BPHTB
(Bagian 17 UU 28/2009)
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................................i
BAB 2 OBJEK, SUBJEK, TARIF & DASAR PENGENAAN BPHTB, DAN SAAT &
TEMPAT BPHTB TERUTANG .....................................................................................................3
-i-
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda dahulu, di nusantara, salah satu pajak yang
dilaksanakan adalah Bea Balik Nama atas tanah yang dilaksanakan berdasarkan Ordonansi
Bea Balik Nama Staatsblad 1924 Nomor 291 (selanjutnya disingkat Ordonansi BBN, Stbl.
1924 No. 291). Pajak ini dipungut atas peristiwa hukum yang terjadi karena pemindahan
hak atas harta tetap (tanah dan/atau bangunan) sebagaimana yang diatur dalam Buku II
Kitab Undang-undang Hukum Perdata/Sipil (KUHP/S) yang terkenal dengan sebutan Hak
Barat atau yang disamakan dengan orang barat (orang Timur Asing).
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda sampai dengan zaman kemerdekaan Republik
Indonesia sebelum tahun 1960 terdapat dualisme hukum yang berlaku di bidang
pertanahan. Bagi masyarakat yang berasal dari Eropa, Amerika dan orang Asia / Timur
Asing termasuk Cina, India, Jepang dan lain-lain berlaku Hukum Barat yang diatur dalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata/Sipil. Sedangkan untuk orang Indonesia asli
(Bumiputera) berlaku Hukum Adat masing-masing daerahnya. Perbedaan perlakuan atas
hukum yang berlaku ini sangat terasa dan besar dampaknya bagi masyarakat. Khusus bagi
BBN sebagaimana yang tertuang dalam Stbl 1924 No.291 hanya diberlakukan kepada
orang atau badan yang hak hukumnya diatur dalam KUHP/S yang dalam setiap peralihan
atau perolehan hak penguasaannya atas tanah dan atau bangunan dicatat dalam Akte.
Sedangkan bagi mereka para pribumi (bumiputra) bahkan dulu disebut Inlander tidak
dikenakan BBN karena tidak diatur peralihan haknya dalam KUHP/S tetapi diatur dalam
Hukum Adat dan tidak melalui akta. Dalam pelaksanaannya peralihan hak ini hanya
dicatatkan melalui Lurah/Kepala Desa dan dicatat dalam Buku Wira-Wiri Desa guna
pemungutan Pajak Bumi yang nantinya akan dilaporkan kepada Jawatan Pajak Bumi
(Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian d..h. Direktorat Pajak Bumi dan Bangunan,
Direktorat Jenderal Pajak, saat ini dengan adanya UU No. 28/2009 dikelola Pemerintah
Daerah) atau Kantor Pendaftaran Tanah Milik.
Pada tahun 1960 lahir Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria (UUPA No.5/1960), di mana melalui undang-undang ini dualisme di
-1-
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
bidang hukum pertanahan DIFUSIKAN, artinya hak-hak atas tanah menurut Hukum Barat
dan Hukum Adat dilebur menjadi Hak Indonesia. Sejalan dengan itu maka Ordonansi BBN
Stbl 1924 No.291 kehilangan objeknya karena telah dibekukan dengan keluarnya UUPA
No.5 Tahun 1960. Keadaan atau kekosongan dasar pemungutan BBN tersebut berjalan
mulai 1960 sampai dengan 1997 dan pada tanggal 29 Mei 1997 lahirlah Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang
diundangkan melalui Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 44.
Bahan Diskusi 1
1. Kapan berakhirnya UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB) telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2000 tanggal 2 Agustus
2000?
2. Apabila terjadi perolehan hak atas tanah dan bangunan untuk sektor PBB-P3 pada saat
ini, yang menjdi dasar hukum pengenaan BPHTB adalah?
-2-
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
BAB 2
OBJEK, SUBJEK, TARIF & DASAR PENGENAAN BPHTB, DAN SAAT & TEMPAT
BPHTB TERUTANG
-3-
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
yaitu penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan cara mendirikan badan
usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung tersebut.
l. Pemekaran usaha
yaitu pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara
mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagaian aktiva dan pasiva kepada
badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama.
m. Hadiah.
yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan
yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum kepada penerima hadiah.
Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan,
beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang
pertanahan dan bangunan.
-4-
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
e. Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, yaitu hak milik atas satuan yang bersifat
bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang semuanya merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.
f. Hak Pengelolaan, yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya
sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupa perencanaan
peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan
tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau
bekerja sama dengan pihak ketiga.
Adapun, Objek Pajak yang tidak dikenakan BPHTB (Pasal 85 ayat (4) UU PDRD) adalah
objek pajak yang diperoleh :
a. perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
b. negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum yaitu tanah/bangunan untuk penyelenggaraan
pemerintahan baik pusat maupun daerah dan kegiatan yang semata-mata tidak
ditujukan untuk mencari keuntungan, misalnya, untuk instansi pemerintah, rumah sakit
pemerintah, dan jalan umum;
c. badan atau perwakilan organisasi internasional, baik pemerintah maupun non
pemerintah, yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau
perwakilan organisasi tersebut;
d. orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain
dengan tidak adanya perubahan nama. Konversi hak adalah perubahan hak dari hak
lama menjadi hak baru menurut Undang-undang Pokok Agraria, termasuk pengakuan
hak oleh Pemerintah. contoh:
Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik - tanpa adanya perubahan nama;
Bekas tanah hak milik adat (dengan bukti surat Girik atau sejenisnya ) menjadi hak
baru;
Perbuatan hukum lain misalnya memperpanjang hak atas tanah tanpa adanya
perubahan nama, misalnya perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) yang
dilaksanakan baik sebelum maupun setelah berakhirnya HGB.
e. orang pribadi atau badan karena wakaf yaitu perbuatan hukum orang pribadi atau
badan yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya berupa hak milik tanah dan
atau bangunan dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan
peribadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa imbalan apa pun.
f. orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
-5-
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
-6-
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
Catatan :
1. Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud di atas tidak diketahui atau
lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang digunakan dalam pengenaan
PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah NJOP
PBB (Pasal 87 ayat (3) UU PDRD).
2. Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan paling
rendah Rp60.000.000,00 untuk setiap Wajib Pajak (Pasal 87 ayat (4) UU PDRD). Dalam
hal ini Perda yang mengatur boleh melebihi dari angka tersebut, dengan
mempertimbangkan kondisi perekonomian dan jumlah penerimaan pajak serta potensi
setiap Kabupaten/Kota.
3. Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi
yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat
ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri,
NPOPTKP ditetapkan paling rendah Rp300.000.000,00 (Pasal 87 ayat (5) UU PDRD).
4. NPOPTKP dimaksud pada butir 2 dan 3 ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Pasal 87
ayat (6) UU PDRD)
5. Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah Nilai Perolehan Pajak dikurangi
dengan NPOPTKP (Pasal 89 UU PDRD).
6. Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai
Perolehan Objek Pajak Kena Pajak atau BPHTB = prosentase tertentu x NPOPKP (Pasal
89 UU PDRD).
7. BPHTB yang terhutang dipungut oleh daerah tempat tanah dan/atau bangunan berada
(Pasal 89 UU PDRD).
8. Contoh:
-7-
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
-8-
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
11. Besarnya BPHTB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif BPHTB dengan
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak, yaitu sebagai berikut
jual beli
tukar-menukar
hibah
pemasukan dalam perseroan atau badan
hukum lainnya
pemisahan hak yang mengakibatkan Sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya
peralihan akta dihadapan Pejabat Pembuat Akta
penggabungan, peleburan, & pemekaran Tanah/Notaris
usaha
hadiah
hibah wasiat
pemberian hak baru atas tanah sebagai Sejak tanggal ditandatangani dan
kelanjutan dari pelepasan hak diterbitkannya surat keputusan pemberian
pemberian hak baru atas tanah diluar hak
pelepasan hak
Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak sebagaimana
dimaksud pada butir di atas.
-9-
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
Tempat terutang pajak adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang meliputi
letak tanah dan atau bangunan.
