PERSEDIAAN
KELOMPOK 9:
MARNI B1C118063
MUSVIRA B1C118068
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat Rahmat-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan. Tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk menyelesaikan tugas AUDITING II “Persediaan”, Selain itu juga untuk meningkatkan
pemahaman kami mengenai materi .
Dengan membaca makalah ini penulis berharap dapat membantu teman-teman serta
pembaca untuk memahami materi ini dan dapat memperkaya wawasan pembaca. Walaupun
penulis telah berusaha sesuai kemampuan penulis, namun penulis yakin bahwa manusia itu tak
ada yang sempurna. Seandainya dalam penulisan makalah ini ada yang kurang, maka itulah
bagian dari kelemahan penulis. Mudah-mudahan melalui kelemahan itulah yang akan membawa
kesadaran kita akan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini dan kepada pembaca yang telah meluangkan
waktunya untuk membaca makalah ini. Untuk itu saya selalu menantikan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi perbaikan penyusunan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………...
DAFTAR ISI………………………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………..
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………...
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………..
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………...
2.1 Pengertian Persediaan……………………………………………………………
2.2 Tujuan Pemeriksaan (Audit Objectives) Persediaan………………………………
2.3 Prosedur Pemeriksaan (yang Disarankan) atas Persediaan………………………..
2.4 Contoh Kertas Kerja Audit Persediaan…………………………………………..
BAB III PENUTUP………………………………………………………………...
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (PSAK : No. 14, hal 14.2 s/d 14.2 – IAI, 2015),
Persediaan adalah asset :
Yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa
Dalam proses produksi untuk penjualan tersebut
Dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses atau pemberian
jasa. (Agoes, Auditing Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Akuntan Publik, 2017)
Nilai realisasi neto adalah estimasi harga jual dalam kegiatan usaha biasa dikurangi estimasi
biaya penyelesaian dan estimasi biaya yang diperlukan untuk membuat penjualan.
Nilai Wajar adalah harga yang akan diterima untuk menjual suatu asset atau harga yang akan
dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam transaksi teratur antara pelaku pasar pada
tanggal pengukuran.
Persediaan diukur yang lebih rendah antara biaya perolehan dan nilai realisasi neto. Biaya
persediaan terdiri dari seluruh biaya perolehan, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul
sampai persediaaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini.
Sifat-sifat persediaan :
o Merupakan asset lancar (current assets) karena masa perputarannya kurang atau sama
dengan satu tahun.
o Merupakan jumlah yang besar, terutama dalam perusahaan dagang dan industri.
o Mempunyai pengaruh yang besar terhadap laporan posisi keuangan (neraca) dan perhitungan
laba rugi. Jika kesalahan dalam menentukan persediaan pada akhir periode akan
mengakibatkan kesalahan dalam jumlah asset lancar dan total asset, beban pokok penjualan,
laba kotor dan laba bersih, taksiran pajakpenghasilan, pembagian dividend an laba rugi
ditahan, kesalahan tersebut akan terbawa ke laporan keuangan periode berikutnya.
Contoh dari perkiraan – perkiraan yang digolongkan sebagai persediaan :
Bahan baku (raw materials)
Barang dalam proses (work in process)
Barang jadi (finish goods)
Suku cadang (spare-part)
Bahan pembantu
Bahan dalam perjalanan (goods in transit), yaitu barang yang sudah dikirim oleh supplier
tetapi belum sampai di gudang perusahaan.
Barang konsinyasi : consignment out (barang yang dititip jual pada perusahaan lain).
Sedangkan consignment in (barang perusahaan lain yang dititip jual diperusahaan) tidak
boleh dilaporkan/dicatat sebagai persediaan perusahaan.
a. Untuk memeriksa apakah ada internal control yang cukup baik atas persediaan
b. Untuk memeriksa apakah persediaan yang tercantum di neraca betul-betul ada dan
dimiliki oleh perusahaan pada tanggal neraca
c. Untuk memeriksa apakah metode penilaian persediaan sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS).
d. Untuk memeriksa apakah system pencatatan persediaan sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS).
e. Untuk memeriksa apakah terhadap barang-barang yang rusak (defective), bergerak
lambat (slow moving), dan ketinggalan mode (absolescene) sudah dibuatkan allowance
yang cukup (valuation).
