000 m x Rp537.000 Rp537.000.000
NJOP bangunan 500 m x Rp700.000 Rp350.000.000 (+)
NJOP PBB Rp887.000.000
Harga transaksi / nilai pasar Rp950.000.000

Harga taransaksi lebih besar daripada NJOP PBB, maka yang dipakai sebagai
dasar pengenaan pajak (BPHTB) atau NPOP adalah nilai/harga transaksi
NPOP Rp950.000.000

20
NPOPTKP Rp 50.000.000 (-)
NPOPKP Rp900.000.000
BPHTB yang terhutang : 5% x Rp900.000.000 = Rp 45.000.000

3.2 Berita BPHTB

SURABAYA – Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) Pemkot


Surabaya tidak langsung menurunkan besaran Biaya Perolehan Hak Atas Tanah
dan Bangunan (BPHTB), seiring terbitnya aturan pusat yang terangkum dalam
paket kebijakan ekonomi.
Jika penurunan diberlakukan menjadi alasan dikhawatirkan justru muncul kasus
hukum. Sebab, hingga kini belum banyak dasar hukum yang menjadi pijakan.
Selain itu, DPPK juga masih perlu mengkaji jika kebijakan tersebut diterapkan.
Kepala DPPK Yusron Sumartono mengatakan, pemerintah pusat sudah
mengeluarkan PP Nomor 34/2016 tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dan perjanjian pengikatan jual beli
atas tanah dan atau bangunan.

“Dalam PP tersebut hanya ada regulasi tentang penurunan pajak penghasilan


(PPh) yaitu dari 5 persen ke 2,5 persen. Sedangkan untuk penurunan BPTHB itu
belum ada landasan payung hukumnya,” kata Yusron.

Sekadar diketahui, pusat melalui PP menyebut penurunan pajak BPHTB.


Sebelumnya, DPP Real Estate Indonesia (REI) sempat mengusulkan penurunan
pajak 5 persen dari harga beli bangunan atau tanah menjadi 1 persen. Terkait ini,
Yusron mengatakan, selain masih kurang landasan hukumnya, dalam UU Nomor
28/2010 tentang Pajak Daerah pun sudah disebutkan dalam pasal 88 bahwa tarif
untuk pajak BPHTB ditentukan nilainya maksimal 5 persen dan besaran tarifnya
diatur dalam peraturan daerah.

Di Surabaya, aturan tentang pajak BPHTB ini juga sudah ada di Perda Nomor
11/2011 tentang pajak BPHTB. ”Untuk bisa menurunkan diperlukan mekanisme

21
undang undang dan perda, meski paket kebijakan ekonomi mengharapkan
pemerintah daerah menurunkan tarif pajak BPHTP,” tandas Yusron.

Apabila pemerintah daerah wajib mengikuti kebijakan tersebut, kata Yusron,


harus melalui pertimbangan dan kajian yang matang. Terutama korelasinya
dengan pendapatan asli daerah. Sejauh ini pendapatan pajak BPHTB Kota
Surabaya cukup besar. Data DPPK Pemkot Surabaya menyebut, 2015 lalu capaian
penerimaan dari pajak BPHTB ada sebesar Rp825 miliar
Sedangkan tahun ini, target pendapatan dari sektor ini ditargetkan bisa mencapai
Rp830 miliar. Saat ini perolehan target BPHTB sudah mencapai 60 persen.
Menurut Yusron jika sampai ada penurunan besaran tarif pajak BPHTP bisa
sangat berpengaruh pada PAD Kota Surabaya.

“Kalau menurut hemat kami, tetap semuanya prinsipnya kembali ke masyarakat.


Kalau ada penurunan pajak maka otomatis akan berdampak ke pendapatan yang
nantinya juga akan dipakai untuk pelayanan ke masyarakat. Sementara itu, M Ali,
salah seorang pengusaha properti di Surabaya Timur menyesalkan tidak segera
ada pemberlakuan kebijakan ini hingga di tingkat pemerintah daerah.

”Terus terang penjualan properti sekarang ini lesu karena kondisi ekonomi
nasional. Kalau ada penurunan BPHTB setidaknya bisa menjadi rangsangan
penjualan maupun pembelian properti,” kata warga Rungkut ini.

22
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah bea yang dikenakan
pada setiap pemindahan hak atau hibah wasiat atas harta tetap dan hak-hak
kebendaan atas tanah yang pemindahan haknya dilakukan dengan
akta.Menurut Pasal 1 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No. 20 Tahun 2000, Bea
perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, dan inilah yang dinamakan dengan
pajak.
Adapun Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah hak atas tanah,
termasuk hakpengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud
dalam UU No. 5Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU
No. 16 Tahun 1985tentang Rumah Susun, dan ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya.Yang menjadi subjek dari BPHTB ini adalah orang pribadi atau
badan yang mempunyai tanah dan bangunan dan ini juga sesuai dengan yang
terdapat dalam UU BPHTB. Sedangkan yang menjadi objek dari BPHTB ini yaitu
tanah dan bangunan.\
Dasar dari pengenaan BPHTB ini yaitu nilai perolehan Objek pajak
(NPOP), dan kemudian yang dikurangi dengan nilai perolehan objek pajak tidak
kena pajak (NPOPTKP). Dan tarif yang diberlakukan dalam perhitungan BPHTB
ini adalah tarif final sebesar 5% sebagaiman terdapat dalam UU No. 20 Tahun
2000 dan Keputusan Menteri Keuangan tahun 2004.

23
DAFTAR PUSTAKA

Resmi, Siti. 2013. Perjakan Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat
Undang-undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2016
http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=5
http://sharing-pajak.blogspot.com/2009/02/pengertian-objek-pajak-dan-subjek-
pajak.html
https://eddiwahyudi.com/perspektif-pajak-sebagai-sarana-pendukung-
pembangunan/bea-perolehan-hak-atas-tanah-dan-bangunan-bphtb/
http://asriman.com/contoh-dan-cara-menghitung-bphtb-pada-jual-beli/
http://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/6505/Bab%
202.pdf?sequence=10
http://asriman.com/peraturan-pemerintah-nomor-34-tahun-2016-tentang-tarif-
baru-pph-final-2-5-atas-pengalihan-hak-atas-tanah-dan-bangunan/
http://economy.okezone.com/read/2016/09/18/470/1492205/penurunan-tarif-
bphtb-belum-dapat-diterapkan

24

Anda mungkin juga menyukai