Anda di halaman 1dari 4

Nama: Ignatius Capestrano Dionisius

NIM: 1705617041

1. Apa yang Anda ketahui tentang Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016?

Pemerintah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun


2016 Tentang Tarif Baru PPh Final atas Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Peraturan Pemerintah ini mengatur bahwa penghasilan atas transaksi
tanah/bangunan baik dengan Akta Jual Beli (AJB) atau akta pengalihan hak lainnya
seperti Akta Pengoperan Hak ataupun peralihan hak yang masih dalam
bentuk Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) akan diberlakukan tarif baru, sebagai
berikut:
1) Untuk obyek Non Rusun dan Rumah Sederhana Sehat (RSH), Rumah Sederhana
Tapak (RST) oleh Developer, PPh Penjual adalah 2.5% dari nilai transaksi.
2) Untuk obyek Rusun dan Rumah Sederhana Sehat (RSH), Rumah Sederhana
Tapak (RST) oleh Developer besarnya PPh final adalah 1% dari nilai transaksi.
3) Transaksi kepada pemerintah tarif PPh 0%

2. Sebutkan dan jelaskan filosofi pengenaan pajak atas BPHTB

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan atau disingkat BPHTB adalah salah satu
jenis pajak yang harus dibayarkan saat membeli rumah maupun properti lainnya.

Dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun
2000, pemberian Hak Pengelolaan merupakan objek pajak.

Dikenakannya Hak Pengelolaan sebagai objek pajak adalah karena penerima Hak
Pengelolaan memperoleh manfaat ekonomis dari tanah yang dikelolanya.

Namun, mengingat pada umumnya Hak Pengelolaan diberikan kepada Departemen,


Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota, lembaga pemerintah lainnya, dan Perusahaan Umum
Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) tidak dimaksudkan untuk
mencari keuntungan. Jadi, pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
karena pemberian Hak Pengelolaan perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Subjek pajak yang wajib dikenakan BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang
memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Sesuai aturan, tarif pajak yang
ditetapkan sebesar 5%.Ciri pertama, pembayaran pajak terjadi lebih dahulu daripada
saat terutang. Contohnya, pembeli tanah bersertifikat sudah diharuskan membayar
BPHTB sebelum terjadi transaksi atau sebelum akta dibuat dan ditandatangani. Hal
ini terjadi juga dalam bea materai. Siapapun pihak yang membeli meterai tempel,
berarti ia sudah membayar bea materai, walaupun belum terjadi saat terutang pajak.
Ciri kedua adalah frekuensi pembayaran bea terutang dapat dilakukan secara
insidensial atau berkali-kali dan tidak terikat oleh waktu. Misalnya, membeli atau
membayar materai tempel dapat dilakukan kapan saja. Demikian pula dengan
membayar BPHTB terutang. Hal ini tentunya berbeda dengan pajak, yang harus
dibayar sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan dikenakan terhadap orang atau
badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan atas suatu
hak atas tanah dan atau bangunan ini bisa diartikan bahwa orang atau badan
tersebut mempunyai nilai lebih atas tambahan atau perolehan hak tersebut, di mana
tidak semua orang mempunyai kemampuan lebih untuk mendapatkan tanah dan
atau bangunan.

3. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis hak atas tanah

Apabila melihat ketentuan Pasal 16 jo. Pasal 53 Undang-Undang Nomor 5 Tahun


1960 (UUPA), maka macam-macam hak atas tanah dikelompokkan menjadi 3 (tiga),
yaitu:

1) Hak atas tanah yang bersifat tetap, yaitu hak-hak atas tanah yang akan tetap
ada selama UUPA masih berlaku. Macam-macam hak atas tanah yang masuk
dalam kelompok ini yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak
Pakai, Hak Sewa untuk Bangunan, Hak Membuka Tanah, dan Hak Memungut
Hasil Hutan.
2) Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang, maksudnya
adalah hak atas tanah yang akan lahir kemudian, yang akan ditetapkan dengan
undang-undang. Hak atas tanah yang disebutkan dalam Pasal 16 jo. Pasal 53
UUPA tidak bersifat limitatif, artinya, di samping hak-hak atas tanah yang
disebutkan dalam UUPA, kelak masih dimungkinkan lahirnya hak atas tanah
baru yang diatur secara khusus dengan undang-undang.
3) Hak atas tanah yang bersifat sementara, yaitu Hak atas tanah yang sifatnya
sementara, dalam waktu singkat diusahakan akan dihapus sebab mengandung
sifat-sifat pemerasan, feodal, dan yang tidak sesuai dengan jiwa atau asas-asas
UUPA. Macam-macam hak atas tanah yang bersifat sementara ini adalah Hak
Gadai (Gadai Tanah), Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil), Hak
Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian

4. Sebutkan dan jelaskan hak wajib pajak dalam BPHTB

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak atas:

1) Surat Ketetapan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang
Bayar;
2) Surat Ketetapan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang
Bayar Tambahan;
3) Surat Ketetapan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih
Bayar;
4) Surat Ketetapan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil.

Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahas Indonesia dengan mengemukakan jumlah
pajak yang terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang
jelas.
Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal
diterimanya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar
atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan
atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan LebihBayar atau Surat
Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil oleh Wajib Pajak oleh Wajib
Pajak, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat
dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
Keberatan yang tidak memenuhi syarat tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga
tidak dipertimbangkan.

Tanda terima Surat Keberatan yang diberikan oleh Pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang
ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat menjadi
tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan Wajib Pajak.

Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, Direktur Jenderal Pajak
wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak.

Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan


penagihan pajak.

Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat
Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.
Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan
atau penjelasan tertulis.
Apabila jangka waktu telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu
keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya
atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang terutang.

Anda mungkin juga menyukai