f. Untuk memeriksa apakah transaksi yang menyangkut pembelian dan penjualan
persediaan seluruhnya sudah dicatat (completeness).
g. Untuk memeriksa apakah transaksi yang menyangkut pembelian dan penjualan
persediaan seluruhnya sudah terjadi (accurance), tidak ada transaksi fiktif.
h. Untuk memeriksa apakah pencatatan yang menyangkut persediaan sudah dicatat secara
akurat, begitu juga dengan perhitungan fisik persediaan sudah dilakukan secara akurat,
termasuk perhitungan metematis kompilasi hasil perhitungan fisik persediaan.
i. Untuk memeriksa apakah transaksi yang menyangkut pembelian dan penjualan
persediaan sudah dicatat dalam periode yang tepat (timing) dan tidak terjadi pergeseran
waktu pencatatan (cut-off).
j. Untuk memeriksa apakah saldo persediaan sudah diklasifikasikan dengan tepat seperti
bahan baku, bahan pembantu, barang dalam proses, dan barang jadi (classification).
k. Untuk mengetahui apakah ada persediaan yang dijaminkan kredit.
l. Untuk mengetahui apakah ada persediaan diasuransikan dengan nilai pertanggungan
yang cukup.
m. Untuk mengetahui apakah ada perjanjian pembelian/penjualan persediaan yang
mempunyai pengaruh yang besar terhadap laporan keuangan
n. Untuk memeriksa apakah penyajian persediaan dalam laporan keuangan sudah sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (Agoes,Sukrisno,2008:206)
Penjelasan atas Tujuan Pemeriksaan
a. Memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas persediaan.
Jika akuntan publik dapat meyakinkan dirinya bahwa internal control atas perolehan,
penyimpanan dan pengeluaran persediaan berjalan efektif, maka luasnya pemeriksaan
dalam melakukan substantive test atas persediaan dapat dipersempit.
Beberapa ciri internal control yang baik atas persediaan adalah:
Adanya pemisahan tugas dan tanggung jawab antara bagian pembelian, penerimaan
barang, gudang, akuntansi dan keuangan.
Digunakannya formulir-formulir yang prenumbered (bernomor urut tercetak), seperti:
purchase requisition (permintaan pembelian), purchase order (order pembelian),
delivery order (surat jalan), receiving report (laporan penerimaan barang), sales order
(order penjualan), sates invoice (faktur penjualan).
Adanya sistem otorisasi, baik untuk pembelian, penjualan, penerimaan kas/bank,
maupun pengeluaran kas/bank.
Digunakannya anggaran {budget) untuk pembelian, produksi, penjualan, dan
penerimaan serta pengeluaran kas.
Pemesanan barang dilakukan dengan memperhitungkan economic order quantity dan
iron stock.
Digunakannya perpetual inventory system dan stock card, terutama di perusahaan
yang nilai persediaan per jenisnya cukup material.
b. Memeriksa persediaan yang tercantum di laporan posisi keuangan (neraca) betul-betul
ada dan dimiliki oleh perusahaan pada tanggal neraca (existence dan ownership).
Di Amerika pernah terjadi “Robinson Case”, yaitu terdapat perusahaan yang melaporkan
saldo persediaannya sangat besar, yang sebenarnya jumlah tersebut banyak yang fiktif.
Sejak kasus itu akuntan publik diharuskan untuk melakukan pengamatan terhadap
persediaan perusahaan per tanggal neraca, untuk meyakinkan keberadaan persediaan
tersebut. Dalam hal ini saldo persediaan termasuk barang dalam perjalanan dan barang
konsinyasi (hanya consignment out).
c. Memeriksa metode penilaian persediaan (valuation) sesuai dengan standar akuntansi
keuangan di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS).
Pada umumnya persediaan dinilai berdasarkan harga perolehan (acquisition cost), dalam
hal ini bisa dipilih metode FIFO (first in first out), LIFO (last in first out) atau
AVERAGE COST (moving average atau weighted average).
Untuk barang-barang yang harga jualnya sudah pasti (logam mulia) atau cepat rusak
(hasil pertanian seperti sayuran dan buah-buahan) bisa di nilai berdasarkan harga jual.