Bahan Diskusi 2
1. Kapan saat BPHTB terutang untuk transaksi jual beli yang belum ada haknya (dalam hal
ini sertifikat/sertipikat belum ada)?
2. Kapan saat BPHTB terutang untuk waris dan hibah wasiat baik yang belum ada haknya
maupun yang sudah ada haknya (dalam hal ini sertifikat/sertipikat sudah ada)?
- 10 -
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
BAB III
PEMBAYARAN, PENETAPAN, DAN PENAGIHAN BPHTB
3.1. Pembayaran
Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya
surat ketetapan pajak. Hal ini berarti bahwa pada dasarnya sistem pemungutan BPHTB
adalah self assesment, dimana Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan
membayar sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran BPHTB (SSB-
BPHTB). Wajib Pajak dapat mengadakan sendiri formulir SSB.
Pajak yang terutang dibayar ke kas Pemerintah Daerah melalui Bank Badan Usaha Milik
Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan di wilayah Kabupaten/kota yang meliputi letak tanah dan atau
bangunan.
Dalam hal BPHTB yang seharusnya terutang adalah nihil, maka Wajib Pajak tetap mengisi
SSB dengan keterangan nihil. SSB nihil ini cukup diketahui oleh PPAT/Notaris/Pejabat
Lelang/Kepala Pertanahan. SSB Nihil lembar 2,3,dan 4 disampaikan ke Pemerintah Daerah
(d..h. KPP Pratama) dalam jangka waktu 7 hari sejak tanggal pembayaran atas perolehan
hak atas tanah dan bangunan.
- 11 -
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
- 12 -
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
c. Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan mempunyai kekuatan
hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak, sehingga penagihannya dapat
dilanjutkan dengan penerbitan Surat Paksa.
Jangka waktu pelunasan pajak yang harus dibayar tersebut adalah paling lama 1 (satu)
bulan sejak diterima Wajib Pajak.
Jumlah pajak yang terutang berdasarkan hal di atas, apabila tidak atau kurang dibayar
pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa, yaitu surat perintah membayar pajak
dan tagihan yang berkaitan dengan pajak sesuai dengan peraturan-perundang-undangan
yang berlaku. (UU NO. 19 TAHUN 2000 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT
PAKSA).
- 13 -
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
a. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000
(UU BPHTB)
1) Pasal 2 ayat (1), mengatur bahwa yang menjadi objek pajak adalah perolehan
hak atas tanah dan atau bangunan.
2) Pasal 2 ayat (2), mengatur bahwa perolehan hak atas tanah dan atau bangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
i. Pemindahan hak karena jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, waris,
pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak
yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang,
pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap,
penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, atau hadiah.
ii. Pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak, atau diluar pelepasan
hak.
3) Pasal 2 ayat (3), mengatur bahwa hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak
milik atas satuan rumah susun, atau hak pengelolaan.
a. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah :
1) Pasal 56, mengatur bahwa pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah
sebagai akibat pemegang hak yang ganti nama dilakukan dengan mencatatnya
di dalam buku tanah dan sertifikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan
rumah susun yang bersangkutan berdasarkan bukti mengenai ganti nama
pemegang hak tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2) Penjelasan Pasal 56 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pemegang hak
yang ganti nama adalah pemegang hak yang sama tetapi namanya berganti.
Penggantian nama pemegang hak dapat terjadi baik mengenai orang
perseorangan maupun badan hukum.
4. Perlakuan BPHTB terhadap penggantian nama badan hukum pemegang hak atas tanah
adalah sebagai berikut:
a. dalam hal Badan Pertanahan Nasional (BPN) menindaklanjuti pendaftaran perubahan
data pendaftaran tanah sebagai akibat badan hukum pemegang hak yang ganti
nama dengan mencatatnya di dalam buku tanah, dan sertifikat, tidak terutang
BPHTB karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 2 UUBPHTB;
b. dalam hal BPN menindaklanjuti pendaftaran perubahan dalam pendaftaran tanah
sebagai akibat badan hukum pemegang hak yang ganti nama dengan menerbitkan
surat keputusan perpanjangan hak atas nama badan hukum pemegang hak dengan
nama yang baru karena ada penambahan jangka waktu berlakunya hak, tidak
terutang BPHTB karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 2 UU BPHTB; atau
- 14 -
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
Contoh 1
Tuan Vino Muda menjual tanah dan/atau bangunan kepada PT Tam Indonesia pada tanggal
14 Februari 2017 di hadapan PPAT Yildiz Akili M. Adapun data tanah di Jakarta seluas 400
m2 dan bangunan seluas 600 m2 dengan harga transaksi sebesar Rp4.560.000.000,00 dan
NJOP tersebut Rp4.018.000.000,00 dengan NJOP Bumi dan Bangunan per m2 sebesar
Rp3.745.000,00 dan Rp4.200.000,00 dan NPOPTKP Rp60.000.000,00.
