“Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) & Bea
Materai (BM)”
Dosen Pembimbing :
Nur Ajizah, S. Sos, M. AB
( PERPAJAKAN )
Kelompok 4
Di susun oleh :
PEMBAHASAN
2.1 BPHTB
a. hak milik, yaitu hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan
oleh Pemerintah;
b. hak guna usaha (HGU),
yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara
dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh perundangundangan
yang berlaku;
c. hak guna bangunan (HGB), yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka
waktu yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria.
d. hak pakai, yaitu hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang
memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan
pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa
atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu sepanjang tidak
bertentangan dengan jiwa dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e. hak milik atas satuan rumah susun, yaitu hak milik atas satuan yang bersifat
perseorangan dan terpisah. Hak milik atas satuan rumah susun meliputi juga
hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang semuanya
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang
bersangkutan.
f. hak pengelolaan, yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara
lain, berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan
tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian
dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak
ketiga.
Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak (5%)
dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP). Besarnya NPOPKP
adalah NPOP – NPOPTKP. Apabila NPOP lebih rendah dari NJOP PBB tahun
terjadinya transaksi, atau bila NPOP tidak diketahui, maka dasar pengenaan pajaknya
adalah NJOP PBB.
Tempat Pembayaran :
1. Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah
2. Kantor Pos dan Giro
3. Tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Direktorat Jenderal Pajak (menurut UU No. 20 Tahun 2000) atau Kepala Daerah
(menurut UU No. 28 Tahun 2009) dalam jangka waktu 5 tahun sesudah terutangnya
BPHTB setelah terlebih dahulu melakukan pemeriksaan lapangan ataupun kantor dan
dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea (SKB) atau Surat Ketetapan Pajak Daerah
(SKPD):
1. Lebih bayar (LB), apabila pajak yang dibayar ternyata lebih besar daripada
jumlah pajak yang terutang atau dilakukan pembayaran pajak yang tidak
seharusnya terutang,
2. Nihil (N), apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak
terutang,
3. Kurang bayar (KB) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan
lainnya ternyata jumlah pajak yang terutang tidak atau kurang bayar.
4. Kurang bayar tambahan (KBT) apabila ditemukan data baru dan atau data
yang semula belum terungkap (novum) yang menyebabkan penambahan
jumlah pajak yang terutang kecuali WP melapor sebelum pemeriksaan.
Terhadap jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam SKBKB tersebut
dikenakan sanksi administrasi sebesar 2% sebulan dihitung dari pajak yang kurang
atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 bulan (sehingga maksimal
48%) terhitung sejak tanggal terutangnya pajak. Sedangkan terhadap kekurangan pajak
yang terutang dalam SKBKBT dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar
100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut, namun demikian jika WP melaporkan
sendiri sebelum dilakukan pemeriksaan maka kenaikan tersebut tidak dikenakan.
Jangka waktu pelunasan SKB tersebut adalah 1 bulan sejak tanggal diterbitkannya
surat ketetapan.
Menurut UU No. 20 Tahun 2000 Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan STB
apabila;
Sanksi administrasi berupa bunga 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama
24 bulan dapat dikenakan apabila hasil pemeriksaan menyatakan kurang bayar, sanksi
ini dihitung mulai saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat
Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB).
Dalam jangka waktu 3 bulan sejak diterimanya SKP yang dapat dibuktikan dengan cap
pos, Wajib pajak dapat mengajukan keberatan terhadap:
1. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah & Bangunan Kurang Bayar
(SKBKB),
2. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah & Bangunan Kurang Bayar
Tambahan (SKBKBT),
3. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah & Bangunan Lebih Bayar
(SKBLB),
4. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah & Bangunan Nihil (SKBN).
Pengurangan akan diproses dalam waktu paling lama 3 bulan (apabila proses
dilakukan di KPP Pratama) dan 6 bulan (apabila proses dilakukan di Kantor Pusat
Dirjen Pajak) sejak tanggal diterima permohonan pengurangan BPHTB. Bagi WP
yang memenuhi syarat dapat menghitung sendiri besarnya pengurangan sebelum
melakukan pembayaran BPHTB. Contohnya untuk kasus waris dan hibah wasiat,
dimana pembayaran menggunakan SSB setelah dikurangi dengan pengurangan
dilakukan terlebih dahulu baru pengajukan permohonan pengurangan ke KPP Pratama.
Dalam Surat Setoran Bea diberi tanda “pengurangan dihitung sendiri” dan
jumlah setoran BPHTB setelah pengurangan. Dalam hal ini WP tetap mengajukan
permohonan pengurangan sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Bila
permohonan pengurangannya ditolak/dikabulkan namun dalam pembayaran
BPHTBnya masih kurang bayar maka terhadap WP tersebut akan dikenakan sanksi
bunga sebesar 2% per bulan dari kekurangan bayar tersebut, maksimum 24 bulan.