Untuk barang-barang yang usang, rusak atau bergerak lambat bisa diadakan penyisihan
(allowance) sehingga sesuai dengan metode lower of cost or market (mana yang lebih
rendah antara harga perolehan dan harga pasar). Dalam keadaan inflasi, penggunaan
FIFO akan mengakibatkan harga pokok penjualan rendah dan laba kotor menjadi tinggi,
penggunaan LIFO akan menghasilkan laba kotor yang rendah, penggunaan AVERAGE
COST akan menghasilkan laba kotor yang lebih kecil dibandingkan FIFO tetapi lebih
besar dari penggunaan LIFO. Dari segi undang-undang pajak tidak diperkenankan
menggunakan LIFO karena berarti pajak yang terutang akan lebih kecil dibandingkan
penggunaan FIFO dan AVERAGE COST akan menghasilkan laba kotor yang lebih kecil
dibandingkan FIFO tetapi lebih besar daripada penggunaan LIFO.
d. Memeriksa sistem pencatatan persediaan sesuai dengan standar akuntansi keuangan di
Indonesia (SAK/ETAP/IFRS).
Ada dua sistem pencatatan persediaan yang biasa digunakan, yaitu perpetual system dan
physical (periodical) system. Dalam perpetual system, setiap ada pembelian, perkiraan
persediaan akan didebit, setiap ada penjualan, perkiraan persediaan akan dikredit.
Jika digunakan physical system, perkiraan persediaan tidak pernah didebit waktu
pembelian dan tidak pernah dikredit waktu ada penjualan. Karena itu jika perusahaan
ingin mengetahui berapa saldo persediaan pada akhir periode, harus dilakukan stock
opname (perhitungan phisik persediaan).
Jika perusahaan ingin memperkirakan berapa saldo persediaan pada akhir bulan atau
tanggal tertentu bisa digunakan Retail Inventory Method atau Gross Profit Method.
Namun demikian pada akhir tahun tetap terus dilakukan stock opname, agar bisa
diketahui berapa saldo persediaan yang betul-betui dimiliki perusahaan. Perbedaan
pencatatan antara perpetual dan physical inventory system:
Perpetual Physical
Pembelian Persediaan xx Pembelian xx
Utang/kas xx Utang/kas xx
Penjualan Piutang/kas xx Piutang/kas xx
Penjualan xx Penjualan xx
Beban pokok penjualan xx
Persediaan xx
Perpetual system biasanya digunakan pada perusahaan yang jenis persediaamya tidak
banyak tetapi nilai persediaan per unitnya besar, misalnya dealer mobil dan toko emas.
Phisycal system biasanya digunakan pada perusahaan yang jenis persediaan-nya banyak
tetapi nilai persediaan per unitnya kecil, misalnya toko bahan bangunan.
e. Memeriksa terhadap barang-barang yang rusak (defective), bergerak lambat (slow
moving), dan ketinggalan mode (absolescence).
Barang-barang tersebut di atas tidak mungkin lagi dijual dengan harga normal, supaya
bisa terjual harus dijual dengan harga obral yang umumnya lebih rendah dari harga pro
perolehannya.
Karena itu harus dibuatkan allowance dalam jumlah yang cukup, dalam arti tidak terlalu
kecil (karena akan mengakibatkan laba terlalu besar) dan tidak terlalu besar (akan
mengakibatkan laba terlalu kecil).
Tujuan pemeriksaan nomor 6 s.d 10 sudah cukup jelas.
f. Mengetahui persediaan yang dijadikan jaminan kredit.
Salah satu bentuk barang jaminan dari kredit yang diperoleh dari bank adalah persediaan,
Jika ada persediaan yang dijadikan jaminan, hal ini harus diungkapkan (di cfi’scfose)
dalam catatan atas laporan keuangan (notes to financial statements).
g. Mengetahui persediaan diasuransikan dengan nilai pertanggungan yang cukup.
Persediaan harus diasuransikan, sehingga seandainya terjadi kebakaran, bisa diperoleh
ganti rugi dari perusahaan asuransi dan perusahaan bisa terhindar dari kerugian karena
kebakaran tersebut. Nilai pertanggungan asuransi harus cukup, dalam arti tidak terlalu
besar dan tidak terlalu kecil. Yang harus diwaspadai adalah, jika perusahaan
mengasuransikan persediaan dengan insurance coverage yang terlalu besar, terutama
dalam keadaan bisnis yang lesu, mungkin perusahaan bermaksud membakar
persediaannya agar mendapat keuntungan dari ganti rugi perusahaan asuransi.
h. Mengetahui perjanjian pembelian/penjualan persediaan (purchase/sales commitment)
persediaan yang mempunyai pengaruh yang besar terhadap laporan keuangan.