- 15 -
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
NPOPTKP Rp 60.000.000,-
NPOPKP Rp 4.500.000.000,-
BPHTB 5% Rp 225.000.000,-
Pelunasan BPHTB sebesar Rp225.000.000,00 paling lambat pukul 10.00 WIB tanggal 14
Februari 2017 di bank persepsi (bank tempat pembayaran BPHTB di mana objek pajak
properti yang meliputi letak tanah dan/atau bangunan berada).
2. Saat terutang BPHTB adalah sejak tanggal dan ditandatanganinya AJB dihadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) pada tanggal 14 Februari 2017.
Apabila sejak tanggal dan ditandatanganinya AJB belum dilakukan pembayaran pajak
(BPHTB) maka PPAT dikenakan sanksi setiap transaksi Rp7.500.000,00 dan kepada
Wajib Pajak terlambat melakukan pembayaran dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan sejak saat
terutang.
3. Subjek BPHTB adalah PT Tam Indonesia
4. Sarana yang digunakan untuk melakukan pembayaran perhitungan BPHTB sebagaimana
tersebut di atas menggunakan formulir Surat Setoran BPHTB (SSB) rangkap 5 dengan
rincian sebagai berikut:
Lembar 1 : Wajib Pajak
Lembar 2 : Bank yang selanjutnya untuk KPP
Lembar 3 : KPP
Lembar 4 : Bank
Lembar 5 : BPN/PPAT/KP2LN
5. SSB sekaligus untuk melaporkan data perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Oleh karena itu, SSB sebagai sarana untuk balik nama dalam SPPT PBB.
6. Penyetoran BPHTB dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang memperoleh ha katas
tanah dan/atau bangunan, dalam hal ini PT Tam Indonesia kepada negara (sarana SSB
tidak terutang Bea Meterai)
Mulai 1 Januari 2009, terdapat perubahan perlakuan PPh untuk pengusaha yang usaha
pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan. Perubahan tersebut
disebabkan karena adanya penambahan objek PPh Pasal 4 ayat 2 huruf d (PPh Final)
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Ketentuan ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34
Tahun 2016, peraturan sebelumnya yang dicabut yaitu PP Nomor 48 Tahun 1994 beserta
perubahannya, tentang Pembayaran PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan.
- 16 -
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
Berdasarkan PP No 34 yang mulai berlaku 08 September 2016, Wajib Pajak yang usaha
pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dikenai PPh sebesar:
a. 1% dari harga jual atau NJOP PBB, mana yang lebih tinggi.
a.1. untuk pengalihan Rumah Sederhana terdiri atas Rumah Sederhana Sehat dan
Rumah Inti Tumbuh, yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
a.2. untuk pengalihan Rumah Susun Sederhana adalah bangunan bertingkat yang
dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang
dilengkapi dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun
terpisah dengan penggunaan komunal termasuk Rumah Susun Sederhana Milik,
yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. 2,5% dari harga jual atau NJOP PBB, mana yang lebih tinggi, untuk pengalihan lainnya.
Jadi, perhitungan PPh Pasal 25 untuk tahun 2009 tidak ada karena PPh atas pengalihan
tersebut sudah bersifat final.
