Anda di halaman 1dari 2

Aspek Perpajakan dalam Pelaksanaan Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Membuat

Akta Otentik

Oleh Muhammad Abdoel Aziz, S.H., M.Kn.

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta-
akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu terhadap hak atas tanah atau hak atas satuan rumah
susun. Perbuatan hukum tertentu diantaranya berupa perbuatan hukum jual beli dan hibah. Dalam
membuat akta-akta otentik tersebut, PPAT wajib memenuhi kewajiban peraturan perundang-undangan
yang di antaranya diatur dalam Pasal 39 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah (PP Pendaftaran Tanah). Kewajiban yang termuat dalam Pasal 39 ayat (1) PP
Pendaftaran Tanah tersebut di antaranya adalah PPAT wajib menolak membuat akta jika obyek
perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai data fisik dan atau data yuridis.
Selain itu juga terdapat ketentuan lain dalam Pasal 39 ayat (1) yang menyatakan bahwa PPAT wajib
memenuhi syarat lain yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Syarat lain tersebut
di antaranya berkaitan dengan perpajakan yang dalam hal ini adalah bea meterai, Pajak Penghasilan
(PPh), dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Bea meterai adalah pajak atas dokumen. Dokumen yang dimaksud adalah sesuatu yang ditulis atau
tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau
keterangan. Akta PPAT merupakan dokumen yang dikenakan bea meterai. Hal ini sebagaimana tertuang
dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai (UU Bea
Meterai). Untuk itu PPAT wajib memastikan setiap akta yang dibuat olehnya telah dikenakan bea
meterai dengan tarif tetap sebesar Rp 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) terhadapnya. Cara
memastikannya sesederhana PPAT melekatkan sendiri meterai Rp 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) di
setiap akta otentik yang dibuatnya.

PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak. Aspek perpajakan mengenai PPh dalam pelaksanaan tanggung jawab
PPAT dalam membuat akta otentik dapat dilihat dalam beberapa hal. Pertama, PPAT memiliki hak
honorarium atas pelaksanaan tanggung jawabnya dalam membuat akta otentik. Hak honorarium itu
sendiri secara sederhana dapat diartikan sebagai hak yang membuat PPAT dapat menuntut imbal jasa
kepada penghadap yang menggunakan jasanya untuk membuat akta otentik. Imbal jasa tersebut berupa
uang. Uang yang didapat tersebut kemudian akan menjadi penghasilannya. Karena ia memperoleh
penghasilan dari pembuatan akta otentik tersebut, maka PPAT wajib membayarkan PPh. Kedua, PPAT
memiliki tanggung jawab juga untuk menyampaikan laporan bulanan mengenai pembuatan akta atas
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Direktur Jenderal Pajak. Pelaporan ini dilakukan
karena terhadap pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut akan menimbulkan kewajiban
bagi pemberi hak atau dalam kata lain penjual untuk membayarkan PPh Pengalihan hak atas tanah dan
bangunan. Atas pelaporan tersebut, otoritas perpajakan akan dapat segera mengetahui apakah PPh
Pengalihan hak atas tanah dan bangunan telah dibayarkan atau masih terhutang. Hal ini sebagaimana
diatur dalam Pasal 3 ayat (6) jo. Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang
Pajak Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan dan Perjanjian Pengikatan Jual
Beli atas Tanah dan/atau Perubahannya. Terakhir, dalam pembuatan akta otentik yang isinya memuat
mengenai peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan, seorang PPAT harus juga memastikan terlebih
dahulu bahwa PPh atas peralihan tersebut telah dibayarkan oleh wajib pajak yang dalam hal ini pemberi
hak atau penjual. Cara memastikannya dengan meminta surat setoran PPh yang harus dilengkapi juga
dengan surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran pajak penghasilan.
Surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran pajak penghasilan itu
merupakan bukti telah dilakukan penelitian terhadap surat setoran PPh tersebut oleh otoritas
perpajakan.

BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan. Selain memastikan
PPh Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan telah dibayarkan oleh Pemberi Hak/Penjual, PPAT
juga wajib memastikan BPHTB telah dibayarkan oleh Penerima Hak/Pembeli dengan cara meminta surat
setoran BPHTB. Untuk BPHTB, tidak ada keharusan

Anda mungkin juga menyukai