Jika hal tersebut ditemukan, harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
i. Memeriksa penyajian persediaan dalam laporan keuangan sesuai dengan standar
akuntansi keuangan di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS).
Untuk memeriksa apakah penyajian persediaan dalam laporan keuangan sudah sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK.
Dalam hal ini harus diketahui sistem pencatatan persediaan yang digunakan perusahaan
{perpetual atau physical system} dan metode penilaian persediaan yang digunakan
perusahaan (apakah berdasarkan harga perolehan, dengan FIFO atau LIFO atau Average
cost method}, apakah sudah diterapkan lower of cost or market atas persediaan tersebut.
Entitas harus menilai pada setiap tanggal pelaporan apakah persediaan turun nilainya. Entitas
harus membuat penilaian dengan membandingkan jumlah tercatat setiap jenis persediaan (atau
kelompok persediaan yang sama) dengan harga jual dikurangi biaya untuk menyelesaikan dan
menjual. Jika suatu jenis persediaan (atau kelompok jenis persediaan) turun nilainya, maka
entitas harus mengakui kerugian dalam laporan laba rugi atas perbedaan antara jumlah tercatat
dan harga jual dikurangi biaya untuk menyelesaikan dan menjual.
Prosedur pemeriksaan dibagi atas prosedur bompliance test, analytical review dan
substantive test.
Dalam praktiknya, prosedur pemeriksaan yang dibahas di sini harus disesuaikan dengan
kondisi perusahaan yang diaudit.
Prosedur pemeriksaan persediaan mencakup pembelian, penyimpanan, pemakaian dan
penjualan persediaan, karena berkaitan dengan siklus pembelian, utang dan pengeluaran kas
serta siklus penjualan, piutang dan penerimaan kas.
Jika dari test transaksi auditor tidak menemukan kesalahan yang berarti, maka auditor bisa
menyimpulkan bahwa in rnal control atas persediaan berjalan efektif. Karena itu substantive
test atas persediaan bisa dipersempit.
1. Lakukan observasi atas stock opname (perhitungan phisik) yang dilakukan perusahaan
(klien).
2. Minta Final Inventory List [Inventory Compilation) dan lakukan prosedur pemeriksaan
berikut ini:
4. Periksa unit price dari raw material (bahan baku), work in process (barang dalam
proses), finished goods (barang jadi) dan supplies (bahan pembantu).
5. Lakukan rekonsiliasi jika stock opname dilakukan beberapa waktu sebelum atau sesudah
tanggal neraca.
6. Periksa cukup tidaknya allowance for slow moving (barang-barang yang bergerak
lambat), barang-barang yang rusak dan barang-barang yang ketinggalan mode.
9. Periksa jawaban konfirmasi dari bank, loan agreement (perjanjian kredit), notulen rapat,
10. Periksa apakah ada sates atau purchase commitment per tanggal neraca.
11. Seandainya ada barang dalam perjalanan (goods in transit), lakukan prosedur berikut ini:
13. Buat kesimpulan dari hasil pemeriksaan persediaan dan buat usulan adjustment jika
diperlukan.
14. Periksa apakah penyajian persediaan di laporan keuangan sudah sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK.
1. Lakukan Observasi atas stock opname yang dilakukan klien. Stock opname dilakukan
terutama untuk persediaan yang ada digudang perusahaan. Untuk barang consignment out
dan barang-barang yang tersimpan di public warehouse jika jumlahnya material harus
dilakukan stock opname, jika tidak material, cukup dikirim konfirmasi. Stock opname bisa
dilakukan akhir tahun atau beberapa waktu sebelum/sesudah akhir tahun. Untuk perusahaan
yang internal controlnya lemah, stock opname sebaiknya dilakukan pada tanggal neraca.
Begitu sebaliknya. Namun demikian, setidaknya tidak terlalu jauh dari tangal neraca untuk
memudahkan auditor pada waktu melakukan trace backward/trace forward (rekonsiliasi
saldo persediaan pertanggal stock opname dengan pertanggal neraca).