Contoh 2
Perhitungan PPh untuk Pengusaha real estate mulai 08 September 2016)
PT Aqilah Propertindo adalah perusahaan real estate & real property yang usaha pokoknya
melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. PPh yang wajib dibayar oleh PT
Aqilah Propertindo adalah:
Nilai transaksi pengalihan Rp 4.560.000.000,-
PPh Final 2,5 % Rp 114.000.000,-
Contoh 3
Perhitungan PPh untuk pengusaha real estate yang usaha pokoknya Rumah
Sederhana dan Rumah Susun Sederhana mulai 08 September 2016
PT Aqilah Propertindo merupakan pengusaha real estate & real property mengalihkan
sebuah Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami) dengan harga satu tipe studio sebesar
Rp144.000.000,00. PPh terutang atas pengalihan hak atas tanah rumah sederhana dan
rumah susun sederhana adalah 1 % dari nilai pengalihan. PPh yang wajib dibayar oleh PT
Aqilah Propertindo adalah:
PPh = 1% x Rp 144.000.000,00 = Rp 1.440.000,00
- 17 -
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
Bahan Diskusi 3
1. Bapak XX telah membeli sebidang tanah girik dari Ibu YY pada tahun 1996, sebelum
adanya UU BPHTB. Pada hari ini, ia mendaftarkan tanah tersebut (konversi hak atas
tanah) di BPN. Atas pendaftaran tanah tersebut, maka ia diharuskan membayar BPHTB
yang terutang …
a. Pernyataan tersebut salah
b. Pernyataan tersebut benar
c. UU BPHTB belum mengatur kapan saat terutangnya
d. Jawaban B dan C benar
2. Sebuah BUMN berinisial PT HSY bergerak di bidang perkebunan berdiri di atas lahan
yang bersertifikat Hak Guna Usaha (HGU). Pemegang sertifikat HGU tersebut adalah PT
HSY. Masa berlaku HGU berakhir sampai dengan 2 Januari 2012. Pada tanggal 1
September 2011, pihak manajemen berinisiatif meningkatkan status tanah dari HGU
menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT HSY juga. Pihak manajemen
menghubungi pihak Notaris agar membantu menyelesaikan persoalan tersebut.
Kemudian si Notaris mendaftarkannyake Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat.
Pihak BPN menginformasikan bahwa berkas tersebut tidak dapat diproses sebelum
dilunasi terlebih dahulu BPHTB yang terutang.
Setelah PT HSY melalui Notaris menyerahkan Surat Setoran BPHTB (SSB) kepada BPN,
barulah pihak BPN bersedia memproses sertifikat tersbut. Akhirnya, Sertifikat HGB atas
nama PT HSY diterbitkan oleh BPN dan diterima oleh PT HSY pada tanggal 1 Desember
2011.
Diskusi:
a. Betulkah bahwa peningkatan kelas dari HGU menjadi HGB tersebut terutang BPHTB?
Berikan alasannya!
b. Seandainya tidak terutang BPHTB, saran apa/nasehat apa yang akan Saudara
lakukan selaku Konsultan Pajak?
- 18 -
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
BAGIAN A : ESSAY
Soal 1
Pada tanggal 2 Mei 2014 Tuan Dorayaki dengan PT Baling Baling Bambu melakukan
transaksi didepan Notaris PPAT dengan harga transaksi sebesar Rp 300.000.000,00. Surat
Setoran BPHTB (SSB) dibuat dengan bantuan salah seorang karyawan notaris dan telah
dibayarkan ke Bank Pintu Ajaib
a. Hitunglah BPHTB yang dibayar oleh Tuan Dorayaki jika diketahui NPOPTKP = Rp
80.000.000,- atau Rp 350.000.000
b. Atas objek tersebut dilakukan pemeriksaan oleh Dinas Pajak Daerah setempat
diterbitkan SKBKB pada tanggal 30 Juni 2015 dengan data Luas tanah 300 m2; dengan
nilai tanah Rp 1.200.000 dan Luas bangunan 150 m2; dengan nilai bangunan Rp
950.000. Hitunglah besarnya SKBKB yang diterbitkan oleh Dinas Pajak Daerah setempat
pada tanggal 30 Juni 2015 !