Terhadap BPHTB kurang bayar (SKBKB) tidak dapat diajukan pengurangan kembali.
Dalam hal ini berarti bahwa baik penjual maupun pembeli wajib memiliki
NPWP kecuali:
• — Bagi pembeli, tidak wajib mencantumkan NPWP jika NJOP atau NPOP di
bawah Rp60.000.000,-
• — Bagi penjual, tidak wajib mencantumkan NPWP jika PPh Final
terutangnya di bawah Rp3.000.000,-.
2.2 Bea Materai
d. Surat yang memuat jumlah uang yaitu: - yang menyebutkan penerimaan uang;
- yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening
bank;
- yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
- yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah
dilunasi atau diperhitungkan.
f. Dokumen yang dikenakan Bea Meterai juga terhadap dokumen yang akan
digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan yaitu surat-surat biasa dan
surat-surat kerumahtanggaan, dan surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea
Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan
oleh orang lain, lain dan maksud semula.
Secara umum dokumen yang tidak dikenakan bea meterai adalah dokumen yang
berhubungan dengan transaksi intern perusahaan, berkaitan dengan pembayaran
pajak dan dokumen Negara.
3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan dan pembayaran lainnya
yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk
mendapatkan pembayaran itu.
4. Tanda bukti penerimaan uang negara dan kas negara, kas pemerintah daerah dan
bank.
5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat
disamakan dengan itu ke kas negara, kas pemerintah daerah dan bank.
9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dan Efek, dengan nama dan bentuk
apapun.
a. Surat Perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk
digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau
keadaan yang bersifat pendata
b. Akta-akta Notaris termasuk salinannya
c. Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep selama nominalnya lebih
dan
Rp1.000.000,00.;
d. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka
Pengadilan, yaitu:
- surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan.
- surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan
tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh
orang lain selain dan tujuan semula.
2. Untuk dokumen yang menyatakan nominal uang dengan batasan sebagai berikut:
3. Cek dan Bilyet Giro dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,- tanpa
batas pengenaan besarnya harga nominal.
4. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal
sampai dengan Rp1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 3.000,- sedangkan yang
mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp
6.000,-.
5. Sekumpulan Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam
surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan Rp
1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 3.000,-, sedangkan yang mempunyai harga
nominal lebih dan Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp
6.000,-.
Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 mengatur tata cara pelunasan
bea meterai. Pada dasarnya pelunasan bea meterai dapat ditempuh dengan dua cara
yaitu :
1. Dengan menggunakan benda meterai yaitu meterai tempel dan kertas meterai.
2. Cara pelunasan bea meterai dengan cara lain yang ditetapkan menteri keuangan,
yaitu :
a. Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan Mesin Teraan
Meterai.
Dasar Hukum :
133b/KMK.04/2000
KEP - 122b/PJ./2000 Jo SE - 07/PJ.5/2001 Jo SE - 28/PJ.5/2001
Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan Mesin Teraan Meterai
diperbolehkan bagi penerbit dokumen yang melakukan pemeteraian dengan
jumlah rata-rata setiap hari minimal 50 dokumen.
b. Tata Cara Pelunasan Bea Meterai Dengan Teknologi Percetakan Dasar
Hukum :
133b/KMK.04/2000
KEP - 122c/PJ./2000 Jo SE - 04/PJ.5/2001 Jo SE - 28/PJ.5/2001
c. Tata Cara Pelunasan Bea Meterai Dengan
Menggunakan Sistem
Komputerisasi
Dasar Hukum :
133b/KMK.04/2000
KEP - 122d/PJ./2000 Jo SE - 05/PJ.05/2001
Dokumen yang terutang bea meterai tetapi bea meterainya tidak atau kurang
dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda sebesar 200% dari bea
meterai yang tidak atau kurang di bayar.
Pelunasan bea meterai yang terutang berikut dendanya dilakukan dengan cara
pemeteraian kemudian.
DAFTAR PUSTAKA
http://dispenda.badungkab.go.id/obyek-pajak/pajak-bphtb-bea-perolehan-hak-
atastanah-dan-bangunan/
http://eddiwahyudi.com/perspektif-pajak-sebagai-sarana-pendukungpembangunan/bea-
perolehan-hak-atas-tanah-dan-bangunan-bphtb/
http://jovi-joe.blogspot.com/2012/01/blog-post.html
http://pajaktaxes.blogspot.com/p/bphtb.html
http://pelayanan-pajak.blogspot.com/2009/04/bphtb.html
http://sharing-pajak.blogspot.com/2009/02/pengertian-objek-pajak-dan-
subjekpajak.html
https://sites.google.com/site/referensipajak/Pengertian-Obyek-Subyek-Tarif-
CaraContoh-Menghitung-Pembayaran-Penetapan-Penagihan-Keberatan-Banding-
BeaPerolehan-Hak-Atas-Tanah-Dan-Bangunan-BPHTB
http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=bphtb