2. Minta data hasil stock opname (final inventory list/inventory compilation). Harus
diperhatian jangan sampai terjadi kesalahan tulis dalam satuan. Prosedur yang harus
dilakukan dalam final invebtory list adalah:
a. Check methematical accuracy (penjumlahan dan perkalian).
b. Cocokkan quantity per book dengan stock card.
c. Cocokkan quantity per count dengan count sheet kita (aditor)
d. Cocokkan total value dengan buku besar persediaan.
3. Kirimkan konfirmasi untuk persediaan consignment out.biasanya barang konsinyasi
jumlahnya tidak terlalu besar sehingga lebih prakktis untuk mengirim konfirmasi
dibandingkan jika auditor harus menghitungnya, selain itu auditor juga bisa memeriksa bukti
pengiriman barang konsinyasi tersebut.
4. Periksa unit price dari raw material, work in process, finished goods and supplies.
Untuk Raw Material dan supplies: periksa fatur pembelian yang terakhir dan perhatikan
apakah perusahaan menggunakan FIFO,LIFO.atau AVERAGE.
Untuk barang impor harus diperiksa bukti-bukti pembelian impor dan juga perhitungan
landed costnya. Karna untuk barang impor harus dibayar bea masuk, baiaya-biaya untuk
mengeluarkan barang dari pelabuhan, termasuk jasa Ekspedisi Muatan Kapal Laut atau
Ekspedisi Muatan Kapal Udara.
Untuk Work In Process: pelajari cost accounting procedures yang digunakan
perusahaan,untuk mengetahui besarnya direct materials, direct labor, factory overhead yang
sudah dibebankan termasuk persentase penyelesaiannya. Jika perusahaan menggunakan job
order costing maka yang harus diperiksa adalah job order cost sheetnya. Jika perusahaan
menggunakan process costing maka harus diperiksa bagaimana penentuan persentase
penyelesaiannya dan nilai work in processnya.
Untuk Finished Goods: pelajari cost accounting procedures seperti deatas dan periksa
apakah perusahaan menggunakan standar cost, sehingga harus diperiksa perhitungan
variancenya. Jika ada variance, sebagian harus masuk harga pokok penjualan yaitu untu
persediaan yang telah dijual. Sebagian menambah atau mengurangi nilai persediaan
(tergantung favourable atau unfavourable variance) yaitu untuk persediaan yang belum
terjual.
5. Lakukan rekonsiliasi antara saldo menurut stock opname dan saldo per tanggal neraca jika
stock opname dilakukan beberapa waktu sebelum atau sesudah tanggal neraca.
6. Periksa cukup tidaknya allowance untuk barang-barang yang bergerak lambat, rusak, dan
ketinggalan mode. Cukup dalam arti tidak terlalu besar atau tidak terlalu kecil. untuk itu
auditor harus memeriksa bagaimana kebijakan dan cara perusahaan menentukan allowance,
apakah konsisten atau tidak dengan periode berikutnya. Salah satu cara yan biasa digunakan
oleh perusahaan adalah:
Untuk barang-barang yang tida dipakai atau tidak terjual selama:
3 bulan, dibuatkan allowance 10%
6 bulan, dibuatkan allowance 30%
9 bulan, dibuatkan allowance 50%
12 bulan, dibuatkan allowance 80%
Lebih dari 12 bulan, dibuatkan allowance 100%
Dalam hal ini auditor harus memeriksa stock card untuk mengetahui sudah berapa lama
persediaaan itu tidak mengalami pengurangan (tidak dipakai atau tidak terjual).
7. Periksa kejadian sesudah tanggal neraca (subsequent event). Tujuannya untuk mengetahui
apakah ada penjualan fiktif yang dicatat untuk memperbesar jumlah laporan penjualan dan
kemudian diawal periode berikutnyya dibuat jurnal balik.
8. Periksa cut-off penjualan dan cut-off pembelian. Tujuannya untuk meyakinkan jangan
sampai ada pergeseran waktu dalam pencatatan pejualan dan pembelian. Untuk itu har
Us dicatat (lebih baik minta copynya) tanggal dan nomor terakhir dari faktur penjualan,
delivery order, faktur pembelian, dan receiving report. Perhatikan juga syarat pengiriman
barang apakah FOB shippig point atau Destination shipping point.