Soal 2
Tuan Ahmad adalah seorang broker tanah di wilayah Jabodetabek, pada tanggal 14
Februari 2014 dia menjadi pemenang lelang yang diselenggarakan oleh Kantor Pelayanan
dan Piutang Lelang Negara atas sebuah rumah dengan harga Rp 500.000.000,- sedangkan
NJOP PBB tersebut adalah Rp 700.000.000,-.
a. Kewajiban Tuan Ahmad saat menjadi pemenang lelang adalah membayar BPHTB, hitung
besarnya BPHTB terutang apabila NPOPTKP Rp 60.000.000 atau Rp. 300.000.000 ! dan
sarana apa yang digunakan untuk membayar ?
b. Kapan kasus tersebut terutang BPHTB?
Soal 3
Pak Han Mangku Wanito Limo menghibahwasiatkan suatu tanah seluas 1.000 m2 kepada
sebuah Yayasan Yatim Piatu (Yayasan Sosial Nirlaba) dengan Akta Notaris PPAT pada tahun
2011. Pak Han Mangku Wanito Limo meninggal dunia pada tanggal 15 Maret 2012,
kemudian pihak yayasan mendaftarkan peralihan hak ke Kantor Pertanahan Kabupaten XX
pada tanggal 1 September 2012. Pada saat didaftarkan, NJOP sebagai dasar pengenaan
PBB adalah Rp 2.352.000.000,-. Nilai pasar tanah tersebut pada tahun 2013 sebesar Rp
2.500.000,- per m2. Apabila NPOPTKP di Kabupaten XX adalah Rp 80.000.000,- dan Rp
350.000.000,-.
- 19 -
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
Soal 4
Hitung BPHTB Terutang apabila rumah yang Saudara tempati tersebut dijual kepada
Nyonya Novi R Murtopo! Apabila Tarif BPHTB 5% dan harga transaksi dibawah NJOP PBB –
P2.
Soal 5
a. Tahun 2017, PT Yam Indonesia mendapat hak pengelolaan 100ha tanah dari
pemerintah, yang berasal dari tanah negara. Menteri Keuangan telah menetapkan tanah
tersebut dengan NJOP = Rp200.000/m2
Hitung BPHTB yang harus dibayar PT Yam Indonesia, jika NPOPTKP = Rp60.000.000 !
b. Tahun 2017, Tuan Purno Hadi Murtopo mendapat warisan dari orang tuanya sebidang
tanah hak milik dengan nilai pasarnya Rp500.000.000. Pada tahun 2017, tanah tersebut
dikenakan PBB dengan NJOP Rp 600.000.000.
Hitung BPHTB yang harus dibayar Tuan Purno Hadi Murtopo, jika NPOPTKP = Rp
300.000.000 !
Soal 6
Tengku Abdullah Tarmizi, seorang hartawan yang berasal dari Propinsi NAD ingin hibah
wasiat sebidang tanah seluas 1 Ha kepada suatu Yayasan Yatim Piatu “Al Khairat”. Untuk
maksud tersebut beliau menemui Saudara sebagai seorang konsultan pajak dan
menanyakan apakah atas hibah wasiat tersebut dikenakan BPHTB. Saudara diminta untuk
menjelaskan secara rinci tentang BPHTB atas hibah wasiat kepada Tengku Abdullah
Tarmizi!
1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan ….
a. Atas tanah dan bangunan.
b. Atas manfaat tanah dan bangunan.
c. Atas perolehan hak tanah dan bangunan.
d. Atas hak milik tanah dan bangunan.
- 20 -
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
3. Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh … .
a. Negara untuk penyelenggaraan usaha.
b. Orang pribadi atau badan karena wakaf.
c. Orang pribadi karena hibah.
d. Semua salah.
5. Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, kecuali ... .
a. Jual beli, dan kelanjutan pelepasan hak.
b. Waris dan Hibah Wasiat.
c. Konversi hak atas nama yang sama.
d. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan.
7. Apabila seseorang meninggal dunia dan meninggalkan warisan berupa tanah dan
bangunan, maka warisan tersebut ... .
a. bukan objek pajak.
b. harus didaftarkan ke pengadilan untuk pembagian warisan.
- 21 -
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
c. objek BPHTB.
d. dibagi kepada ahli waris tanpa dipotong pajak.