9. Periksa jawaban konfirmasi bank, loan agreement (perjanjian kredit), notulen rapat.
Tujuannya untuk mengetahui apakah apakah ada persediaan yang dijadikan jaminan atas
kredit perusahaan yang diperoleh dari pihak ke 3. Jika ada tentunya akan disebutkan dalam
jawaban konfirmasi bank, perjanjian kredit dan notulen rapat. Dan jika ada persediaan yang
dijaminkan, maka hal tersebut harus dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan.
10. Periksa apakah ada sales atau purchase commitment per tanggal neraca. Jika ada sales dan
purchase commitment yang menimbulkan kerugian yang material bagi perusahaan dalam
periode berikutnya, hal tersebut harus dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan.
Untuk itu auditor harus memeriksa kontrak penjualan dan kontrak pembelian yang
realisasinya akan dilauka pada periode berikutnya, dan periksa apakah ada penurunan harga
beli atau harga jual dipasar (market value) diperiode berikutnya.
11. Jika ada barang dalam perjalanan, lakukan prosedur audit yang diperlukan. Prosedur
auditnya adalah:
Minta rincian barang dalam perjalanan per tanggal neraca.
Periksa perhitungan mathematisnya (penjumlahan dan perkalian).
Periksa apakah syarat pengiriman barang Free On Bost Shipping Point atau
destination shipping point.
Periksa subsequent clearance (penyelasaian sesudah tanggal neraca).
Dalam hal ini auditor harus menanyakan pada klien dan memeriksa bukti pendukung
apakah sesudah tanggal neraca barang dalam perjalanan tersebut sudah diterima.
Bukti yang harus diperiksa adalah laporan penerimaan barang.
12. Buat kesimpulan dari hasil pemeriksaan persediaan dan buat usulan audit adjustment jika
diperlukan. Auditor harus menyimpulkan (biasanya ditulis diTop Schedule) apakah
berdasarkan prosedur pemeriksaan yang telah dilakukannya, persediaan disajikan secara
wajar atau tidak.
13. Periksa apakah penyajian persediaan dilaporan keuangan sudah sesuai dengan standar
akuntansi berlaku umum di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS).
Vo :
Periksa PO, RR, Supplier Invoice, dan perhitungan matematisnya. Selain itu periksa juga
pencatatan di buku penjualan dan posting ke kartu utang dan stock card.
Catatan:
Setelah memeriksa transaksi pembelian lebih kurang dua minggu, sebelum dan sesudah tanggal
laporan posisi keuangan (neraca), kami tidak menemukan adanya pergeseran pencatatan
pembelian.
Karena itu, kami berkesimpulan bahwa pembelian sudah dicatat dalam periode yang benar.
Dan bila contoh komponen-komponen working paper tersebut digabungkan menjadi satu, maka
akan terbentuk satu format kertas kerja pemeriksaan persediaan berikut ini:
3.1 Kesimpulan
Persediaan merupakan bagian dari aset perusahaan yang pada umumnya nilainya cukup
material dan rawan oleh tindakan pencurian ataupun penyalahgunaan. Oleh karena itu, biasanya
akun persediaan menjadi salah satu perhatian utama auditor dalam pemeriksaan atas laporan
manufaktur ataupun perusahaan dagang. Karena hal ini memang sudah menjadi kegiatan utama
dari perusahaan.
Audit merupakan proses pemeriksaan yang dilakukan secara sistematik dengan cara
antara pernyataan yang di berikan dengan kenyataan yang sesungguhnya sehingga auditor bisa
Agoes, Sukrisno,2017. Auditing : Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Kantor Akuntan
Publik , Buku 1, Edisi 5.Jakarta: Salemba Empat.
Arens, Alvin A., Randal J. Elder, dan Mark S. Beasley. 2008. Auditing dan Jasa Assurance,
Jilid 2 Edisi 12. (diterjemahkan oleh: Gina Gania). Penerbit Erlangga: Jakarta
Manajemenkeuangan.net, “10 Contoh Kertas Kerja Audit (Working Paper) dan Cara
Membuatnya”, 8 Agustus 2020. https://manajemenkeuangan.net/kertas-kerja-audit/
(diakses 24 Oktober 2020).