- 22 -
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
Pasal 85
(1) Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Perolehan Hak atas
Tanah dan/atau Bangunan.
(2) Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. pemindahan hak karena:
1) jual beli;
2) tukar menukar;
3) hibah;
4) hibah wasiat;
5) waris;
6) pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain;
7) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
8) penunjukan pembeli dalam lelang;
9) pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
10) penggabungan usaha;
11) peleburan usaha;
12) pemekaran usaha; atau
13) hadiah.
b. pemberian hak baru karena:
1) kelanjutan pelepasan hak; atau
2) di luar pelepasan hak.
(3) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. hak milik;
b. hak guna usaha;
c. hak guna bangunan;
d. hak pakai;
e. hak milik atas satuan rumah susun; dan
f. hak pengelolaan.
- 23 -
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
(4) Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah
objek pajak yang diperoleh:
a. perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
b. negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum;
c. badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan
Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;
d. orang pribadi atau Badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain
dengan tidak adanya perubahan nama;
e. orang pribadi atau Badan karena wakaf; dan
f. orang pribadi atau Badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
Pasal 86
(1) Subjek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau
Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
(2) Wajib Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau
Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
Pasal 87
(1) Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Nilai Perolehan
Objek Pajak.
(2) Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal:
a. jual beli adalah harga transaksi;
b. tukar menukar adalah nilai pasar;
c. hibah adalah nilai pasar;
d. hibah wasiat adalah nilai pasar;
e. waris adalah nilai pasar;
f. pemasukan dalam peseroan atau badan hokum lainnya adalah nilai pasar;
g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;
h. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum
tetap adalah nilai pasar;
i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai
pasar;
j. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar;
k. penggabungan usaha adalah nilai pasar;
l. peleburan usaha adalah nilai pasar;
m. pemekaran usaha adalah nilai pasar;
- 24 -
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
Pasal 88
(1) Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5%
(lima persen).
(2) Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.
Pasal 89
(1) Besaran pokok Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang dihitung
dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (2) dengan
dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) setelah
dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87 ayat (6).
(2) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang dipungut di wilayah daerah
tempat Tanah dan/atau Bangunan berada.
Pasal 90
(1) Saat terutangnya pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan ditetapkan
untuk:
a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
b. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
- 25 -
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
Pasal 91
(1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan
Hak atas Tanah dan/atau Bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti
pembayaran pajak.
(2) Kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang Negara hanya dapat menandatangani
risalah lelang Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan setelah Wajib Pajak
menyerahkan bukti pembayaran pajak.
(3) Kepala kantor bidang pertanahan hanya dapat melakukan pendaftaran Hak atas Tanah
atau pendaftaran peralihan Hak atas Tanah setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti
pembayaran pajak.
Pasal 92
(1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan kepala kantor yang membidangi pelayanan
lelang negara melaporkan pembuatan akta atau risalah lelang Perolehan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan kepada Kepala Daerah paling lambat pada tanggal 10 (sepuluh)
bulan berikutnya.
- 26 -
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
(2) Tata cara pelaporan bagi pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Kepala Daerah.
Pasal 93
(1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan kepala kantor yang membidangi pelayanan
lelang negara, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat
(1) dan ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp7.500.000,00
(tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran.
(2) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan kepala kantor yang membidangi pelayanan
lelang negara, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat
(1) dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp250.000,00 (dua ratus lima
puluh ribu rupiah) untuk setiap laporan.
(3) Kepala kantor bidang pertanahan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 91 ayat (3) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
PENJELASAN ATAS
Bagian Ketujuh Belas
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Contoh:
Wajib Pajak “A” membeli tanah dan bangunan dengan
Nilai Perolehan Objek Pajak = Rp.65.000.000,00
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak = Rp.60.000.000,00 (-)
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak = Rp. 5.000.000,00
Pajak Yang Terutang = 5% x Rp5.000.000,00 = Rp. 250.000,00
- 27 -
BPHTB (Bagian 17 UU PDRD)
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “risalah lelang” adalah kutipan risalah lelang yang
ditandatangani oleh Kepala Kantor yang membidangi pelayanan lelang Negara.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.ta
- 28 -